Anda di halaman 1dari 11

Hematemesis Melena et causa Ulkus Gaster

Abstract

Abdominal cavity is the area that is composed of many digestive organs , and also many
traversed the large veins which channeled to the organs. Trauma, irritation, or infection
bacteria or viruses can make hemorrhage on upper or lower gastrointestital tract. The
manifestation can include hematemesis or melena. many organs can cause hemorrhage in
abdomen area. Bleeding gastroduodenal can be determined with endoscope to decide the
next treatment. If there is any great bleeding, hence need proper and rapid handling because
it can cause shock. Many organs that is involved

Key Word

Hemorrhage, hematemesis, melena

Abstrak

Rongga abdomen merupakan area yang terdiri atas banyak organ pencernaan, dan
juga banyak dilalui pembuluh darah besar yang dialirkan ke organ-organ tubuh. Trauma,
iritasi, atau infeksi bakteri atau virus dapat membuat perdarahan pada saluran cerna atas atau
bawah. Manifestasinya dapat berupa muntah kehitaman atau buang air darah. Banyak organ
yang dapat menyebabkan perdarahan di abdomen. Perdarahan saluran cerna dapat ditentukan
lokasinya dengan menggunakan endoskopi untuk membantu penatalaksaan selanjutnya.
Apabila terjadi perdarahan yang hebat, maka perlu penanganan yang tepat dan cepat karena
dapat menyebabkan syok.

Kata Kunci : Perdarahan, hematemesis, melena

Pendahuluan

Keluhan pada penderita penyakit gastroinstestinal (GIT) dapat berkaitan dengan


gangguan lokal/intralumen saluran cerna (misalnya adanya ulkus duodeni, gastritis dan
sebagainya) atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik (misalnya Diabetes Melitus,
hipertiroid dan sebagainya). Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk
dapat memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga dapat dikombinasikan dengan hasil
pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis. Dalam makalah ini akan di jeabarkan mengenai perdarahan saluran
cerna bagian atas dan bagaimana penatalaksanaanya.1

Anamnesis
Terdapat beberapa gejala/kumpulan gejala/keluhan yang karakteristik untuk penyakit
GI yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang
memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sebagai contoh, sakit perut
yang dikeluhkan oleh pasien harus kita jabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar
diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan suatu nyeri epigastrik, kolik bilier,
kolik usus atau suatu nyeri akibat rangsang peritoneal. Tidak jarang juga pula suatu keluhan
tertentu diekspresikan secara berbeda-beda, terutama dalam istilah, tergantung pada latar
belakang pendidikan, sosial/budaya pasien.1

Dalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain: 2

 Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena


penyakit hati seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau
penyakit lainnya?
 Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami
sebelumnya?
 Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison?
Apakah minum alkohol atau jamu-jamuan?
 Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
 Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi
terus menerus tetapi sedikit-sedikit?
 Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena
saja?

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dievaluasi keadaan umum dan derajat kesadaran, tanda-tanda
vital, tanda-tanda syok anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati
berupa koma. Pada pemeriksaan fisik jarang ditemukan apa-apa. Adanya nyeri tekan
epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya hepatospelnomegali meningkatkan
kemungkinan varises. 2,3

Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera diatasi dahulu
syoknya. Colok dubur penting untuk memastikan warna feses dan menyingkirkan
kemungkinan massa di daerah ano-rektal pemeriksan penunjnag diagnosis dapat ditunda
sampai keadaan umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya
varises esofagus, perlu dicari stigmata sirosis seperti: splenomegali, ikterus, asites, edema,
spider nevi, palmar eritema, ginekomasti, dan venektasi dinding perut. Bila pada palpasi
ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan
lambung atau keganasan hati lobus kiri. 2
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).
Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah
marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya
warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun
demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya
aspirat yang jernih pada NGT. Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang. Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati,
faal ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, RÖ dada dan elektrokardiografi. 4

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard


Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini
tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu
12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan
yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi
ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis–melena
dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. 4
Lokasi dan sumber perdarahan 4
 Esofagus :Varises, erosi, ulkus, tumor
 Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises,
gastropati kongestif
 Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan
perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding). Pada
beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dengan
kontras barium (OMD) mungkin dapat membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin
dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Hasil
pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdarahan non varises mempunyai nilai
prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan strategi penanganan
yang lebih adekuat. Dari berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien
apakah berada pada kelompok risiko tinggi atau bukan. 4

