Tugas Kelompok
Stase Praktik Keperawatan Jiwa
Disusun oleh:
NI MADE DWI SRI GANITRI 19/451304/KU/21821
NURUL DYAH KUSUMAWATI 19/451310/KU/21827
PRADANA MARDANINGSIH 19/451312/KU/21829
SEVIA RANI IRIANTI 19/451317/KU/21834
SYOFFAWATI DEWI 19/451323/KU/21840
YULFATIN HIDAYAH 19/451328/KU/21845
A. PENDAHULUAN
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam mewujudkan
kesehatan fisik. Kesehatan yang baik memungkinan orang untuk menyadari potensi mereka,
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dan bekerja secara produktif. Sehingga gangguan
kesehatan mental tidak bisa diabaikan karena jumlahnya masih cukup mengkhawatirkan.
Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia.
Diperkirakan satu dari empat orang akan menderita gangguan mental selama masa hidupnya
(WHO, 2013).
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang
terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi
global menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita
depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab
terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang
tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017). Gangguan jiwa
dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang
menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling
dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di
penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan
Skizofrenia adalah salah satu jenis psikotik yang menunjukan gelaja halusinasi dan
waham (Townsend, 2011). Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala salah satunya adalah
halusinasi akibat cemas berkepanjangan yang tidak mampu dihadapi pasien menggunakan
mekanisme koping dalam diri pasien. Pendapat lain menyebutkan bahwa halusinasi yang
terjadi pada pasien skizofrenia halusinasi gangguan alam perasaan yang tidak menentu, isi
kebesaran atau kejaran, sering bertengkar atau berdebat, dan perilaku cemas yang tidak
menentu dan kemarahan (Hawari, 2014). Penyebab gangguan jiwa salah satunya adalah
adanya tekanan yang berat dalam peristiwa hidup. Stres berasal dari lingkungan atau biologi
Menurut Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik Indonesia
depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah gangguan
jiwa berat atau psikosis skizofrenia tahun 2013 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki
gangguan jiwa terbesar pertama antara lain adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27%),
kemudian urutan kedua Aceh (0,27%), urutan ketiga sulawesi selatan (0,26%), Bali
menempati posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah menempati urutan kelima (0,23%) dari
Berdasarkan data kejadian pasien dengan skizofrenia tersebut maka perlu adanya
intervensi efektif untuk mengurangi tingkat gejala gangguan akibat skizofrenia. Salah satunya
dengan terapi musik. Terapi kreatif seperti terapi musik dapat menjadi alternatif yang
memberikan dampak positif terhadap penderita penyakit mental. Berbagai penelitian juga
telah menyatakan bahwa gangguan skizofrenia dapat ditangani dengan menggunakan terapi
musik (Mohammadi, et al., 2012). Beberapa di antaranya adalah penelitian dari Mohammadi
(et al., 2012) dan Talwar (et al., 2006) yang mengungkapkan bahwa terapi musik dinilai
merupakan salah satu intervensi psikososial yang dapat digunakan untuk menurunkan gejala
skizofrenia serta meningkatkan interaksi sosial serta fungsi neuropsikologis (dalam Kwon,
Gang, & Oh, 2013). Terapi musik dapat mempengaruhi respon fisiologis, aktivitas sistem
syaraf, sistem endokrin, dan sistem kardiovaskular. Terapi musik akhirnya akan menstabilkan
mental dan fisik, meningkatkan emosi, fungsi kognitif, dan perilaku positif (dalam Kwon,
Gang, & Oh, 2013). Hal ini juga menjelaskan mengapa individu dengan skizofrenia
cenderung melihat musik sebagai sesuatu yang menarik dan menenangkan (Kent, 2006).
Maka dalam analisis jurnal dari penelitian yang sudah ada kami ingin mengetahui
bagaimana pengaruh terapi musik terhadap mengurangi gejala yang muncul pada individu
dengan skizofrenia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah intervensi yang efektif untuk menurun gejala pada pasien skizofrenia?
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah
dan phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ketidakserasian antara afek, kognitif, dan
perilaku. Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada
proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi
terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor
yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizzar (FKUI, 2013).
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir,
dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal
yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme (Elvira, 2013).
mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi emosional dan tingkah laku dan
dapat mempengaruhi fungsi normal kognitif (Depkes RI, 2015). Gangguan jiwa
skizofrenia sifatnya adalah gangguan yang lebih kronis serta melemahkan jika
gangguan mental kronis yang ditandai dengan sering kambuh dengan jangka waktu lama.
menyebabkan paling sering kambuh dan diperkirakan sekitar 50% yang tidak mematuhi
selama minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya 1 bulan gejala fase aktif. Sementara
itu gangguan skizofrenia dikarakteristikan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi),
gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan afek), dan
B. Tanda Gejala
Gejala-gejala pada skizofrenia dapat dijelaskan seperti di bawah ini: (DSM-5, 2013)
a. Waham
nyata. Waham ini mencakup berbagai macam jenis (contoh kejar, rujukan, somatik,
b. Halusinasi
stimulus eksternal. Terasa nyata dan jelas, dengan kekuatan dan dampak dari persepsi
normal, dan tidak di bawah kontrol sukarela. Halusinasi mungkin terjadi dalam
sensori, tapi halusinasi pendengaran adalah yang paling umum pada skizofrenia dan
familiar atau asing, yang dirasakan berbeda dari pikiran masing-masing individu.
