Anda di halaman 1dari 5

MATA KULIAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN KERJA

SOAL

1. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat di Rumah Sakit adalah infeksi yang
tidak ada pasien pada saat masuk ke rumah sakit tetapi berkembang selama tinggal di
rumah sakit. Berikan penjelasan bagaimana infeksi nosokomial tersebut dapat terjadi?
2. Upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi
nosocomial?
3. Apa saja tindakan pencegahan standar yang digunakan dalam perawatan semua pasien di
Rumah Sakit?
4. Bangunan atau ruang rumah sakit dibedakan berdasarkan tingkat risiko penularan
penyakit antara lain zona dengan risiko rendah, sedang, tinggi, dan sangat inggi.
Berikanlah penjelasan terkait dengan zona risiko tersebut?
5. Air bersih atau air minum sagat vital untuk kebutuhan rumah sakit. Apa yang seharusya
dilakukan agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi pasien maupun
petugas kesehatan yang ada di rumah sakit?

JAWABAN

1. Suatu infeksi disebut sebagai infeksi nosokomial apabila seseorang yang awalnya sehat
terpapar atau terinfeksi oleh agent pada saat berada di Rumah Sakit, sehingga apabila
orang tersebut sebelumnya sudah sakit dan kemudian dibawa ke rumah sakit tidak bisa
dikatakan sebagai infeksi nosocomial. Mengapa infeksi nosocomial dapat terjadi?
Dikarenakan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Rumah
sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena
mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin
resisten terhadap antibiotik. Infeksi nosocomial dapat terjadi apabila ada host yang sakit
(reservoir agent) yang menularkan agent pada orang yang sehat dan infeksi tersebut
terjadi saat di Rumah Sakit. Infeksi tersebut dapat terjadi apabila ada rantai penularan,
yang terdiri dari:
a. Reservoir Agen
Reservoir adalah tempat mikroorganisme patogen mampu bertahan hidup
tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak. Resevoir yang paling umum
adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan rongga
tubuh, cairan, dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan
seseorang menjadi sakit, akan tetapi sangat berisiko menularkan agent tersebut pada
orang yang sehat. Binatang, makanan, air, insekta, dan benda mati dapat juga
menjadi reservoir bagi mikroorganisme infeksius. Untuk berkembang biak
dengan cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan,
oksigen, air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya.
b. Portal keluar (Port of exit)
Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke
pejamu lain dan menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk mikroorganisme dapat
berupa saluran pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin, dan plasenta.
c. Cara penularan (Mode of transmision)
Cara penularan bisa langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
misalnya; darah/cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan secara tidak langsung
melalui manusia, binatang, benda-benda mati, dan udara.
d. Portal masuk (Port of entry)
Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit adalah
bagian rentang terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat
masuk mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk melalui rute yang sama
untuk keluarnya mikroorganisme.
e. Kepekaan dari host (Host susceptibility)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen. Semakin virulen suatu mikroorganisme semakin besar
kemungkinan kerentanan seseorang.
2. Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi nosocomial, diantaranya:
Upaya pencegahan infeksi nosocomial dapat dilakukan dengan cara memutuskan
rantai penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba
patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan atau tanpa media
perantara. Sehingga, kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi
adalah mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati
mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.
Sumber penularan atau reservoir yang ada di rumah sakit antara lain dari pasien, hewan,
ataupun mungkin dari petugas kesehatan yag terinfeksi. Sedangkan agent penularan
penyakit seperti mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit yang sangat mudah sekali
ditularkan pada orang sehat. Apabila perilaku hidup sehat dan pencegahan infkesi seperti
mencuci tangan dengan sabun, menggunakan APD yang aman saat melakukan operasi
atau mengobati pasien selalu diterapkan pada pasien dan petugas kesehatan di Rumah
Sakit maka akan dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi nosocomial. Sanitasi
lingkungan dan rumah sakit yang terjaga juga akan menciptakan lingkungan rumah sakit
yang aman dan sehat bagi pasien dan petugas Rumah Sakit.

