Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN

ANSIETAS

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. MOHD. SYUKRI., Sp.Kep J

DISUSUN OLEH :
AGUS DARYANTO
NURBEITA
ROSMAINI
SOFLINI
SUMANTO
SUWANDI
TONI TOGATOROP

PROGRAM STUDI RPL JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu bentuk emosi individu
yang berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan
objek ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas
nilai ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai
motivasi, tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru
akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik
dan psikis individu yang bersangkutan.
Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun serta kapan
pun tergantung dari faktor pencetus dari kecemasan tersebut. Fakta
membuktikan bahwa di seluruh lapisan dunia kecemasan paling banyak terjadi
setiap harinya.hal ini disebabkan semakin kongkretnya masalah yang terjadi
saat ini.
Di negara maju, gangguan jiwa berupa ansietas atau kecemasan
menempati posisi pertama dibandingkan dengan kasus lain. Oleh karena itu
sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi
kasus kecemasan yang terjadi.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan
mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World
Health Organization) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan
dunia, memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu
global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti
Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan
ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada
gangguan ansietas
2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stres
3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas
4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait
dengan setiap tingkat tersebut
5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang
mengalami gangguan ansietas
6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor
7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami
ansietas dan gangguan terkait stres
8. Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan
anggota masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan
gangguan terkait stres
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak
menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan
terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang
khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini
dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan
ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. (Harold I. LIEF)
“Anenvous condition of unrest” (Leland E. HINSIE dan Robert S Campbell).
Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan
membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu
atau kelompok biososialnya. (J.J GROEN)

B. Gejala Umum Ansietas


1. Gejala psikologik
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ”gila”,
takut kehilangan kontrol dan sebagainya.
2. Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,
ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal,
gangguan di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien
dengan ansietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-
kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan
dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa
kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak
terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret;
kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua
terdapat pada pasien dengan gangguan ansietas kronik, melainkan
seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja.
Tetapi pengalaman penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang
bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.

C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID,
EGO Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan
impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan Ego
digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari ID dan Super Ego.
2. Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal
ini juga dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti
kehilangan, perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah
biasanya sangat mudah mengalami ansietas yang berat.
3. Teori Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal
kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan masa
dewasanya.

D. Penggolongan Ansietas
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak,
menyelesaikan masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan
individu akan berhati-hati dan waspada.
a. Respon Fisiologis
1) Sesekali nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
5) Ketegangan otot ringan
6) Rileks atau sedikit gelisah
b. Respon Kognitif
1) Mampu menerima rangsang yang kompleks
2) Konsentrasi pada masalah
3) Menyelesaikan masalah secara efektif
4) Perasaan gagal sedikit
5) Waspada dan memperhatikan banyak hal
6) Terlihat tenang dan percaya diri
7) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon Perilaku dan Emosi
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
4) Sedikit tidak sabar
5) Aktivitas menyendiri
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.
Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam
beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda.
Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya
menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan
menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi
6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan
c. Respon prilaku dan emosi
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah
4) Tidak sadar
5) Gembira
3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu
yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan
distres. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat,
semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami
respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya,
tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat
melakukan sesuatu.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, menggetakkan gigi
8) Kebutuhan ruang gerak meningkat
9) Mondar-mandir, berteriak
10) Meremas tangan, genetar
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berfikir terpecah-pecah
3) Sulit berfikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris
c. Respon prilaku dan emosi
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Merasa tidak adekuat
6) Menarik diri
7) Penyangkalan
8) Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Ansietas


1. Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens,
dan meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami
ketakutan emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis.
Diagnosis gangguan panik ditegakkan ketika individu mengalami serangan
panik berulang dan tidak diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir yang
menetap sekurang-kurangnya satu bulan bahwa ia akan mengalami
serangan panik berikutnya atau khawatir tentang makna serangan panik,
atau perubahab prilaku yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat
gejala-gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan
jiwa lain. Sedikitnya lebih dari 75% individu dengangangguan panik
mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu dari lingkungan.
Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh stimulus fobia
atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem saraf
pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama,
yamg terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami
serangan panik juga mengalami agorafobia.
Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa
agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik
ini harus ada serangan panic

F. Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan
panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan
kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi
harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering
mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala
yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah
ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien
biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin
merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.
Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien
seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung
20 sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi
dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa
mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah.

