Sanitasi Makanan
Sanitasi Makanan
A. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program Indonesia sehat
dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya pengendalian penyakit (RENSTRA, 2015).
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman
akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainya.
Thaheer menjelaskan bahwa banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu makanan
menjadi tidak aman, salah satunya karena terkontaminasi (Kemenkes, 2008).
Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi pada disetiap tahap
pengolahan makanan yaitu pada pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan makanan dan
penyajian makanan. Pengelolaan makanan yang tidak bersih dan baik dapat menimbulkan
ganguan kesahatan (Kemenkes, 2003).
Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitanya. Penerapan higiene dan sanitasi dilakukan untuk keseluruhan proses baik pada
pemilahan bahan baku yang digunakan, selama proses pengolahan, sampai pada proses
penyajian termasuk didalamnya penjamah makanan dan lingkungan proses pengolahan
(Kemenkes, 20011).
Kontaminasi dalam paradigma kesehatan lingkungan yang terjadi pada makanan dan
minuman dapat menyebabkan makanan tersebut jadi media bagi suatu penyakit. Penyakit
yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan
(food borned diseases). Menurut WHO 2012, penyakit bawaan makanan seperti diare,
disentri, kolera dan tifus merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak
membebani. Penyakit tersebut merenggut banyak korban dalam kehidupan manusia dan
menyebabkan kematian. Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu penyebab
utama kematian di negara berkembang dan menyebabkan 1,9 juta kematian orang per
tahun di tingkat global. Bahkan di negara maju 1/3 dari populasi terinfeksi penyakit
bawaan makanan (Adam, 2011).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan bahwa setiap tahunnya di Amerika Serikat, terdapat 1
dari 6 orang atau 48 juta orang sakit, yang dirawat di rumah sakit sebanyak 128.000, dan
sebanyak 3.000 meninggal dari kasus penyakit bawaan pangan (Rudiyanto, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, penyakit menular yang
ditularkan melalui makanan dan minuman (foodborne diseases) berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan keluhan responden terdiri dari tifoid 2,2%, hepatitis 1,2% dan diare
3,5%. Kejadian ini terjadi pada anak usia sekolah (5–14 tahun), kejadian diare menempati
urutan ke–5 terbanyak setelah kelompok usia, balita dan lansia yaitu sebesar 9,0%. Data
direktorat dan penyuluhan keamanan pangan badan POM Republik Indonesia
menunjukkan pada tahun 2009, jumlah korban keracunan makanan sebanyak 7.815 orang
dengan jumlah kasus sebanyak 3.239 kasus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori dasar sanitasi makanan?
2. Bagaimana Prinsip higiene sanitasi makanan?
3. Bagaimana pengawasana makanan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan teori dasar sanitasi makanan serta prinsip higiene sanitasi makanan dan
pengawasan makanan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang higiene sanitasi makanan
b. Menjelaskan dasar hukum tentang penyenggaraan sanitasi makanan
c. Menjelaskan prinsip higiene sanitasi makanan
d. Menjelaskan pengawasan makanan
BAB II
Pasal 3
Pemenuhan standar sanitasi di seluruh kegiatan
rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan
pedoman cara yang baik meliputi:
a. Cara Budidaya yang baik;
b. Cara Produksi Pangan Segar yang baik;
c. Cara Produksi Pangan Olahan yang baik;
d. Cara Distribusi Pangan yang baik;
e. Cara Ritel Pangan yang baik; dan
f. Cara Produksi Pangan Siap Saji
2 Undang-undang No. 18 tahun Pasal 70
2012 a. sanitasi pangan dilakukan agar pangan
tentang Pangan aman untuk dikonsumsisanitasi pangan
dilakukan dalam kegiatan atau proses
b. produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan/atau peredaran pangan
Pasal 71
a. Setiap orang yang terlibat dalam rantai
pangan wajib mengendalikan risiko bahaya
pada pangan, baik yang berasal dari bahan,
peralatan, sarana produksi, maupun dari
perseorangan sehingga keamanan pangan
terjamin.
b. Setiap orang yang menyelenggarakan
kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
peredaran pangan wajib: a. Memenuhi
persyaratan sanitasi dan b. Menjamin
keamanan pangan dan/atau keselamatan
manusia.
3 Undang-undang No. 36 tahun Pasal 111 (ayat 1)
2009 Makanan dan minuman yang dipergunakan
tentang Kesehatan untuk masyarakat harus didasarkan pada
standar dan/atau persyaratan kesehatan.
3. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Kemenkes RI, 2011). Proses pengolahan
makanan harus memenuhi persyaratan memenuhi sanitasi terutama berkaitan dengan
kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak, tempat pengolahan (dapur) dan
penjamah makanan (Arisman, 2009).
