Makalah SD
Makalah SD
Disusun oleh:
KARTONO, S.Pd., M.Pd.
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala UPTD Dikbud Kecamatan Dempet menyatakan
bahwa Makalah Tinjauan Ilmiah yang berjudul :
Telah diperiksa dan diteliti kebenarannya sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah,
untuk dapat dipublikasikan sebagai Pengembangan Kepfrofesian Berkelanjutan (PKB) serta
dapat dipergunakan sebagai syarat penilaian angka kredit Guru/Kepala Sekolah yang
bersangkutan atau untuk keperluan lainnya.
HALAMAN PERSETUJUAN
UNTUK DIDOKUMENTASIKAN DI PERPUSTAKAAN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dzat yang Maha Mengetahui segala
sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh makhluk-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tertuju kepada sang uswatun khasanah, Rosulluah SAW. Penulis wajib bersimpuh dan
menghaturkan syukur atas segala pertolongan dan karunia-Nya, sehingga makalah tinjauan
ilmiah yang berjudul “Gerakan Literasi Sekolah Sebagai Upaya Menumbuhkan Generasi
Literasi” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah tinjauan ilmiah ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan pengetahuan
tentang penumbuhan gerakan literasi di sekolah. Makalah ini berisi ulasan dan strategi
pengembangan gerakan litearasi di sekolah secara optimal. Makalah ini juga diharapkan akan
menambah motivasi guru dalam mengembangkan perofesionalnya melalui literasi di sekolah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Semoga segala bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang
telah diberikan kepada penulis diterima dan mendapat balasan pahala terbaik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk dapat memanusiakan manusia.
Artinya diharapkan dengan proses transformasi pendidikan, manusia dapat meningkatkan seluruh
potensi kognitif, afektif dan psikomotornya. Selama proses pendidikan, peserta didik
memperoleh bekal pengusaan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keterampilan fungsional.
Hal itu dikemas melalui kurikulum sekolah sebagai acuan kepada semua peserta didik secara
tuntas. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Disebutkan juga dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan
penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Pendidikan mempunyai peran penting
bagi warga negara Indonesia agar tercerdaskan secara intelektual. Salah satu indikator
keberhasilan dari suksesnya pendidikan yang terselenggara di Indonesia adalah dengan
meningkatnya angka melek huruf pada warga Indonesia.
Dilansir dari kompasiana.com, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil
mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat melek huruf
masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori
remaja. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam
pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah
rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai,
pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki
kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis dan reflektif.
Sesungguhnya permasalahan umum dalam dunia literasi di Indonesia adalah rendahnya ikatan
emosional terhadap sumber informasi salah satunya buku bacaan dan kegiatan pemanfaatan
sumber informasi tersebut atau kegiatan membaca. Terkait dengan buku sebagai salah satu
sumber informasi, rendahnya minat dan gairah membaca sebagian berakar dari masih kuatnya
tradisi lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat Indonesia.
Budaya literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. data statistik UNESCO 2012
yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000
penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan
bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja.
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan
memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat. Ayat ini
menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi
kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual,
dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan
dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan
semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina,
menginspirasi atau memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak
(www.academia.edu).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca
masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah adalah
dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib
membaca khususnya bagi siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi minat
baca yang rendah pada siswa di Indonesia.
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan
sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan
publik. GLS dikembangkan berdasarkan 9 agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas
dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita
tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia
yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Salah satu kegiatan
di dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu
belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta
meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global
yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya
melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta
didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS). Sekolah mempunyai peran penting sebagai wadah pengorganisasian
pembelajaran.
Oleh karena itu perlunya gerakan literasi di SDN Kramat 1 UPTD Dikbud Kecamatan
Dempet Kabupaten Demak. Gerakan literasi ini tentu saja melibatkan semua warga sekolah
untuk mewujudkan budaya literat di SDN Kramat 1. Gerakan literasi ini diharapkan bisa
menumbuhkan generasi literasi yang hebat dan nantinya akan menjadi bekal para peserta didik
untuk menghadapi masa depan dalam menyongsong abad melenial.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka muncul permaslahan sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1?
