Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkonstribusi dengan memberikan bantuan baik
materi maupun pikiran.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya. Saya yakin banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 16 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pengertian Gastritis
Gastritis berasal dari kata gaster artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi atau
peradangan. Jadi, Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis
dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan
pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir
lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan
ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita Gastritis kronis selama bertahun-
tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk mengobati keluhan Gastritis tersebut.
Berbagai obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasida maupun
yang lain, namun keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang bekepanjangan dalam
menyembuhkan Gastritis ini dapat menimbulkan gangguan psikologi seseorang yaitu berupa
stress. Stress ini bukan tidak mungkin justru menambah berat Gastritis penderita yang sudah
ada (Hadi S, 1999).
Badan penelitian kesehatan dunia WHO tahun 2012 mengadakan tinjauan terhadap
beberapa Negara di dunia mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di
dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%. Di
dunia, penyakit gastritis terjadi sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Sedangkan di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya
menderita penyakit gastritis (Zhaoshen, 2014).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Lambung
                 Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong,
lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa.
Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005).
Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body atau
corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu:
mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung berhubungan dengan
usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium
pilorik  (Ganong, 2001).
2.    Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,
dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan
enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu
pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh
protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung
serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi
motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus,
dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang
bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun
hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat
tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung, yaitu:
a.    Fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat
memikirkan atau merasakan makanan.
b.    Fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam
lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam
lambung.
c.    Fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus.
Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan
makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut
memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol
(Ganong, 2001).
B.  Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat
anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan
alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas ( Brunner, 2000).

C.  Macam-macam Gastritis
Gastritis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Gastritis akut
Gastritis  akut adalah penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak dan dapat sembuh
sendiri; merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local ( Sylvia Andreson
Price, 1994 ).
a.       Gastritis Akut Erosif
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis.
(Suyono, 2001: 127).
Faktor-faktor yang menyebabkan gastritis akut erosif adalah:
1)    Iskemia pada mukosa gaster
2)    Faktor pepsin
3)    Refluks empedu
4)    Cairan pancreas (Iskandar, 2009)

b.      Gastritis Akut Hemoragik


Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik;
1)   Mengkonsumsi alkohol atau obat lain secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya).
2)   Stress gastritis yang dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis
terus menerus atau penyakit berat lainnya. (Suyono, 2001)

Tanda-tanda penyakit gastritis akut:


a)   Anoreksia atau mual
b)   Nyeri epigastrum, muntah
c)   Perdarahan dan hematemesis
d)   Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi :
ketidaknyamanan abdomen ( dengan sakit kepala, malas, )
e)      Cegukan
f)       Kolik dan diare dapat terjadi bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan. (Muttaqin A,
2011)

2.         Gastritis kronik
Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit
dan sel plasma pada mukosa lambung. (Chandrasoma, 2005 : 522).
                        Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi dan etiologi yangmenjadu dasar pikiran pembagian tersebut. Klasifikisasi
secara  histologi terbagi menjadi:
a.       Gastritis kronik superficialis
Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
b.      Gastritis kronik atrofik
Gastritis atrofik dianggap sebagai lanjutan gastritis superfisialis.
c.       Atrofi lambung
Diangggap merupakan stadium akhir gastritis kronik
d.      Metaplasia intestinal
            Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung berupa bercak-bercak pada
beberapa bagian lambung.

Menurut distribusi anatominya, gastritis kronik dibagi menjadi:


a.       Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A)
          Terjadi karena gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut
disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung menurun.
b.      Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
      Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.

c.       Gastritis tipe AB
         Anatominya menyebar keseluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring
bertambahnya usia. (Suyono, 2001)

Tanda dan gejala gastritis kronik:


1)      Bervariasi dan tidak jelas
2)      Perasaan penuh, anoreksia
3)      Stress epigastrik yang tidak nyata
4)      Cepat kenyang
5)   Keluhan lebih berkaitan dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung,
defsiensizat besi, anemia pernisiosa, dan karsinoma lambun (Muttaqin A, 2011)
BAB III
PENUTUPAN