Halusinasi harus terjadi dalam konteks sensorium yang jelas; yang terjadi saat akan
pembicaraan seseorang. seseorang dapat beralih dari satu topik ke topik lainnya
(diluar jalur pembicaraan atau asosiasi longgar). Jawaban atas pertanyaan mungkin
terkait namun berputar-putar atau sama sekali tidak terkait (tangensial). Jarang,
ucapan mungkin sangat tidak terorganisir sehingga hampir tidak bisa dipahami dan
salad"). Karena ucapan yang agak tidak teratur itu biasa dan tidak spesifik, gejalanya
pasti cukup parah untuk secara substansial mengganggu komunikasi yang efektif.
Tingkat keparahan dari kerusakan mungkin sulit untuk dievaluasi jika orang yang
membuat diagnosis berasal dari latar belakang linguistik yang berbeda dari orang
yang diperiksa. Pemikiran atau ucapan yang tidak terorganisir tidak terlalu parah
d. Perilaku yang sangat tidak terorganisir atau perilaku abnormal (termasuk katatonia)
Perilaku motorik yang tidak teratur atau tidak normal dapat terwujud dalam
berbagai cara, mulai dari tingkah laku seperti anak-anak kecil hingga agitasi yang tak
terduga. Masalah dapat dalam segala bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan,
kekakuan, tidak pantas atau sikap yang aneh; kurangnya respon verbal dan motorik
(mutisme dan stupor). Bisa juga termasuk aktivitas motorik tanpa tujuan dan
berlebihan tanpa penyebab yang jelas (katatonik kegembiraan). Gejala lainnya adalah
katatonia secara riwayat dikaitkan dengan skizofrenia, gejala katatonik tidak spesifik
dan bisa terjadi pada gangguan mental lainnya (misalnya gangguan bipolar atau
depresi dengan katatonia) dan dalam kondisi medis (gangguan katatonik akibat
e. Gejala Negatif
Gejala negatif memberikan sebagian besar morbiditas yang terkait dengan skizofrenia
tapi kurang menonjol dalam gangguan psikotik lainnya. Dua gejala negatif sangat
mata, intonasi ucapan, dan gerakan tangan, kepala, dan wajah yang biasanya memberi
Anhedonia adalah menurunnya minat untuk mengalami kegembiraan yang positif atau
degradasi dalam ingatan terhadap kebahagiaan yang pernah dialami. Asosial mengacu
pada kurangnya minat dalam interaksi sosial dan mungkin terkait dengan avolisi, hal
tersebut juga bisa menjadi manifestasi dari keterbatasan kesempatan untuk interaksi
sosial.
C. Patofisiologi
frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian ini, daerah otak
C. Tipe Skizofrenia
a. Skizofrenia paranoid
Ciri utamanya adalah adanya waham kejar dan halusinasi auditorik namun fungsi
kognitif dan afek masih baik. Ditemukan tanda berupa pikiran dipenuhi dengan
b. Skizofrenia hebefrenik
Ciri utamanya adalah pembicaraan yang kacau, tingkah laku kacau dan afek yang
datar atau inappropiate. ditemukan tanda berupa perilaku kaca, kurang memiliki
gangguan kognitif.
c. Skizofrenia katatonik
Ciri utamanya adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi motoric
ekolalia, ekopraksia.
terorganisasi.
e. Depresi pasca skizofrenia
f. Skizofrenia residual
Paling tidak pernah mengalami satu episode skizofrenia sebelumnya dan saat ini
gejala tidak menonjol. Ditemukan tanda berupa minimal mengalami satu episode
skizoprenik, emosi tumpul, menarik diri dari realita, keyakinan aneh, pemikiran
g. Skizofrenia simpleks
h. Skizofrenia lainnya
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ke III (PPDGJ-III), yang merujuk pada
A. Skizofrenia Paranoid
Sebagai tambahan :
mendengung, tertawa
kejar
menonjol
B. Skizofrenia Hebefrenik
bertahan :
b. Afek dangkal, tidak wajar, sering disertai giggling, perasaan puas diri, senyum
waham tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan hilang, sehingga
perilaku hampa tujuan dan tanpa maksud. Preokupasi yang dangkal dan dibuat-
C. Skizofrenia Katatonik
a. Stupor, mutisme
b. Gaduh-gelisah
d. Negativisme
e. Rigiditas
f. Fleksibilitas serea
g. Patuh terhadap perintah, pengulangan kata dan kalimat
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
katatonik
skizofrenia.
E. Depresi Pasca-Skizofrenia
episode depresi, telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
episode depresi. Bila gejala skizofrenia masih menonjol, diagnosis harus tetap
skizofrenia.
F. Skizofrenia Residual
skizofrenia
c. Sudah melampaui 1 tahun gejala sangat berkurang dan telah timbul gejala
depresi kronis atau kondisi lain yang dapat menjelaskan gejala negatif
tersebut
G. Skizofrenia Simpleks
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri secara
sosial
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotik dibandingkan sub tipe skizofrenia
lain.