2. Bagaimana strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1?
3. Bagaimana tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1?
1. Bagaimana kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Literasi
Literasi dalam bahasa Inggris bertuliskan literacy, kata ini berasal dari bahasa
Latin littera (huruf) yang memiliki definisi melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan
konvensi-konvensi yang menyertainya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan
istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:
“Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam
menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya
sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubunga-hubungan antara konvensi-konvensi
tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis
tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat
dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur
diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan
bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan kemampuan yang
kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang
berlaku/ digunakan dalam komunitas wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-
lain. Terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan
interpretasi, kolaborasi, konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan
penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi. Menurut Kern
(2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
1. Literasi melibatkan interpretasi
Penulis/ pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni:
penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan,
dan lain-lain), dan pembaca/ pendengar kemudian mengiterpretasikan. interpretasi penulis/
pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
2. Literasi melibatkan kolaborasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan membaca/ pendengar.
Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/
pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/
dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/ pendengarnya. Sementara
pembaca/ pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar
dapat membuat teks penulis bermakna.
3. Literasi melibatkan konvensi
Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh
konvensi/ kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan
dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan aturan bahasa
baik lisan maupun tertulis.
4. Literasi melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap,
keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang berada di luar
suatu sistem budaya itu rentan beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam
system budaya tersebut.
5. Literasi melibatkan pemecahan masalah.
Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya,
maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya
membayangkan hubungan-hubungan di antara katakata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-
unit makna, teks-teks, dan duniadunia. Upaya membayangkan/ memikirkan/
mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
6. Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/ pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-
hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi
komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya,
dan mengapa mengatakan hal tersebut.
7. Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tertulis) melainkan mensyaratkan
pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun
tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/ diskursus. Dari poin diatas maka prinsip
pendidikan literasi adalah literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan
kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.
B. Komponen Literasi
Secara konsep, literasi dipahami lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun
mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori. Di era ini, kemampuan yang dimaksud ialah sebagai
literasi informasi. Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us) menjabarkan bahwa
komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan,
literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini
diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Literasi Dini (Early Literacy)
Yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui
gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya dirumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu
menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2. Literasi Dasar (Basic Literacy)
Yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung
(counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk menghitung (calculating),
mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan
informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
Memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan
koleksi referensi dan periodikal, memahami DDS sebagai klasifikasi pengetahuan yang
memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan
pengindeksan, memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
4. Literasi Media (Media Literacy)
Yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak,
media elektronik (radio, televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan
penggunaannya.
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy)
Yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak,
mempresentasikan, dan mengakses internet. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena
perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola
informasi yang dibutuhkan masyarakat.
6. Literasi Visual (Visual Literacy)
Adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan leterasi teknologi, yang
mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan
audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung,
baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks
multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan
hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan pada
tabel berikut:
Tabel. 1. Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi
1. Tujuan GLS
a. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi
sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar
sepanjang hayat.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkembangkan budaya literasi di Sekolah.
2) Meningkatkan kapasistas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
3) Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga
sekolah mampu mengelola pengetahuan.
4) Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan
mewadahi berbagai strategi membaca.
2. Ruang Lingkup GLS
Ruang lingkup GLS berupa:
a. Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan sarana prasarana literasi).
b. Lingkungan sosial dan afektif (dukungan dan partisipasi aktif seluruh warga sekolah).
c. Lingkungan akademik (program literasi yang menumbuhkan minat baca dan menunjang
kegiatan pembelajaran di SD).
