Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN


CKD

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. IDRAMSYAH, M.Kep, Sp.KMB.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


EVA KURNIAWATI P0 5120218 008
GITA FEBRIANTI P0 5120218 009
INDAH KURNIA NINGSIH P0 5120218 010
INDAH SAPITRI P0 5120218 011
JEVI OPINI P0 5120218 012
KHAIRIL CANDRA P0 5120218 013
LELI AGNI PUSPITA P0 5120218 014

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Medikal
Bedah II yang berjudul ‘Asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD’ dengan tepat waktu.

Penulis menyadari segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik materi maupun
bahasa. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik khususnya dari Dosen pembimbing
mata kuliah serta pembaca demi kemajuan makalah ini kedepannya. Semoga Tuhan senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

02 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS ......................................................................................... 6


A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler .............................................. 6
B. Konsep Teoritis Penyakit Hipertensi ...................................................... 7
1. Definisi .............................................................................................. 7
2. Klasifikasi .......................................................................................... 8
3. Etiologi .............................................................................................. 8
4. Woc .................................................................................................... 9
5. Patofisiologi ....................................................................................... 10
6. Manifestasi Klinis .............................................................................. 11
7. Komplikasi......................................................................................... 11
8. Pemeriksaan Diagnostik .................................................................... 12
9. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 13
10. Penatalaksanaan ................................................................................. 14
C. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Hipertensi ................................ 17
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................... 17
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 20
3. Intervensi Keperawatan ..................................................................... 21
4. Implementasi Keperawatan ............................................................... 41
5. Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 41

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 42

A. Kesimpulan ......................................................................................... 42
B. Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 43
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak
menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat dengan angka kejadiannya yang cukup tinggi dan berdampak
besar terhadap morbiditas, mortalitas dan sosial ekonomi masyarakat karena biaya perawatan
yang cukup tinggi. Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan suatu keadaan dimana terdapat
penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan parenkim ginjal yang bersifat kronik dan
irreversible.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan
insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah meningkat
setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal
kronis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut
menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai
penyebab angka kematian dunia. Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut ESRD Patients
(End-Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak
3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang. Dari data tersebut disimpulkan
adanya peningkatan angka kesakitan pasien gagal ginjal tiap tahunnya sebesar sebesar 6 %.
Sekitar 78,8% dari pasien gagal ginjal kronik di dunia menggunakan terapi dialisis untuk
kelangsungan hidupnya.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui teori terkait CKD
2. Untuk mengetahui stadium CKD
3. Untuk mengetahui data yang harus dikaji pada pasien CKD
4. Untuk merumuskan Diagnosa Keperawatan
C. Tujuan
Untuk mengetahui faktor resiko penyakit CKD.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik yang
terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi
ginjal. (Sudoyo dkk, 2006).
CKD merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (berlangsung ≥ 3
bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan laju filtrasi glomerular (glomerular
filtration rate/GFR) kurang dari 75 ml/mnt/1,73 m2 luas permukaan tubuh. Berdasarkan
analisa tersebut, jelas bahwa CKD merupakan gagal ginjal akut yang berlangsung lama,
sehingga mengakibatkan gangguan persisten dan dampak yang bersifat kontinyu.
Sedangkan National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan dampak dari kerusakan
ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over proteinuria, abnormalitas
sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal (Eko & Andi, 2014).
B. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit CKD didasarkan atas dasar derajat (stage) penyakit. Menurut

Sudoyo dkk (2006) sebelum dilakukan klasifikasi ditentukan dahulu dasar Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai

berikut ;

(140 – umur) x BB
2
LFG (ml/mnt/1,73m ) = *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Keterangan: *) pada perempuan dikalikan 0,85

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah LFG akan didapatkan derajat (stage) yanga
akan dijelaskan pada tabel 2.2.
Tabel 2.1 Klasifikasi CKD
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (ringan) 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (sedang) 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (berat) 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

