Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

KEJANG DEMAM

Oleh :

Sheila Dyah Prasetyo

201510330311131

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium 1.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai

pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang

demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang

yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan

dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang

jelas di intrakranial. Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi, diantaranya;

usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan epilepsi dalam keluarga, dan normal

tidaknya perkembangan neurologi. Risiko tertinggi pada umur di bawah 2 tahun,

yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang bila kejang pertama

terjadi pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko berulangnya kejang sekitar 28%.

Selain itu, dari jenis kelamin juga turut mempengaruhi. Meskipun beberapa

penelitian melaporkan bahwa anak laki-laki lebih sering mengalami kejang

demam dibanding anak perempuan, namun risiko berulangnya kejang demam

tidak berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat kejang dalam keluarga merupakan

risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang demam, yaitu sekitar 50-

100%, dan anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan neurologi

meningkatkan risiko terjadinya kejang demam berulang2

2
1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

kejang demam baik mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pemahaman

penulis maupun pembaca mengenai kejang demam beserta patofisiologi dan

penanganannya.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang

pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur

kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur

kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,

pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan

terjadi bersama demam1.

2.2 Etiologi

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab demam yaitu :

1. Imaturitas otak dan thermoregulator

2. Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat

3. Predisposisi genetic, >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan)3.

2.3 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan

dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapatdilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat

sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida

4
(Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+

rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.Karena perbedaan

jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk

menjagakeseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim

Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : •Perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraselular •Rangsangan yang datang mendadak

misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya •Perubahan

patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh

dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas

muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan

bantuan“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung

lama (lebih dari 15menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksiotot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang

5
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme

otak meningkat4.

2.4. Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

a. Kejang lama > 15 menit

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan

kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,

di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada

16% di antara anak yang mengalami kejang demam1

2.5 Manifestasi Klinis

Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Pada

kejang demam simpleks, berlangsung <15 menit namun periode mengantuk

6
atau tertidur pasca ikhtal dapat terjadi >15 menit. Anamnesis dan pemeriksaan

fisik harus diarahkan untuk mencari focus infeksi penyebab demam, tipe

kejang, serta pengobatan yang telah diberikan sebelumnya. Selain itu

ditanyakan riwayat trauma, riwayat perkembangan dan fungsi neurologis,

serta riwayat kejang demam maupun kejang tanpa demam pada keluarga.

Pada kejang demam, ditemukan perkembangan dan neurologis yang

normal. Tidak ditemukan tanda – tanda meningitis maupun ensefalitis

(misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran)5.

2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

- Suhu saat sebelum/ saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval

keadaan anak pasca kejang, penyebab demam diluar infeksi SSP

(ISPA, ISK, OMA dll)

- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsy dalam

keluarga

- Singkirkan penyebab kejang yang lain3

b. Pemeriksaan fisik

- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran

- Suhu tubuh : apakah terdapat demam

- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk dan brudzinski 1, kernig dan

brudzinski 2, brudzinski 3, brudzinski 4

- Pemeriksaan nervus kranial

7
- Tanda peningkatan tekanan intra kranial

- Tanda infeksi diluar SSP

- Pemeriksaan neurologi : tonus, motoric, reflex fisiologis, reflex

patologis3

2.7 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan

misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,

rekomendasi D) 1.

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me- 4 Konsensus

Kejang Demam negakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil

seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis

meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi

lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan

dilakukan 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 3. Bayi > 18 bulan tidak

rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan

pungsi lumbal1.

8
c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level

II-2, rekomendasi E).

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam

yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks UKK Neurologi 5

pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal1.

d. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali

dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 1. Kelainan

neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3.

Papiledema1.

2.8 Penatalaksanaan

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat

yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg

perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,

dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh

orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3,

rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam

9
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg

untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg

untuk anak dibawah usia 8 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3

tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan

dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin

secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1

mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila

dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang

rawat intensif.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari

jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan

faktor risikonya.

Berikan antipiretik untuk mengurangi demamnya. Para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,

rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali

diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/

kg/kali ,3-4 kali sehari

10
Antikonvulsan diberikan dengan diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap

8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-

60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam

pada suhu > 38,5 0 C (level I, rekomendasi A). 10 Konsensus Kejang Demam

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin

pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II

rekomendasi E)

Indikasi pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi

mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 UKK Neurologi 11

bulan.

• kejang demam > 4 kali per tahun

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan bukti

11
ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat

menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan

terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D). Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan

belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada

sebagian kecil 12 Konsensus Kejang Demam kasus, terutama yang berumur

kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4

mg/kg per hari dalam 1-2 dosis1.

2.9 Prognosis

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak

pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis

umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis

pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada

kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau

fokal.

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor

risiko berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

12
3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada,

kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan

bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya

kejang demam paling besar pada tahun pertama.

c. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

7 Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum

kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-

masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%- 49% (Level II-

2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan

pemberian obat rumat pada kejang demam

13
BAB 3

KESIMPULAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas

380c) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas

umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Klasifikasi dari kejang demam ada 2 yaitu, Kejang demam simpleks dan Kejang

demam kompleks.

Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan

kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Perkembangan mental dan

neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, Hardiono D dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Jakarta. IDAI

2. Arifuddin, Adhar. 2016. Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam

Di Ruang Perawatan Anak Rsu Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan

Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

3. Pudjiadi, Antonius H dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta.

IDAI

4. Mary Rudolf, Tim Lee, Malcolm I.Levene. 2011. Paediatrics and Child

Health (3rd ed.). Wiley-Blackwell

5. Lilihata, Gracia dan Setyo Handrayastuti. 2014. Kejang Demam, Kapita

Selekta Indonesia. Jakarta, Media Aesculapius

15

Anda mungkin juga menyukai