Pemeriksaan Penunjang 3
 Tes darah : hitung darah lengkap dan crossmatch jika diperlukan transfusi
 Ureum dan kreatinin : kenaikan ureum relatif terhadap kreatin (kenaikan rasio
ureum/kreatinin) ditemukan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan dan
menunjukkan jumlah protein yang terkandung dalam darah segar di lambung, juga
mementukkan tingkat dehidrasi (uremia ‘prarenal’)
 K+ : bisa lebih tinggi dari normal akibat absorpsi darah di usus halus
 Pembekuan harus diperiksa pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dan yang
memiliki tanda-tanda penyakit hati kronis
 EKG, foto toraks : identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis akan
memudahkan penatalaksanaan selanjutnya
 Endoskopi : bisa membantu menegakkan diagnosis dan memungkinkan
pengobatan endoskopik awal. Juga memberikan informasi prognostik (seperti
identifikasi stigmata perdarahan baru [stigmata of recent haemorrhage-SRH])

Working Diagnosis
Perdarahan saluran cerna adalah setiap perdarahan dari saluran cerna (dari mulut
sampai anus), yang dapat timbul sebagai hematemesis, melena, perdarahan rektal, atau
anemia. Hematemesis didefinisikan sebagai muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau
cairan berwarna merah cerah) atau karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah
adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan
saluran pencernaan atas yang signifikan. 3,5

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam per rektal seperti aspal, dengan
bau yang khas, yang mengandung campuran darah yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus. Tinja yang gelap
dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan
pada usus halus dan bukan melena. 3,5

Differential Diagnosis

 Varises esofagus
Varises esofagus adalah dilatasi vena submukosal pada pasien dengan portal
hipertensi, berfungsi sebagai pengalih antara vena porta dan aliran vena sistemik, dan
dapat menyebabkan perdarahan GI atas yang parah. Onset tiba-tiba, tidak nyeri,
volume besar, darah merah kehitaman, memiliki riwayat penyakit hati (alkoholik),
tanda-tanda fisik hipertensi portal. 5,6

 Mallory-Weiss
Laserasi mukosa longitudinal pada regio gastroesophageal junction. Muntah darah
merah terang biasanya didahului oleh episode muntah yang normal tetapi kuat
Muntah, batuk kuat akan sering, tetapi tidak selalu, mendahului hematemesis.pasien
secara klini dapat stabil atau disertai takikardia, hipotensi, melena, hematokezia, nyeri
epigastric, atau nyeri belakang. robekan dapat dilihat dalam hubungannya dengan lesi
GIT lain, tremasuk hiatus hernia, ulkus, dan varises esofagus. 5,6
 Esofagitis erosifa
Ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Erosive
Esophagitis/ERD).7
 Tukak duodenum
Penyebab utama tukak duodenum adalah Helicobacter pylori sehingga penyakit
ini disebut juga sebagai Acid HP disease, obat anti inflamasi non steroid, asam
lambung/pepsin, dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor
pertahanan yang berpengaruh. Pasien pernah memiliki riwayat ulkus duodenum,
melena seringkali hebat, gejala nyeri punggung, nyeri saat lapar, penggunaan OAINS.
Pada tukak duodenum dapat ditemukan gejala peringatan antara lain berupa umur
>40-50 tahun keluhan muncul pertama kali, adanya perdarahan hematemesis/melena,
BB menurun>10%, anoreksi/rasa cepat kenyang, riwayat tukak peptik sebelumnya,
muntah yang persisten, anemia yang tidak diketahui sebabnya. 5,8
 Tumor lambung
Tumor menginvasi pembuluh darah, dapat menyebabkan perdarahan saluran
cerna. Bila perdarahan kecil hanya terjadi reaksi positif darah sama feses, bila
perdarahan lebih banyak dapat muntah darah dan melena. Jarang perdarahan hebat,
lebih sering anemia, berhubungan dengan penurunan berat badan, anoreksia, gejala-
gejala dispepsia. 5,9

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat dalam bentuk
hematemesis (muntah darah) dan atau melena (buang air besar hitam). Pada hematemesis,
yang dimuntahkan adalah darah segar atau bercampur warna hitam yang berasal dari zat
hematin. Hematin ini terbentuk akibat paparan darah pada asam lambung. Perdarahan yang
berasal dari duodenum dapat bermanifes hanya dalam bentuk melena (fese hitam seperti kopi
atau aspal/ter) saja karena perdarahan tidak mengalir balik ke lambung). Pingsan, lemah,
berkeringat, palpitasi, dan mual seringkali mendahului tanda perdarahan. Pasien tampak
pucat dan berkeringat dan mengalami takikardia serta hipotensi. 1,10