a. Umur
Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia
b. Jenis kelamin
Proporsi skiofrenia terbanyak adalah laki laki (72%) dengan kemungkinan laki-laki
perempuan. Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang
menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan
hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa
bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress psikologik dan juga
wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma. Sementara prevalensi skizofrenia
c. Pekerjaan
Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar 85,3% sehingga
orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar
menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja akan
lebih mudah menjadi stres yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon stres
memiliki rasa optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki semangat hidup yang
d. Status perkawinan
jiwa skizofrenia dibandingkan yang menikah karena status marital perlu untuk
pertukaran ego ideal dan identifikasi perilaku antara suami dan istri menuju
tercapainya kedamaian. Dan perhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi
e. Konflik keluarga
Konflik keluarga kemungkinan berisiko 1,13 kali untuk mengalami gangguan jiwa
Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk mengalami gangguan jiwa
kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi faktor yang
ekonomi memicu orang menjadi rentan dan terjadi berbagai peristiwa yang
menyebabkan gangguan jiwa. Jadi, penyebab gangguan jiwa bukan sekadar stressor
psikososial melainkan juga stressor ekonomi. Dua stressor ini kait mengait, makin
D. Penatalaksanaan
hasil pengobatan.
antara obat antipsikotik dan pengobatan psikososial daripada hanya obat antipsikotik
saja
(kronis/menahun). Oleh karena itu terapinya memerlukan waktu relatif lama berbulan
psikososial.
a. Psikofarmaka
pada alam pikir, alam perasaan dan perilaku. Obat-obat psikotik dapat
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan ini baru bisa dapatdiberikan apabila pasien skizofrenia sudah
seperti semula.
c. Psikososial
sosial dalam berbagai fungsi rutin kehidupan sehari-hari. Maka terapi ini
d. Terapi Musik
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang
Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah menciptakan
kimia Gamma Amino Butyi Acid (GABA), enkefallin atau beta endorphin
(Djohan, 2005).
Terapi musik dapat diterapkan dengan dua cara, yaitu pasif dan aktif.
terapi musik aktif adalah memainkan alat musik atau bernyanyi (Kwon, Gang,
& Oh, 2013). Terapi musik aktif seperti bernyanyi memiliki dampak positif
memainkan alat musik juga dinilai sebagai aktivitas kompleks yang dapat
melibatkan interaksi sosial dan proses mental (MacDonald & Wilson, 2014).
BAB III
PEMBAHASAN
I. JURNAL 1
Databases
Keyword(s)
Pubmed
Therapy 112697
Keterangan:
- PubMed dengan filter : articel types is Clinical Trial and publication dates is 5 years
A. Identitas Artikel
Judul Artikel : The Effect of Music on Auditory Hallucination and Quality of Life in
Penulis : Sükran Ertekin Pinar RN, PhD & Havva Tel, RN, PhD
1. Pendahuluan
terjadi pada gangguan psikotik, terutama halusinasi pendengaran yang umum terjadi
& Klainin, 2007). Halusinasi pendengaran dialami oleh 60-80% dari semua pasien
perasaan lekas marah pada individu, dan secara negatif mempengaruhi hubungan,
mereka membahayakan diri sendiri dan orang lain, dan memperburuk gaya hidup
(Buffum et al., 2009; Kanungpairn et al., 2007; Tsai & Chen, 2006). Dilaporkan
kecemasan yang tinggi dan 60% dari mereka memiliki gejala depresi yang parah
situasi akut seperti memberikan kerugian pada diri sendiri atau orang lain tetapi juga
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas hidup pasien (Trygstad et al.,
2002).
Kualitas hidup mengacu pada pemenuhan kebutuhan dasar dan harapan sosial
hubungan sosial, komunikasi dengan orang tua dan lingkungan mereka. Oleh karena
itu, pasien yang menjalani rawat inap berulang dan berkepanjangan serta kurangnya
dukungan sosial menyebabkan penurunan kualitas hidup (Acil, Dogan, & Dogan,
2008). Wiersma, Jenner, Nienhuis, dan Willige (2004) menyatakan bahwa pasien
agak rendah serta tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi. Remisi fungsional
kerja dan masyarakat, mengurangi beban sosial dan biaya perawatan kesehatan.
Dalam kelompok pasien ini, remisi fungsional meliputi kontrol gejala, dan perolehan
teknik relaksasi, hiking, dan mendengarkan musik dengan terapi obat dikatakan
efektif (Buccheri et al., 2004; Peng, Koo, & Kuo, 2010; Silverman , 2006; Talwar et
al., 2006; Tsai & Chen, 2006). Salah satu pendekatan psikososial yang digunakan
pada pasien dengan halusinasi pendengaran adalah terapi musik. Terapi musik
bertujuan untuk menciptakan perubahan dalam perilaku dan suasana hati untuk
meningkatkan kualitas hidup dengan mengurangi stres, rasa sakit, kecemasan, dan
isolasi (Ucan & Ovayolu, 2006). Hasil penelitian yang menyelidiki efek musik pada
pasien skizofrenia mengungkapkan, bahwa musik memiliki efek rehabilitasi pada
penderita, dan bahwa gejala halusinasi dan gejala lainnya menurun secara signifikan
(Emas, Heldal, Dahle, & Wigram, 2005; Mossler, Chen, Heldal, & Gold). , 2011;
dan mengekspresikan emosi dan pikiran (Ucan & Ovayolu, 2006). Terapi musik
harga diri (Gencel, 2006). Terapi musik dianggap sebagai jenis rehabilitasi
psikologis pasien (Hayashi et al., 2002; Ulrich, Houtmans, & Gold, 2007).
halusinasi. Maka dari itu, mendengarkan musik dapat berguna untuk menghilangkan
pikiran dan perasaan negatif karena efek relaksasi dari musik (Tsai & Chen, 2006).