C. Etiologi
1. Infeksi saluran kemih / pielonefritis kronis.
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis dapat
terjdi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap
batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Nefropati refluks merupakan penyebab kerusakan ginjal pada piolenofritis kronis,
hal ini disebabkan keparahan pada refluks vesikoureter (VUR). Banyak bukti yang
menyokong pendapat bahwa keterlibatan ginjal pada nefropati refluks terjadi pada
masa awal kanak-kanak sebelum usia 5 sampai 6 tahun. Pada orang dewasa nefropati
refluks dapat berkaitan dengan obstruksi dan neurologik yang menyebabkan sumbatan
pada drainase urin.
2. Penyakit peradangan glumerulonefritis.
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Kompleks.
Terbentuknya antigen-antibodi dalam darah bersirkulasi di dalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya
komplemen yang terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimerfonuklear dan trombosit menuju tempat lesi. Oleh karena adanya lesi merespon
timbulnya proliferasi sel-sel. Meningkatnya kebocoran pada glomerulus menyebabkan
protein dan sel darah merah keluar melalui urin dan terjadi proteinuria dan hematuria.
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
Nefroskelrosis hepertensif merupakan pengerasan pada ginjal yang menunjukkan
adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal akibat hipertensi. Penyakit
ginjal dan hipertensi saling berhubungan karena pada penyakit ginjal yang berat dapat
menyebabkan hipertensi melalui retensi natrium dan air dan sebaliknya hipertensi
dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa, sklerosis sistemik)
Pada kasus SLE tubuh membentuk antibodi terhadap DNAnya sendiri. Gambaran
klinis dapat berupa glomerulonefritis akut atau sindrom nefrotik. Perubahan yang
paling dini seringkali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya
mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
Ganguan herediter yang dapat menyerang tubulus ginjal dan dapat berakhir
penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik
merupakan ppenyakit ginjal herediter yang ditandai dengan pembesaran ginjal yang
masif dengan disertai banyaknya pembentukan kista. Asidosis tubulus ginjal
merupakan gangguan ekskresi ion hidrogen dari ekskresi tubulus ginjal atau kehilangan
bikarbonat pada urin.
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroirisme)
DM adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering. DM menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah istilah yang
mencakup semua lesi yang teradi di ginjal pada DM.
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik.
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia
karena alasan-alasan berikut:
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah kontak dengan
zat kimia dalam jumlah besar.
b. Intersitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada
daerah yang relatif hipovaskuler.
c. Ginjal merupakan jalur obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga infusiensi
ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam
cairan tubulus.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
Batu saluran kemih yang menyebabkan tekanan intra renal disertai infeksi saluran
kemih berulang atau urosepsis merupakan faktor dominan sebagai penyebab dekstruksi
parenkim ginjal dan penurunan jumlah populasi nefron yang utuh.
D. Patofisiologi
CKD tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Pada diabetes melitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi
peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular
sehingga terjadi kerusakan gromelorus. Pada hipertensi yang menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah dan terjadi peningkatan tekanan sehingga adanya perlukaan pada arteriol
aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi, pada bakteri E.coli menyebabkan
fase inflamasai pelfis ginjal sehingga dapat menyebabkan pielonefritis dan penurunan
GFR, pada obstruksi saluran kemih menyebabkan refluk urin ke tubulus dan penekanan
arteri renal sehingga menyebabkan hidronefrosis, sedangkan pada glomerulonefritis, saat
antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri
dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen. Sehingga terjadilah mekanisme progresif
berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal
akibat pengurangan nefron sehingga LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal.
Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar
normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron
telah menurun sebanyak 50% hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang
progresif.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses ini berlangsung singkat akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan
konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. (Sudoyo
dkk, 2006)
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga terjadinya uremia
dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat semakin banyaknya tertimbun produk
sampah metabolik, sehingga kerja ginjal akan semakin berat. Substansi darah yang
seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya, sehingga
mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN) meningkat. Ginjal juga
tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium
dan cairan. Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir sehingga Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meingkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi.