G. Gejala Penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan
agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-
sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko
bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih
tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

H. Diagnosa Banding
1. Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.
2. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.
3. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor,
dsb.
4. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma
pramestruasi, gangguan menopause, dsb. intoksikasi obat, putus obat.
5. Kondisi lain: anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat,
uremia dsb
Pedoman Diagnosis Agrafobia
1. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana
kemungkinan sulit meloloskan diri
2. Situasi dihindari, misal jarang bepergian
3. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain,
misal fobia sosial
Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
1. Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan
2. Sekurangnya satu serangan, diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap
akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan,
perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
3. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi
medis umum
4. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.
misal gangguan obsesif - kompulsif.
5. Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.
Terapi
1. Konseling dan medikasi.
Konseling: ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan panik
berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala
fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan.
Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan
jantung, hanya panik, akan berlalu.
Medikasi: banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak
membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara
bermakna dalam keadaan depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg
malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu). Bila
serangan jarang dan terbatas beri anti ansietas, jangka pendek (lorazepam
0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian
jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.

I. Gangguan Fobik
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen
populasi menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak
rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek,
aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
1. Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit,
cedera, dsb.
2. Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan
sosial seperti berbicara di depan umum, dsb.
Pedoman Diagnostik
1. Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek/
situasi)
2. Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
3. Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
4. Situasi fobik dihindari
Terapi
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan,
membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara
menghadapi rasa takut tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak
membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin
50 150 mg/ hari. Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat,
karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi
gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.

J. Gangguan Obsesif – Kompulsif


Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2-3 persen.
1. OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa
dihilangkan dan tidak dikehendaki.
2. KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan
dan tidak dikehendaki.
Pedoman Diagnosis
= Pikiran, impuls, yang berulang
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
Terapi
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang
berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi
perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan
pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi
situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150 mg, atau golongan
Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.
K. Ganguan Stres Pasca – Trauma
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma,
bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir
semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam,
penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali
trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita
terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut,
kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan
stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh
pemusatan perhatian yang buruk)
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I
sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk
gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi
pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.
Pedoman Diagnostik
1. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
2. Mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa
ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang
serius, atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain
3. Respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
4. Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih
cara berikut:
5. Rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian
6. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
7. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
8. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian
traumatik
9. Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal
yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
10. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
11. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih
berikut: kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan
berlebihan, respon kejut yang berlebihan.
12. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
13. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

L. Gangguan Stres Akut


Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada
seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons
terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang
dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik
yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri
memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut.
Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya
pengalaman stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah
beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a)
terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala
permulaan berupa keadaan “ terpaku”, semua gejala berikut mungkin tampak:
depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan
tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran
klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan
stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa
jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru
mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

M. Gangguan Ansietas Menyeluruh


Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang
menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat
bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan
otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan
epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa
dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami
kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali
diungkapkan.
Pedoman Diagnostik
Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung
hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa
bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan
tentang masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik
Terapi
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir
keduanya mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk
mengurangi dampak stres merupakan pertolongan yang paling efektif.
Mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat
mengurangi gejala ansietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran
yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi
merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala
menetap. Medikasi ansietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih
dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik,
antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan
berlangsung lebih dan 3 bulan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku
melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap
kecemasan.
1. Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
a. Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan
kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realistis sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan
neurotrasmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.

2. Kaji Stressor Presipitasi


Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan
yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik meliputi:
1) Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil)
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.

3. Kaji Perilaku
Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respon
fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan
mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
a. Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis)
b. Respon psikologologis.
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun
personal.
c. Respon kognitif.
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses
pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya
lapangan persepsi, bingung.
d. Respon afektif.
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga
berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
4. Kaji penilaian terhadap stressor
5. Kaji sumber dan mekanisme koping
6. Rentang perhatian menurun
7. Gelisah, iritabilitas
8. Control impuls buruk
9. Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya
10. Deficit lapangan persepsi
11. Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan
gagal mengambil keputusan.
2. Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.
3. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.
4. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian
saudara kandung.
5. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit.
6. Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.

C. Intervensi Keperawatan
DX 1: Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung
dan gagal mengambil keputusan.
Kriteria hasil:
1. Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.
2. Klien akan berkomunikasi dengan efektif.
3. Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.
4. Klien akan mengungkapkan rasa pengendalian diri.
Intervensi:
1. Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas
secara ritmik.
2. Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.
3. Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi
seperti: berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.
4. Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan
sebelumnya dan telah terlatih.
5. Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi
yang menimbulkan ansietas.

DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan.


Kriteria hasil:
1. Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.
2. Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
3. Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.
Intervensi:
1. Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang
hangat, menjadi pendengar yang baik.
2. Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
3. Melakukan komunikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic
yang ringan.
4. Bantu klien mengidentifikasi respon terhadap sters.