Dalam konteks ini, nada suara Rast, digunakan dalam penelitian ini. Nada
suara Rast, salah satu nada suara penting dalam musik Turki, memiliki dampak
signifikan terhadap kesehatan. Nada suara ini mempengaruhi tubuh secara positif,
terutama otak, baik secara fisik dan mental, memiliki efek pada otot, memberikan
Hipotesis penelitian:
H1: Musik memiliki efek positif pada skor halusinasi pendengaran, pasien dengan
H2: Musik memiliki efek positif pada gejala positif pasien dengan skizofrenia pada
H3: Musik memiliki efek positif pada kualitas hidup pasien skizofrenia pada bulan
keenam.
H4: Ada korelasi antara halusinasi pendengaran dan skor WHOQOL-BREF pada
bulan keenam pada pasien yang diobati dengan musik dalam kelompok eksperimen.
2. Metode
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian terkontrol acak dengan pasien yang
dirawat di departemen psikiatri Universitas dan Rumah Sakit Negeri (Sivas / Turki)
antara Januari 2011 dan 2013. Penelitian ini diprakarsai oleh pertemuan dengan
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis skizofrenia pada hari pertama
rawat inap. Pasien yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dibagi
Kriteria inklusi
Pengukuran
BREF).
Formulir informasi
pendengaran.
SAPS dikembangkan oleh Andreasen (1990). Skala enam poin tipe Likert terdiri dari
34 item dan 4 subskala. Subskala terkait dengan halusinasi, delusi, perilaku aneh, dan
gangguan pikiran formal positif. Skor total yang mungkin dari skala berkisar dari 0
hingga 170 poin. Skor yang lebih tinggi menunjukkan bahwa gejalanya tinggi. Studi
reliabilitas dan validitas versi Turki dilakukan oleh Erkoc¸, Arkonac¸, Ataklı, dan
Ozmen (1991).
ahli. Kuesioner terdiri dari tujuh item dan digunakan untuk menilai data terkait
Buffum, Lyttle, & Dowling, 2010; Buccheri, Trygstad, & Dowling, 2007; Buccheri
Dunia. Skala ini terdiri dari 26 pertanyaan, yang terdiri dari lima jenis skala tipe-
Likert. Studi validitas dan reliabilitas skala dilakukan oleh Eser et al. (1999).
WHOQOLBREF terdiri dari area lingkungan fisik, mental, sosial, lingkungan, dan
kondisi dua minggu terakhir. Skor yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang
lebih tinggi.
Genre musik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rast tonality (nada suara
Rast) sesuai dengan rekomendasi dari dua anggota dari Fakultas Seni Rupa,
Departemen Musik dan anggota grup untuk Penelitian dan Promosi Musik Turki.
Setelah pasien dalam kedua kelompok setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
menerima perawatan rutin mereka selama mereka tinggal di rumah sakit. Di sisi lain,
para pasien dalam kelompok eksperimen diminta untuk mendengarkan musik dalam
nada suara Rast yang direkam pada pemutar MP3 selama 15 menit melalui
di rumah sakit. Para pasien dalam kelompok kontrol tidak mendengarkan musik
ketika di rumah sakit. Di sisi lain, pasien pada kelompok eksperimen juga diminta
untuk mendengarkan musik yang sama setiap kali mereka mengalami halusinasi
pendengaran setelah mereka keluar dari rumah sakit. Para pasien di kedua kelompok
pemulangan dan pada follow-up bulan pertama dan ketiga. Pada bulan keenam
Analisis data
Data dianalisis menggunakan SPSS versi 22.0 perangkat lunak (IBM, Chicago, IL).
uji-t sampel berpasangan digunakan, dan ketika asumsi uji parametrik tidak
terpenuhi, uji Friedman digunakan untuk membandingkan nilai yang diukur pada
analisis korelasi Pearson digunakan. Tingkat signifikansi adalah 0,05 untuk semua
Etika
Sebelum penelitian, pasien yang memenuhi kriteria sampel penelitian diberi tahu
tentang tujuan penelitian dan yang setuju untuk berpartisipasi akan memberikan
persetujuan mereka. Persetujuan Komite Etik Universitas (keputusan no: 05/04) dan
3. Hasil
Rentang usia sampel 22-58 tahun dengan mean 37,0 ± 10,65 pada kelompok
eksperimental dan rentang 22-58 tahun dengan mean 32,78 ± 7,90 pada kelompok
kontrol. Sebanyak 85,7% pasien pada kelompok kontrol dan 71,4% pasien pada
rumah sakit, setelah 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan keluar dari rumah sakit (p<0,05). Skor pada
kedua kelompok mengalami penurunan setelah keluar dari rmah sakit, tetapi cenderung
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada skor subskala SAPS cenderung tinggi pada masa
perawatan di rumah sakit, tetapi menurun pada saat pasien keluar dari rumah sakit pada
kedua kelompok.
Tabel 3 menunjukkan bahwa skor domain fisik, mental, sosial, lingkungan pada pasien
kelompok eksperimen setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit cenderung lebih tinggi
dibandingkan pada saat pasien menjalani perawatan di rumah sakit. Meskipun begitu, tidak
terdapat perbedaan skor yang signifikan di antara kelompok kontrol dan kelompok
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor kesioner halusinasi pendengaran pada
pasien kelompok kontrol dan kelompok eksperimen selama perawatan di rumah sakit atau
pada saat 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit (tabel 4).
