Anda di halaman 1dari 15

KARYA ILMIAH AKHIR PADA PASIEN BENIGNA PROSTAT

HIPERPLASIA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Disusun oleh :

Surya Putri Mavela

201902040016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH)
merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di
Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit
batu saluran kemih. Setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru
dengan BPH .
Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus
berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa
pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram
pada usia 20 - 30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat
dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk
ditemukannya BPH secara histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi
sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun
banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada
setengah diantara meraka dapat ditemukan pembesaran prostat secara
makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita ini
memerlukan pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.
Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem,
faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi
sel stem sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening
mengatakan jaringan akan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus
BPH, sehingga dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan
penatalaksanan yang tepat yang bisa diberikan untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. KP
Umur : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Bejen, Karanganyar
MRS : 8 Agustus 2014
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Tidak bisa kencing
B. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing,
kencing hanya menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing
tidak lampias, mengedan, dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak
7 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh tidak bisa kencing dan
terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita
mulai mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan
pancarannya kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila
siang hari bisa lebih dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering
terbangun untuk kencing (bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga sering
mengeluh nyeri saat kencing. Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter
penderita diberi obat dan dipasang kateter, jika kateter dilepas pasien
mengeluh tidak bisa kencing lagi dan terasa sakit sekali.
C. Riwayat penyakit dahulu
Asma : disangkal
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Riwayat trauma regio perineum : disangkal
Kencing keluar batu : disangkal
Kencing keluar darah : disangkal
D. Riwayat Keluarga
Asma : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
DM : Disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,5 C
N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt
Kulit : Dbn
Kepala : mesosephal
Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik
Telinga : Sekret ( - )
Hidung : Sekret ( - )
Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi : Redup
Auskultasi : Regular, bising ( - )
Abdomen : Inspeksi : Perut sejajar dada.
Palpasi : Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )
Perkusi : Pekak alih ( - )
Auskultasi : Peristaltik baik
Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat.

IV. STATUS LOKALIS


 Regio costo vertebre
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
 Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi: Redup
 Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak
tampak kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 8 Agustus 2014 :
Darah Rutin : WBC : 5,7 MCHC: 34,7 PCT: 0,04%
RBC : 4,36 PLT: 121% MPV: 3,5L
HGB : 12,7 LY: 25,3 PDW: 19,0H
HCT : 36,6 MO: 4,4 Gol. Darah: B
MCV: 83,9 GR: 70,3 CT: 4’00
MCH: 29,1 RDW: 13,7 BT: 2’00
Kimia Darah : kreatinin : 172
GDS : 110
Urea : 9,37
VI. RESUME
Penderita laki-laki umur 77 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing
sekitar 1 hari. Pada anamnesis lebih lanjut ditemukan tanda-tanda prostatismus.

VII. DIAGNOSE
Tn KP, 77 tahun, retensi urin ec BPH

VIII. TINDAKAN
Direncanakan operasi elektif
DISKUSI

A. Anatomi

No. 4: Zona Prostat


Prostat Patologis
B. Definisi
Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral
yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.

C. Etiologi
Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu:
1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak
dapat merubah testoteron menjdai dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat
berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT
memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.
2. Teori Reawakening
Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
3. Teori Berkurangnya Kematian Sel
Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri
sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying
yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan
menghasilkan amplifikasi mayoritas daiantara sel-sel prostat. Ketidak
tergantungan terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap
terdapatnya kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen
sudah ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang
berasal dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan
adanya androgen maka sel-sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat
terjadinya involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.

D. Gejala dan Tanda


Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi:
a. Gejala obstruktif yang berupa :
perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih
kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
rasa belum puas sehabis miksi
b. Gejala iritatif :
nokturia
frekuensi miksi bertambah ( Frequency)
miksi sulit ditahan (urgensi)
nyeri pada waktu miksi (disuria)
E. Diagnosis
Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan
gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan
saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering
miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila
sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang
dapat menyebabkan gangguan miksi.
Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus
urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok
dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba
sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang
dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila
batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60
gram.
Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain
BNO, IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan
penunjang lainnya adalah ureflowmetri.(1)

F. Penatalaksanan
Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa
TURP ataupun open prostatektomi.
Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda
penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel,
hidroureter, hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.
Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan
dan gejala yang terjadi.
Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:
1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi
dari dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu
vesika atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar.
Kerugiannya harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter
lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh.
2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka
kapsel prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari
retropubik. Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan
kateter tidak usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat
dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam
vesika.
3. Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang
lama, beberapa komplikasinya antara lain : perdarahan, infeksi,
fistula kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi.
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar
emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume
prostat
kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi
jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan
darah.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde
atau
impotensi.
Jenis terapi lainnya adalah:
1. Observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita
dengan keluhan ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan dilarang minum
alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa
kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa:
a. penghambat enzim 5 alfa reduktase
1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek
penurunan volume prostat.
2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek
penurunan volume prostat.
b. penghambat alfa adrenergik:
1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu
mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu
mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu
mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu
mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu
mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara
lain eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw
palmetto, Serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah
pemberian selama 1 - 2 bulan.
3. Terapi invasive minimal
a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di
rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang
diletakkan di uretra pars prostatica.
b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)
c. High intensity focused ultrasound
d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)
e. Stent prostat

G. Prognosis
Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati
penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun
kemudian.
DAFTAR PUSTAKA

Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak.


Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-5
Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Bina
rupa aksara, Jakarta ; 161-70
Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-34
Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.
Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu
Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

Anda mungkin juga menyukai