Menurut Brunner & Suddarth, 2010 asidosis metabolik dapat terjadi karena
ketidakmampuan ginjal mengekspresikan muatan asam yang berlebihan, terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga. Akibat
berkurangnya produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama pada saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan dan napas sesak. lsehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya
masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-lain
akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Andra dan Yessie 2014 terdapat beberapa manifestasi klinis CKD, yaitu:
a. Kardiovaskuler : hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system
rennin-angiotensin-aldosteron, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, ganguan irama jantung dan
edema serta ditemukannya pembesaran vena jugularis.
b. Pulmonar : nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental, suara krekels.
c. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolism protein dalam usus, nafas bau ammonia.
d. Muskuloskeletal : resilles leg syndrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi otot otot eksremitas).
e. Integument : kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat
penimbunan urokorm, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Endokrin : gangguan seksual libido fertilisasi dan ekresi menurun, gangguan
menstruasi dan siklus menstruasi yang terhenti (amenore), gangguan metabolic
glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa : hiperkalemia, hipokalsemia
(akibat adanya gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh), asidosis
metabolik (akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme), peningkatan
ureum, hiperfosfatemia, hipermagnesemi, dehidrasi
h. Hematologi : anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritoprotein,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi thrombosis dan trombositopeni
F. Komplikasi
Menurut Brunner & Sudarth (2010) komplikasi potensial CKD yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi asidosis metabolik
2) Perikarditis akibat efusi perikardial dan temponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan Na
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, serta penurunan rentang usia sel darah merah
5) Penyakit tulang serta halsifikasi metastasik akibat retensi fosfat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Seorang lelaki Tn.C berusia 50 tahun dengan BB 60 Kg dirawat hari pertama di RS X
dengan diagnosis Cronok Kidney Desease (CKD). Saat ini pasien tampak mengalami
edema anasarka (+++), kulit tampak lebih gelap, pasien sering menggaruk – garuk
badannya, pasien mengatakan jarang berkemih. Data senjang hasil laboratorium yaitu, Hb:
9,2 gr/dl, ureum serum 210 mg/dl, creatinine serum 12,5 mg/dl, kalsium 5 mg/dl, GDS 250
mg/dl, Hasil AGD: pH: 6,9. PCO2: 28, HCO3: 20. TD: 180/100 mmHg, Nadi: 90x/m,
pernapasan cepat dan dalam (kusmaull), urine kuantitatif belum bisa diukur.
1. Identifikasi Stadium Tn.C
LFG = (140 – Umur) X BB
72 X kreatinin plasma
= (140 – 50) X 60
72 X 12,5
= 5400
900
= 6
LFG <15 dikategorikan Gagal Ginjal
2. Fokus Pengkajian
1) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, resiko gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung, edema, pembesaran vena leher.
2) Sistem Pulmoner
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul), batuk
dengan sputum kental dan liat, suara krekels.
3) Sistem gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus, peningkatan BB cepat (edema)/penurunan BB
(anoreksia), nyeri ulu hati, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi gusi
dan perdarahan gusi/lidah, nafas bau amonia, distensi abdomen/asites,
perubahan turgor kulit/kelembaban.
4) Sistem eliminasi
Penurunan frekuensi urin, penurunan jumlah urin output, oliguria, anuria,
proteinuria, urin berwarna keruh, abdomen asites, konstipasi, diare, distensi
abdomen, penurunan CCT (Creatinin Clearance Test) / GFR (Glomerolus Filtration
Rate).
5) Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, pucat dan kekuning-kuningan, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
6) Sistem neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
7) Sistem reproduktif
Libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan siklus menstruasi
terhenti (amenore).
8) Sistem Muskuloskeletal
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal,
pruritus, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Pengkajian kekuatan
otot dilakukan dengan Manual Muscle Testing (MMT). Pengukuran kekuatan otot
menurut (Mutaqqin, 2012)
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan defisit atau tidak berfungsinya
sel darah merah, dan penurunan fingsi glomerolus.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja ventrikel
sekunder akibat kelebihan cairan.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan, retensi natriun,
hiperglikemia, ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan, pertukaran antara
darah dan dialisat.
4. Intervensi

NO DIAGNOSA PERENCANAAN Rasional


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan perfusi ginjal
berhubungan dengan defisit atau
tidak berfungsinya sel darah
merah,dan penurunan fungsi
glomerolus
2 Penurunan curah jantung
berhubungan dengan
peningkatan beban kerja
ventrikel sekunder akibat
kelebihan cairan.
3 Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan retensi
cairan, retensi natriun,
hiperglikemia, ketidakpatuhan
terhadap pembatasan cairan,
pertukaran antara darah dan
dialisat.

Anda mungkin juga menyukai