4. Pembahasan
“tambahan” selama 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit dan ketika hal tersebut terjadi,
disarankan. Musik jenis Rast tonality memberikan rasa damai, nyaman dan menyegarkan
Skor pada pasien kelompok eksperimen yang dilihat dari kuesioner karakteristik
halusinasi dan subskala halusinasi SAPS menurun pada saat perawatan di rumah sakit,
tetapi ketika pasien keluar rumah sakit, skor cenderung tetap dan tidak mengalami
perubahan. Penemuan ini sesuai dengan H1 dan H2. Musik dianggap mempunyai banyak
keuntungan untuk pendengarnya dikarenakan musik dianggap mampu menstimulasi emosi,
mengurangi kecemasan dan ketegangan dan banyak manfaat lainnya. Beberapa literatur
juga menyebutkan bahwa mendengarkan musik mampu memiliki efek untuk pasien dengan
Penelitian menemukan, bahwa dengan mendengarkan musik, pasien akan lebih mampu
untuk menghadapi gejala penyakit dan setelah terapi musik dilakukan, gejala penyakit akan
berkurang. Selain pada halusinasi, terapi dengan mendengarkan musik juga berpengaruh
kepada masalah kesehatan jiwa lainnya seperti gangguan kecemasan dan gangguan mood.
Skor pada kedua kelompok pasien dilihat dari kuesioner halusinasi pendengaran dan
subskala halusinasi SAPS terbilang tinggi pada saat pasien berada di rumah sakit, tetapi
berubah menjadi rendah pada saat keluar dan rumah sakit dan pada saat follow up setelah
keluar RS. Meskipun begitu, 85,7% pasien pada kelompok kontrol yang tidak
skizofrenia biasanya memiliki tingkat keparahan gejala yang tinggi pada saat mereka masuk
untuk dirawat di rumah sakit. Salah satu tanda dan gejalanya adalah halusinasi pendengaran.
Obat antipsikotik generasi baru yang digunakan pada kelompok kontrol dianggap sangat
efektif untuk mengurangi tanda dan gejalan pada penyakit skizofrenia, dibandingkan dengan
obat antipsikotik non konvensional. Hal tersebut yang dianggap menyebabkan skor pada
pasien kelompok kontrol lebih rendah, karena obat antipsikotik generasi baru ini dianggap
lebih efektif. Meskipun skor pada pasien kelompok kontrol rendah, tetapi skor bersifat tetap
pada saat pasien keluar dari rumah sakit. Hal ini dapat diakibatkan karena kepatuhan pasien
terhadap pengobatan. Literatur menyebutkan bahwa mayoritas tanda dan gejala pada pasien
skizofrenia akan berkurang apabila pasien taat dan patuh terhadap pengobatan yang
dijalankan.
Skor pada pasien kelompok eksperimental dilihat dari domain fisik, mental,
lingkungan pada kualitas hidup pasien setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit mencapai
angka yang tinggi dibandingkan pada saat pasien baru keluar dari rumah sakit. Penemuan
ini mendukung adanya H3. Gejala skizofrenia pada umunya akan mengganggu pasien
dalam melakukan pemenuhan perawatan dirinya, fungsi psikososial dan juga mengurangi
kualitas hidup pasien. Hal tersebut dapat diartikan bahwa keberlanjutan dari pengobatan
kualitas hidup pasien. Pada penelitian intervensi musik pada penderita skizofrenia,
menemukan bahwa penderita yang mendengarkan musik yang direkam di studio profesional
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penelitian lain menyatakan bahwa pasien
yang mendengarkan musik folk dan lagu yang sedang populer dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien. Meskipun begitu, ada juga penelitian yang menganggap mendengarkan musik
pendengaran dan skor kualitas hidup saat pasien keluar rumah sakit dan saat 6 bulan setelah
keluar rumah sakit pada pasien kelompok kontrol. Berdasarkan hal ini, dapat diartikan
rumah sakit, berbanding terbalik dengan skor dari domain fisik, mental dan psikososial.
Meskipun begitu, setelah 6 bulan pasien keluar dari rumah sakit, skor halusinasi
pendengaran cenderung meningkat dan skor pada domain kualitas hidup pasien menurun.
Banyak hal yang bisa menyebabkan adanya penurunan pada kualitas hidup pasien
skizofrenia, misalnya adanya keterbatasan, efek samping obat, sering keluar masuk rumah
sakit ataupun ketidakcukupan dukungan sosial. Oleh karena itu, mulai banyak penelitian
tentang pendekatan psikososial pada pasien dengan skizofrenia seperti terapi musik dengan
tujuan agar pasien semakin patuh terhadap perawatan, mencegah admisi berulang,
meningkatkan fungsi sosial dan kualitas hidup pasien. Banyak penelitian yang menemukan
5. Keterbatasan artikel
Hasil dari penelitian ini berhubungan dengan sampel pada penelitian dilakukan,
6. Penutup
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa mendengarkan musik Rast tonality mempunyai
efek positif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Sesuai dengan hasil penelitian,
pasien skizofrenia baiknya diberikan motivasi untuk mendengarkan musik Rast tonality
dengan tujuan agar pasien mampu meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup
lainnya, tentu saja dengan menggunakan sampel yang lebih besar. Selain itu, ada baiknya
terapi musik, seperti penyediaan smartphone, radio atau MP3 player agar dapat digunakan
I : Music Therapy
C:-
O : Depression Level
A. Identitas Jurnal
Tahun : 2016
Penerbit : Elsevier
B. Analisis Artikel
1. Pendahuluan
Skizofrenia adalah kumpulan gejala kronis dimulai pada masa muda dan
Potensi penerapan latihan relaksasi ditingkatkan oleh efisiensi, fleksibilitas, dan biaya
rendah. Latihan juga memiliki efek samping minimal disertai dengan risiko yang lebih
menunjukan bahwa pasien skizofrenia yang terlibat dalam latihan relaksasi tanpa
bantuan music menunjukan penurunan tingkat stress dan kecemasan, penelitian lain
mengungkapkan bahwa latihan relaksasi yang disertai dengan music yang selama 30
tingkat depresi dan kecemasan mereka serta mampu meningkatkan kualitas tidur
pasien.