Patofisiologi

Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak yaitu perusak
endogen (HCL, pepsinogen/pepsin, dan garam empedu) dan perusak eksogen (obat-obatan,
alkohol, dan bakteri). Sel pariteal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCL, sel
peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCL diubah jadi pepsin dimana HCL
dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan mileu pH <4 (sangat agresif
terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi
difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,
gastritis akut/kronik dan tukak gaster. Tukak terjadi bila terjadi ganguan keseimbangan antara
faktor agresif, asam dan pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG) bisa
faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun. Tukak gaster kebanyakan disebabkan
infeksi Helicobacter pylori (30-60%) dan OAINS. 11

Perubahan pada tekanan darah dan denyut jantung adalah indikator terbaik untuk
perdarahan masif pada GIT. Kehilangan darah 100 ml atau lebih dalam waktu singkat
menyebabkan penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung yang berkaitan.
Dengan kehilangan 1000 ml atau lebih, denyut jantung lebih besar dari 100 denyut / menit
dan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg. Pada tahap awal dari pengosongan volume
darah, arteri perifer dan arteriola berkonstriksi untuk mengalirkan darah ke organ vital,
termasuk otak. Tanda dari banyaknya kehilangan darah adalah hipotensi postural (penurunan
tekanan darah yang terjadi dengan perubahan dari posisi tidur ke duduk atau tegak), pusing,
dan kehilangan penglihatan. Apabila kehilangan darah berlanjut, syok hipovolemik
berkembang. Berkurangnya aliran darah menuju ginjal menyebabkan penurunan pengeluaran
urin dan dapat memicu oliguria (pengeluran urin sedikit), nekrosis tubular, dan gagal ginjal.
Pada akhirnya, berkurangnya aliran darah ke otak dan koroner menyebabkan ireversibel
anoksia dan kematian. 12
Pengumpulan darah di saluarn cerna mengiritasi dan meningkatkan peristaltik,
menyebabkan muntah (hematemesis) atau diare, datau keduanya. Apabila perdarahan dari
saluran cerna bagian bawah, diare akan berdarah. Pencernaan protein yang berasal dari
perdarahan saluran cerna atas yang masif terlihat dengan peningkatan pada level nitrogen
urea darah (BUN). Nilai hematrokit dan hemoglobin bukan indikator terbaik untuk
perdarahan GIT akut karena jumlah plasma dan sel darah merah hilang dengan seimbang.
Volume plasma tergantikan, nilai hematokrit dan hemoglobin mulai menandakan kehilangan
darah yang luas. Interpretasi dari nilai tersebut diubah untuk menjelaskan dari penggantian
cairan eksogen dan tingkat hidrasi jaringan. Anemia berhubungan dengan perdarahan GIT
kronik yang disebabkan oleh penurunan besi. Evaluasi dan perawatan melibatkan identifikasi
dan mengobati sumber perdarahan dan penggantian besi yang hilang. Transfusi darah dapat
berguna untuk perdarahan masif. 12

Epidemiologi

Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari
catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5%
- 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam. Berbeda dengan di negera
barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia
perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar
50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena
sebab lainnya < 5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi
karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan
SCBA yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi
yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan
kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebagian besar penderita perdarahan
SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain
yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit
hati kronis, pneumonia dan sepsis. 4

Etiologi

Akut 10

 Ulkus duodenum (30%). Ulkus duodenum, banyak dijumpai pada pria


 Ulkus gaster (20%). Ulkus gaster lebih banyak dijumpai pada wanita
 Erosi gaster (20%)
 Varises esofagus (5%). Mencapai 50% di Perancis dan sebagian AS
 Lain-lain (10%)

Setengah jumlah pasien berusia diatas 60 tahun. Perdarahan akibat ulkus gaster jarang
ditemukan di bawah usia 50 tahun, begitu pula perdarahan dari ulkus duodenum pada
wanita. Melena sebagai keluhan utama menunjukkan perdarahan yang lebih ringan
dibandingkan hematemesis. Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid atau aspirin yang
berbarengan dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SRRI) sangat meningkatkan
risiko perdarahan gastrointestinal atas. 10

Esofagitis , ulkus esofagus, ulkus gaster, dan keganasan lebih sering ditemukan pada
manula. Sindrom Mollory-Weiss, ulkus gaster dan duodenum lebih sering ditemukan
pada orang muda. Varises esofagus, ulkus esofagus, dan keganasan gastrointestinal
berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. Sindrom Mallory-Weiss , esofagitis,
gastritis dan duodenitis, yang cenderung berhubungan, memiliki risiko kematian lebih
rendah yang signifikan. 10

Kronis
Perdarahan akibat hernia hiatus dan karsinoma gaster biasanya tanpa gejala (tapi tidak

selalu). 10

Penatalaksanaan

Beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan bagi pasien perdarahan saluran cerna
atas antara lain: 3,10,13