3. Sasaran
Sasaran dari GLS ini adalah pendidik, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di
Sekolah Dasar
4. Target Pencapaian
GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem
pendidikan yang literat adalah lingkungan yang:
a. Menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam
belajar.
b. Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama.
c. Menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan
d. Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan
sosialnya.
e. Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD
BAB III
PEMBAHASAN
A. Lingkungan Fisik
1 Karya peserta didik dipajang disepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor
dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2 Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberikan kesempatan yang
seimbang kepada semua peserta didik.
3 Buku dan materi bacaan lain tersedia dipojok-pojok baca disemua ruang kelas.
4 Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orangtua/
pengunjung dikantor dan ruangan selain ruang kelas.
5 Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk
anak.
6 Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah
B. Lingkungan Sosial dan Afektif
1 Penghargaan terhadap peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan
secara rutin (tiap minggu/ bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu
kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2 Kepala Sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3 Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya
merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4 Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran
masing-masing
5 Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan
program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6 Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam
menjalankan program literasi.
C. Lingkungan Akademik
1 Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesment dan perencanaan. Bila
diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2 Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan
literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku
dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca
terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and tell
presentation).
3 Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
4 Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksaan gerakan literasi
sekolah.
5 Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku
cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
6 Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7 Ada kesempatan pengembangan profesional tentang lietasi yang diberikan untuk
staf, melalui kerjasama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas
pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8 Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan
membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya
literasi di sekolah. Dalam pelaksanaanya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan
situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk
mengimplementasikan strategi tersebut.
b. Books Lover
Penghargaan yang diberikan kepada siswa yang memiliki predikat peminjam buku terbanyak
di perpustakaan. Penghargaan ini sama halnya dengan program Best Reader of The
Month yang diadakan selama satu bulan satu kali. Tujuan dari progam ini juga untuk
meningkatkan minat baca buku siswa bukan hanya di perpustakaan atau di sekolah saja, tapi
memiliki minat baca juga di rumah. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat
dari data peminjaman buku perpustakaan. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan
secara berturut-turut. Hal ini disebabkan oleh tujuan dari pemberian penghargaan ini ialah
untuk memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai
sumber literasi. Program ini sama dengan Best Reader of The Month.
c. World Book Day
Program ini biasa dilakukan dibulan Mei untuk memperingati hari buku sedunia. Program ini
berisikan kegiatan story telling, wakaf buku, dan membaca buku sepuluh menit. Berikut ini
adalah dokumentasi dari program World Book Day.
d. Wakaf Buku
Wakaf buku adalah salah satu program khusus perpustakaan untuk pemenuhan sumber
literasi di perpustakaan. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari program World Book Day.
Secara rinci kegiatan ini adalah penerimaan buku dari siswa. Tentu buku yang boleh
diwakafkan ialah buku yang sesuai dengan standar yang ditentukan pihak sekolah.
5. Mading
Program ini merupakan upaya penyediaan sumber informasi yang mudah diakses di luar
perpustakaan berupa majalah dinding. Mading ini berisi informasi kegiatan dari perpustakaan
dan isu-isu yang mengundang value untuk siswa. Mading dibuat oleh pustakawan dengan
desain yang menarik. Mading dipasang tepat di depan perpustakaan. Informasi yang
disajikan di mading sekolah adalah seputar kegiatan dan informasi yang bersifat edukasi.
6. Library Class
Kegiatan ini memberikan pengarahan kepada siswa-siswa tentang perpustakaan dan
peraturan perpustakaan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pendidikan pemakaian
perpustakaan kepada siswa. Kegiatan ini biasa dilakukan pada tahun ajaran baru setiap
tahunnya. Aktivitas ini dilakukan di perpustakaan dan dipandu oleh pustakawan dari
perpustakaan. Program ini biasa dilaksanakan ketika ada siswa baru. Pustawaan akan
menjelaskan dan memberikan demonstrasi tentang berbagai peraturan dan tata cara
pemanfaatan perpustakaan. Selain itu terkait pemanfaatan perpustakaan, di sini juga terdapat
peraturan peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan yang dibawa oleh pulang siswa.
