Stoke Iskemik
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh:
Yashifa Hazqiya
1807101030060
Pembimbing:
Dr. dr. Syahrul, Sp.S (K)
BAGIAN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOLE ABIDIN
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR
Laporan kasus dengan judul “Stroke Iskemik “ ini diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu Dr. dr. Syahrul,
Sp.S (K) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian maupun dari segi materi.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tulisan
ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke iskemik merupakan stroke menurut definisi World Health
Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 Stroke dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan proses patologinya yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak.1,2 Stroke iskemik adalah kumpulan gejala
defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global
yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada
parenkim otak, retina atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan
dengan pemeriksaan imaging dan/atau patologi.6
2.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per
tahunnya.Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun.
Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53%
adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian
stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non
hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau
hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian
stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%,
setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-
54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada
2
3
rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%. Insiden
stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada
usia tua. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per
tahun, yang menyebabkan kematian lebih dari 160.000 per tahun, dengan 4.8 juta
penderita stroke yang bertahan hidup.6
2.5 Etiologi
Stroke iskemik terjadi sekitar 80% sampai 85 % dari total insden stroke
yang diakibatkan obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan karena adanya bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh atau organ
distal.7
4
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
5
bersumber pada arteri serebral lebih sering terjadi daripada embolisasi yang
bersumber di jantung.12
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
2.8 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 9
10
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
4. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.
2.9 Diagnosis
Diagnosis stroke iskemik didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya gejala defisit neurologis
global atau salah satu/ beberapa deficit neurologi fokal yang terjadi mendadak
dengan bukti gambaran neuroimaging (CT-scan atau MRI).
2.9.1 Pemeriksaan radiologis
Head CT-Scan: Pada kasus stroke, Head CT-Scan dapat menentukan dan
memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain
itu,bagus juga menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan menjadi
baku emas dalam diagnosis stroke. 11
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3
12
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.8
b) Magnetic Resonance Imaging(MRI): Lebih sensitif bila dibandingkan
Head CT-Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat
ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan lebih
rumit dan lama, pemeriksaan sangat mahal serta tidak dapat dipakai pasien yang
memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran. 11,13
2.9.2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada stroke akut meliputi; kadar fibrinogen
serta D-dimer. Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan
darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Kadar
glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana
dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi
gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan
untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan
13
enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai
aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk
mengetahui aktivitas fibrinolisis. 13
2.10 Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
lebih awal, yaitu : pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi
saluran kemih), thrombosis vena dalam/deep vein thrombosis (DVT) dan emboli
paru, sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal 30 hari pertama dan
hingga 50 % pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam mejalankan
aktivitas sehari–hari. Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas
jangka panjang meliputi ulkus dekubitus, epilepsi, depresi, jatuh berulang,
spastisitas, kontraktur dan kekakuan sendi.14
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan
kematian dan kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain komplikasi pada
jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih,
dekubitus, trombosis vena dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis
terutama adalah edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, serta
transformasi perdarahan pada infark. Pada umumnya, angka kematian dan
kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang terlambat (melewati therapeutic
window) dan tidak ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang
mempunyai pelayanan stroke akut.
2.11 Penatalaksanaan
b. Tatalaksana Spesifik
- Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke
- iskemik onset <6 jam
- Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
- dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8
- jam
- Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
- Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
- Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
- Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol
- atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
- Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033)
- Perawatan di Unit Stroke
- Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
2.12 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
LAPORAN KASUS
15
Nama : Ny. ED
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 42 tahun
Alamat : Banda Aceh
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Aceh
No. RM : 1-23-14-15
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2020
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
b. Keluhan Tambahan
-
c. Riwayat Peyakit Sekarang
Pasien datang untuk kontrol ulang dengan keluhan kelemahan anggota gerak
sebelah kiri sejak 7 hari SMRS. Sebelumnya pasien pernah dirawat di
rumah sakit Zainoel Abidin selama satu minggu. Sebelum masuk rumah
sakit kelemahan anggota gerak kiri dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur di
pagi hari. Kemudian pasien mulai sulit berbicara (bicara pelo) dan mulut
merot. Nyeri kepala hebat tidak ada. Mual muntah juga tidak ada keluhan.
