Anda di halaman 1dari 25

A.

Konsep Dasar Penyakit Diabetes Militus

1. Pengertian

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok gangguan metabolik yang ditandai

dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi

insulin, kerja insulin, atau keduanya

(Brunner dan Suddarth, 2014).

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metebolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan

sensitivitas insulin ( sudoyo 2006).

Diabetes melitus adalah ganguan metabolisme yang secara genetis dan kinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

(soewondo, 2010).

Ada beberapa tipe Diabetes Mellitus yang berbeda; penyakit ini di bedakan

berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes melitus

yang utama adalah:

a. DM Tipe I

Diabetes melitus tergantung insulin (insulin dependent Diabetes Mellitus

[IDDM]). Pada DM jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal

menghasilkan hormon insulin di hancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai

akibatnya adalah, penyuntikan insulin di perlukan untuk mengendalikan kadar

glukosa darah.

b. DM Tipe II
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent Diabetes

Mellitus [NIDDM]). Diabetes Melitus tipe ini terjadi akibat penurunan sensitivitas

terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

(diabetes tipe lain/Diabetes Melitus sekunder). DM tipe ini dapat menyebabkan

penyakit; pankrealitis, kelainan hormonal.

c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)

Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,

riwayat keluarga, dan riwayat Diabetes Gestasional terdahulu (Bruner and sudart,

2014).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, di sertai lesi pada

membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikrosof elektron (Arif, 2000).

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi pankreas

Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin.

Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan

melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. diantara sel-sel

eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel

endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets) Langerhans. Sel endokrin pankreas

yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α

(alfa) yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat

sintesis somatostatin (Sherwood L, 2009).


Pangkreas adalah sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah, panjangnya kira-kira 15 cm, lebarnya pada vertebrebarnya 5cm, mulai

dari duodenum sampai ke limpa, beratnya rata-rata 60-90gr terbentang pada vertebra

lumbalis I dan II di belakang lambung.

Pangkreas merupakan kelenjar yang mempunyai saluran,saluran dari masing-

masing kelenjar bersatu menjaudi duktus yang jari-jarinya 3mm, duktus ini di sebut

duktus pangkreatikus.

Duktus pangkreatikus akhirnya menjadi koleduktus dan melanjutkan ke

duodenum 7,5cmdi bawah pilarus. Pangkreas terletak di belakang selaput perut atau

(retro peritoneal).Di depan di tutupi selaput dinding perut dan mendapat darah dari

arteri pankreatika. Salah satu cabang dari batang nadi aorta abdominalis.

Pankreas mempunyai dua macam sel kelenjar. Dimana sel itu di kumpulkan dan

mempunyai pulau-pulau yang di sebut langerhans. Pulau-pulau ini membuat insulin

yang langsung masuk ke pembuluh darah dan kelenjar bagian tubuh.

Didalam pancreas terdapat kelenjar-kelenjar yang membuat ludah perut atau

getah perut yang mengalir ke dalam pembuluh-pembuluh kelenjar (Tambayong,

2002).

b. Fisiologi

Fungsi pankreas

1) Fungsi Eksokrin

Yang termasuk getah pancreas yang berisi enzim danelektrolit.Enzim

yang di hasilkan oleh pancreas adalah:

a. Tripsin dan kimotripsin, untuk memecah protein

b. Amylase, yang menghidrolisis tepung dan karbohidrat

c. Lipase, yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak.
2) Fungsi Endokrin

Sekelompok kecil sel epithelium yang berbentuk pulau-pulau kecil atau

langerhans, terdiri dari sel-sel pucat dengan banyak pembuluh darah yang

mencurahkan sekretnya langsung ke dalam darah. Sel-sel pulau langerhans ada

beberapa jenis di antaranya adalah sel A(alfa), sel B(beta), dan sel D(delta).

Setiap jenis sel mensekresi hormon yang berbeda.Sel A membentuk glukosa yang

pelepasannya di rangsang oleh kadar gula darah rendah. Sel B menghasilkan

insulin yang memudahkan transper glukosa ke dalam sel, sehingga kadar glukosa

darah menurun. SelDmelepaskan somatostasin yang menghambat sekresi insulin

dan glukosa agar tidak berlebihan.