 Rawat di rumah sakit (perdarahan acak bisa segera berkembang menjadi


ekssanguinasi)
 Pasang jalur vena. Ambil darah untuk menentukan golongan darah dan melakukan
crossmatch, pemeriksaan kreatinin, ureum dan elektrolit, tes fungsi hati termasuk
waktu protromnbin dan jumlah sel darah lengkap dengan trombosit
 Obati syok jika ada dengan transfusi darah (atau koloid jika darah tidak seger
tersedia)dan pantaulah dengan sering melakukan pengukuran nadi dan tekanan darah.
Secara konvensional, darah diberikan jika denyut nadi diatas100 kali.menit atau
tekanan darah sistolik di bawah 100 mmHg dan hemoglobin di bawah 10 g/dL jika
cenderung ke arah yang buruk. Jika pasien memiliki penyakit jantung atau manula,
atau jika perdarahan berlanjut dan berat, harus dipasang monitor tekanan vena sentral
sebagai pedoman pemberian transfusi dan perdarahan ulang lebih lanjut. Tekanan
vena sentral harus dipertahankan setinggi 5-10 cm salin. Oksigen harus diberikan.
Output urin harus dipantau pada pasien syok.
 Berikan sedasi jika pasien mengalami kecemasan. Diazepam mungkin menyebabkan
hipotensi yang lebih ringan dibandingkan dengan morfin atau diamorfin.
 Bila perdarahan telah berhenti (nadi, tekanan darah, dan tekanan vena sentral stabil)
nilailah perkembanagannya dengan pemeriksaan hemoglobin ulang.
 Non edoskopi
Vasopresin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokontriksi
pembuluh darah splangnik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopresin
murni dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopresin dan oxytocin.
Pemberian vasopresin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopresin 50 unit
dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan
dapat diulang tiap 3-4 jam;atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-
0,5 U/menit. Vasopresin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi
koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat
nitrat misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian
secara titrasi dinaikkan sampai tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
Somatostatin dan analognya diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik,
khasiatnya lebih selektif dibandingkan vasopresin. somatostatin dapat mengehntikan
perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada
perdarahan nonvarises. dosis pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv dilanjutkan
per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti; oktreotide
dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti.

Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah


perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor pompa proton dosis
tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkkan per infus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo20%
sedangkan yang diberi omeprazol hanya 2,4%. pada perdarahan SCBA ini anatasida,
sukralfat, dana ntagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

 Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukkan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada
90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak
lesi tidak terjangkau. Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan
adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau
alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml. keberhasilan terapi endoskopi dalam
menghentikan perdarahan bisa mencapai diatas 95% dan tanpa terapi tambahan
lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises
esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan
varises esofagus. dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian
sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur.
 Terapi radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangakn bila perdarahan tetap berlangsung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko.
 Pembedahan
Walaupun pembedahan kini jarang dilakukan daripada sebelum ditemukannya
endoskopi, terapi ini masih terbilang penting. Intervensi bedah harus dipertimbangkan
pada pasien yang tidak merspons terhadap resusitasi dan yang memiliki tanda
signifikan terjadinya perdarahan ulang, dan bila endoskopi gagal atau tidak mungkin
dilakuan. Konsultasi dini dengan tim bedah selalu membantu penatalaksaan
kemudian.

Komplikasi

Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma
hepatikum, dan anemia karena perdarahan. 2

Prognosis

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada
20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami
perdarahan ulang. 4

Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai, terkadang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Perdarahan akut SCBA atau
hematemesis melena dapat di sebabkan oleh berbagai hal seperti konsumsi obat OAINS.

Daftar Pustaka

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Dalam: Setiati S, Alwi I,


Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h.1729-33
2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 100-2.
3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2011.h.36-7
4. Djumhana HA. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bandung: bagian Ilmu
Penyakit Dalam – Rumah Sakit Hasan Sadikin Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. 2012; h.1-3
5. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga; 2011.h.22-
3.
6. Ferri FF. Ferri’s clinical advisor. USA: Elsevier; 2016.h.490, 767.
7. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Tjahjadi MA, Tedjasaputra R, editor.
Revisi konsensus nasional penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal
(Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia. Jakarta: PGI; 2013, h.13.
8. Akil HAM. Tukak duodenum. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
MK, Setiyohadi, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. h.1792-5.
9. Desen W, editor. Onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta: BP FK UI; 2011.h.400.
10. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga; 2010.h.261-2.
11. Tarigan P. Tukak gaster. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK,
Setiyohadi, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. h.1784-5.
12. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The biologic basis for disease in adults
and children. Edisi 7. USA: Elsevier; 2014.h.1426-8
13. Pangestu A. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Setiati S, Alwi
I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h.1875-9.

Anda mungkin juga menyukai