Anda di halaman 1dari 6

Filsafat Islam

Pengertian
Filsafat adalah kata majemuk yang berasal dari bahasa Yunani, yakni philosophia dan
philosophos.[1] Philo, berarti cinta (love), sedangkan Sophia dan Sophos, berarti pengetahuan
atau kebijaksanaan (wisdom). Secara sederhana, filsafat berarti cinta pada pengetahuan atau
kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksudkan di sini adalah dalam arti yang seluas-
luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah ia berusaha mencapai atau mendalami
hal yang diinginkan, demikian juga dengan maksud pengetahuan , yaitu tahu dengan
sedalam-dalamnya hingga ke akar-akarnya atau sampai ke dasar segala dasar.
Kemudian orang Arab memindahkan kata Yunani Philosof ke dalam bahasa Arab
menjadi falsafa. Ia disesuaikan dengan pola bahasa Arab fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Karena
itu, kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah dan filsafat.[2]

Perdebatan Makna Filsafat Islam


Sebagian para ahli filsafat, antara lain Ernest Renan, seorang filsuf Perancis, yang meninggal
pada tahun 1892 M, seperti dikutip oleh Mushtafa Abdul Al-Raziq mengatakan bahwa
bangsa Arab bukanlah suatu bangsa yang secara determinan mempunyai karakteristik suka
memperdalam pemikiran dan menciptakan penemuan-penemuan dalam menghadapi berbagai
permasalahan kehidupannya, melainkan bangsa yang menyukai seni dan agama. Oleh sebab
itu, adanya filsafat dalam Islam pada dasarnya bukanlah hasil cipta karya bangsa Arab
sendiri. Yang sebenarnya terjadi, bangsa Arab mencoba mentransfer, mengomentari atau
meringkas, bahkan ada yang mengkompromikan antara filsafat dan agama Islam, lalu
dikatakannya, sebagai filsafat Islam.
Para orientalis juga menyatakan bahwa filsafat Islam itu tidak lain dari flsafat Yunani yang
dituliskan dalam bahasa Arab atau filsafat Yunani yang diislamkan .[3] Para sarjana Muslim
begitu sibuknya memahami filsafat Islam. Sebagian ada yang mengeksplanasikan, sebagian
yang lain mencoba memadukan antara filsafat Yunani dan prinsip-prinsip agama Islam
apabila ternyata terjadi kontradiksi antara keduanya. Diantara beberapa filsuf yang berbuat
seperti itu yaitu: Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusydi. Mereka ini dianggap
sebagai bagian dari orang-orang yang banyak mengetahui sejarah perkembangan rasional
dalam Islam, para filosof, dan para ahli hikmahnya. Mereka yang berpandangan seperti ini
adalah kelompok orientalis.
Memang benar jika dilihat dari sisi materi filsafat Islam di antaranya sama dengan filsafat
Yunani, sehingga kelihata seperti pengalihan bahasa dari Yunani ke bahasa Arab. Akan tetapi
materi-materi itu mencapai kesempurnaan di tangan filosof Muslim. Contoh seperti filsafat
emanasi hasil kolaborasi al-Farabi dan Ibn Sina mencapai kesempurnaan dan melebihi
kedalaman filsafat emanasi Plotinus. Filsafat yang dikemukakan Plotinus dalam rangka
menyatakan bahwa yanag ada hanya Yang Esa (The One), sedangkan yang selainnya adalah
bayangan dari Yang Esa (panteisme). Sementara itu, oleh para filosof Muslim seperti yang
dikemukakan al-Farabi hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan arti banyak dari Allah
sebagai Pencipta alam semesta. Dalam islam Allah khaliq (Pencipta) merupakan ajaran pokok
(al-Qur’an) yang tidak boleh dilanggar, dalam arti Allah aktif menciptakan alam dan
penciptaan-Nya berkesinambungan. Jadi, Allah menciptakan alam secara pancaran (al-faidh)
terus-menerus. Berbeda dengan Plotinus, menurutnya alam terpancar dar Yang Satu.
Pendapat Plotinus ini tidak menunjukkan bahwa Yang Satu sebagai pencipta, hanya penyebab
adanya alam dan di pihak lain karena alam dipancarkan berarti alam yang aktif bukan Yang
Esa. Selain itu, ia juga mengandung filsafat kenabian dan pemaduan (rekonsilisias) antara
agama dan filsafat atau antara wahyu dan akal yang tidak dimiliki oleh filosof Yunani.
Akan tetapi, para orientalis selepasnya, seperti Leon Gauthier, E. Brehier dan Dugat
mengemukakan pandangan berbeda. Mereka mengakui keberadaan filsafat Islam yang
mempunyai karakterisktik tersendiri.Renan, sebelumnya. Sebagai gembong propaganda
nasionalisme secara salah menyimpulka bahwa Islam memerangi ilmu dan filsafat, tetapi
dalam kesempatan lain justru mengatakan bahwa oranh-orang Islam telah menciptakan suatu
filsafat tersendiri yang memiliki ciri-khas. Dugat berpendapat bahwa rasionalisme Ibnu Sina
merupakan kreasi baru and unik. Begitu pula aliran dalam ilmu kalam, seperti Mu’tazillah
dan al-Asy’irah juga merupakan hasil rasio Arab.
Agaknya orientalis Barat tidak mampu memahami filsafat Islam dengan benar. Hali ini
disebabkan oleh pengalihan bahasa Aran ke bahasa Latin yang tidak memberi makna yang
memuaskan dan ketidakmampuan menguasai sumber berbahasa Arab.
Jelas bahwa filsafat Islam bukan pengalihan bahasa Yunani ke bahasa Arab atau ciplakan dari
Yunani. Secara sederhana filsafat Islam dapat dirangkumi menjadi:
1. Filsafat Islam membahas masalah yang sudah pernah dibahas filsafat Yunani sebelumnya,
dan lainnya, seperti ketuhanan, alam, dan roh.
2. Filsafat Islam membahas masalah yang belum pernah dibahas sebelumnya seperti filsafat
kenabian (al-nazhariyyat al-nubuwwat).,
3. Dalam filsafat Islam terdapat pemaduan antara agama dan filsafat, antara akidah dan hikmah,
antara wahyu dan akal.
Dalam keadaan di atas seperti di atas timbul dan berkembangnya filsafat islam di bawah
naungan keagamaan yang tidak kurang ketelitiannya dan kecermatan dalam menyelesaikan
masalah bila dibandingkan dengan filsafat lain. Para filosof muslim telah membicarakan
maslah hakikat yang ada, dari mana asalnya, dan ke mana akhirnya, serta cara-cara
mendapatkan hakikat pengetahuan yang benar dan menetapkan ukuran benar dan salah,baik
dan salah, serta teori kebahagiaan bahkan mereka telah mengemukakan pembahasan bukan
sekedar adanya Allah, tetapi berkaitan dengan sifat-sifat dan keesaan-Nya, serta qadha’ dan
qadar yang tidak ada pada filsafat Yunani.
Jadi, yang disebut dengan filsafat Islam adalah masalah ketuhanann, kenabian, manusia, dan
alam semesta yang disinari ajaran Islam. Definisi secara khusus dikemukan penulis Islam:
1. Ibrahim Madkur, filsafat Islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam yang lahir dalam
dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu
dan akal, agama dan filsafat.
2. Ahmad Fu’ad al-Ahwani, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang
disinari ajaran Islam
3. Muhammad “athif al-‘iraqy, filsafat Islam secara umu di dalamnya terdapat ilmu kalam, ilmu
ushul fiqh, ilmu tasawuf dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual
Islam. Pengertiannya secara khusus, ialah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosof
yang dikemukan filosof Islam.
Jelaslah filsafat Islam merupakan pemikiran umat Islam secara keseluruhan. Pemikiran ini
merupakan hasil dari al-Qur’an dan hadis.
Alasan yang mendukung lahirnya Filsafat Islam:
Menurut Mulyadi Kartanegara, ada 3 alasan:
1) Terjadinya Islamisasi Filsafat Yunani di dunia Islam
2) Adanya transformasi radikal yang memberikan warna tersendiri bagi filsafat Islam yang
disebabkan oleh daya kritis dan kritik yang dilontarkan oleh para filosof muslim, dan
3) Adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islam karena interaksinya dengan Islam
sebagai sebuah agama. Pengembangan ini salah satunya melahirkan filsafat kenabian yang
hampir sebagian besar filosof muslim mengupasnya.
Pernyataan Mulyadi di atas, sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Oleaver Leaman
bahwa konflik istilah antara filsafat dan agama tidak seharusnya menghilangkan
kemungkinan adanya sebuah filsafat Islam. Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang
filosof bukan karena kekhawatiran mereka akan keberadaan keimanan terhadap agama tapi
kemampuan memakai argumen-argumen rasional guna mempertahankan atau menyerang
suatu pandangan (keagamaan). Pendapat Leaman ini dikuatkan oleh begitu tingginya
apresiasi terhadap peran dan fungsi akal dalam Islam seperti yang termaktup dalam Alquran.
Jadi mempertentangkan keberadaan filsafat dan agama tidak cukup memiliki argumen yang
kuat.
Dalam uraian terdahulu telah dikemukan bahwa orang islam dapat melahirkan filsafat.
Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam penamaan disiplin ilmu ini.[4]
a. Ada yang menamakan dengan filsafat Arab. Argumentasi yang dimajukan menngacu kepada
bahasa dan suku bangsa. Di antara mereka yang member nama ini ialah Hana Fakhury dan
Khalil Jarr dalam bukunya Tarikh al-Falsafat al-Arabiyyat Emile Brehier dalam bukunya
Histore de la Philosophie Maurice de Wulf , dalam Majid Fakhry dalam bukunya A History of
Islamic Philosophy.
b. Ada yang menamakannya dengan filsafat Islam. Argumentasi yang dimajukan ialah bahwa
filsafat tersebut tidak hanya ditulis dalam bahasa Arab dan filosofnya kebanyakkan bukan
Arab. Di antara mereka ialah Max Horten, sarjana berkebangsaan Jerman,dalam
bukunya Encyclopedia Islam dan L. Gauthier dalam bukunya Introduction a’L’stude de
Philosophie Musulmane.

