Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

Stoke Iskemik
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:
Yashifa Hazqiya
1807101030060

Pembimbing:
Dr. dr. Syahrul, Sp.S (K)

BAGIAN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOLE ABIDIN
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Laporan kasus dengan judul “Stroke Iskemik “ ini diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu Dr. dr. Syahrul,
Sp.S (K) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian maupun dari segi materi.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tulisan
ini.

Banda Aceh, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2


2.2 Definisi strroke iskemik................................................... 3
2.3 Epidemiologi .............................................................................. 3
2.4 Etiologi ....................................................................................... 4
2.5 Faktor Risiko .............................................................................. 4
2.6 Manifetasi Klinis ........................................................................ 6
2.7 Patofisiologi ................................................................................ 7
2.8 Klasifikasi ................................................................................... 10
2.9 Diagnosis .................................................................................... 12
2.10 Komplikasi.................................................................................. 13
2.11 Penatalaksanaan........................................................................... 14
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................. 17
3.1 Identitas Pasien ........................................................................... 17
3.2 Anamnesis .................................................................................. 17
3.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 18
3.4 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 25
3.4.1 Laboratorium................................................................... 25
3.4.2 Head Ct Scan.................................................................... 26
3.5 Diagnosis .................................................................................... 26
3.6 Tatalaksana ................................................................................. 26
3.7 Prognosis .................................................................................... 26
BAB IV ANALISA KASUS .................................................................... 27
BAB V KESIMPULAN ......................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan WHO stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya gangguan lain selain vaskuler.1 Dengan manifestasi
timbulnya gejala seperti defisit motorik, defisit sensorik, atau kesukaran dalam
berbahasa.2
Stroke adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di
dunia. Terdapat perbedaan mortalitas antara Eropa barat dan Eropa Timur. Hal
ini sudah ditunjukkan dengan perbedaan faktor risiko dimana didapatkan level
yang lebih tinggi pada faktor risiko hipertensi dan faktor risiko lain menyebabkan
stroke yang lebih berat di Eropa Timur. Variasi regional juga sudah ditemukan di
Eropa barat. Stroke merupakan penyebab terpenting mortalitas dan kecacatan
jangka panjang di Eropa. dan perbedaan demografi akan meningkatkan insiden
dan prevalen. Stroke juga penyebab tersering dementia vaskular epilepsi pada usia
lanjut dan depresi.3,4
Di Indonesia, prevalensi stroke pada tahun 2013-2018 mencapai angka 10,9
permil dengan kota terbanyak adalah Kalimantan timur dengan prevalensi 14,7
permil. Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan hipertensi,
penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit tidak
menular utama penyebab kematian di Indonesia.21
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetik) dan faktor yang dapat
dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes). Identifikasi faktor resiko
sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke iskemik merupakan stroke menurut definisi World Health
Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 Stroke dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan proses patologinya yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak.1,2 Stroke iskemik adalah kumpulan gejala
defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global
yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada
parenkim otak, retina atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan
dengan pemeriksaan imaging dan/atau patologi.6

2.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per
tahunnya.Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun.
Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53%
adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian
stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non
hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau
hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian
stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%,
setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.

Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-
54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada

2
3

rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%. Insiden
stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada
usia tua. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per
tahun, yang menyebabkan kematian lebih dari 160.000 per tahun, dengan 4.8 juta
penderita stroke yang bertahan hidup.6

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan
riwayat keluarga adalah faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Pada
penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa stroke terjadi pada usia 69,9 tahun.
Prevalensi stroke lebih tinggi pada pria sebesar 59,8%dibanding wanita. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
melitus, obesitas, alkohol dan atrial fibrillation.
Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 5
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Risiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami stroke non hemoragik.5

2.5 Etiologi
Stroke iskemik terjadi sekitar 80% sampai 85 % dari total insden stroke
yang diakibatkan obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan karena adanya bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh atau organ
distal.7
4

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan adanya obtruksi dari


pembuluh darah oleh plak aterosklerotik, bekuan darah atau kombinasi keduanya
sehingga menghambat aliran darah ke area otak.4

Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan iskemia fokal serebral

1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
5

 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.