3. Tindakan pencegahan standar dalam perawatan pasien di Rumah Sakit


a. Menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama menjaga kebersihan
dan kesehatan diri dengan cara selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
memberikan perawatan pada pasien, memakai APD yang tepat pada saat operasi
seperti sarung tangan masker, penutup kepala.
b. Rutin dilakukan pencucian, sterilisasi dan desinfeksi pada alat-alat rumah sakit untuk
menjaga agar alat tersebut aman sebelum digunakan pada pasien.
c. Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi lainnya
sebagaimana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen
penyebab infeksi sering terjadi.
d. Menjalankan K3RS agar dapat dilaksankan secara penuh untuk menjamin
keselamatan dan keamanan tidak hanya bagi pasien dan pengunjung Rumah Sakit tapi
bagi tenaga medis dan non medis rumah sakit.
4. Zona risiko bangunan atau rumah sakit berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit
dbedakan menjadi:
a. Zona dengan risiko rendah
Yang dimaksud dengan zona dengan risiko rendah yaitu bangunan atau ruang rumah
sakit yang memiliki tingkat penularan atau penyebaran risiko penyakit paling rendah.
Contohnya adalah ruang perpustakaan, ruang resespsionis, ruang administrasi. Pada
zona ini sangat kecil sekalikemungkinan terjadinya infeksi nosocomial di rumah
sakit.
b. Zona dengan risiko sedang
Zona dengan risiko sedang adalah bangunan atau ruang rumah sakit yang memiliki
tingkat penularan atau penyebaran risiko sedang. Contohnya ruang rawat jalan, ruang
tunggu pasien. Pada ruangan ini jumlah agent/ mikroorganisme penyebab penyakit
masih rendah akan tetapi lebih berisiko daripada ruang administrasi atau ruang
resepsionis.
c. Zona dengan risiko tinggi
Zona dengan risiko tinggi adalah bangunan atau ruang rumah sakit yang memiliki
tingkat penularan atau penyebaran risiko penyakit cukup tinggi. Contohnya ruang
rawat inap, laboratorium. Di ruang laboratorium, ada banyak mikroorganisme yang
diteliti dan kemungkinan para laborat untuk terpapar agent penyakit lebih tinggi
dibandingan dengan yang tidak.
d. Zona dengan risiko sangat tinggi
Zona ini merupakan segala bangunan atau ruangan di rumah sakit yang memiliki
tingkat penularan/ penyebaran agent penyakit paling tinggi dikarenakan jumlah
mikrorganisme penyakit paling banyak berada di ruangan ini dan sangat berisiko
ditularkan pada orang sehat. Sehingga penggunaan APD yang aman dan kebersihan
diri dalam menjaga kesehatan sangat diperlukan agra terhindar dari risiko tertularnya
penyakit. Sebagai contoh ruang operasi, ruang isolasi, ruang perawatan intensif,
laboratorium, ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah.
5. Air minum dan air bersih merupakan kebtuhan yang sangat vital di Rumah Sakit
sehingga harus dipastikan bahwa jumlah air bersih dan air minum sesuai dengan
kebutuhan Rumah Sakit. Rumah Sakit dengan tingkat kelas yang berbeda akan berbeda
pula kebutuhan air bersih dan air minum bagi pasien dan karyawan Rumah Sakit. Oleh
karena itu, agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada pasien atau
petugas rumah sakit harus dipastikan kuantitas dan kualitasnya agar aman dikonsumsi
dan digunakan oleh pasien dan petugas.
Adapun kegiatan pengawasan kualitas air minum dan air bersih yang dapat dilakukan
untuk menjaga kualitas air dengan pendekatan surveilans kualitas air antara lain,
meliputi:
a. Inspeksi sanitasi terhadap air minum dan air bersih di Rumah Sakit.
b. Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air.
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium
d. Adanya tindak lanjut dan perbaikan sarana dan kualitas air.

Inspeksi sanitasi air minum dan air bersih dilaksanakan setiap 1 tahun sekali. Sedangkan
pemeriksaan kimia air minum dan air bersih dilakukan minimal 2 kali setahun dan titik
pengambilan sampel masing-masing pada tempat penampungan (resrvoir) dan kran
terjauh dari reservoir.

Anda mungkin juga menyukai