3) Fungsi Sekresi Eksternaliri

Yaitu cairan pankreas yang di alirkan ke duodenum yang berguna

untuk proses pencernaan makanan di intestinum.

4) Fungsi Sekresi Internal

Yaitu sekresi yang di hasilkan oleh pulau-pulau langerhans sendiri

yang langsung di alirkan ke dalam peredaran darah. (Tambayong. 2002).

3. Etiologi

a. Diabetes Tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi

faktor genetik, imunologi dan lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi

sel beta.

1) Faktor-faktor genetik.Penderita Diabetes Melitus tidak mewarisi Diabetes tipe I

itu sendiri tetapi mewarisi predisposisi atau kecendrungan genetik yang

ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leokosit

Antigen) tertentu.
2) Faktor-faktor imunologi. Pada DiabetesMelitus tipe I terdapat bukti adanya

suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana

antibodi terarah pada jaringan normal tubuh (sel-sel pulau langerhans) yang

dianggap sebagai jaringan asing.

3) Faktor-faktor lingkungan. Diperkirakan terdapat pengaruh faktor lingkungan

seperti virus atau toksin tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes Tipe II

Disbetes Mellitus di sebabkan kegagalan relatip sel beta dan resistensi insulin.

Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,

artinya terjadi defesiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari

berkuranganya sekresi insulin pada ransangan glukosa bersama bahan perangsang

sekresi insulin lain. Berarti sel beta pengkreas mengalami desensitisasi terhadap

glukosa (smeltzer & Bare, 2010).

4. Patofisiologi

a. Diabetes Tipe I

Pada Diabetes Melitustipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Di

samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali, semua glukosa yang tersaring keluar sehingga glukosa tersebut

muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan ke dalam

urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan

dalam bentuk urine (poliuria) sehingga klien akan mengalami rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badanklien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polipagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lain mencakup

kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam

amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan

terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan

produksi badan keton yang merupakan produk sampingan pemecahan lemak.

b. Diabetes Tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan

insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa di dalam sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan

sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes tipe II, namun masih terdapat

insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produsi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak

terjadi pada Diabetes tipe II. (Brunner & Sudarth 2014).

5. Clinical Pathway

Penuaan, keturunan, infeksi, diit, gaya hidup,obesitas

Sel bêta pangkreas rusak

Produk insulin

Glukosa meningkat

hiperglikemi

glukosaria glukosaria
hiperosmolaritas
Penurunan Osmotic diuresis
Produksi
Kalori keluar
glukosa oleh
energi
sel poliura
metabolisme
Rasa lapar
Protein dehidrasi
Protein dan
tulang polipagia
lemak dibakar
hilang
Risiko
Kekurangan Ketidak seimbangan
Respon BB menurun nutrisi kurang dari
volume cairan
peredaran kebutuhan tubuh
darah keletihan

Risiko infeksi

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala Diabetes Melitusmenurut Arif, (2000) adalah sebagai berikut:

a. Polifagia

b. Poliuria

c. Polidipsia

d. Lemas

e. Berat badan menurun

f. Kesemutan

g. Gatal
h. Mata kabur

i. Impotensi pada pria

j. Pruritus vulva pada wanita.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu di lakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM,

yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat

keluarga DM, riwat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4000g, riwayat DM pada

kehamilan, dan dislipidemia.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriiksaan glukosa darah

sewaktu, kadar glukkosa darah puasa, kemudian dapat di ikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan

penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien

berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap 3

tahun. ( Arif, 2000).

a. Pemeriksaan Darah

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metodologi enzimatik

sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabetes Melitus (mg/dl).

Tabel 2.1 Pemeriksaan darah Diabetes Militus (Arif, 2000)

Bukan DM Belum pasti DM


DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah kapiler <90 90-109 >110

b. Pemeriksaan Urine

1) Test menggunakan Larutan Benedict


Larutan benedit sebanyak 5ml di masukkan kedalam tabung reaksi dan

kemudian di tambah dengan 8 tetes urine yang akan di periksa dengan

menggunakan pipet. Campuran di panaskan sambil di kocok di atas nyala sampai

mendidih.