 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal).
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah
polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).2

2.6 Manifestasi Klinis


Kelumpuhan/disabilitas adalah salah satu gejala umum yang dialami
pasien stroke, kelumpuhan terjadi pada salah satu sisi tubuh yang berlawanan
dengan sisi otak yang mengalami kerusakan akibat stroke, kelumpuhan dapat
berupa hemiparesis atau hemiplegia. Keadaan ini dapat mempengaruhi wajah,
lengan dan kaki atau seluruh sisi tubuh sehingga pasien mengalami kesulitan
dalam melakukan kegiatan sehari hari seperti berjalan atau memegang benda
(National Institut of Neurological Dissorder and Stroke [NINDS], 2008 ).12
Menurut Price & Wilson, gambaran klinis utama yang berkaitan dengan
insufisiensi arteri ke otak akibat stroke iskemik disebut sindrom neurovaskular,
diantaranya :
a. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral).12
6

Cabang-cabang arteria karotis interna adalah arteria oftalmika, arteria


komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri anterior, arteria
serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom diantaranya kebutaan satu mata,
gejala sensorik dan motorik di ektermitas kontra lateral karena insufisiensi arteria
serebri media. Bila lesi terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media , gejalanya mula mula pada ekstremitas atas (misalnya,
tangan lemah, baal).
b. Arteria serebri media (tersering)12
Gejalanya adalah hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya
mengenai lengan), kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral, afasia
global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi dan disfasia.
c. Arteri Serebri Anterior12
Gejalanya adalah kebingungan, kelumpuhan kontralateral yang lebih besar
di tungkai, lengan proksimal juga mungkin terkena, gerakan volunteer tungkai
yang bersangkutan terganggu, deficit sensorik kontralateral, Demensia, gerakan
menggengam, reflex patologik (disfungsi lobus frontalis).
d. Sistem Vertebrobasilar (sirkulasi posterior : manifestasi biasanya bilateral)12
Gejalanya adalah kelumpuhan disatu sampai ke empat ekstremitas,
meningkatnya reflek tendon, ataksia, tanda babinski bilateral, tremor, vertigo,
disfagia, disartria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,
disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan
pendengaran, rasa baal di wajah, mulut atau lidah.
e. Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau thalamus) Gejalanya adalah
koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau aleksia.12
Gejala neurologik yang timbul akibat stroke di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama stroke iskemik
akibat thrombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak
/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun
pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun.812
2.7 Patofisiologi
7

Pada stroke iskemik terjadi sumbatan aliran darah ke otak menyebabkan


hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang
berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur pendukungnya. Iskemia
jaringan otak biasanya disebabkan oklusi mendadak arteri di otak (biasanya arteri
vertebrobasilar) bila ada ruptur plaque, kemudian akan mengaktivasi sistem
pembekuan. Interaksi ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen arteri sehingga
aliran darah mendadak tertutup.7
Aterosklerosis berhubungan dengan banyak faktor resiko, seperti
hipertensi, obesitas, merokok, diabetes mellitus, usia dan kadar kolesterol tinggi.
Stroke iskemik terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis serebri, emboli
serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum.7,12
1. Stroke akibat trombosis serebri
Stroke yang disebabkan adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak
karena trombus yang makin menebal, sehingga aliran darah tidak lancar, dan
menyebabkan iskemik. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang
terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.11
Trombosis diawali adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan
kolagen di bawahnya. Trombosis terjadi akibat interaksi antara trombosit dan
dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. 11
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang
diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan
kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa,
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktivitas jaringan otak
berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9
menit akan meninggal. 7
Bila aliran darah jaringan otak berhenti, oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP menurun, terjadi penurunan Na-KATPase,
sehingga membran potensial menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion
Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
8

lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi


membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural
ruang menyebabkan kematian jairngan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun di bawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah
berkurang hingga di bawah 0,10 ml/100 gr menit. 11
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzimenzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan
berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi
vaskular dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik. 11
2. Emboli serebri
Stroke infark emboli adalah iskemi otak yang disebabkan oleh emboli.
Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung. Penyebab emboli yang
berasal dari jantung adalah aritmia dan gangguan irama jantung lainnya, infark
jantung disertai dengan mural thrombus, endocarditis bacterial akut maupun
subakut, kelainan jantung lainnya, komplikasi pembedahan jantung, katub jantung
protese, vegeasi endokarnial non bacterial, prolaps katup mitral, emboli
paradoksikal, myxoma.6
Sedangkan untuk penyebab emboli yang berasal selain dari jantung yaitu
atherosclerosis aorta atau arteri lainnya, diseksi karotis atau vertebra basilar,
thrombus vena pulmonalis, lemak;tumor;udara, komplikasi pembedahan rongga
thorax atau leher, thrombosis vena pelvis atau ekstremitas inferior atau shunting
jantung kanan ke kiri.
Pada stroke emboli penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang dapat
bersumber pada arteri serebral, karotis interna, vertebra basiler, arkus aorta
asendens ataupun katup serta endokardium jantung. Embolus tersebut berupa
suatu thrombus yang terlepas dari dinding arteri yang aterosklerotik dan
berulserasi atau gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium,
gumpalan kuman karena endokarditi bacterial atau gumpalan darah dan jaringan
karena infark mural. Kini telah diperoleh bukti-bukti bahwa embolisasi yang
9

