Anda di halaman 1dari 13

BAB I

A. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program Indonesia sehat
dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya pengendalian penyakit (RENSTRA, 2015).
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman
akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainya.
Thaheer menjelaskan bahwa banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu makanan
menjadi tidak aman, salah satunya karena terkontaminasi (Kemenkes, 2008).
Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi pada disetiap tahap
pengolahan makanan yaitu pada pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan makanan dan
penyajian makanan. Pengelolaan makanan yang tidak bersih dan baik dapat menimbulkan
ganguan kesahatan (Kemenkes, 2003).
Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitanya. Penerapan higiene dan sanitasi dilakukan untuk keseluruhan proses baik pada
pemilahan bahan baku yang digunakan, selama proses pengolahan, sampai pada proses
penyajian termasuk didalamnya penjamah makanan dan lingkungan proses pengolahan
(Kemenkes, 20011).
Kontaminasi dalam paradigma kesehatan lingkungan yang terjadi pada makanan dan
minuman dapat menyebabkan makanan tersebut jadi media bagi suatu penyakit. Penyakit
yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan
(food borned diseases). Menurut WHO 2012, penyakit bawaan makanan seperti diare,
disentri, kolera dan tifus merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak
membebani. Penyakit tersebut merenggut banyak korban dalam kehidupan manusia dan
menyebabkan kematian. Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu penyebab
utama kematian di negara berkembang dan menyebabkan 1,9 juta kematian orang per
tahun di tingkat global. Bahkan di negara maju 1/3 dari populasi terinfeksi penyakit
bawaan makanan (Adam, 2011).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan bahwa setiap tahunnya di Amerika Serikat, terdapat 1
dari 6 orang atau 48 juta orang sakit, yang dirawat di rumah sakit sebanyak 128.000, dan
sebanyak 3.000 meninggal dari kasus penyakit bawaan pangan (Rudiyanto, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, penyakit menular yang
ditularkan melalui makanan dan minuman (foodborne diseases) berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan keluhan responden terdiri dari tifoid 2,2%, hepatitis 1,2% dan diare
3,5%. Kejadian ini terjadi pada anak usia sekolah (5–14 tahun), kejadian diare menempati
urutan ke–5 terbanyak setelah kelompok usia, balita dan lansia yaitu sebesar 9,0%. Data
direktorat dan penyuluhan keamanan pangan badan POM Republik Indonesia
menunjukkan pada tahun 2009, jumlah korban keracunan makanan sebanyak 7.815 orang
dengan jumlah kasus sebanyak 3.239 kasus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori dasar sanitasi makanan?
2. Bagaimana Prinsip higiene sanitasi makanan?
3. Bagaimana pengawasana makanan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan teori dasar sanitasi makanan serta prinsip higiene sanitasi makanan dan
pengawasan makanan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang higiene sanitasi makanan
b. Menjelaskan dasar hukum tentang penyenggaraan sanitasi makanan
c. Menjelaskan prinsip higiene sanitasi makanan
d. Menjelaskan pengawasan makanan
BAB II