Tabel 2.2 Perubahan warna campuran urine (Arif, 2000)

Perubahan Warna Tafsiran


Warna larutan tetap biru tua Gula negatif
Warna larutan berubah hijau Ada gula : +
Warna larutan berubaah kekuning-kuningan Ada gula : ++
Warna larutan berubah kuning kecoklatan Ada gula : +++
Warna larutan berubah kecoklatan Ada gula : ++++

2) Memakai pita test

Cara ini di gunakan bila pasien sedang mendapat pengobatan dengan

Chepolathin, chepolaxin.

Pelaksanaan :

a) Ambil urine ke II

b) Ambil pita secukupnya

c) Masukkan ujung pita ke dalam urine dan tunggu 1 menit

d) Lalu bandingkan pita test yang di rendam di dalam urine dengan daftar warna.

e) Catatan hasinya pada kertas catatan

Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai

patokan penyaring.

Kreteria diagnostik WHO untuk diabetes militus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)


3. Glikosa plasma sampel dari yang diambil dari 2 jam kemudian

sesudah mengkomsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp)

> 200 mg/dl).

2) Tes labolaturium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes sering,tes diagnostik, tes

pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.

3) Tes saring

Tes- tes saring pada DM adalah:

1. GDP, GDS

2. Tes glukosa urin:

a) Tes kompisional (metode reduksi/benedict).

b) Tes cari celup (metode glucose oxidase/hexokinase).

4) tes diagnostic

Tes-tes diagnostic pada Dm adalah: GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam

post pradial), glukosa jam ke-2 TTGO

a. Tes monitoring terapi

Tes-tes monitoring terapi Dm adalah:

1) GDP : plasma vena, darah kapiler

2) GD2PP : plasma vena

3) A1c : darah vena, darah kapiler

b. Tes-tes mendeteksi komplikasi

Testes untuk mendeteksi komplikasi adalah:

1) Mikroalbuminurial : urin

2) Ureum, kreatinin, asam urat

3) Kolestrol total : plasma vena (puasa)


4) Kolestrol LDL : plasma vena (puasa)

5) Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)

Trigliserida : plasma Vena (puasa)

8. Penatalaksanaan

Insulin pada DM tipe 2 di perlukan pada keadaan :

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikmia berat yang di sertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetic (KAD) atau hiperglikemia hyperosmolar non ketotik

(HONK).

d. Hiperglekemia dangan asidosis laktat

e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

f. Stress berat (infeksi sistemik, oprasi besar, IMA, stroke)

g. Kehamilana dengan DM/ diabetes militus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makanan

h. Gagguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

9. Komplikasi

a. Makroaniopati, mengenal pembuluh darah besar; pembuluh darah jantung,

pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroangiopati, mengenal pembuluh darah kecil; retonopati diabetik, nepropati

diabetik.

c. Neuropati diabetik.

d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.

e. Kaki diabetik akibat neoropati.


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Medis Diabetes

Melitus

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk rumah sakit, cara masuk

rumah sakit, nomor medical record, diagnosa masuk Rumah Sakit.

Identitas penanggung jawab mencakup nama, hubungan dengan klien,

pekerjaan dan alamat.


b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan Diabetes

Melitus adalah poliuri, polipagi dan polidipsi serta ditemukan juga keluhan

penyerta berupa badan lemas, pandangan kabur, kesemutan, gatal-gatal. Bila

bisul dan gangren, pada wanita sering terjadi pruritus vulva, sedangkan pada

pria dapat terjadi impotensia.

2)Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita

oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke

rumah sakit dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah

sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana

perubahannya.

3)Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu dititik beratkan apakah klien pernah menderita

penyakit hormon atau penyakit pankreas yang berkaitan dengan faktor pencetus

timbulnya Diabetes Melitus.