bersumber pada arteri serebral lebih sering terjadi daripada embolisasi yang
bersumber di jantung.12

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit Nekrotik jaringan otak


terganggu

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal,


hemiplegia, defek medan
penglihatan, afasia

Gambar 2.1 Patofisiologi Stroke Iskemik

2.8 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 9
10

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbulkan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :13


1. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
2. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.
3. Stroke embolik
11

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
4. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.
2.9 Diagnosis
Diagnosis stroke iskemik didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya gejala defisit neurologis
global atau salah satu/ beberapa deficit neurologi fokal yang terjadi mendadak
dengan bukti gambaran neuroimaging (CT-scan atau MRI).
2.9.1 Pemeriksaan radiologis
Head CT-Scan: Pada kasus stroke, Head CT-Scan dapat menentukan dan
memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain
itu,bagus juga menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan menjadi
baku emas dalam diagnosis stroke. 11
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3
12

Gambar 2.2 Perbedaan Stroke Berdasarkan CT Scan

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.8
b) Magnetic Resonance Imaging(MRI): Lebih sensitif bila dibandingkan
Head CT-Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat
ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan lebih
rumit dan lama, pemeriksaan sangat mahal serta tidak dapat dipakai pasien yang
memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran. 11,13
2.9.2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada stroke akut meliputi; kadar fibrinogen
serta D-dimer. Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan
darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Kadar
glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana
dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi
gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan
untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan
13

enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai
aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk
mengetahui aktivitas fibrinolisis. 13

2.10 Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
lebih awal, yaitu : pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi
saluran kemih), thrombosis vena dalam/deep vein thrombosis (DVT) dan emboli
paru, sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal 30 hari pertama dan
hingga 50 % pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam mejalankan
aktivitas sehari–hari. Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas
jangka panjang meliputi ulkus dekubitus, epilepsi, depresi, jatuh berulang,
spastisitas, kontraktur dan kekakuan sendi.14
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan
kematian dan kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain komplikasi pada
jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih,
dekubitus, trombosis vena dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis
terutama adalah edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, serta
transformasi perdarahan pada infark. Pada umumnya, angka kematian dan
kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang terlambat (melewati therapeutic
window) dan tidak ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang
mempunyai pelayanan stroke akut.

2.11 Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang


mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang.
a. Tatalaksana Umum :
- Stabilisasi jalan nafas
- Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
- Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
14

- Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)


- Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
- Gastroprotektor, jika diperlukan
- Manajemen nutrisi
- Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH

b. Tatalaksana Spesifik
- Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke
- iskemik onset <6 jam
- Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
- dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8
- jam
- Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
- Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
- Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
- Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol
- atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
- Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033)
- Perawatan di Unit Stroke
- Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
2.12 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

BAB III
LAPORAN KASUS
15

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. ED
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 42 tahun
Alamat : Banda Aceh
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Aceh
No. RM : 1-23-14-15
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2020

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama
Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
b. Keluhan Tambahan
-
c. Riwayat Peyakit Sekarang
Pasien datang untuk kontrol ulang dengan keluhan kelemahan anggota gerak
sebelah kiri sejak 7 hari SMRS. Sebelumnya pasien pernah dirawat di
rumah sakit Zainoel Abidin selama satu minggu. Sebelum masuk rumah
sakit kelemahan anggota gerak kiri dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur di
pagi hari. Kemudian pasien mulai sulit berbicara (bicara pelo) dan mulut
merot. Nyeri kepala hebat tidak ada. Mual muntah juga tidak ada keluhan.
Riwayat demam dan trauma tidak ada. Riwayat keajang tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi tidak ada. DM sejak 1 bulan ini terkontrol. Riwayat
stroke sebelumnya tidak ada.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
16