A. Teori Dasar Sanitasi Makanan


1. Higiene dan sanitasi
Kata Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk
dan menjaga kesehatan. Dalam sejarah Yunani, Higiene berasal dari nama seorang
Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Dalam buku The Theory of Catering
(Ceserani & Kinton,2007) disebutkan tentang Higiene sebagai berikut. Higiene is the
study of health and the prevention of the disease yang artinya Higiene adalah ilmu
tentang kesehatan dan pencegahan suatu penyakit.
Higiene lebih menitik beratkan pada segi kesehatan, tidak menimbulkan
penyakit atau dengan kata lain bebas dari kuman penyakit. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu dan lingkungannya. Upaya tersebut di antaranya adalah kegiatan
mencuci tangan, mencuci piring, membuang bagian makanan yang rusak dan lain
sebagainya (Safitri, 2014).
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan
mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah
pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan baik jasmani maupun
rohani. Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari. Dengan demikian, sesungguhnya pangan
selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harga yang terjangkau, juga harus
memenuhi persyaratan lain, yaitu sehat, aman, dan halal. Jadi, sebelum pangan
tersebut didistribusikan harus memenuhi persyaratan kualitas, penampilan dan cita
rasa. Pangan tersebut harus benar-benar aman untuk dikonsumsi, artinya pangan tidak
boleh mengandung bahan berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba
pantogen ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kepercayaan
ataupun keyakinan masyarakat misalnya tercemar bahan berbahaya (Kristiyanti,
2008).
Salah satu persyaratan pengolahan makanan yang baik dan benar adalah
mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi
makanan. Prinsip prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah teori praktis
tentang pengetahuan, sikap dan perilaku manusia dalam mentaati asas kesehatan, asas
kebersihan, dan asas keamanan dalam menangani makanan. Proses pengolahan
makanan berjalan melalui beberapa tahapan pengolahan mulai dari penerimaan bahan
mentah, pencucian, peracikan, pemasakan, sampai menjadi makanan yang siap santap.
Dengan pengolahan makanan yang baik dan benar akan menghasilkan makanan yang
bersih, sehat, aman, bermanfaat serta tahan lama (Depkes, 2006).
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara seperti memelihara dan
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar
tidak dibuang sembarangan. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain karena erat kaitannya. Misalnya higiene sudah baik karena mau mencuci
tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih,
maka mencuci tangan tidak sempurna. Jadi higiene sanitasi makanan adalah upaya
untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan. Untuk
mengetahui apakah faktor tersebut dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan
kesehatan perlu diakukan analisis (Depkes, 2006).
Adapun aspek pokok dari higiene sanitasi makanan dan minuman yang
mempengaruhi terhadap keamanan Makanan dan Minuman yaitu :
1. Kontaminasi
Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang
tidak dikehendaki atau diinginkan.
2. Keracunan
Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan
kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak higienis. Makanan
yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur
fisika, mikroba, atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut
dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene dan sanitasi makanan.
3. Pembusukan
Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan baik
sebagaian atau seluruhnya pada makanan, dari keadaan yang normal menjadi
keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan
alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau
sebab lain.
4. Pemalsuan
Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara menambah
atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan meningkatkan
tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang
akibatnya akan berdampak kepada konsumen (Depkes, 2006).
Berdasarkan KEPMENKES tentang Persyaratan Higiene Sanitasi, tempat
pengelolaan makanan (TPM) haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Lokasi
Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara
lain oleh bahan pencemar banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau) bahan padat
(sampah, serangga, tikus).
2. Kontruksi
Secara umum kontruksi dan rancangan bangunan harus aman dan memenuhi
peraturan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku,
seperti memenuhi undang-undang dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya.
3. Halaman
Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor
pendaftaran/laik higiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.
4. Tata ruang
Pembagian ruang untuk jasaboga, restoran dan rumah makan minimal terdiri dari
dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan, dan ruang administrasi.
Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu
dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.
5. Lantai
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak,
tidak mudah lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap
pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat miring kea rah tertentu dengan
kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah
untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air ada dipasang
dengan rapi.
6. Dinding
Permukaan dinding harus rata dan halus, bewarna terang dan tidak lembab dan
mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap
air, dipasang rata tanpa celah/retak.
7. Atap dan Langit-langit
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain,
sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor,
cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
8. Pintu dan Jendela
Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri dan membuka ke arah luar.
Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi
dengan kawat yang dapat dibuka dan dipasang.
9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan
pekerjaan.
10. Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan
ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 28oC-
32oC. sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak
terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi (perubahan uap air atau benda gas
menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun) uap air atau lemak pada
lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran lain
dari ruangan.
11. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan
mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan
memudahkan pembersihan. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan
langsung dengan jamban, tempat buang air kecil dan kamar mandi harus dibatasi
dengan dinding atau ruangan antara.
12. Fasilitas Pencucian dan Peralatan Bahan Makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian
peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan
sedikitnya terdiri dari 2 (dua) bak pencuci yaitu untuk merendam, dan membilas
13. Tempat Cuci Tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun
antara bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan
tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.
14. Air Bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan
makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman penyakit. Untuk air
biasanya harus direbus terlebih dahulu.
15. Jamban dan Peturasan
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan
serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia. Plumbing adalah teknologi
pemipaan dan peralatan yang menyediakan penyediaan air bersih dan membuang
air bekas (kotor).