4)Riwayat Penyakit Keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang

sama karena faktor genetik / keturunan.

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes melitus meliputi :

1) Keadaan umum

Biasanya lemah
2) Kesadaran

Biasanya composmetis

3) Berat badan

Biasanya berat badan kemudian menurun.

4) Pendekatan pengkajian / pemeriksaan fisik menggunakan body of system yang

meliputi :

a) Pernapasan(B1:breathing)

Adanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pembatasan aktivitas atau

kerja sehubungan dengan proses penyakit

b) Cardiovaskuler(B2:blood)

Adanya takipnea, demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri

,TD:Hipotensi

c) Persyarafan (B3:Brain)

Adanya nyeri abdomen sekitar efigastrium dan umbilicus,nyeri pada

kuadran kanan bawah,nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal

d) Perkemihan –Eliminasi Urin(B4:Bladder)

Poliura, noctori, nyeri, dan rasa terbakar

e) Pencernaan –Eliminasi Alvi (B5:Bowel)

Gejala : mula-mula terjadi polipagia, haus (polidipsi), berat badan

meningkat kemudian menurun, napsu makan meningkat.

Tanda : turgor jelek, peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan

gula darah.

f) Muskuloskeletal (B6 : Bone)


Kaji adanya yeri berat, tiba-tiba, mungkin terlokalisasi pada area

jaringan, dapat berkurang ada immobilisasi, kontraktur, atrofi otot, laserasi

kulit dan perubahan warna.

d. Pola Kebiasaan Sehari-hari

Dalam melakukan pengkajian kebutuhan klien, penulis menggunakan

pembagian pola kesehatan menurut Gordon, 1993 yaitu sebagai berikut :


1) Pola persepsi kesehatan / penanganan kesehatan

Terjadi penurunan personal hygien akibat keterbatasan mobilitas

fisik.Pada klien lansia dengan diabetes melitus, semua aspek kehidupan klien

termasuk persepsi klien terhadap diri sendiri dan kesehatan dapat berubah

karena perjalanan penyakit diabetes tidak dapat diramalkan atau dipastikan.

2) Zat Pola Nutrisi dan metabolisme

Menggambaran masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu

makan, pola makan, diit, kesulitan menelan, mual / muntah dan makanan

kesukaan. Pada pasien dengan Diabetes melitus ditemukan Polipagi dan

polidipsi.

3) Pola eliminasi

Pada klien diabetes melitus dijumpai poliuri, dan juga proteinuria akibat

dari efek samping pengobatan. Pada klien lanjut usia terjadi penurunan fungsi

otot – otot kandung kemih sehingga menyebabkan frekuensi BAK meningkat.

Vesika Urinariasusah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga

mengakibatkan meningkatnya retensi urin.

4) Pola aktivitas / latihan

Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan dan sirkulsi,

riwayat penyakit jantung, frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan.


5) Pola sensori - kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.Pada

klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan

memfokuskan kerjadengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah

tampak kecoklatan dan putih susu pada pupil, peningkatan air mata.

6) Pola persepsi dan konsep diri

a) Semua aspek kehidupan klien termasuk persepsi klien terhadap diri sendiri

dapat berubah akibat perjalanan penyakit diabetes melitus yang tidak dapat

diramalkan atau dipastikan. Citra tubuh klien dapat menimbulkan isolasi

sosial dan depresi.Terjadi peningkatan emosional akibat rasa nyeri yang

dirasakan klien.

b) Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri juga dikaji tingkat depresi

lansia menggunakan tabel inventaris depresi back.

7) Pola seksualitas / reproduksi

Terjadi perubahan pada kinerja seksualitas karena takut pada rasa nyeri

atau takut yang ditimbulkan oleh pasangannya dan keterbatasan gerakan dapat

mempengaruhi mobilitas seksual.

8) Pola tata nilai dan kepercayaan

Perubahan peranan klien dan gaya hidup aktual menyebabkan klien

menggunakan koping / toleransi stres yang tidak efektif. Klayan menarik diri,

depresi dari lingkungan soaial sehubungan dengan perasaan tidak

mampu.Klayan juga mengalami kecemasan terhadap penyakit yang

dialaminya, tidak tenang dan ketidakmampuan melakukan ibadah secara tepat.