gangguan mental. dan mengatur kondisi emosional individu. Musik juga ditemukan
untuk mengatur fungsi fisiologis seperti tekanan darah dan ritme pernapasan dan
untuk menyeimbangkan rasio oksigen dan darah di otak. Musik sangat terkait dengan
apa artinya menjadi manusia dan dengan demikian memiliki beberapa efek positif
ketika digunakan dalam terapi (Lafçi, 2009; Paikkat et al., 2012). Secara khusus,
terapi musik kelompok untuk pasien skizofrenia telah ditemukan untuk meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi efek negatif (Hannibal, Pedersen, & Hestbaek, 2012;
Kwon & Gang, 2013; Ulrich et al., 2007). Kwon (Naess & Ruud, 2007) melaporkan
bahwa terapi musik yang diterapkan dua kali seminggu selama 7 minggu mengurangi
gejala psikotik pasien skizofrenia dan menyebabkan perubahan positif dalam interaksi
sosial dan perilaku mereka. Menerapkan terapi musik 30 menit sehari selama sebulan,
Sousa dan Sousa (2010) mempelajari 272 pasien skizofrenia dan menemukan bahwa
Mengamati pasien dengan skizofrenia kronis, jurnal ini menentukan apakah terapi
musik dan latihan relaksasi mempengaruhi gejala psikologis dan tingkat depresi
pasien.
H1 : Terapi musik dan latihan relaksasi efektif dalam mengurangi gejala psikologis
H2 : Terapi musik dan latihan relaksasi efektif dalam mengurangi tingkat depresi
tes dan kelompok kontrol. Populasi penelitian pada jurnal ini terdiri dari pasien
skizofrenia yang terdaftar dan secara teratur mengunjungi Malatya dan Elazığ Pusat
Kelompok sampel pada jurnal terdiri dari pasien dengan skizofrenia yang
ukuran sampel ditemukan memiliki tingkat signifikansi 0,05, ukuran efek 0,7 dan
Komunitas Elazığ, dan kelompok kontrol dipilih dari Pusat Kesehatan Mental
semestinya dari interaksi subjek; pengaruh seperti itu mungkin muncul berdasarkan
untuk komunikasi dan kerja sama, berada di pusat kota Elazığ / Malatya dan berusia
Pasien dirawat pertama kali, mengalami gangguan mental axis 1 dan / atau tambahan
lainnya (kecanduan narkoba atau alkohol) dan pasien dengan sindrom otak organik
Instrument
sosiodemografi pasien.
(1994) dan validitas dan reliabilitas dipelajari oleh Aydemir, Esen Danacı, dan Deveci
(2000). CDSS berisi 9 item yang dirancang untuk mengukur depresi pada pasien
skizofrenia pada tahap akut dan remisi. Wawancara berisi delapan pertanyaan pilihan
ganda dan satu pertanyaan yang dijawab pewawancara di akhir wawancara. Setiap
item dinilai dari 0 hingga 3 (0 tidak ada, 1 sedang, 2 sedang, dan 3 parah). Hasil
menunjukkan bahwa 4-5 poin mengindikasikan depresi ringan dan 6-7 poin
BPRS 16-item asli (Keseluruhan & Gorham, 1962) dan versi modifikasinya
adalah skala psikometrik yang banyak digunakan untuk menilai sekuens gejala klinis
pasien skizofrenia. Skala ini sangat sensitif terhadap perubahan, dan keandalan antar
penilai yang sangat baik dapat dicapai ketika digunakan oleh personel yang terlatih.
Dalam Jurnal, menggunakan BPRS versi Turki yang terdiri dari 18 item. Hanya skala
BPRS yang ditranslasikan ke dalam bahasa Turki dan Yanbasti pertama digunakan di
Turki. Skala validitas dan reliabilitas adalah lintas budaya, tingkat ketersediaan terlalu
rendah (Aydemir, 2014). Skala ini terdiri dari 18 item termasuk keprihatinan somatik,
ketegangan, sikap dan sikap, kebesaran, suasana hati yang tertekan, permusuhan,
kecurigaan, perilaku halusinasi, retardasi motor, tidak kooperatif, konten yang tidak
menggunakan skala 0 hingga 4 poin mulai dari yang tidak terlalu parah. Item-item
dari BPRS kemudian dibagi lagi menjadi lima sub-skala menurut hasil meta-analisis
Proses Edukasi
Pada jurnal ini peneliti memberikan seminar untuk kelompok eksperimen mengenai
aplikasi antara 9:00 dan 9:40 pada kelompok pagi kedua antara 10:00 dan 10:40 dan
kelompok ketiga antara 11:00 dan 11:40. Aplikasi dilakukan sebagai tahap tunggal 40
Penilaian Psikiatri Singkat' dan 'Skala Calgary untuk Depresi dalam Skizofrenia' pada
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam pretest, dan kemudian tidak ada
intervensi yang diterapkan pada kelompok kontrol. . Di sisi lain, latihan relaksasi dan
terapi musik diterapkan pada kelompok eksperimen selama 5 kali seminggu selama 4
minggu. Setelah menyelesaikan aplikasi, 'Skala Evaluasi Psikiatri Singkat' dan 'Skala
Calgary untuk Depresi di Skizofrenia' diterapkan lagi pada kelompok kontrol dan
eksperimen dan kelompok kontrol melanjutkan perawatan medis dan kontrol dokter
mereka.