2. Dasar Hukum tentang Penyenggaraan Sanitasi Makanan


Pentingnya sanatisi makanan yang berdampak pada kesehatan menyita perhatian yang
besar bagi pemerintah. Hal ini terlihat dengan adanya banyaknya dasar hukum terkait
penyenggaraan sanitasi makanan. Adapun beberapa dasar hukum itu, meliputi:

No Dasar Hukum Keterangan


1 Peraturan Pemerintah BAB II : KEAMANAN PANGAN
Nomor 28 Tahun 2004 Bagian Pertama, Sanitasi
Tentang Keamanan, Mutu Dan Pasal 2
Gizi Pangan. (1) Setiap orang yg bertanggung jwb dlm
penyelenggaraan kegiatan pd rantai pangan yg
meliputi proses produksi, penyimpanan,
pengngkutan, dan peredaran pangan wajib
memenuhi persyaratan sanitasi .
(2) Persyaratan sanitasi diatur lebih lanjut oleh
Menteri yg bertanggung jawab di bidang
kesehatan yang meliputi antara lain :
a. sarana dan /atau prasarana
b. penyelenggaraan kegiatan; dan
c. orang perorangan

Pasal 3
Pemenuhan standar sanitasi di seluruh kegiatan
rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan
pedoman cara yang baik meliputi:
a. Cara Budidaya yang baik;
b. Cara Produksi Pangan Segar yang baik;
c. Cara Produksi Pangan Olahan yang baik;
d. Cara Distribusi Pangan yang baik;
e. Cara Ritel Pangan yang baik; dan
f. Cara Produksi Pangan Siap Saji
2 Undang-undang No. 18 tahun Pasal 70
2012 a. sanitasi pangan dilakukan agar pangan
tentang Pangan aman untuk dikonsumsisanitasi pangan
dilakukan dalam kegiatan atau proses
b. produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan/atau peredaran pangan

Pasal 71
a. Setiap orang yang terlibat dalam rantai
pangan wajib mengendalikan risiko bahaya
pada pangan, baik yang berasal dari bahan,
peralatan, sarana produksi, maupun dari
perseorangan sehingga keamanan pangan
terjamin.
b. Setiap orang yang menyelenggarakan
kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
peredaran pangan wajib: a. Memenuhi
persyaratan sanitasi dan b. Menjamin
keamanan pangan dan/atau keselamatan
manusia.
3 Undang-undang No. 36 tahun Pasal 111 (ayat 1)
2009 Makanan dan minuman yang dipergunakan
tentang Kesehatan untuk masyarakat harus didasarkan pada
standar dan/atau persyaratan kesehatan.

Pasal 163 (ayat 3)


Lingkungan sehat berarti bebas dari unsur-
unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan,
antara lain:
a. limbah cair
b. limbah padat
c. limbah gas
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan pemerintah
e. binatang pembawa penyakit
f. zat kimia yang berbahaya
g. kebisingan yang melebihi ambang batas
h. radiasi sinar pengion dan non pengion
i. air yang tercemar
j. udara yang tercemar
k. makanan yang terkontaminasi
4 Permenkes No. 2 Tahun 2013 Suatu kejadian dimana terdapat 2 orang atau
Tentang lebih yang menderita sakit dengan gejala yang
KLB Keracunan Pangan sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi
pangan dan berdasarkan analisis epidemiologi
pangan tersebut terbukti sebagai sumber
keracunan.
5 Keputusan Menteri Kesehatan a. Semua bahan yang diolah menjadi
Republik Indonesia Nomor makanan jajanan harus dalam keadaan baik
942/Menkes/Sk/Vii/2003 mutunya, segar dan tidak busuk.
Tentang Pedoman Persyaratan b. Makanan jajanan yang disajikan harus
Hygiene Sanitasi Makanan dengan tempat/alat perlengkapan yang
Jajanan. bersih, dan aman bagi kesehatan.
c. Pembungkus yang digunakan dan atau
tutup makanan jajanan harus dalam
keadaan bersih dan tidak mencemari
makanan.

B. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa prinsip Higiene
Sanitasi Makanan Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
yaitu (Kemenkes RI, 2011) :
1. Pemilihan Bahan Makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri – ciri fisik dan
mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan
yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran oleh bahan kimia seperti
pestisida (Sumantri, 2010).
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau
pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi
dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan
dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain
dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim
sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau
pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas
air (water aktivity=Aw) bahan baku. Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik
perlu diketahui sumber – sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik
seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang
demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan (Kemenkes RI, 2011).

2. Penyimpanan Bahan Makanan


Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin
disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat
penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut
(Winarno, 2004) :
a. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus
serangga tidak bersarang
b. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah
membersihkannya
c. Suhu udara dalam gudang tidak lembabuntuk mencegah tumbuhnya jamur
d. Memiliki sirkulasi udara yang cukup
e. Memiliki pencahayaan yang cukup
f. Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar mempermudah melihat
jejak tikus (jika ada).
Adapun kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena :
a. Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia
b. Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain – lain.

3. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Kemenkes RI, 2011). Proses pengolahan
makanan harus memenuhi persyaratan memenuhi sanitasi terutama berkaitan dengan
kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak, tempat pengolahan (dapur) dan
penjamah makanan (Arisman, 2009).
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses
pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan dan lain – lain. Hal yang
diperhatikan pada peralatan masak adalah sebagai berikut :
a. Bahan peralatan
Tidak boleh melepas zat racun seperti zat beracun cadmium, plumbum, zincum,
cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat berakumulasi sebagai penyakit
saluran kemih dan kanker.
b. Keutuhan peralatan
Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores atau retak
karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat
dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi
c. Fungsi
- Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri
- Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan
Contoh: gagang pisau warna biru/hitam untuk memasak dan gagang pisau
warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.
- Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi

d. Letak
Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing –
masing sehingga memudahkan untuk menggunakan kembali.

4. Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan
sanitasi, dalam lemari atau pendingin. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
menyimpan makanan (Kemenkes RI, 2011) :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan
c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air
d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain
e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga
atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah
untuk menjangkaunya.
- Waktu tunggu (holding time)
1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam keadaan
diatas 60˚ C
2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada
suhu di bawah 10˚ C
3) Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10˚ C harus dipanaskan
kembali.
- Suhu
1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25˚ C - 30˚ C)
2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60˚ C
3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di bawah
10˚C.
Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah bakteri makanan selalu
berada pada suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan
baik pada suhu 5˚ C – 60˚ C. Hal ini sering disebut makanan berbahaya
dikonsumsi yang disebut “temperature danger zone”. Pemantauan yang cermat
waktu dan suhu adalah cara yang paling efektif seorang manajer pengolah
makanan harus mengontrol pertumbuhan bakteri dan biasanya terjadi pada
proses pembusukan. Makanan harus disimpan dibawah 5˚ C dan jika dimasak
harus diatas 60˚ C agar bakteri tidak terkontaminasi pada makanan tersebut
(Arisman, 2009).