Tidak ada anggota keluarga dengan gejala yang sama


f. Riwayat Pengobatan
Glibenclamid.
g. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Riwayat merokok tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
Kesadaran : E4M6V5
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Denyut nadi : 78x/i, isi cukup, irama regular teratur
Frekuensi Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,8oC

b. Status Generalis
Kulit

- Warna : Kuning langsat


- Sianosis : Negatif
- Ikterus : Negatif
- Edema : Negatif

Kepala

- Rambut : Hitam
- Wajah : Simetris (-), edema (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-),reflekcahaya
langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+), pupil
bulat isokor, 3 mm/3 mm
- Telinga : Sekret (-/-)
- Hidung : Sekret (-/-)
- Mulut
a. Bibir : Sianosis (-), asimetris (sudut nasolabialis jatuh ke kiri)
17

b. Lidah : Simetris, tremor (-), hiperemis (-)


c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1/T1
d. Faring : Hiperemis (-)

Leher

- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)


- Palpasi : Pembesaran KGB (-)

Thorax

Pemeriksaan Depan Belakang


Inspeksi Kiri Simetris Simetris
Kanan Simetris Simetris
Kiri Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Palpasi
Kanan Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Kiri Sonor Sonor
Perkusi
Kanan Sonor Sonor
Vesikuler (+/+), Wheezing Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
Kiri
Auskultas (-/-), Ronki (-/-) Ronki (-/-)
i Vesikuler (+/+), Wheezing Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
Kanan
(-/-), Ronki (-/-) Ronki (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Jantung
Batas atas : ICS III
Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan: ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, vena collateral (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar/ren/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
18

Auskultasi : Peristaltik 3x/menit, kesan normal

Tulang Belakang
Bentuk : Normal
Nyeri tekan : Tidak ada

Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB : Negatif

Ekstremitas

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -

2.5 STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : E4M6V5
Pupil : Isokor 3mm/3mm
Refleks Cahaya Langsung : +/+
Refleks Cahaya Tidak Langsung : +/+
Tanda Rangsang Meningeal : -/-
- Laseque : negatif
- Kernig : negatif
- Kaku kuduk : negatif
- Brudzinski I : negatif
- Brudzinski II : negatif

Nervus Cranialis

a. N.I (Nervus Olfaktorius)


Fungsi Penghidu Normal
19

b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
Tajam penglihatan (visus bedside) Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat warna Sulit dinilai
Fundus Okuli Tidak dilakukan

c. N.III, IV, VI (Nervus Okulomotorik, Trochlearis, Abduscens)


Jenis pemeriksaan Mata kanan Mata kiri
Pupil Isokor,  3mm Isokor,  3mm
Nistagmus Negatif Negatif
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Reflek cahaya langsung & tidak
Positif Positif
langsung
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
Strabismus Negatif Negatif
Ptosis Negatif Negatif

d. N.V (Nervus Trigeminus)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri
Membuka mulut Normal Sulit
Menggerakan rahang Normal Sulit
Oftalmikus Normal Normal
Maxillaris Normal Normal
Mandibularis Normal Normal

e. N. VII (Nervus Fasialis)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri
Sensori lidah ( 2/3 anterior ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengangkat alis Normal Sulit
Menutup mata normal normal
Menggembungkan pipi Sulit
Menyeringai Sulit

f. N.VIII (Nervus Vestibulokoklearis)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri
Tes pendengaran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes keseimbangan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

g. N. IX dan X (Nervus Glossofaringeus dan Vagus)


Perasaan Lidah (1/3 belakang) Sulit dinilai
Refleks Menelan Sulit dinilai
Refleks Muntah Sulit dinilai
20

h. N.XI (Nervus Assesorius)


Mengangkat bahu Tidak dilakukan
Menoleh Tidak dilakukan

i. N.XII (Nervus Hipoglosus)


Tremor lidah Tidak ada
Atrofi lidah Tidak ada
Ujung lidah saat istirahat Ditengah
Ujung lidah saat dijulurkan Sulit dinilai
Fasikulasi Tidak ada

Sistem Motorik Tubuh

Ekstremitas Superior Kanan Kiri


Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Tidak ada Tidak ada
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 1111 5555
Tonus Normotonus Normotonus

Ekstremitas Inferior Kanan Kiri


Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Tidak ada Tidak ada
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 1111 5555
Tonus Normotonus Normotonus

Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep +2 +2
Trisep +2 +2
Patela +2 +2
Achiles +2 +2

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
21

Koordinasi Gerak
Jenis Pemeriksaan Kanan Kiri
Ataksia - -
Disdiadokhokinesia - -
Dismetria - -
Nistagmus - -
Rebound Phenomena - -

Gerakan Involunter

Jenis Pemeriksaan Kanan Kiri


Tremor - -
Chorea - -
Athetosis - -
Myoclonic - -
Spasme - -

Tes Sensorik (sentuhan)

Dalam batas normal

Fungsi Autonom

Tidak ada gangguan pola BAB maupun BAK


3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium (15 Januari 2020)


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,5 10,5-12,9
Hematokrit 44 53-63
Eritrosit 4,9 3,6
Trombosit 257 150-450
Leukosit 5,5 6,0-10,5
Ureum 15 13-43
Kreatinin 0,60 0,51-0,95
Natrium 142 132-146
Kalium 3,6 3,7-5,4
Klorida 106 98-106

Laboratorium (18 Januari 2020)


22

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HbA1c 11,50 <6,5
GDP 311 60-110
GD2PP 324 100-140
Ureum 14 13-43
Kreatinin 0,61 0,51-0,95

Laboratorium (22 Januari 2020)


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Kolestrol Total 292 <200
HDL 23 >55
LDL 240 <100
Trigliserida 105 <200
Asam Urat 4,7 2,5-6.0

3.4.2 Radiologi Head CT Scan Non Kontras


23

Gambar 3.1 CT Scan Kepala Non Kontras tanggal 18 januari

3.4.2 Radiologi Head CT Scan Non Kontras


24

ambar 3.1 Rontgen thorax

3.5 Diagnosis Kerja


25

Diagnosis klinis : 1. Hemiparese dextra + Parese N. VII dan N.XII


sinistra sentral ec stroke iskemik
2. DM tipe 2
Diagnosis topis : Hemisferium Cerebrii Dekstra
Diagnosis etiologi : Trombosis
Diagnosis patologi : Stroke iskemik

3.6 Tatalaksana

a. Non medikamentosa
 Fisioterapi
 Diet rendah garam
 Mobilisasi bertahap
b. Medikametosa
 Amlodipin 1x 10 mg
 Lansoprazole 1x30 mg
 Mecobalamin 2x500 mg
 Clopidogrel 1x75 mg
 Citicolin 500 mg 2x500mg

3.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS

1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan defisit neurologis berupa kelemahan
anggota gerak kiri yang terjadi tiba-tiba tanpa didahului trauma. Nyeri kepala
tidak ada. Mual muntah juga tidak ada keluhan. Riwayat trauma, demam dan
kejang tidak ada. Hal ini sesuai dengan panduan praktik klinis dokter saraf bahwa
pada penderita stroke iskemik dapat terjadi gangguan fokal yang timbul
mendadak/tiba-tiba. Gangguan tersebut berupa kelumpuhan sesisi/ kedua sisi,
kelumpuhan ekstrimitas, otot-oto penggerak bola mata, kelumpuhan otot menelan,
bicara dan lainnya, gangguan fungsi keseimbangan, gangguan fungsi penghidu,
gangguan penglihatan, gangguan fungsi pendengaran, gangguan fungsi somatic
dan sensorik. Selain itu juga terdapat gangguan neurobehavioral seperti gangguan
atensi, memori, bicara verbal, mengerti pembiciraan, pengenalan ruang, dan
gangguan fungsi kognitif lain. 6

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi pada pemeriksaan
tanda vital. Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi
ventrikel. Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII
sentral sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik.
Selain mengalami mulut merot dan bicara pelo yang merupakan salah satu
gejala khas pada stroke.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan


dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
 Siriraj stroke skor
Tabel 3.1 Siriraj Stroke Skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan

26
27

diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12


Keterangan :
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
2 = sopor/koma
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina;
penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor < 1 Infark serebri

Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) – 12 = -4  infark


cerebri.

Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik

Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik


Onset ata awutan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ +/-
Tanda kernig, brudzinky ++ -

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan darah
lengkap dan profile lipid. Pada pasien ini sudah dialukan pemeriksan laboratorium
pada saat pasien dirawat satu minggu sebelumnya.. Didapatkan kesan
dyslipidemia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke.
Dimana terbentuk aterosklerosis yang menyebabkan terbentuknya trombus CT-
scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih tegak dengan
ditemukannya lesi hipodens abnormal pada parenkim otak daerah hemisfer dextra.
Hal ini cocok dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
dimana ditemukan kelainan pada daerah kontralateral.
4. Tatalaksana
28

Tatalaksana pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen


untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Penting pemberian antikoagulan
ditujukan untuk mengurangi polimerisasi fibrin dan pembentukan trombus.
Pemberian heparin secara parenteral (intravena atau subkutan) memiliki onset
yang cukup cepat untuk digunakan pada fase stroke iskemik akut. Pemberian
antihipertensi golongan CCB (Perdipine/Nicardipine) dapat menghambat influks
kalsium pada sel otot pembuluh darah dan miokard. Dengan mencegah terjadinya
vasokonstrisi otot polos pembuluh darah maka akan terjadi vasodilatasi pada
pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan tekanan perfusi di pembuluh
darah sehingga tekanan darah akan turun dan resiko stroke akan berkurang.

Pada pasien ini diberikan citicolin yang berfungsi sebagai neruprotektor.


Citicolin bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak bernama
phospholipid phosphatidylcholine. Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi
otak, mempertahankan fungsi otak secara normal, serta mengurangi jaringan otak
yang rusak akibat cedera. Selain itu, citicolin mampu meningkatkan aliran darah
dan konsumsi oksigen di otak. Sebenarnya, citicolin merupakan senyawa kimia
otak yang secara alami ada di dalam tubuh manusia. Penggunaannya sebagai obat
diduga bermanfaat dalam meningkatkan daya ingat dan mempercepat masa
pemulihan akibat stroke. Pemberian mecobalamin bertujuan untuk menjaga sistem
saraf agar dapat berfungsi dengan baik.
BAB V

KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien dengan keluhan kelemahan anggota gerak


yang terjadi secara tiba-tiba dalam kurun waktu lebih dari 24 jam. Pasien
mengeluhkan mulut merot dan berbicara pelo. Pasien tidak ada demam dan
trauma dan tidak ada riwayat kejang. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan
parase NVII dan XII. Hal ini mengarakan ke diagnose stroke.
Diagnosa stroke iskemik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Gold standar pemerikasaan untuk
mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala
klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka
dapat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan
perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif, serta
fisioterapi secara menyeluruh sehingga dapat mencegah defisit neurologis seperti
afasia.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2004. Atlas Country Resources for


Neurological Disorders 2004. Department of Mental Health and
Substance Abuse, World Health Organization.
2. Adam H., Davis P., Tomer J., et al. 2002. NIH Stroke Scale Definitions.
3. Corwin.E.J., 2000. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC;120.
4. Wahyuni, Arlinda Sari, 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta : Bamboedoea
Communication, 109-116.
5. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
6. Goldstein, L.B., et al., 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke.
Stroke, 37: 1583-1633
7. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. edisi 6. Jakarta:EGC: 11-13.
8. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006
9. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.

10. Mansjoer A.,Suprohaita,Setiowulan W.,dkk, 2000. Stroke. Dalam : Kapita


Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Jakarta:17-18.
11. Fischer, U., et. al., 2005. NIHSS Score and Arteriographic Findings in
Acute Ischemic Stroke. Stroke, 36: 2121-2125.
12. Que BJ, Van Afflen ZC. Stroke Iskemik Emboli Dengan Transformasi
Hemoragik. Molucca Medica. 2019;10:83–93.
13. Krisnarta.S., 2007. Kerangka konsep hubungan kelainan jantung dengan
stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan. Bagian Ilmu Penyakit
Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

30
31

14. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.


Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.

15. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and
Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available
from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm (accessed 17
March 2009).
16. Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan
Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta
17. Berthier ML, Davila G, Garcia-Casares N M-TI. Post-stroke aphasia: The
Behavioral Consequences of Stroke. Schweizer TA, Macdonald RL,
editor. New York: Springer; 2014. 95-118. p.
18. Berthier ML. Poststroke Aphasia: Epidemiology, Pathophysiology and
Treatment. Drugs Aging. 2005;22:163–82.
19. Pema WT. Aphasia-Overview and Teaching Strategies. Eur J Spec Educ
Res. 2015;1(1):59–74.
20. Novari, Ryan. Referat Afasia. Fakultas Kedokteran. Universitas Mataram.
2017. Hal: 2-5
21. Riskesdas. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehat
Republik Indones. 2018;1(1):1–200.

Anda mungkin juga menyukai