Aplikasi latihan relaksasi dan terapi musik berlangsung selama 4 minggu. Para
wajah, leher, bahu, punggung, dada, perut, paha, betis, dan kaki. Setelah selesai
latihan relaksasi, pasien berbaring dan mendengarkan musik Acemi Aşiran, Hejaz dan
Rast. Selama 10 hari pertama, pasien mendengarkan Hejaz; para peneliti dalam jurnal
memilih musik ini untuk mempercepat kerja ginjal untuk pengiriman obat. Selama 20
hari terakhir penelitian, pasien mendengarkan musik Acemi Aşiran dan Rast, yang
dimaksudkan untuk mendorong relaksasi. Musik disiapkan oleh Grup untuk Penelitian
dan Promosi Musik Turki (TÜMATA) dan terutama melibatkan air dan air. suara
alam, yang telah terbukti secara positif mempengaruhi kesehatan mental. Terapi
Analisis statistik
Paket perangkat lunak SPSS 18.0 digunakan untuk menilai data. Mengenai
penilaian data, persentase, rata-rata aritmatika, dan standar deviasi digunakan untuk
deskriptif mereka, uji chi-square dan uji t sampel independen digunakan untuk
skor rata-rata sebelum dan sesudah tes skala, uji t sampel independen digunakan
untuk perbandingan skor rata-rata skala antara pasien dalam kelompok kontrol dan
Pertimbangan Etis
Persetujuan dari komite Etika Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Inonu dan izin
hukum dari lembaga tempat penelitian dilakukan untuk melakukan penelitian. Para
pasien yang termasuk dalam penelitian ini diberi tahu tentang tujuan penelitian dan
pertanyaan mereka dijawab. Para pasien diberitahu tentang fakta bahwa informasi
mereka akan dijaga kerahasiaannya dan tidak digunakan di tempat lain, dan mereka
memiliki hak untuk menarik diri dari penelitian kapan saja. Pasien diperoleh bahwa
mereka secara sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hasil
responden berjenis kelamin laki-laki dan 71% dari responden belum menikah. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara variable kontrol (usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan pendapatan) pada kelompok eksperimen dan kontrol (p>0.05)
(gambar1)
Responden pada kelompok kontrol memiliki nilai pretest CDSS dengan nilai
rata-rata 22.05 ± 2.24, sedangkan kelompok eksperimental memiliki nilai pretest CDSS
21.88± 2.04 dengan nilai p=0.068. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata skor pretest CDSS pada kelompok
eksperimen dan kontrol. Hasil posttest CDSS menunjukkan pada kelompok kontrol
memiliki rata-rata 22.43 ± 201, terdapat perbedaan yang signifikan antara perbandingan
nilai pre-test dan post-test pada kelompok kontrol (p= -2.721). Sedangkan nilai post test
pada kelompok eksperimen rata-rata 14.40 ± 289, dan terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil pre-test dan post-test pada skor CDSS di kelompok eksperimen
(p=22.429). Terdapat peningkatan skor CDSS pada kelompok kontrol sebesar 0.37,
sedangkan terjadi penurunan skor pada CDSS pada kelompok eksperimen sebanyak
7.48 .
Responden pada kelompok kontrol memiliki nilai pretest BPRS dengan nilai rata-
rata 52.05 ± 5.79, sedangkan kelompok eksperimental memiliki nilai pretest BPRS
61.91± 5.22 dengan nilai p= 0.220. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara nilairata-rata skor pretest BPRS pada kelompok
eksperimen dan kontrol. Hasil posttest BPRS menunjukkan pada kelompok kontrol
perbandingan nilai pre-test dan post-test pada kelompok kontrol (p= -1.435). Sedangkan
nilai post test pada kelompok eksperimen rata-rata 52.57 ± 5.79, dan terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test pada skor BPRS di kelompok
eksperimen sebanyak 8.34. Terdapat perbedaan yang siginifikan pada penurunan skor
Pembahasan
Pada penelitian ini ditemukan penurunan yang signifikan pada skor pre-test dan post-test
BPRS (p- 1.905), sedangkan tidak terjadi penurunan yang signifikan pada kelompok kontrol.
Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Peng et al (2010) yang
menunjukkan bahwa terdapat penurunan gejala psikotik pada kelompok yang diberi terapi
musik. Souse et.al (2010) juga menemukan bahwa terdapat penurunan gejala positif dan
negatif pada pasien skizofrenia yang telah diberikan terapi music, sedangkan penelitian oleh
Lu and Lo (2013) menunjukkan bahwa terapi music mampu untuk menurunkan gejala
psikotik dan depresi pada pasien skizofrenia. Hannibal et.al (2012) menunjukkan bahwa
terapi music memberikan efek positif dan dapat digunakan sebagai terapi komplementer.
Kemudian penelitian leh Chen and Chu (20090, Knochel and Mehler (2014) mengatakan
bahwa terapi relaksasi efektif dalam menurunkan gejala psiotik pada pasien skizofrenia.
