Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masuknya era globalisasi ditandai dengan keterbukaan akses informasi


dan transfer teknologi dari negara maju kepada negara sedang berkembang
seperti Indonesia. Tidak selamanya globalisasi membawa dampak yang baik
bagi negara Indonesia karena luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari
gugusan pulau yang menyebabkan tidak terjadinya pemerataan baik terhadap
akses informasi maupun dalam pembangunan. Akses teknologi informasi di
Indonesia masih mengalami kesenjangan dimana pengguna internet masih
didominasi di pulau-pulau pusat pemerintahan seperti Jawa dan Bali. Hal ini
mengakibatkan terjadinya kesenjangan digital antara pulau Jawa dan pulau-
pulau di wilayah timur Indonesia. Selain itu, kesenjangan digital juga terjadi
tidak hanya antar pulau, tetapi juga antara pusat kota dan wilayah pinggiran
yang mengakibatkan tidak bisa terjadi pemerataan pembangunan di Indonesia.

Selain karena kesenjangan digital yang terjadi, pembangunan di wilayah


pedesaan (rural development) juga terkendala dengan adanya aturan-aturan
adat yang mengikat suatu desa serta budaya-budaya tradisional yang menolak
diterimanya paham-paham atau teknologi-teknologi baru hasil dari globalisasi.
Untuk menghindari ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan
pedesaan, tentunya harus dilakukan perubahan paradigma pembangunan
pedesaan yang menggabungkan antara kemajuan teknologi infomasi dan
komunikasi dengan kearifan lokal di mana keduanya akan saling menguatkan
satu sama lain. Teknologi informasi dan komunikasi akan membuka akses
pengetahuan dan kerjasama baik dengan wilayah lain ataupun dari negara lain,
sedangkan kearifan lokal akan berfungsi sebagai ciri dari desa tersebut dengan
desa yang lain atau bisa dikatakan sebagai corak alamiah dari suatu desa.
Dalam dua dekade ini, terhitung sejak fase awal perkembangan internet
di Indonesia tahun 1990-an, jumlah pengguna ini terjadi beriringan pula
dengan ekspansi kelas menengah, pertumbuhan ekonomi negara, dan proses
demokratisasi. Namun, peningkatan ini tidak dibarengi dengan pemerataan
pengguna internet di Indonesia secara geografis. Menurut riset Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), dan didukung banyak sumber
lainnya menyatakan bahwa penggunaan internet terbesar di Indonesia
didominasi di wilayah Barat, yaitu khususnya di pulau Jawa. (Marius and Sapto
2015, v) Hal ini mengakibatkan sebaran akses infomasi dan komunikasi tidak
bisa merata atau dirasa sangat lambat untuk bisa terjangkau di wilayah-
wilayah pinggiran seperti wilayah timur Indonesia.

Di masa sekarang ini, kebanyakan masyarakat Indonesia tidak lagi dapat


melepaskan diri dari kegiatan komunikasi berbasis internet. Sejak pemerintah
Indonesia mengembangkan infrastruktur internet pada tahun 1980-an, jumlah
pengguna internet terus meningkat, hingga tahun 2013 terdapat 71.19 juta
pengguna internet di Indonesia. Dengan jumlah tersebut, penetrasi internet di
Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 28%, walaupun angkat penetrasi terus
mengalami peningkatan, namun pengguna internet di Indonesia tidak merata
secara geografis. Pengguna internet di Indonesia paling banyak ada di
Indonesia bagian Barat, yakni di pulau Jawa (terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya), Bali dan Sumatera. Menurut hasil survey APJII
mayoritas pengguna internet di Indonesia hidup di wilayah barat Indonesia,
khususnya pulau Jawa. (Marius and Sapto 2015, 2) ketimpangan digital ini
selanjutnya menjadi penentu utama pemerintah dalam melaksanakan
pemerataan pembangunan di Indonesia yang semula hanya bisa dinikmati oleh
wilayah-wilayah pusat pemerintahan.
1.2 Permusan Masalah

Gambaran ketimpangan digital diatas juga merefleksikan


ketidakmerataan kesejahteraan warga negara di Indonesia secara keseluruhan
baik di wilayah pusat pemerintahan maupun di wilayah pinggiran (rural).
Upaya pemerataan akses internet sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
melalui program Pita Lebar 2014-2019. Perhatian perlu ditujukan pula pada
pengetahuan bahwa pembangunan infrastruktur internet bukan hanya
menyangkut hak atas akses informasi, tapi juga berkaitan erat dengan
pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan pemberdayaan
komunitas tertinggal. Perencanaan program pembangunan ataupun
pengembangan bisnis yang tepat sasaran perlu didukung oleh data empirik.
(Marius and Sapto 2015, v) Dengan melihat latar belakang diatas maka sangat
menarik sekali jika kita menelaah lebih jauh bagaimana pengaruh kesenjangan
digital di Indonesia terhadap perubahan paradigma pembangunan di wilayah
pinggiran /pedesaan (rural development)?.