Riwayat demam dan trauma tidak ada. Riwayat keajang tidak ada.
a. Keadaan Umum
Kesadaran : E4M6V5
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Denyut nadi : 78x/i, isi cukup, irama regular teratur
Frekuensi Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,8oC
b. Status Generalis
Kulit
Kepala
- Rambut : Hitam
- Wajah : Simetris (-), edema (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-),reflekcahaya
langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+), pupil
bulat isokor, 3 mm/3 mm
- Telinga : Sekret (-/-)
- Hidung : Sekret (-/-)
- Mulut
a. Bibir : Sianosis (-), asimetris (sudut nasolabialis jatuh ke kiri)
17
Leher
Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Jantung
Batas atas : ICS III
Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan: ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, vena collateral (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar/ren/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
18
Tulang Belakang
Bentuk : Normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB : Negatif
Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -
Kesadaran : E4M6V5
Pupil : Isokor 3mm/3mm
Refleks Cahaya Langsung : +/+
Refleks Cahaya Tidak Langsung : +/+
Tanda Rangsang Meningeal : -/-
- Laseque : negatif
- Kernig : negatif
- Kaku kuduk : negatif
- Brudzinski I : negatif
- Brudzinski II : negatif
Nervus Cranialis
b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
Tajam penglihatan (visus bedside) Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat warna Sulit dinilai
Fundus Okuli Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep +2 +2
Trisep +2 +2
Patela +2 +2
Achiles +2 +2
Koordinasi Gerak
Jenis Pemeriksaan Kanan Kiri
Ataksia - -
Disdiadokhokinesia - -
Dismetria - -
Nistagmus - -
Rebound Phenomena - -
Gerakan Involunter
Fungsi Autonom
3.6 Tatalaksana
a. Non medikamentosa
Fisioterapi
Diet rendah garam
Mobilisasi bertahap
b. Medikametosa
Amlodipin 1x 10 mg
Lansoprazole 1x30 mg
Mecobalamin 2x500 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Citicolin 500 mg 2x500mg
3.7 Prognosis
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan defisit neurologis berupa kelemahan
anggota gerak kiri yang terjadi tiba-tiba tanpa didahului trauma. Nyeri kepala
tidak ada. Mual muntah juga tidak ada keluhan. Riwayat trauma, demam dan
kejang tidak ada. Hal ini sesuai dengan panduan praktik klinis dokter saraf bahwa
pada penderita stroke iskemik dapat terjadi gangguan fokal yang timbul
mendadak/tiba-tiba. Gangguan tersebut berupa kelumpuhan sesisi/ kedua sisi,
kelumpuhan ekstrimitas, otot-oto penggerak bola mata, kelumpuhan otot menelan,
bicara dan lainnya, gangguan fungsi keseimbangan, gangguan fungsi penghidu,
gangguan penglihatan, gangguan fungsi pendengaran, gangguan fungsi somatic
dan sensorik. Selain itu juga terdapat gangguan neurobehavioral seperti gangguan
atensi, memori, bicara verbal, mengerti pembiciraan, pengenalan ruang, dan
gangguan fungsi kognitif lain. 6
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi pada pemeriksaan
tanda vital. Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi
ventrikel. Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII
sentral sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik.
Selain mengalami mulut merot dan bicara pelo yang merupakan salah satu
gejala khas pada stroke.
26
27
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan darah
lengkap dan profile lipid. Pada pasien ini sudah dialukan pemeriksan laboratorium
pada saat pasien dirawat satu minggu sebelumnya.. Didapatkan kesan
dyslipidemia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke.
Dimana terbentuk aterosklerosis yang menyebabkan terbentuknya trombus CT-
scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih tegak dengan
ditemukannya lesi hipodens abnormal pada parenkim otak daerah hemisfer dextra.
Hal ini cocok dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
dimana ditemukan kelainan pada daerah kontralateral.
4. Tatalaksana
28
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31
15. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and
Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available
from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm (accessed 17
March 2009).
16. Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan
Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta
17. Berthier ML, Davila G, Garcia-Casares N M-TI. Post-stroke aphasia: The
Behavioral Consequences of Stroke. Schweizer TA, Macdonald RL,
editor. New York: Springer; 2014. 95-118. p.
18. Berthier ML. Poststroke Aphasia: Epidemiology, Pathophysiology and
Treatment. Drugs Aging. 2005;22:163–82.
19. Pema WT. Aphasia-Overview and Teaching Strategies. Eur J Spec Educ
Res. 2015;1(1):59–74.
20. Novari, Ryan. Referat Afasia. Fakultas Kedokteran. Universitas Mataram.
2017. Hal: 2-5
21. Riskesdas. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehat
Republik Indones. 2018;1(1):1–200.