A.    Obat-obat Gatritis:
1.      Antasida
a.    Pengertian
Antasida (anti = lawan, acidus = asam) adalah zat basa lemah yang digunakan untuk
menetralisir kelebihan asam lambung yang menyebabkan penyakit gastritis dengan gejala
nyeri hebat secara berkala.
b.    Penggolongan
  Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antasida dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1)        Anti Hiperasiditas
Obat dengan kandungan alumunium dan magnesium ini bekerja secara kimiawi
dengan mengikat kelebihan HCl dalam lambung. Magnesium atau alumunium tidak larut
dalam air dan dapat bekerja lama didalam lambug.
Sediaan yang mengandung magnesium dapat menyebabkan diare sedangkan sediaan
mengandung alumunium dapat menyebabkan konstipasi maka biasanya kedua sediaan
ini dikombinasikan disebut hidrotalsit.
Obat dengan kandungan natriun bikarbonat merupakan antasida yang larut dalam air,
dan bekerja cepat. Tetapi natrium bikarbonat dapat menyebabkan sendawa dan flatus.
          Obat dengan kandungan bismuth dan kalsium dapat membentuk lapisan pelindung
pada luka di dalam lambung tetapi sebaiknya dihindari karna bersifat neurotoksik
sehingga dapat menyebabkan encefalopatia (kerusakan otak dengan Kalsium dapat
menyebabkan pengeluaran asam lambung berlebih.
      Obat dengan kandungan sukralfat, alumunium hidroksida dan bismuth kolodial dapat
digunakan untuk mengiritasi tukak.
2)   Perintang reseptor H2 ( antagonis reseptor H2 )
Semua antagonis reseptor H2 menyembuhkan tukak lambung dan duodenum dengan
cara mengurangi sekresi atau pengeluaran asam lambung sebagai akibat hambatan
reseptor H2. Contoh perintang reseptor H2 adalah ranitidine, simetidin yang sekarang
dikenal dengan senyawa baru yaitu famotidin dan nizatidin.
3)      Penghambat pompa proton
Obat-obat ini bekerja pada pompa proton yang merupakan tempat keluarnya proton
(ion H+) yang akan membentuk asam lambung. Contoh penghambat pompa proton
adalah omeprazole, pantoprazol, lansoprazol. (Riyanti S, dkk, 2012)
c.          Informasi Obat Tanpa Resep Dokter
1)   Magnesium dan Alumunium Hidroksida (Hidrotalsit)
a)      Indikasi: Mengurangi gejala-gejala yang berhubungan    dengan kelebihan asam
lambung dan tukak duodenum.
b)      Kontra indikasi: Gagal ginjal, ketidakseimbangan elektrolit/ion tubuh, adanya gejala
radang usus buntu pada pasien pascaoperasi perut, gangguan listrik jantung, nyeri perut
tanpa sebab yang jelas.
c)      Efek samping: Tekanan darah rendah, penekanan proses bernapas, diare, kram perut,
gangguan keseimbangan elektrolit/ion tubuh, rasa lemas otot.
d)     Dosis: 2-4 tablet magnesium hidroksida sehari, atau 5-15 ml sirup magnesium
hidroksida sehari terbagi dalam 3-4 kali minum, atau 5-30 ml aluminium hidroksida
sehari terbagi dalam 3 kali minum. (Fredy F, 2013)
2)   Sukralfat (kompleks Al(OH)3 dan sukrosa sulfat).
a)    Indikasi: Tukak lambung, menetralkan asam lambung.
b)   Kontra Indikasi: Pederita yang hipertensif terhadap sukralfat.
c)    Efek samping: Konstipasi, mulut kering, erythema
d)   Dosis: 1 gr sebanyak 4 kali sehari maksimal 8 gr per hari. (Riyanti S, dkk, 2012)
3)   Ranitidin
a)    Indikasi: Di dalam lambung, ranitidin akan menurunkan produksi asam lambung
tersebut dengan cara memblok langsung sel penghasil asam lambung. Ranitidin
sebaiknya diminum sebelum makan sehingga saat makan, keluhan mual penderita telah
berkurang