1.3 Tujuan

Dilakukannya perubahan paradigma pembangunan pedesaan yang


menggabungkan antara kemajuan teknologi infomasi dan komunikasi dengan
kearifan lokal di mana keduanya akan saling menguatkan satu sama lain, untuk
menghindari ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan
pedesaan. Teknologi informasi dan komunikasi akan membuka akses
pengetahuan dan kerjasama baik dengan wilayah lain ataupun dari negara lain,
sedangkan kearifan lokal akan berfungsi sebagai ciri dari desa tersebut dengan
desa yang lain atau bisa dikatakan sebagai corak alamiah dari suatu desa.
1.4 Manfaat

Mengetahui kesenjangan teknologi informasi yang ada di Indonesia dan


juga mengetahui kebijakan apa yang harus dilakukan pemerintah untuk
menyikapi hal ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Masuknya Era Globalisasi

Globalisasi merupakan isu penting yang muncul dalam beberapa dekade


yang lalu, dimana era ini ditandai dengan semakin majunya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi sendiri merupakan konsep
yang berkaitan dengan internasionalisasi, universalisasi, liberalisasi, dan
westernisasi. Selain itu, globalisasi menyebabkan terjadinya kompleksitas isu
dan nilai yang menyebar dan menjadi universal (Battersby and Siracusa 2009,
59) Di dalam tiga kelompok besar globalisasi, kelompok hiperglobalis
mendefiniskan globalisasi sebagai sejarah baru kehidupan manusia dimana
negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi dan mulai berubah menjadi
menjadi unit-unit bisnis dalam sebuah ekonomi global. (Winarno 2007, 11)
Dengan berubahnya negara tradisional menjadi unit-unit bisnis ini, maka
perubahan arah kebijakan yang diambil sebuah negara akan lebih banyak
kepada efisiensi dan orientasi ekonomi.

Pada sisi lain, globalisasi adalah sebuah fenomena yang melibatkan


prosesproses sosial integrasi ekonomi, budaya, kebijakan-kebijakan negara,
dan pergerakan politik di seluruh dunia. Menurut Appadurai (2006), globalisasi
merujuk pada keseluruhan proses-proses sosial yang melibatkan perpindahan
orang, komoditas (barang), kapital, pengetahuan, pemikiran, informasi, dari
satu negara ke negara lain. Kajian mengenai global village tidak dapat
dipisahkan dari globalisasi. Konsep global village dalam terminologi studi
globalisasi seringkali disebut sebagai globality. Globalisasi tidak hanya terbatas
melalui media tetapi prosesproses politik dan ekonomi, serta berkaitan dengan
relasi dominasi dan hegemoni. Sementara globality atau global village merujuk
pada fenomena global saling ketergantungan yang merupakan hasil dari proses
globalisasi. (Appadurai 2006) Global village merupakan bentukan dari
globalisasi dan akibat yang ditimbulkan dari apa yang dilakukan manusia di era
globalisasi ini yaitu manusia yang lebih condong berorientasi dengan
kehidupan digital. Orientasi inilah yang selanjutnya yang mendorong
terbentuknya komunitaskomunitas digital (yang tidak bertatap muka secara
langsung) dan disebut juga dengan global village.

Konsep globalisasi telah menghasilkan apa yang McLuhan prediksi


tentang global village yang unsur-unsur pembentuknya saling berhubungan
namun demikian, anggota-anggota dari desa besar ini tidaklah bersifat
terhubungkan (connected) secara homogen. (Walkosz, Jolls and Sund 2008)
Lingkungan media global mengijinkan audiensnya berbagi beberapa hal yang
sama seperti program-program TV, keinginan terhadap produk yang sama, dan
hal-hal yang diiklankan oleh media. Konglomerasi media global yang bersifat
komersial ini menyediakan akses terhadap program tv, film, video, daln lain-
lain sehingga dikhawatirkan memunculkan imperialisme budaya dan
menghasilkan kultur dominan. Generasi muda cenderung lebih percaya dan
tergantung pada platform media daripada bimbingan orang tua mereka. Proses
globaliasi dan lokalisasi menghasilkan output yang unik di daerah-daerah
tertentu seperti telah disebutkan di muka menjadi relevan dalam hal ini.
Globalisasi adalah sebuah proses dimana korporasi-korporasi global
memproduksi dan memasarkan produknya dalam lingkungan tertentu di
tingkat local untuk memenuhi variasi permintaan konsumen. Konsep ini juga
merupakan kerangka untuk menganalisis cara-cara dimana aktor aktor sosial
mengkonstruksi makna, identitas, dan bentuk bentuk kelembagaan di dalam
konteks sosiologis globalisasi. (Pamungkas 2015, 256) Secara tidak langsung,
pola-pola perilaku yang ditimbulkan dari efek munculnya globalisasi telah
merubah pola perilaku masyarakat yang semakin mengesampingkan norma-
normal social dan berubah arah menjadi norma-norma digital.

