SITA JAMINAN
A. Pengertian
Penyitaan berasal dari terminologi beslag yang berasal dari Belanda dan istilah
Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di
dalamnya ialah :
a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan
penjagaan (to take into custody the property of a defendant).
b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)berdasarkan
perintah pengadilan atau hakim.
c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan,
tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alatpembayaran atas pelunasan
utang debitor atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang
yang disita tersebut.
d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses
pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang
menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.1
Ketentuan Sita Jaminan terdapat pada pasal 227 HIR (RIB-S.1941 No. 44).
Pada ayat (1) pasal 227 tersebut, dinyatakan bahwa: Jika terdapat persangkaan yang
beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya, atau
selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan
atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan
menjauhkan barang barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk
menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan
akan menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan
dan menguatkan gugatannya.
Ada banyak jenis sita, namun secara umum dikenal dua jenis:
a. Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)
Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir sendiri berasal
dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag menyimpan hak seseorang.
Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang tertentu yang nantinya dapat
dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.
1 Merriam Webster’s Dictionary of Law, Merriam Webster Springfield, Massachusetts, 1996, hal. 451
Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari dari
ketentuannya adalah sebagai berikut :
1) Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya;
2) Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita, artinya
bukan milik penggugat;
3) Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara
yang bersangkutan;
4) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
5) Sita conservatori dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang
bergerak dan tidak bergerak.2
Sehubungan dengan ketentuan pasal 227 ayat (1) HIR, Mahkamah Agung dalam salah
satu putusannya menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan bukan atas alasan-
alasan yang disyaratkan dalam pasal dimaksud adalah tidak dibenarkan.
b. Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri
Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda
penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain (termohon/tergugat). Sita
jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin
suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
sita revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBG) dan sita marital (Pasal 823-823j
Rv).Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata sita revindicatoir mengandung pengertian
menyita untuk mendapatkan kembali (barang yang memang miliknya).
2 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek ,
(Bandung : CV.Mandar Maju, 2002), hal. 100
jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan. Di Indonesia, instrumen ini dipakai dalam
permohonan penetapan sementara.3
Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan
sitarevindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada dugaan
yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau melarikan barang yang
bersangkutan selama proses persidangan.
Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg, elemen
dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian sita tersebut.
Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak akan diberikan. Syarat ini
dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara
sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan sia-sia yang tidak mengenai sasaran
(vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan
tersebut.
Permohonan agar dilakukan sita jaminan, baik itu sita conservatoir atau sita
revindicatoir, harus dimusyawarahkan Majelis Hakim dengan seksama, apabila permohonan
tersebut cukup beralasan dan dapat dikabulkan maka Ketua Majelis membuat penetapan sita
jaminan. Sita jaminan dilakukan oleh Panitera / Jurusita yang bersangkutan dengan disertai dua
orang pegawai Pengadilan Negeri sebagai saksi.
Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita
revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat
yang dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak
tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) HIR/Pasal 261 ayat (2) RBg.).
Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara
penyitaan harus didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan Pasal 199
HIR atau pasal 261 jo pasal 213 dan Pasal 214.
Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar / bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan
di Badan Pertanahan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar / belum
bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Tindakan tersita yang bertentangan
dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.
3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 1998), hal. 178
Barang yang disita ini, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita
revindicatoir, harus tetap dipegang / dikuasai oleh tersita. Barang yang disita tidak dapat
dititipkan kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk di simpan di
gedung Pengadilan Negeri.
Apabila telah dilakukan sita jarninan dan kemudian tercapai perdamaian antara kedua
belah pihak yang berperkara, maka sita jaminan harus diangkat.
1. Dalam sita ini harus ada sangkaan yang beralasan bahwa tergugat sedang berupaya
mengalihkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat.
2. Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat.
3. Apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama bahwa tanah tersebut
adalah milik tergugat, luas serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas (Perhatikan
SEMA No. 2 Tahun 1962, tertanggal 25 April 1962). Untuk menghindari kesalahan penyataan
diwajibkan membawa serta Kepala Desa untuk melihat keadaan tanah, batas serta luas tanah
yang akan disita).
4. Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah
yang bersertifikat harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional setempat dan alas tanah yang
belum bersertifikat harus diberitahukan kepada Kantor Pertanahan Kota/ Kabupaten.
5. Penyitaan harus dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat
catatan mengenai tanah-¬tanah yang disita, kapan disita dan perkembangannya dan buku
tersebut adalah terbuka untuk umum.
6. Sejak tanggal pendaftaran sita, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau
menjaminkan tanah yang disita. Semua tindakan tersita yang dilakukan bertentangan dengan
larangan itu adalah batal demi hukum.
7. Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak
dialihkan kepada orang lain.
8. Penyitaan dilakukan lebih dahulu atas barang bergerak yang cukup untuk menjamin
dipenuhinya gugatan penggugat, apabila barang bergerak milik tergugat tidak cukup, maka
tanah-tanah dan rumah milik tergugat dapat disita.
9. Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar
putusannya, dan apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus
diperintahkan untuk diangkat.
10. Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang. Pasal 50 Undang-
undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan Pihak manapun dilarang
melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/ daerah, baik yang berada pada instansi Pemerintah
maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/ daerah.
c. barang bergerak milik negara/ daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun
pihak ketiga;
d. barang bergerak dan hal kebendaan lainnya milik negara/ daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dilunasi negara/ daerah yang diperlukan untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
11. Hakim tidak melakukan Sita jaminan atas saham.
12. Pemblokiran atas saham dilakukan oleh Bapepam atas permintaan Ketua Pengadilan Tinggi
dalam hal ada hubungan dengan perkara.4
4 Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007,
Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 80-82.
RV masih mengenal beberapa sita conservatoir lainnya yaitu :
a. Sita conservatoir terhadap Kreditor
Ada kemungkinannya bahwa Debitor mempunyai piutang kepada Kreditor. Jadi
ada hubungan utang piutang timbal balik antara Kreditor dan Debitor. Dalam hubungan
hutang timbal balik antara Debitor dan Kreditor ini, dimana Kreditor sekaligus juga
Debitor dan Debitor sekaligus juga Kreditor, tidak jarang terjadi bahwa prestasinya tidak
dapat dikompesasi, misalnya apabila tuntutan piutang Kreditor sudah dapat ditagih dari
Debitor, sedang piutang Debitor belum dapat ditagih dari Kreditor atau apabila Kreditor
mempunyai tagihan dalam bentuk uang sedangkan Debitor tagihannya berupa barang.
Dalam hal ini maka Kreditor yang mengajukan gugatan dapat mengajukan permohonan
sita conservatoir terhadap dirinya sendiri. Pada hakikatnya sita conservatoir ini tidak
lain adalah sita conservatoir atas barang-barang yang ada di tangan pihak ketiga, hanya
dalam hal ini pihak ketiga itu adalah Kreditor itu sendiri.
b. Sita gadai
Sita gadai ini sebagai sita conservatoir hanya dapat diajukan berdasarkan
tuntutan yang disebut dalam pasal 1139 sub 2 KUHPerdata dan dijalankan atas barang-
barang yang disebut dalam pasal 1140 KUHPerdata.
c. Sita conservatoir atas barang-barang Debitor yang tidak mempunyai tempat tinggal yang
dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia
Rasio dari sita conservatoir ini ialah untuk melindungi penduduk Indonesia
terhadap orang-orang asing bukan penduduk Indonesia, maka oleh karena itu berlaku
juga dengan sendirinya bagi acara perdata di Pengadilan Negeri.