Nilai rata-rata pre-test dan post-test instrument CDSS pada kelompok eksperimen juga
menunjukkan penurunan yang signifikan (p=5.230). Sousa and Sousa (2010) mengatakan
bahwa terapi music dapat menurunkan gejala depresi pada pasien skizofrenia. Penelitian oleh
Mossler, Chen and Heldal (2011) menunjukkan bahwa terapi musi menurunkan gejala
depresi seperti menarik diri, afek datar, dan retardasi motorik pada pasien skizofrenia. Selain
itu, penelitian oleh Moritz and Cladius (2015) menunjukkan bahwa terapi latihan relaksasi
dapat menurunkan gejala depresi, sedangkan penelitian oleh Vadas et.al (2008) menunjukkan
bahwa terapi music dan terapi latihan relaksasi dapat menurunkan gejala depresi.
Kelemahan Penelitian
Kelemahan dari penelitian ini adalah jumlah responden yang digunakan masih sedikit, post-
test dilakukan hanya 1 kali dan tidak dapat mengetahui efek jangka panjang dari terapi.
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN
Implikasi Keperawatan
Implikasi keperawatan yang dapat di ambil dari analisis jurnal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Perawat dapat memberikan intervensi keperawatan dengan menggunakan terapi music
untuk meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien dengan
skizofrenia
2. Perawat dapat mengajarkan terapi musik kepada pasien dengan skizofrenia, sehingga
dapat meningkatkan kondisi kesehatan pasian skizofrenia
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan jurnal maka dapat diambil kesimpulan
pemberian terapi musik pada pasien yang memiliki gejala skizofrenia dapat menurunkan
tingkat depresi pada pasien. Untuk itu kedepan perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan berupa terapi musik ini secara berkala selama pasien dalam perawatan
maupun setelah berada di rumah. Musik yang diberikan berupa musik yang dapat
memberikan ketenangan pada pasien. Selama proses pemberian terapi dan setelahnya
perawat perlu melakukan evaluasi dari terapi yang diberikan apakah terapi mampu
menurunkan tingkat depresi ataukah tidak. Hal itu karena setiap pasien menunjukkan
respon yang berbeda-beda, ada yang berhasil ada juga tidak tergantung tingkat
depresinya. Perawat juga dapat memberikan edukasi pada pasien dan keluarga akan
manfaat musik dalam proses pemulihan pasien untuk menurunkan tingkat gejala
keluarga dalam proses pemulihan pasien sangat penting. Sehingga perawat disini dapat
4.2 Saran
1. Mahasiswa
a. Sumber informasi dan referensi baru terkait terapi aktivitas.
b. Informasi penelitian lebih lanjut, khususnya bagi populasi di Indonesia.
2. Perawat
a. Alternatif terapi aktivitas yang dapat diimplikasikan kepada pasien skizofrenia.
b. Memotivasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien skizofrenia
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, D., Rojas, D., & Arciniegas, D. (2008). Is Schizoaffective disorder a distinct
clinicalcondition? Journal of Neuropsychiatric Disease and Treatment. 1089 – 1109.
Campbell. (2010) . Efek mozart: memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam pikiran,
meningkatkan kreativitas dan menyehatkan tubuh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dadang, Hawari. (2007). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
FKUI. h 97-100
Erlina S, Pramono D, editor. 2010. Determinan terhadap timbulnya Skizofrenia pada Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Hb Saanin Padang Sumatera Barat. Berita Ked
Masy.26(2):71-80.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2013). Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kent, D. (2006). The effect of music on the human body and mind (master’s thesis). Diunduh
dari:http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1162&context=hon
ors
Kwon, M., Gang, M., dan Oh, K. (2013). Effect of the group music therapy on brain wave,
behavior, and cognitve function among patients with chronic schizophrenia. Asian
Nursing Research, 7 (2013), 168-174
Li, Q., Su, Y, A., Liu, Y., Chen, J, X., Tan, Y, L., Yang, F, D., & Si, T, M. (2014).
Pharmacokinetics and tolerability of extended-release quetiapine fumarate in han
chinese patients with schizophrenia. Clin Pharmacokinet, 54, 455-465. doi
10.1007/s40262-013-0127-9
MacDonald, R. A. R. dan Wilson, G. B. (2014). Musical improvisation and health: a review.
Psychology of Well-Being: Theory, Research, and Practice, 4 (20).
Maramis WF. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press;. hlm. 356-60.
Maramis WF. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Dalam Erlina S, Pramono D, editor.
Determinan terhadap timbulnya Skizofrenia pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Hb Saanin Padang Sumatera Barat. Berita Ked Masy.
26(2):71-80.
Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Mohammadi, A. Z., Minhas, L. S., Haidari, M., dan Panah, F. M. (2012). A study of the
effects of music therapy on negative and positive symptoms in schizophrenic patients.
German Journal on Psychiatry, 15 (2), 56-62.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Sadock, B. J. (2015). Mood disorder. In: Greb JA, et al, editors. Kaplan & Sadock’s synopsis
of psychiatry: beha-vioral sciences/clinical psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer Publications.
Smith , M., Wang , L., Cronenwett, W., Mamah , D., & Barch. (2011). Thalamic Morphology
in Schizophrenia and Schizoaffective Disorder. J Psychiatry, 378–385.
Talwar, N., Crawford, M. J., Maratos, A., Nur, U., McDermott, O., dan Procter, S. (2006).
Music therapy for in-patients with schizophrenia. British Journal of Psychiatry, 189,
405-409
Suryani. (2013). Mengenal gejala dan penyebab gangguan jiwa. Seminar Nasional
“Stigma terhadap orang gangguan jiwa”. BEM Psikologi UNJANI. At:
https://www.researchgate.net/publication/273866139
WHO. (2013). Mental Health Action Plan 2013 –2020. Geneva: World Health Organization.
WHO. (2017). Depression and Other Common Mental Disorders. Global Health Estimates.