2.2 Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki manfaat


dan efek yang mempengaruhi cara kerjanya komunikasi dan tekonologi itu
sendiri. Teknologi informasi dan komunikasi terutama komputer telah banyak
dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan misalnya di bidang pendidikan,
industri, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Sekarang kita akan
membahas tentang dampak yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi, tentu saja dampak yang diakibatkan oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memiliki dampak positif
dan dampak negatif. Seperti yang kita ketahui perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi pada jaman sekarang sangatlah pesat, seperti yang
kita ketahui di kota dengan mudah orang-orang dapat mengakses internet atau
informasi di mana saja dan kapan saja tanpa ada batas usia dari yang muda
hingga yang tua, berbeda dengan orangorang yang tinggalnya di pedesaan,
orangorang yang ditinggal di perdesaan sangat susah untuk dapat mengakses
internet atau sebuah informasi, jika mereka ingin mengakses atau
mendapatkan sebuah informasi mereka harus keluar dari desa mereka seperti
ke kota maka terjadilah kesenjangan sosial antara yang dikota dengan yang
didesa. (Mareta 2014)
bulkan dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi adalah
selain mudah untuk mengakses informasi yang kita butuhkan, kita dapat
dengan mudah mencari lowongan pekerjaan, karena pada jaman sekarang
banyak sekali perusahaan yang memasang iklan lowongan pekerjaan di web
dan dapat diakses oleh semua orang tanpa batasan, pada jaman sekarang
orangorang dapat bekerja dirumah saja tanpa harus pergi ke kantor karena
mereka dapat bekerja secara online yang biasanya disebut dengan freelance
online dan bagi para mereka pengusaha rumahan, mereka dapat menawarkan
atau menjual produk atau barang mereka secara online dan para pembeli
dapat memesan dan membelinya secara online. Dampak positif terhadap
bidang komunikasi adalah semua orang dapat berkomunikasi dengan lancar
dan cepat tanpa terhalang oleh waktu dan jarak jauh, yang pada jaman dulu
sangat menganggu seseorang jika ingin berkomunikasi dengan orang lain dan
penyebaran informasi dengan mudah dan kita juga dapat dengan mudah
mengirimkan informasi atau bertukar informasi, kita juga bisa mendapatkan
banyak teman akibat pekembangan eknologi komunikasi dan informasi, bias
melalui jejaringan sosial atau media sosial. (Mareta 2014)

Selain itu, juga terdapat dampak negatif perkembangan teknologi


informasi dan komunikasi terhadap budaya diamana dengan mudah budaya
asing masuk ke dalam suatu negara, misalnya budaya barat dan budaya korea
yang masuk ke indonesia, akibatnya masyarakat Indonesia lebih senang
dengan budaya barat atau korea itu sendiri dan mulai meninggalkan budaya
asli mereka atau budaya asli indonesia. Dampak negatif terhadap manusianya
sendiri adalah orang-orang pada jaman sekarang lebih banyak sibuk dengan
handphonenya masing-masing sehingga menjadi makhluk individual bukan
makhluk sosial, lebih senang sibuk sendiri daripada berkumpul dengan
temantemannya, karena perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
yang pesat manusia menjadi malas karena hamper semua kegiatan pada jaman
sekarang bias dilakukan di rumah. Dan jika ingin membicarakan sesuatu bisa
melalui jejaring sosial tanpa harus bertemu tatap muka dengan orang yang
akan kita ajak berbicara. Dan bisa juga membuat seseorang tidak berpikir
kreatif karena mereka bisa mencontek ide seseorang dengan mudah.