DEFINISI FILSAFAT/FALSAFAH MENURUT PARA FILOSOF MUSLIM

1. AL-KINDI
Dalam kitabnya Fi Al-Falsafah Al-Ula, mendefinisikan falsafah adalah: "Pengetahuan
tentang realitas atau hakikat segala sesuatu sebatas yang memungkinkan bagi manusia,
karena sesungguhnya tujuan filosof secara teoritis adalah untuk mencapai kebenaran dan
secara praktis adalah bertingkah laku sesuai dengan kebenaran"

2. IBN SINA
Dalam kitab 'Uyun al-Hikmah mendefinisikan Al-Hikmah (yang baginya sama dengan
filsafat) adalah: "Usaha untuk mencapai kesempurnaan jiwa melalui konseptualisasi
(tashawwur) atas segala hal dan pembenaran (tashdiq) realitas-realitas teoritis dan praktis
berdasarkan ukuran kemampuan manusia"
3. IKHWAN AL-SHAFA
sekelompok pemikir muslim Syi'ah Isma'iliyyah yang memiliki tendensi ke arah tasawuf atau
sufisme, mereka menyatakan bahwa: "Permulaan falsafah adalah cinta pada ilmu,
pertengahannya adalah pengetahuan tentang realitas wujud sesuai ukuran kemampuan
manusia, dan pamungkasnya adalah kata dan perbuatan yang sesuai dengan pengetahuan itu"
4. MULLA SHADRA
Dalam kitab Al-Asfar Al-Arba'ah mendefinisikan Falsafah sebagai: "Upaya penyempurnaan
atas jiwa manusia dan, dalam beberapa hal, atas kemampuan manusia melalui pengetahuan
tentang realitas esensial segala sesuatu sebagaimana adanya, dan melalui pembenaran
terhadap eksistensi mereka yang ditetapkan atas dasar demonstrasi (burhan) dan bukan
diturunkan dari opini atau dugaan"
5. AL-FARABI
Al-Farabi mendefinisikn filsafat sebagai : Al Ilmu bilmaujudaat bima Hiya Al
Maujudaat,yaitu suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada ini.
Al-Farabi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya
adalah satu, karena tujuan filsafat adalah memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu
hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya, kalaupun berbeda hanya pada lahirnya.
Upayanya ini terelisasi ketika ia mendamaikan pemikiran Aristoteles dengan Plato dalam
bukunya yang popular al-Jam’ baina al-Ra’yai al-Hakimain, dan antara filsafat dan
agama.[5]

6. AL-GHAZALI
Imam al-Ghazali adalah seorang tokoh yang juga banyak menulis mengenai filsafat,
sebagaimana yang beliau tulis dalam bukunya Tahafut Falsafah sebagai salah satu buku yang
mengkritik keras terhadap pemikiran para filsuf yang dianggap menggoyahkan sendi-sendi
keimanan[6]. Namun di sisi lain beliau menulis buku Maqashid Al-Falsafah, yang mana
beliau mengemukakan kaidah filsafat untuk menguraikan persoalan yang berkaitan dengan
logika, teologi, dan metafisika.
Pada prinsipnya, al-Ghazali tidaklah bertujuan menghancurkan filsafat dalam
pengertian yang sebenarnya, bukan dalam pengertian awam. Bahkan, beliau adalah seorang
yang mendalaminya dan berfilsafat. Dari konteks tersebut, terlihat bahwa al-Ghazali sama
sekali tidaklah bertujuan menyerang filsafat dengan arti filsafat, tetapi tujuannya hanyalah
menjelaskan kesalahan pendapat para filsuf, dan dalam bentuknya ditujukan kepada al-Farabi
dan Ibn Sina.

Kesimpulan

Ada yang mengatakan bahwa filsafat dan Islam adalah dua entitas yang berbeda dan bahkan
sulit untuk disatukan, sehingga nama filsafat Islam tidaklah cocok Mereka menawarkan
istilah FILSAFAT MUSLIM, karena para pendukungnya adalah para filosof muslim. Ada
yang mengatakan filsafat Islam perlu dinamakan sebagai FILSAFAT ARAB, karena merujuk
pada karya-karya filosof muslim yang ditulis dalam bahasa Arab. Tokoh-tokoh Islam berbeda
pendapat dalam filsafat mereka masing-masing dan bahkan ada yang mengkritik yang tokoh
yang lain. Namun, tokoh-tokoh Islam mampu mengembangkan materi filsafat Yunani dan
menyempurnakannya dengan lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA
H. Sirajuuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014)
Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta, Bulan Bintang, 1973)
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999),

[1] Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), cet.I, 7
[2] Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), cet.I, 7
[3] H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta, Rajawali Pers,
2014) cet.VI, 11
[4] H. Sirajuuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta, Rajawali Pers,
2014) cet IV, 70
[5] H. Sirajuuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta, Rajawali Pers,
2014) cet IV, 70
[6] H. Sirajuuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta, Rajawali Pers,
2014) cet IV, 164

Anda mungkin juga menyukai