1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan diagnosa medis

Diabetes Melitus, menurutNurarif, (2015):

1) Risiko Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit

(diabetes militus).

3) Risiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan poliura

dan dehidrasi

4) Kelelahan berhubungan dengan produksi energi metabolisme


Table. 2.3 Rencana Tindakan Keperawatan Diabetes Militus (Nurarif, 2015)

no Diagnose Tujuan dan kreteria hasil Intervensi (NIC)


keperawatan (NOC)
(1) (2) (3) (4)

1 Ketidakseimbangan 1. Nutritional status


nutrisi kurang dari 2. Nutritional status : food Nutritional management
kebutuhan tubuh and fluid intake 1. Kaji adanya alergi
berhubungan 3. Nutritional status : makanan
dengan gangguan utrient intake 2. Kolaborasi dengan ahli
keseimbangan 4. Weight control gizi untukmenentukan
insulin, makanan Kreterial Hasil: jumlah kalori dan
dan aktivitas 1. Adanya peningkatan nutrisiyang dibutuhkan
jasmani berat badan sesuai pasien.
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal meningkatkan protein
sesuai dengan tinggi dan vitamin C
badan 4. Berikan subtansi gula
3.Mampumengidentifikasi 5. Yakin diet yang di
kebutuhan nutrisi makan mengandung
4. Tidak ada tanda-tanda tinggi serat untuk
nutrisi mencegah konstipasi
5. Menunjukkan 6. Berikan makanan yang
peningkatan fungsi terpilih (sudah di
pengecapan dari konsultasikan dengan
menelan ahli gizi)
6. Tidak terjadi 7. Ajarkan pasien
penurunan berat badan bagaimana membuat
yang berarti catatan makanan harian
8. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa yang dilakukan
4. Monitor interaksi anaak
atau orang tua selama
makan
5. Monitor lingkungan
Selama makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor tugor kulit
9. Monitor kekeringatan,
rambut kusam, dan
mudah mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein,Hb, dan kadar
Ht
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahandan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilah lidah dan
cavitas oral
16. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
2 Risiko infeksi 1. Immune status Infection control
berhubungan 2. Knowledge : infection (control infeksi)
dengan trauma control 1. Bersihkan lingkungan
pada jaringan, 3. Risk control setelah di pakai pasien
proses penyakit Kriteria Hasil lain
(diabetes militus) 1. Klien bebas dari tanda 2. Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
2. Mendiskripsikan proses 3. Batasi pengunjung bila
penularan penyakit, perlu
factor yang 4. Instruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan saat
penatalaksanaanya berkunjung meninggal
3. Menunjukkan kan pasien
kemampuan untuk 5. Gunakan sabun
mencegah timbulnya antimikrobia untuk cuci
infeksi setiap tangan
4. Jumlah leukosit dalam 6. Cuci tangan Sebelum
batas noramal dan sesudah tindakan
5. Menunjukkan perilaku keperawatan
hidup sehat 7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter
intermikem untuk
menurunkan infeksi
kandung kecing
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotic bila perlu
injection pretection
13. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
14. Monitor hitung
granulosit WBC
15. Monitor kerentanan
terhadap infeks
16. Batasi pengunjung
17. Sering pengunjung
terhadap menular
18. Pertahankan teknik
asepsis pada pesien
yang berisiko
19. Pertahankan teknik
isolasi
20. Beriakan keperawatan
kulit pada area epidema
21. Inspesi kulit pada
membrane mukosa
terjadap kemerahan,
panas dan drainase
22. Infeksi kondisi luka
Risiko 2. 1. Fluid blance Fluid management
ketidakseimbangan 2. Hydration 1. Timbang
cairan dan 3. Nutritional status : food pokok/pembalut jika
elektrolit and fluid diperlukan
berhubungan 4. Intake 2. Pertahankan catatan
dengan gejala Kreteria hasil intake dan output yang
poliuria dan 1. Mempertahankan urine akurat
dehidrasi output sesuai dengan 3. Monitor status hidrasi,
usia dan BB, Bj urine jika di perlukan
normal, HT normal 4. Monitor vital sign
2. Tekanan darah, nadi, 5. Monitor
suhu tubuh dalam batas masukan/cairan dan
normal hitung intake kalori
3. Tidak ada tanda –tanda harian
dehidrasi, elastisitas 6. Kaloborasi pemberian
tugor kulit baik, IV
membran mukosa 7. Monitos status nutrisi
lembab, tidak adan rasa 8. Berikan cairan IV pada
haus yang berlebihan suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. berikan pengganti
nasogatrik sesuai
output
11. dorong kluarga pasien
untuk membentu
makan
12. tawarkan snack
13. kaloborasi dokter jika
tanda cairan berlebihan
muncul memburuk
14. atur kemungkinan
transpusi
15. perssiapan untuk
transpusi
Hypovelemia managmen
1. monitor status
cairantermasuk intake
dan output cairan
2. pelihara IV line
3. monitor tingkat Hb dan
hema tokrit
4. monitor tanda- tanda
vital
5. monitor respons pasien
terhadap tambahan
cairan
6. monitor berat badan 7.
dorong pasien untuk
enambah intake oral
8. pemberia cairan IV
monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan
9. monitor adanya gagal
ginjal