2.3 Kesenjagan Digital di Indonesia

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan


jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 88 juta orang hingga
akhir tahun 2014. Berdasarkan populasi ini, jumlah pengguna Internet
terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat sebanyak 16.4 juta, diikuti oleh Jawa
Timur 12.1 juta pengguna dan Jawa Tengah 10.7 juta pengguna. (Marius and
Sapto 2015, 20) Selain itu, Pengguna internet jika dibedakan setiap pulau maka
pulau Jawa memiliki nilai tertinggi penduduk pengguna internet di Indonesia
sedangkan penduduk dengan pengguna internet terendah berada di pulau
Kalimantan Setelah itu pulau Maluku dan Irian Jaya.

2.4 Dampak Ketimpangan Digital Pada Rural Development

Dengan kesenjangan digital yang terjadi antara wilayah perkotaan dan


wilayah pinggiran maka semakin menambah jarak (GAP) kemajuan
pembangunan antara wilayah kota dan wilayah pinggiran karena internet atau
dunia digital merupakan pintu utama dalam rangka mempercepat laju
pembangunan suatu daerah. Kalau kita melihat lebh jauh permasalahan yang
dihadapi oleh wilayah pedesaan (rural) adalah masih banyaknya perangkat
desa atau penduduk desa yang memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang
rendah, dan ini bertolak belakang dengan prasyarat diterimanya
perkembangan teknologi informasi yang mensyaratkan majunya SDM sebagai
kunci utamanya.
Selama ini, tampak perjalanan pembangunan daerah masih didominasi
oleh strategi yang menempatkan pembangunan masyarakat desa pada posisi
setelah pembangunan Kota (kelurahan). Padahal sebagian besar penduduk
Indonesia bermukim di daerah pedesaan yang pada umumnya taraf hidup
mereka masih rendah. (Mulyadi 2009, 1) Prioritas pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah ini yang selanjutnya menjadikan desa pinggiran
semakinterpinggirkan dengan rusaknya akses jalan atau informasi menuju desa
tersebut atau minimnya sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah di
desa pinggiran. Dominasi pembangunan wilayah perkotaan inilah telah
menciptakan kesenjangan antara wilayah kota dan wilayah desa.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Masuknya era globalisasi ditandai dengan keterbukaan akses informasi


dan transfer teknologi dari negara maju kepada negara sedang berkembang
seperti Indonesia. Tidak selamanya globalisasi membawa dampak yang baik
bagi negara Indonesia karena luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari
gugusan pulau yang menyebabkan tidak terjadinya pemerataan baik terhadap
akses informasi maupun dalam pembangunan. Pemerataan akses teknologi
informasi dan komunikasi ini selanjutnya berperan penting dalam mendorong
perkembangan pembangunan di suatu negara. Kesenjangan digital yang terjadi
di Indonesia dipicu dari luasnya wilayah negara ini serta struktur negara
Indonesia yang terbentuk dari gugusangugusan pulau-pulau. Kondisi geografis
negara Indonesia ini pulau pusat pemerintahan dengan pulau-pulau pinggiran.
Selain kesenjangan digital yang terjadi antar pulau, kesenjangan digital di
Indonesia ini nyatanya juga terjadi antara wilayah perkotaan dan wilayah
pedesaan (pinggiran). Kesenjangan digital antara wilayah kota dan wilayah
pedesaan ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya ketimpangan yang tinggi
antara pembangunan perkotaan dan pembangunan pedesaan.

Saran

Untuk memeratakan pembangunan di Indonesia, sebaiknya pemeritah


segera menyiapkan langkah strategis yang berkaitan dengan pemerataan
teknologi informasi dan komunikasi. Kalau kita lihat sekarang perluasan
jaringan teknologi informasi dan komunikasi masih mengandalkan BTS (tower)
pemancar sebagai perluasan jaringan, mungkin kedepan pemerintah harus
membuka langkah baru dengan memberikan akses informasi komunikasi
langsung melalui satelit untuk daerah-daerah terpencil. Dengan demikian,
harapan kedepan adalah tidak terjadi lagi kesenjangan digital di Indonesia
sehingga pembangunan akan lebih merata baik di pulau pusat pemerintahan
atau pulau terpencil atau antara kota dan pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/123364-ID-none.pdf

PENGARUH KESENJANGAN DIGITAL TERHADAP PEMBANGUNAN PEDESAAN (RURAL


DEVELOPMENT) EFFECT OF DIGITAL DIVIDE ON RURAL DEVELOPMENT ( RURAL DEVELOPMENT )
Robby Darwis Nasution Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Ponorogo darwisnasution69@gmail.com (Diterima: 30 April 2016; Direvisi: 10 Juni 2016; Disetujui
terbit: 27 Juni 2016)

Anda mungkin juga menyukai