Peraturan ini dibuat agar terdapat keteraturan terkait sirkulasi buku dan pemanfaatan sumber
literasi.
Siswa memilih buku sesuai dengan apa yang mereka sukai. Koleksi literatur anak di
perputakaan memiliki jenis yang berbeda-beda, yaitu:
1. Picture Book (buku bergambar)
Buku ini berisikan gambar untuk membentuk suatu makna dari cerita. Ada beberapa
macam picture book antara lain: buku alphabet, buku berhitung, buku informasi yang berisi
gambar-gambar dengan sedikit tulisan dan pop up. Pemanfaatan picture book lebih sering
digunakan oleh siswa kelas I.
2. Komik
Buku bacaan yang menyerupai cerita bergambar dan menggabungkan dengan sedikitnya teks
serta terdiri dari berbagai bentuk untuk menunjukkan berbagai maksud. Komik sering
dimanfaatkan oleh siswa kelas bawah dikarenakan alur cerita yang mudah dipahami serta
sedikitnya teks yang terdapat dalam komik.
3. Sastra tradisional
Cerita-cerita yang termasuk sastra tradisional adalah cerita rakyat yang meliputi legenda,
mite, dan dongeng. Koleksi sastra tradisional biasa digunakan oleh siswa-siswa untuk lebih
mengenal cerita rakyat dari suatu daerah.
4. Fantasi Modern
Cerita berupa dongeng-dongeng modern yang banyak mengambil elemen-elemen cerita
rakyat. Koleksi fantasi modern sudah ada di perpustakaan dan pemanfaatannya oleh siswa
sudah terlihat. Tapi belum banyak jenis buku fantasi modern di perpustakaan ini.
5. Fiksi Realistis
Yaitu fiksi yang diset dimasa modern dan dapat dibayangkan terjadi pada kehidupan manusia
yang nyata dan ceritanya terjadi di dunia. Fiksi realistis biasanya bercerita tentang
petualangan detektif, misteri, humor, cerita tentang masalah pribadi seperti kebahagiaan,
kesedihan, dan sebagainya.
6. Fiksi Sejarah (fiksi historis)
Berisi cerita sejarah biasanya tidak merekam nama rakyat biasa, tetapi hanya menceritakan
“orang-orang besar saja”. Sedangkan fiksi sejarah bercerita tentang rakyat biasa, dan
peristiwa sejarah menjadi latarbelakang dan menjadi sumber inspirasi. Koleksi fiksi sejarah
di perpustakaan masih sedikit jumlahnya dan pemanfaatannya yang masih kurang.
7. Puisi
Puisi merupakan kumpulan kalimat-kalimat yang indah susunan dan maknanya. Koleksi
puisi di perputakaan masih minim. Adapun koleksi puisi di perpustakaan ini adalah koleksi
puisi bahasa Inggris atau poetry rhymes. Puisi ini tidak begitu digemari oleh siswa-siswa
karena minimnya gambar-gambar yang tersedia pada sumber referensi ini.
8. Buku Informatif
Buku informasi untuk anak-anak pun diberi foto dan ilustrasi, buku dikemas dalam bentuk
cerita namun juga harus akurat, otentik, dan menggunakan fakta-fakta. Perpustakaan sudah
banyak memiliki koleksi buku informatif seperti sains, buku science fiction, buku
multikultural, buku social science. Buku informatif di perpustakaan sering dimanfaatkan oleh
pengguna dalam hal pencarian informasi atau melakukan eksperimen ketika akan mengikuti
kegiatan science fair.
9. Buku Biografi
Jenis buku ini berisi tentang kisah para tokoh atau pahlawan. Biografi ini sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan siswa untuk mengetahui tokoh-tokoh besar dan perannya masing-
masing. Sayangnya buku biografi ini belum banyak ditemukan di perpustkaan ini.