d. Sita conservatoir atas pesawat terbang
Pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik Debitor menjadi
tanggungan untuk segala perikatan yang bersifat perorangan, dan semua hak-hak atas
harta kekayaan dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan, sehingga dengan demikian
dapat disita. Akan tetapi tentang hal ini ada pengecualiannya. Ada bagian-bagian dari
harta kekayaaan yang tidak dapat disita dan ada yang dibebaskan dari penyitaan. Yang
tidak dapat disita terutama adalah hak-hak perorangan. Hak untuk mendapat ganti
kerugian dalam hubungan perburuhanpun tidak boleh disita untuk menjalankan putusan
hakim.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
berbunyi “ Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :
a. Uang atau surat berharga milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah
maupun pada pihak ketiga
b. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Negara/Daerah
c. Barang bergerak milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada
pihak ketiga
d. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik Negara/Daerah yang diperlukan untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
a. Jenis barang-barang bergerak yang dapat disita eksekusi :
Pasal 197 ayat (8) HIR atau pasal 211 R.Bg :
Uang tunai ;
Surat-surat berharga ;
Barang yang berada di tangan pihak ketiga ;
Pada pokoknya segala barang yang berwujud atau tidak berwujud.
Demikian pula barang yang bergerak miilik tergugat yang berada di
tangan pihak ketigadapat diletakkan sita eksekusi yang disebut sita
atas pihak ketiga ;
b. Yang dilarang disita eksekusi :
Pasal 197 ayat (8) HIR/211 R.Bg :
Hewan ;
Perkakas ; alat (sarana) menjalankan mata pencaharian ;
D. Permohonan Sita Jaminan
Langkah – langkah yang dilakukan Majelis Hakim terhadap permohonan sita jaminan
setelah adanya penunjukan majelis hakim oleh Ketua Pengadilan adalah sebagai berikut :
Ketua Majelis membuat penetapan tentang permohonan sita jaminan dan hari persidangan
perkara tersebut, dengan empat macam kemungkinan :
permohonan sita jaminan .Menetapkan hari sidang perkara tersebut dan menangguhkan
Hal-hal yang penting diperhat ikan oleh para hakim dalam penanganan sita jaminan
antara lain : SEMA RI No. 5 Tahun 1975 Tanggal 09 Desember 1975, yaitu :
Perhatikan ketentuan pasal 198 dan 199 HIR/213 dan 214 RBg.
Setelah memperoleh perintah dari Ketua Majelis agar meletakkan sita terhadap objek
yang dimohonkan diletakkan sita jaminan . Jurusita atau wakilnya yang sah , perlu melakukan
langkah-langkah persiapan ant ara lain sebagai berikut :
Mencek pada kasir/jurnal keuangan perkara, apakah panjar biaya perkara telah
mencukupi untuk kepentingan/keperluan proses perkara tersebut, jika belum cukup maka sesuai
dengan prosedur kepada Penggugat diminta agar menambah panjar biaya perkara, adapun
rincian biaya pelaksanaan sita jaminan meliputi hal-hal sebagai berikut:
– PNBP;
– Biaya Materai;
– Biaya Transportasi
– Upah Saksi
– Biaya Pengamanan
Proses pelaksanaan sita jaminan harus dilakukan di lokasi objek yang disita (tidak boleh
hanya dilakukan di Kantor Kelurahan atau Pengadilan saja).
Tata cara Pengajuan Sita Jaminan
Pasal 197 ayat (5) dan ayat (9) HIR. Cara untuk mendapatkan
kepastian status pemilikan dicari melalui pendekatan :
Mendatangi kepala desa dan kantor pertanahan untuk meneliti surat-
surat-surat yang berkenaan dengan barang yang hendak disita ;
Menanyakan orang yang bersebelahan dengan letak barang ;
berita acara sita eksekusi ;
Kedua orang saksi ikut menanda tangani asli dan salinan berita
acara sita ksekusi ;
Syarat penunjukan saksi :
Pasal 197 ayat (7) HIR/210 ayat (1) R.Bg ;
Telah mencapai usia 21 tahun ;
Berstatus penduduk Indonesia ;
Memiliki sifat jujur atau dapat dipercaya ;
Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan dua orang saksi
sebagai pembantu yang dianggap memahami seluk beluk
hukum, pengambilan kedua orang saksi selalu dari kalangan
pegawai Pengadilan Agama yang bersangkutan ;
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus,
Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, diakses pada tanggal 17
November 2019
Sutantio Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002, Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Praktek ,Bandung : CV.Mandar Maju.