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses
pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan dan lain – lain. Hal yang
diperhatikan pada peralatan masak adalah sebagai berikut :
a. Bahan peralatan
Tidak boleh melepas zat racun seperti zat beracun cadmium, plumbum, zincum,
cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat berakumulasi sebagai penyakit
saluran kemih dan kanker.
b. Keutuhan peralatan
Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores atau retak
karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat
dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi
c. Fungsi
- Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri
- Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan
Contoh: gagang pisau warna biru/hitam untuk memasak dan gagang pisau
warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.
- Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi
d. Letak
Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing –
masing sehingga memudahkan untuk menggunakan kembali.
4. Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan
sanitasi, dalam lemari atau pendingin. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
menyimpan makanan (Kemenkes RI, 2011) :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan
c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air
d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain
e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga
atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah
untuk menjangkaunya.
- Waktu tunggu (holding time)
1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam keadaan
diatas 60˚ C
2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada
suhu di bawah 10˚ C
3) Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10˚ C harus dipanaskan
kembali.
- Suhu
1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25˚ C - 30˚ C)
2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60˚ C
3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di bawah
10˚C.
Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah bakteri makanan selalu
berada pada suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan
baik pada suhu 5˚ C – 60˚ C. Hal ini sering disebut makanan berbahaya
dikonsumsi yang disebut “temperature danger zone”. Pemantauan yang cermat
waktu dan suhu adalah cara yang paling efektif seorang manajer pengolah
makanan harus mengontrol pertumbuhan bakteri dan biasanya terjadi pada
proses pembusukan. Makanan harus disimpan dibawah 5˚ C dan jika dimasak
harus diatas 60˚ C agar bakteri tidak terkontaminasi pada makanan tersebut
(Arisman, 2009).
5. Pengakutan Makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya
apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan
makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah terjadinya pencemaran
makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai
dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
a. Pengakutan bahan makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran
fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah pencemaran makanan tersebut
adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan membahayakan
tubuh manusia,berikut cara dalam mengangkutnya (Kemenkes RI, 2011):
1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan
beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.
2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut
bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barang – barang.
3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk
makanan selalu dalam keadaan bersih.
4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau
pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran
5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama
pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting
6) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang
menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan
jangkauan yang lebih jauh lagi.
6. Penyajian Makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik
pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara yaitu
memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti
plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari
bahan – bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan disajikan pada tempat yang
bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji
berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan celemek, tidak boleh
terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kemenkes RI, 2011).
C. Pengawasan Makanan
1. Defenisi Pengawasan
Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan yang diawali
pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survey terhadap barang atau jasa
yang beredar di pasar, guna memastikan kesesuaian barang dan atau jasa dalam
memenuhi standar mutu produksi barang dan atau jasa, pencantuman label, klausula
baku, cara menjual, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang dan atau jasa.
Pengawasan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pengawasan berkala dan pengawasan
khusus. Pengawasan berkala adalah pengawasan barang dan/atau jasa yang
diberlakukan dalam waktu tertentu dan dilaksanakan secara terprogram. Sementara itu
pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan
pada laporan pengaduan konsumen dan/atau Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadya Masyarakat (LPKSM). Pengawasan khusus merupakan tindak lanjut dari
hasil pengawasan berkala yang memerlukan penanganan secara cepat atau adanya
indikasi tindak pidana di bidang perlindungan konsumen (Kemenkes, 2003).
2. Pengawasan Makanan
Kegiatan pengawasan makanan dan minuman yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1. Melaksanakan Inventerisasi, Pembinaan, Pengawasan, dan Penyuluhan terhadap
tempat Pengelolaan Makanan dan Minuman (TPM) seperti : restoran/rumah
makan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, warung makan, jasaboga dan
sejenisnya guna mewujudkan TPM yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Melaksanakan pemeriksaan sehat Hotel, restoran dan penilaian tingkat
mutu/intensifikasi (Graiding) terhadap restoran/rumah makan sesuai dengan
KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
3. Melaksanakan kegiatan lintas program dalam pembinaan Industri Rumah Tangga
(Dinkes Kab Badung, 2014).
Dinas Kesehatan tingkat dalam mengawasi Makanan dan Minuman memiliki
maksud dan tujuan agar :
1. Mengetahui tingkat pencapaian pelaksanaan program baik secara kuantitas
maupun kualitas;
2. Mengidentifikasi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan program kesehatan
lingkungan;
3. Mengidentifikasi potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang akan
dihadapi pada masa-masa mendatang dalam pelaksanaan program;
4. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah berdasarkan potensi yang ada di
lingkungan Dinas Kesehatan maupun dengan memanfaatkan potensi lintasi sektor
(Dinkes Kab Badung, 2014).
Daftar Pustaka
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar
Grafika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kumpulan modul kursus hygiene
sanitasi makanan & minuman. Sub Direktorat Sanitasi Makanan dan Bahan
Pangan Direktorat Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal PPM &
PL,Jakarta.
Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2014, Laporan Hasil Kegiatan Program
Penyehatan Lingkungan