Beberapa jenis literatur yang telah disebutkan di atas, siswa dapat menggunakannya
sebagai bahan pemanfaatan literasi informasi apapun. Pemanfaatan koleksi fiksi di suatu
perputakaan sangat penting bagi siswa karena karya fiksi mampu memberikan hiburan segar dan
juga memberikan inspirasi baru bagi para pembaca serta mengapresiasikannya sesuai dengan
kadar kemampuan dan imajinasi para siswa. Dengan membaca karya fiksi siswa mendapatkan
inspirasi dan diajarkan untuk mempunyai khayalan atau angan-angan agar nantinya dapat
dituangkan kedalam bentuk tulisan sesuai dengan imajinasinya. Selain pemanfaatan secara fiksi,
siswa juga dapat mengambil banyak manfaat dari sumber literasi non fiksi. Kesimpulannya
adalah literatur anak baik fiksi maupun nonfiksi memberikan pengetahuan kepada siswa baik
pengetahuan science maupun sosial.
Siswa memanfaatkan waktu luang dan waktu istirahat untuk datang ke perpustakaan.
Selain membaca, siswa juga dapat bermain di area perpustakaan karena dari pihak perpustakaan
menyediakan permainan edukatif yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Tidak jarang juga
perpustakaan dijadikan tempat untuk mengadakan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar tidak
terjadi kebosanan pada siswa apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas mereka.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip literasi sekolah di SDN Kramat 1 meliputi: perkembangan literasi berjalan sesuai
tahap perkembangan, program literasi terintegrasi dengan kurikulum Kegiatan membaca dan
menulis dilakukan kapanpun, kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan, dan kegiatan
literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman.
2. Strategi membangun budaya literasi sekolah di SDN Kramat 1 dengan cara engkondisikan
lingkungan fisik ramah literasi, mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model
komunikasi dan interaksi yang literat, dan mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik
yang literat.
3. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 meliputi pembiasaan kegiatan membaca
yang menyenangkan di ekosistem sekolah, pengembangan minat baca untuk meningkatkan
kemampuan literasi kegiatan literasi, dan pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi.
4. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDN Kramat 1 yaitu mengimplementasikan Gerakan
Literasi Sekolah seperti :reading group, morning motivation, mini library, perpustakaan sebagai
sumber literasi, mading, dan library class.
B. Rekomendasi
Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran
literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan
buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang
kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program
pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi,
pelaksaan dan keterlaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Beers, C. S. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York: Guilford Press.
Fifaldo, Daniel. (2015). Filsafat Pendidikan dalam Pendidikan Karakter. Diakses dari: www.academia.edu.
Pada tanggal 21 November 2016.
Iriantara, Yosal & Usep Syaripudin, M.Ed. (2013). Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Kemendikbud. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Kemendikbud. (2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Kemendikbud. (2016). Survey Internasional PIRLS. Diakses dari :
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pirls. Pada tanggal 6 Maret.
Mahmud, Amiruddin. (2016). Membangun Budaya Literasi. Diakses dari:
http://www.kompasiana.com/amirudinmahmud/membangun-budaya-
literasi_570261c7a623bd58094c29f9. Pada tanggal 21 November 2016.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota.
Redaktur Media. (2015). Literasi Indonesia Sangat Rendah. Diakses dari:
http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia-
sangat-rendah. pada tanggal 21 November 2016.
Rohman, Arif. (2014). Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta:
Aswaja Pressindo.
Sofa, Nurul. (2010). Penerapan Literasi Informasi di Sekolah Alam Indonesia Rawa Kopi. Skripsi Universitas
Indonesia. Jakarta.
UNESCO. 2003. The Prague Declaration. “Towards am Information Literate Society”. Diakses dari:
www.unesco.com. Pada tanggal 6 Maret 2017.
LAMPIRAN FOTO PENUNJANG
Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa mengikuti Lomba Penulisan Artikel di Kemendikbud
Kegiatan Literasi di SDN Kramat 1
Literasi dalam Pembelajaran