DX 3: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian


saudara kandung
Kriteria hasil:
1. Klien memiliki koping terhadap ancaman.
2. Strategi koping positif.
3. Untuk mengetahui sebab biologis.
4. Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.
Intervensi:
1. Dorong klien untuk menggunakan koping adaptif dan efektif yang telah
berhasil digunakan pada masa lampau.
2. Bantu klien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
3. Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
4. Konseling dan penyuluhan keluarga ataupun orang terdekat tentang
penyebab biologis.
5. Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan
membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak
adekuat.

DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.


Kriteria hasil:
1. Meningkatkan kesadaran diri klien.
2. Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
3. Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:
1. Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan
cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang
dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi
kecemasan klien.
2. Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan
membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan
penyebab stresnya.
3. Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek
yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan
batasan perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit
Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,


Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien,
Yogyakarta: Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3,
Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC,Jakarta

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa. EGC, Jakarta


FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Ruang rawat : Tanggal dirawat:


A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ibu Ermawani (P)
Umur : 31 Tahun
No. CM : 076560
Tanggal Masuk :

B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI


Klien diantar keluarganya ke IGD RSJD Provinsi Jambi pada.
Keluarga mengatakan klien selama dirumah gelisah, sering berbicara dan
tertawa sendiri dan sering merasa cemas.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
YA

 TIDAK

2. Pengobatan sebelumnya?
Berhasil Tidak berhasil

Kurang berhasil

3. Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik ........... ...........
Aniaya seksual ........... ........... ........... ...........
Penolakan ........... ........... ........... ...........
Kekerasan dalam ........... ........... ........... ...........
keluarga
Tindakan kriminal ........... ........... ........... ...........
Jelaskan tanda gejala PK :
4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa
√ YA
TIDAK

Jika ada
Hubungan keluarga : Kakak kandungnya
Gejala : Klien tampak berbicara berbicara sendiri,
tampak komat kamit sendiri

Riwayat pengobatan
: .....................................................................................................
...................................................................................................................
..................................................

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Klien mengatakan pernah bekerja di pabrik dengan 3 orang temannya
setelah satu bulan bekerja klien diberhentikan sehingga tidak
mempunyai pekerjaan apapun dan sering termenung di rumah.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 kali / menit
S : 36,5 oC
RR : 20 kali / menit
2. Ukur
BB : 55 Kg
TB : 157 cm
3. Keluhan fisik
Tidak ada keluhan
E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ayah
Ibu Ibu
Ibu
Ermawa
Ermaw
nim

Ibu
Ermawan
i

: Laki – Laki
: Perempuan
: Meninggal

Jelaskan :
Klien merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara, dan tinggal serumah
dengan ibunya, klien dekat dengan kakak ke 1

Konsep Diri:
a. Citra Tubuh :
Klien mengatakan menyukai tubuhnya.
b. Identitas :
Klien mengatakan ia adalah seorang perempuan, klien mengatakan
sebelum masuk rumah sakit ia tidak bekerja.
c. Peran :
Klien sebagai seorang Ibu.
d. Ideal Diri :
Klien mengatakan ingin segera sembuh dari penyakitnya dan pulang
untuk berkumpul dengan keluarga.
e. Harga Diri :
Klien mengatakan tidak puas dengan pekerjaan sebelumnya.
Masalah keperawatan:

2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Klien mengatakan orang yang berarti adalah keluarganya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Terbatas
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Hubungan sosial klien dengan masyarakat mengalami hambatan
klien merasa keberadaannya tidak diinginkan dan tidak diterima
oleh keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Masalah kep: Tidak ada masalah keperawatan.

3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan ia menganut agama islam.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sholat 5 waktunya belum terlaksana seluruhnya
karena pasien sering lupa untuk melaksanakannya.

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, mandi, toileting,
dan pemakaian sarana / prasarana atau instrumentasi dalam mendukung
penampilan, apakah klien:
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan :
Klien tampak rapi dan menggunakan pakaian sesuai yang ditentukan oleh
rumah sakit.

2. Pembicaraan
Cepat Apatis
√ Keras √ Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan

Jelaskan :
Pembicaraan klien keras dan agak lambat ketika diajak berbicara
3. Aktivitas motorik
Lesu Tik
Tegang Grimasem
√ Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan :
Klien tampak gelisah, karena sering berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain.

4. Alam perasaan
√ Sedih Khawatir
Ketakutan Gembira berlebihan
Putus asa

5. Afek
Datar √ Labil
Tumpul Tidak sesuai

6. Interaksi selama wawancara


Bermusuhan Kontak mata kurang
Tidak kooperatif Curiga
Mudah tersinggung

7. Persepsi - Sensorik
Halusinasi / Ilusi ?
Ada
√ Pendengaran Pengecapan
Penglihatan Penghidu
Perabaan
Jelaskan

8. Isi pikir
Obsesi Depersonalisasi
Phobia Ide yang terkait
Hipokondria Pikiran magis Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar pikir
√ Curiga Kontrol pikir
Jelaskan :
Klien merasa curiga terhadap orang lain yang ditemuinya dan selalu merasa, akan
dijahati oleh orang tersebut

9. Proses pikir

√ Circumstansial Flight of idea


Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan / perseverasi
Jelaskan :
Pembicaraan klien berbelit-belit, tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan
kalimat lainnya dan klien tidak menyadarinya, tetapi tetap sampai pada tujuan
pembicaraan.

10. Tingkat Kesadaran


Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat

11. Memori
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat saat ini
jangka panjang
Gangguan daya ingat Konfabulasi
jangka pendek
Jelaskan :
Klien tidak menunjukkan adanya gangguan memori atau daya ingat, pasien
masih bisa menceritakan kejadian dimasa lalu dan yang pernah dialaminya.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien tidak ada gangguan, pasien bisa
berkonsentrasi dan berhitung 1-10.
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan :
Kemampuan penilaian pasien tidak memiliki gangguan penilaian.

14. Daya Tilik Diri


Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal di luar dirinya

Jelaskan :
Daya tilik diri klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami gangguan jiwa

G. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Makanan Transportasi
Keamanan Tempat tinggal
Perawatan Kesehatan Uang
Pakaian
Jelaskan :
Kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan untuk makan dan minum
tidak ada masalah

2. Kegiatan hidup sehari-hari


a. Perawatan diri
Mandi BAK / BAB
Kebersihan Ganti pakaian
Makan
Jelaskan :
Perawatan diri klien seperti mandi, kebersihan, makan BAB dan BAK
tidak ada masalah.

Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda?
√ Ya

Tidak
Frekuensi makan sehari : 3 kali
Frekuensi kedapan sehari : 2 kali
Nafsu makan :
√ Meningkat Berlebihan
Menurun Sedikit – sedikit
Berat badan :
Meningkat
Menurun
BB terendah : 52 Kg BB tertinggi : 55 Kg
Jelaskan :
Klien mengatakan selama di rumah sakit nafsu makan meningkat ,BB
meningkat dari 52 Kg sekarang menjadi 55 Kg

b. Tidur
Apakah ada masalah tidur ? TIDAK
Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? YA
Apakah ada kebiasaan tidur siang? TIDAK
Lama tidur siang : ........ Jam
Apa yang menolong
tidur ? .................................................................................
Tidur malam jam : 21.30 WIB , berapa jam : 7 -8 jam
Apakah ada gangguan tidur ?
Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur
Bangun terlalu pagi Gelisah saat tidur
Somnambulisme Berbicara saat tidur
Jelaskan :
Tidak ada masalah gangguan tidur

c. Penggunaan Obat
√ Bantuan minimal Bantuan total

3. Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan √

Sistem pendukung
4. Aktivitas di Dalam Rumah
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan
Menjaga kerapian rumah
Mencuci pakaian

5. Aktivitas di Luar Rumah


Ya Tidak
Belanja
Transportasi
Lain-lain
Jelaskan :
................................................................................................................
................................................................................................................
....................................
H. MEKANISME KOPING
Adaptif: Maladaptif:
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih
Teknik relokasi Berkerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Menciderai diri
Lainnya: pasien bisa melakukan Lainnya: reaksi pasien
teknik relaksasi nafas dalam yang di lambat
ajarkan untuk mengontrol rasa takut
saat stressor halusinasinya muncul

I. SUMBER KOPING
Kemampuan individu menyelesaikan masalah, uraikan
Klien belum mampu menyelesaikan masalah , klien mengatakan tidak
mau bergaul dengan teman dan masyarakat karena merasa tidak
diinginkan di keluarga maupun masyarakat.
Kemampuan keluarga menyelesaikan masalah pasien, uraikan
Keluarga tidak mampu menyelesaikan masalah klien, sehingga klien
harus di rawat dirumah sakit.
Kemampuan finansial keluarga untuk membantu perawatan pasien,
uraikan
Kemampuan finansial keluarga mampu untuk membantu perawatan klien.
Pengalaman perawatan sebelumnya, uraikan
Klien belum pernah masuk ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi,
Klien baru pertama kalinya .

J. ASPEK MEDIS
Diagnosis medis : Skizofrenia
Terapi medis : Risperidone 2 x 1(2gr), Lorazepam 2 x 1(2gr),
Metilprednisolon 2 x 1 (2gr).

K. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ansietas

Perawat

( )

Anda mungkin juga menyukai