4. Kelelahan 1. endurance Energy mangment


2. concrentation 1. observasi adanya
3. nutrional status : pembatas klien dalam
energy melakukan aktivitas
Kreteria hasil 2. dorong anak
1. memperbalisasikan mengungkapkan atas
peningkatan energi keterbatasankaji
dan merasa lebih baik adanya factor
2. menjelaskan penyebab terjadinya
penggunaan energy kelelahan
untuk mengatasi 3. monitor nutrisi dan
kelelahan sumber energi yang
3. kecemasan menurun adekuat
4. glukosa darah 4. monitor pasien akan
adekuat ada kelelahan fisik
5. kualitas hidup dan emosi secara
meningkat berlebihan
6. istirahat cukup 5. monitor
7. mempertahakan kardiovaskuler
terhadap aktivitas
kemepuan untuk 6. monitot pola tidur
dan lamanya istirahat
berkonsentrasi 7.. tingkatkan tirah
baring dan pembatas
aktivitas
8. konsultasikan dengan

ahli gizi untuk

meningkatkan asupan

makanan yang berenergi

tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Arif. Masnjoer,dkk. (2000), kapitaselektakedokteran, Edisi 3,MedicalAesculpalus, FKUI : Jakarta.

Engram, Barbara. (1999), RencanaAsuhanKeperawatanMedikal- Bedah, Guthrie, (1991). Volume


3.EGC : Jakarta

Doenges. M.E,at all. (1999).Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien.EGC : Jakarta.

International Diabetes Federatio. (2016). IDF Diabetes Atlas Seventh Edition 2016.Dunia: IDF

Adam, J.M.F, Purnamasari. D., 2009. Diabetes Melitus Gestasional. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, hal. 1952-1956.

Kartono. (1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju: Bandung.

KementrianKesehatan RI. (2018). Diabetes Militus Penyebab KematianNomor 6 diDunia.


http://www.depkes.go.id unduh tanggal 20 februari 2019

Muhadjir. (1996). Metode Penelitian Kualitatif. Edisi III. Pake Sarasia : Jakarta.

Nurarif, Amin Huda, dkk..(2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid. Mediaction :Yogyakarta

Nursalam. (2001). Dokumentasi keperawatan. EGC :Jakarta

Pearce, C. (2004). Anatomy & Physiology for Nurse.AlihBahasa : Sri YilianiHandoyo. Anatomi dan
Fisiologis Untuk Paramedis. Gramedia : Jakarta.

Soewondo P., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Ketoasidosis Diabetik,

Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1966.

Soemadji W.D., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Hipoglikemia Iatrogenik, Jilid

III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp.1900.

Anda mungkin juga menyukai