b)   Kontra indikasi: Riwayat alergi terhadap ranitidine, Ibu yang sedang menyusui,
Pemberian ranitidin juga perlu diawasi pada kondisi gagal ginjal
c)    Efek samping: Sakit kepala, sulit buang air besar, diare, mual, nyeri perut, gatal-gatal
pada kulit
d)   Dosis: Dosis untuk orang dewasa ialah 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sekali
sehari. Untuk peradangan kerongkongan, dapat diberikan hingga 150 mg tiga kali sehari.
Dosis untuk anak-anak ialah 2-4 mg/kg berat badan dua kali sehari. Dosis maksimal
untuk anak-anak ialah 300 mg sehari. (Fredy F, 2013)
4)   Omeprazole
a)    Indikasi: Menurunkan radang yang terjadi pada lambung dan memberikan kesempatan
untuk proses penyembuhan pada ulkus yang terjadi di lambung. Obat ini diindikasikan
pada pasien dengan ulkus di duodenum, ulkus di lambung, gastroesophageal reflux
disease (GERD), dan pada pasien dengan kondisi hipersekresi asam lambung yang
abnormal seperti sindrom Zollinger-Ellison.
b)   Kontra indikasi:             Penderita yang hipertensif terhadap omeprazole.
c)    Efek samping: Mual, diare, sakit kepala, nyeri perut, sering buang besar.
d)   Dosis: Sediaan terdapat dalam bentuk tablet 20 mg. Untuk pengobatan ulkus dan dosis
yang biasa digunakan adalah 20 mg, sekali dalam sehari, diberikan dalam waktu 4 – 8
minggu. Pada keadaan tertentu, peningkatan dosis dapat dilakukan sampai 40 mg / hari.
Pada kasus sindrom Zollinger-Ellison, Omeprazole dapat diberikan dengan dosis awal 60
mg sehari satu kali dan dosis dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan. Lama pengobatan
adalah selama dibutuhkan. (Fredy F, 2013)
5)   Lansoprazole
a)      Indikasi: Tukak lambung dan tukak duodenum
b)      Kontra indikasi: Hipertensi dan alergi terhadap lansoprazol
c)      Efek samping: Sakit kepala, diare, gatal
d)     Dosis     Ulkus duodenum : Lansoprazole 30 mg, sekali sehari selama 4 minggu. Ulkus
gaster : Lansoprazole 30 mg, sekali sehari selama 8 minggu. Reflux  : Lansoprazole 30
mg, sekali sehari selama 4 minggu. (Riyanti,S, dkk, 2012)
6)   Pantoprazole
a)      Indikasi: Ulkus duodenal, Ulkus gaster, Refluks esofagitis
b)      Kontra indikasi: Gangguan fungsi hati, hipertensif terhadap pantoprazole
c)      Efek samping: Mulut kering, Mual/Muntah, Arthralgia, Pusing
d)     Dosis: 2 X 1 tablet perhari (Riyanti,S, dkk, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Guyton Arthur C, John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2001.
Hadi, Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam, jilid kedua. Depok: Balai Pustaka  FKUI. (1999).

Zhaoshen L, Duowu Z, Xiuqiang M, Jia C, Xingang S, Yanfang G, et al. (Internet). 2010.


Epidemilogy of Peptic Ulcer Disease: Endoscopic Results of the Systematic Investigation of
Gastrointestinal Diasease in China. (Diakses tanggal 27 Februari 2015). Diakses
dari http://www.nature.com.
Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. 2015.

Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2001.

Brunner dan Suddart.  Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. 2000.

Suyono, Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. 2001.

Iskandar, H. Yul. Saluran Cerna. Jakarta: Gramedia. 2009.

Chandrasoma, Parakrama. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba   Medika.
2011.

 Fredy F. (Internet). 2013. (Diakses tanggal 21 Februari 2016). Diakses


dari http://www.kerjanya.net/faq/5185-ranitidin.html

Anda mungkin juga menyukai