5. Pengakutan Makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya
apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan
makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah terjadinya pencemaran
makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai
dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
a. Pengakutan bahan makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran
fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah pencemaran makanan tersebut
adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan membahayakan
tubuh manusia,berikut cara dalam mengangkutnya (Kemenkes RI, 2011):
1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan
beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.
2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut
bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barang – barang.
3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk
makanan selalu dalam keadaan bersih.
4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau
pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran
5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama
pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting
6) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang
menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan
jangkauan yang lebih jauh lagi.

b. Pengangkutan siap santap


Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut:
1) Setiap makanan mempunyai wadah masing – masing
2) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan
makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat/bocor.
3) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap
panas 60˚ C dan tetap dingin 4˚ C.
4) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam
keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.
5) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk
keperluan lain (Kemenkes RI, 2011) :

6. Penyajian Makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik
pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara yaitu
memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti
plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari
bahan – bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan disajikan pada tempat yang
bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji
berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan celemek, tidak boleh
terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kemenkes RI, 2011).

C. Pengawasan Makanan
1. Defenisi Pengawasan
Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan yang diawali
pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survey terhadap barang atau jasa
yang beredar di pasar, guna memastikan kesesuaian barang dan atau jasa dalam
memenuhi standar mutu produksi barang dan atau jasa, pencantuman label, klausula
baku, cara menjual, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang dan atau jasa.
Pengawasan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pengawasan berkala dan pengawasan
khusus. Pengawasan berkala adalah pengawasan barang dan/atau jasa yang
diberlakukan dalam waktu tertentu dan dilaksanakan secara terprogram. Sementara itu
pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan
pada laporan pengaduan konsumen dan/atau Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadya Masyarakat (LPKSM). Pengawasan khusus merupakan tindak lanjut dari
hasil pengawasan berkala yang memerlukan penanganan secara cepat atau adanya
indikasi tindak pidana di bidang perlindungan konsumen (Kemenkes, 2003).
2. Pengawasan Makanan
Kegiatan pengawasan makanan dan minuman yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1. Melaksanakan Inventerisasi, Pembinaan, Pengawasan, dan Penyuluhan terhadap
tempat Pengelolaan Makanan dan Minuman (TPM) seperti : restoran/rumah
makan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, warung makan, jasaboga dan
sejenisnya guna mewujudkan TPM yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Melaksanakan pemeriksaan sehat Hotel, restoran dan penilaian tingkat
mutu/intensifikasi (Graiding) terhadap restoran/rumah makan sesuai dengan
KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
3. Melaksanakan kegiatan lintas program dalam pembinaan Industri Rumah Tangga
(Dinkes Kab Badung, 2014).
Dinas Kesehatan tingkat dalam mengawasi Makanan dan Minuman memiliki
maksud dan tujuan agar :
1. Mengetahui tingkat pencapaian pelaksanaan program baik secara kuantitas
maupun kualitas;
2. Mengidentifikasi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan program kesehatan
lingkungan;
3. Mengidentifikasi potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang akan
dihadapi pada masa-masa mendatang dalam pelaksanaan program;
4. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah berdasarkan potensi yang ada di
lingkungan Dinas Kesehatan maupun dengan memanfaatkan potensi lintasi sektor
(Dinkes Kab Badung, 2014).
Daftar Pustaka

 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang


Hygiene Sanitasi Jasaboga.
 Sumantri, A. (2010). Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta, Kencana.
 Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta. EGC
 Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, No.
HK.02.02/MENKES/52/2015
 Perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor 356/MENKES/PER/IV/2008
no.2348/MENKES/PER/XI/2011
 Organisasi dan tata kerja kantor kesehatan pelabuhan, no.
356/MENKES/SK/VII/2003
 Persyaratan Higiene sanitasi rumah makan dan restoran, no.
1098/MENKES/SK/VII/2003 (2003).
 Adam YMNN. 2011. Pengetahuan dan perilaku Higiene tenaga pengolah makanan
gizi di RSUD Dr. Karnujoso Djatiwibowo balikpapan tahun 2011. 2011.
 Rudiyanto. 2007. Lingkungan sehat. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar
Grafika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kumpulan modul kursus hygiene
sanitasi makanan & minuman. Sub Direktorat Sanitasi Makanan dan Bahan
Pangan Direktorat Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal PPM &
PL,Jakarta.

Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2014, Laporan Hasil Kegiatan Program
Penyehatan Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai