Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

EVALUASI PENGELOLAAN OBAT DAN STRATEGI PERBAIKAN DENGAN


METODE HANLON DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT TAHUN 2012
EVALUATION OF DRUGS MANAGEMENT AND IMPROVEMENT STRATEGIES USING
HANLON METHOD IN THE PHARMACEUTICAL INSTALLATION OF HOSPITAL IN 2012
Wirdah Wati R.1), Achmad Fudholi2), Gunawan Pamudji W1)
1)Program Pasca Sarjana. Fakultas Farmasi. Universitas Setia Budi, Surakarta
2)Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Pengelolaan obat merupakan suatu siklus manajemen obat yang meliputi empat tahap yaitu seleksi, perencanaan dan
pengadaan, distribusi dan penggunaan, Pengelolaan obat dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi pengelolaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara dengan
menggunakan indikator efisiensi dan dilakukan strategi perbaikan dengan metode Hanlon. Penelitian menggunakan rancangan
diskriptif untuk data tahun 2012 yang bersifat retrospektif dan concurent. Data dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif
dari pengamatan dokumen serta wawancara dengan petugas IFRS terkait. Seluruh tahap pengelolaan obat di IFRSUD Karel
Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara diukur tingkat efisiensi mengunakan indikator DepKes dan WHO, kemudian dibandingkan
dengan standar atau hasil penelitian lainnya dan selanjutnya diolah serta deskripsikan berdasarkan analisis prioritas rencana
tindakan dengan Metode Hanlon. Hasil penelitian didapatkan sistem pengelolaan obat yang sesuai standar sebagai berikut
:kesesuaian DOEN (77,56%), persentase modal/dana (100%), kecocokan kartu stock obat (100%), rata-rata waktu melayani resep,
resep obat generik (96,52%), persentase label obat (100%).Tahapan yang belum sesuai standar yaitu : kesesuaian perencanaan obat
dengan kenyataan (72,73%), persentase alokasi dana (6,51%), frekuensi pengadaan tiap item obat 1 kali sedangkan menurut EOQ 2
kali, nilai ITOR (5,77 kali), tingkat ketersediaan obat (7,28 hari), persentase nilai obat kadaluwarsa/rusak (2,21%), persentase stock
mati (5%), jumlah item obat tiap lembar resep (3,23), persentase resep yang tidak terlayani (13,84%).Prioritas penanganan masalah
sebagai berikut : 1) membentuk Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan menyusun formularium, serta melakukan monitoring dan
evaluasi pengelolaan obat 2) mengusulkan kenaikan anggaran, 3) melakukan analisis ABC-VEN, 4) mengintegrasikan SOP tentang
perbekalan farmasi, 5) menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan obat.

Kata kunci: pengelolaan obat, indikator efisiensi, Instalasi Farmasi RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara, metode
Hanlon

ABSTRACT
Drug management is a drug management cycle which include four stages of selection, planning and procurement,
distribution and use.Drug management performed at the Pharmacy Departmentof Hospital. The purpose of this study was to
evaluate drug management in Pharmacy Departmentof Karel Sadsuitubun Hospital District of Southeast Maluku by using efficiency
indicator and conducted improvement strategies by Hanlon method. The research using descriptivedesign to the data in 2012 which
retrospectivelyand concurently. Data collected were quantitative and qualitative data from document observation and interview
with Pharmacy Departmentofficials related. All phases of drug management in Pharmacy Departmentof Karel Sadsuitubun Hospital
District of Southeast Maluku was level of measured the efficiency using Health Ministry and WHO indicators, then compared to the
standard or the result of other studies and further processed and descripted based onpriority analysis of action plan by Hanlon
method.The results showed that drug management system according to standards as follows: DOEN suitability (77.56%), percentage
of capital / fund (100%), drug stock card suitability (100%), average time to serve prescription, generic prescription drugs (96.52%),
percentage of drug label (100%). Stage which are not standardized, i.e: suitability drug plan with real (72.73%), percentage of fund
allocation (6.51%), frequency of drug procurement of each item was once while according to EOQ twice, ITOR value (5.77 times) ,
level of drug availability (7.28 days), percentage of expire/damage drug value (2.21%), percentage of dead stock (5%), total of drug
item per prescription sheet (3.23), percentage of prescription which were not served (13.84%). Priority of problem handling as
follows: 1) Forming Pharmacy and Therapeutics Committee (PFT) and setting formulary, as well as monitoring and evaluation of
drug management 2) propose budget increase, 3) conduct ABC-VEN analysis, 4) integrate SOP in pharmaceutical, 5) implement
Management Information Systems (MIS) of drug management.

Keywords: drug management, efficiency indicator, Pharmacy Departmentof Karel Sadsuitubun Hospital Districtof Southeast
Maluku, hanlon method

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan peningkatan kesehatan masyarakat yaitu
investasi dalam meningkatkan kualitas sumber peningkatan pelayanan di rumah sakit.
daya manusia. Pembangunan kesehatan yang Pelayanan rumah sakit tidak dipisahkan dengan
dilaksanakan secara berkesinambungan dalam pelayanan kefarmasian. Pelayanan farmasi
tiga dekade terakhir telah berhasil rumah sakit merupakan salah satu kegiatan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat rumah sakit yang menunjang pelayanan
secara bermakna. Salah satu upaya mewujudkan kesehatan yang bermutu.

283
Volume 3 Nomor 4 – September 2013

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan Tujuan penelitian ini adalah untuk
satu-satunya unit di rumah sakit bertanggung mengevaluasi manajemen pengelolaan obatdi
jawab pada penggunaan obat yang aman dan IFRSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tenggara yang meliputi tahap seleksi,
Tanggung jawab ini termasuk seleksi, pengadaan, distribusi dan penggunaan dan
pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat mengetahui cara perbaikan pengelolaan obat
untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit dengan menggunakan metode Hanlon.
perawatan penderita (Siregar dan Amalia, 2003).
Manajemen obat di rumah sakit merupakan METODE
salah satu aspek penting dari rumah sakit. Rancangan penelitian adalah diskriptif
Ketidakefisienan akan memberikan dampak untuk mengevaluasi pengelolaan obat di
negatif terhadap biaya operasional bagi rumah IFRSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
sakit, karena bahan logistik obat merupakan Tenggara tahun 2012. Data ini dapat berupa data
salah satu tempat kebocoran anggaran. Untuk primer dan sekunder. Data primer didapatkan
itu manajemen obat dapat dipakai sebagai dengan observasi langsung serta melakukan
proses pengerak dan pemberdayaan semua wawancara pada saat penelitian dilaksanakan.
sumber daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan Data sekunder dilakukan dengan melihat dan
dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat menelusuri dokumen-dokumen tahun
setiap dibutuhkan agar operasional efektif dan sebelumnya yaitu tahun 2012 antara lain laporan
efisien (Lilihata,2011). perencanaan dan pemakaian obat, laporan
IFRSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten keuangan, laporan pengadaan obat, laporan
Maluku Tenggara merupakan suatu institusi stock opname, laporan pemusnahan obat rusak
yang turut melaksanakan upaya perbaikan dan kadaluwarsa yang kemudian dapat
dalam rangka meningkatkan pelayanan mempertajam evaluasi pengelolaan obat di
kesehatan kepada masyarakat. Secara umum IFRSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
masalah yang ditemukan di IFRSUD Karel Tenggara pada tahun 2012, dan kemudian
Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara dilakukan strategi perbaikan dengan
adalah pengadaan obat yang dilakukan sekali menggunakan metode Hanlon. Data primer dan
dalam setahun belum bisa memenuhi sekunder yang dikumpulkan berupa data
ketersediaan obat, tidak adanya formularium kualitatif yang bersifat retrospektif dan concurent
rumah sakit sebagai pedoman dalam dan kuantitatif.
pelaksanaan pengobatan sehingga sangat Data concurent adalah data yang
mempengaruhi proses seleksi obat dan juga pola diperoleh pada saat penelitian atau merupakan
peresepan yang dilakukan, belum data primer yaitu diambil pada bulan Juni 2013
terintegrasinya prosedur operasi standar yang meliputi rata-rata waktu pelayanan resep,
(Standard Operating Prosedure-SOP) tentang kartu stock/komputer, persentase obat yang
perbekalan farmasi, belum terbentuknya panitia dilabeli dengan benar dan wawancara dengan
farmasi dan terapi. Mengingat mutu petugas terkait.
pengembangan pelayanan masyarakat dan
begitu banyaknya permasalahan-permasalahan Perbaikan Manajemen dengan Metode Hanlon:
yang terdapat dalam pengelolaan obat di rumah Perbaikan manajemen diawali dengan
sakit maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan mengidentifikasi masalah dan solusi manajemen
manajemen pengelolaan obat dengan obat yang terdiri atas seleksi, perencanaan,
menggunakan metode hanlon. Metode ini pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
merupakan alat yang digunakan untuk penggunaan. Kemudian, dilakukan pemberian
membandingkan berbagai masalah kesehatan skor (bobot) atas serangkaian kriteria A, B, C
yang berbeda-beda dengan cara relative dan dan D (PEARL). Setelah serangkaian kriteria
bukan absolut, framework, seadil mungkin dan tersebut berhasil diisi, maka selanjutnya
obyektif. dihitung nilai Basic Priority Rating (BPR) dan

284
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

Overall Priority Rating (OPR) dengan rumus rekomendasi kepada rumah sakit dalam
sebagai berikut : melakukan pengelolaan obat.

BPR (Basic Priority Rating) = (A + B) C/3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Tahap Seleksi
OPR (Overall Priority Rating) = [(A + B) C/3] x D Penentuan seleksi obat merupakan
peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan
Keterangan : Terapi (PFT) untuk menetapkan kualitas dan
A = skor 0 – 10 ( kecil – besar ) efektifitas serta jaminan obat yang baik. Adapun
B = skor 0 – 10 ( tidak serius – sangat serius ) salah satu fungsinya yaitu mengembangkan
C = skor 0 – 10 ( sulit – mudah ) formularium rumah sakit dan merevisinya. dan
D = skor 0 ( ya ) dan 1 ( tidak ) juga membantu instalasi farmasi dalam
Skor dengan nilai Overall Priority Rating (OPR) mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
tertinggi adalah prioritas pertama penangan kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai
masalah. Penilaian dilakukan untuk A (besar penggunaan obat di rumah sakit sesuai
permasalahan), B (kegawatan masalah), C peraturan yang berlaku secara lokal maupun
(kemudahan masalah). Pemberian point dari nasional (DepKes, 2004).
nilai 0-10 dilakukan wawancara mendalam Ketersediaan obat yang ada dalam
kepada kepala IFRS, menentukan nilai 0-10 daftar DOEN tahun 2012 adalah 77,56%. Dari
setelah dilakukan analisis terhadap seleksi, hasil persen kesesuaian obat yang tersedia
pengadaan, distribusi, dan penggunaan. sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan
Pemberian skor 0-10 ditentukan oleh peneliti yaitu 76% (DepKes 2002). Hal ini menunjukkan
berdasarkan hasil wawancara dan diskusi bahwa tingkat kepatuhan penggunaan obat
mendalam dengan kepala IFRS dan essensial sudah sesuai dengan standar.
mendapatkan persetujuan terhadap angka yang Jika dibandingkan dengan hasil
akan diberikan oleh setiap permasalahan yang penelitian Fakhriadi et al. (2011) di Rumah Sakit
terjadi. PKU Muhammadiyah Temanggung
menyebutkan persentase kesesuaian obat
Analisis Data dengan DOEN 2005 pada tahun 2006, 2007 dan
Analisis data penelitian ini 2008 berturut-turut adalah 15,69%, 17,40% dan
menggunakan indikator seleksi, perencanaan, 19,10% menunjukkan belum efisien dalam
pengadaan, pendistribusian dan penyimpanan penggunaan obat essensial dalam pelayanan
serta penggunaan obat. Evaluasi yang dilakukan kesehatan, sedangkan menurut penelitian yang
pada penelitian ini adalah pada proses dilakukan Satriyani (2012) di IFRSUD Pandan
pengelolaan obat untuk menilai sistem Arang Boyolali menyebutkan presentase
pengelolaan obat dan memperoleh informasi kesesuaian obat dengan DOEN adalah 22,31%.
tentang keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dan hasilnya. Dilakukan dengan menghitung penggunaan obat essensial dalam DOEN sudah
nilai masing-masing indikator yang diteliti sesuai dengan standar yang ditetapkan.
sesuai dengan tahapan yang disajikan dalam
bentuk tabel. Nilai yang telah diperoleh tersebut Tahap Perencanaan dan Pengadaan
selanjutnya dibandingkan dengan nilai standar Persentase modal/dana yang tersedia
(Depkes RI, 2002) yang ada. dengan keseluruhan dana yang dibutuhkan.
Data kualitatif yang diperoleh melalui Perencanaan obat yang dilakukan di
wawancara disajikan secara tekstual dalam RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
kalimat diskriptif terutama evaluasi mengenai Tenggara menggunakan dana APDB yang mana
sistem pendukung yang terkait. Setelah itu dana obat tersebut telah dianggarkan oleh
dilakukan perbaikan dalam manajemen Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku
pengelolaan obat dengan menggunakan metode Tenggara. Persentase modal/dana yang tersedia
Hanlon sehingga dapat memberikan jika dibandingkan dengan keseluruhan dana

285
Volume 3 Nomor 4 – September 2013

yang dibutuhkan pada tahun 2012 tercukupi dan resiko kerusakan/kadaluwarsa, walaupun
sampai 100%. Hal ini sesuai dengan indikator biaya pemesanan meningkat tetapi dapat
Pudjaningsih (1996) yaitu nilai standar terhadap melakukan efisiensi biaya yang besar.
persentase modal dana yang tersedia dengan
kebutuhan dana yang dibutuhkan yaitu sebesar Tahap Distribusi
100%, Kecocokan antara obat dengan kartu
Persentase alokasi dana pengadaan stock.Dari 120 item jumlah fisik obat yang
obat. Anggaran yang disediakan untuk tersedia di gudang sudah sesuai dengan 120
pengadaan obat hanya sebesar 6,51% dari sampel obat yang diambil dengan kartu stock.
keseluruhan anggaran rumah sakit. Yang mana Menurut WHO (1993) bahwa kecocokan antara
nilai presentase ini sangat kecil bila stock gudang dengan kondisi fisik adalah 100%,
dibandingkan dengan nilai standar yaitu ini menandakan bahwa administrasi di gudang
berkisar antara 30-40%. Hal ini menandakan farmasi sudah dikerjakan dengan baik dan
bahwa kebutuhan persentase alokasi dana optimal. Keadaan ini kemungkinan karena
pengadaan obat di RSUD Karel Sadsuitubun adanya mekanisme bagi setiap pegawai untuk
belum memenuhi standar yang disebabkan melakukan kontrol kesesuaian obat dengan
karena nilai anggaran untuk pengadaan obat kartu stock setiap hari atau minimal melakukan
telah ditetapkan dalam anggaran oleh kontrol setiap barang datang maupun keluar.
pemerintah daerah melalui APBD sehingga Inventory Turn Over Ratio. Menurut
tidak dapat dimungkinkan untuk dilakukan Pudjaningsih (1996) standar ITOR untuk rumah
penambahan anggaran. sakit adalah 8-12 kali setahun.Hasil
Persentase kesesuaian antara penelitianmenunjukkan bahwa nilai TOR
perencanaan obat dengan kenyataan pakai IFSRUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
untuk masing-masing obat. Persentase jumlah Tenggara adalah 5,77 kali dan menurut
item obat yang direncanakan sebesar 72,73%. Pudjaningsih indikator ITOR (Inventory Turn
Hal ini terlihat bahwa pemakaian item obat Over Ratio) adalah sebanyak 8-12 kali. Hal ini
masih di bawah standar yang seharusnya yaitu mungkin disebabkan karena adanya stock mati
100%, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah yang mana adanya stock mati yang sangat besar
item obat yang dipakai belum efisien. Hal ini mempengaruhi nilai persediaan, belum adanya
disebabkan karena belum optimalnya Panitia Farmasi dan Terapi sehingga proses
perencanaan dan dana yang disediakan oleh perencanaan dan pengadaan obat yang
rumah sakit terlalu rendah sehingga dilakukan tidak menggunakan acuan atau
menyebabkan item obat yang tersedia jadi kecil pedoman, selain itu juga sistem pengadaan obat
padahal kebutuhan obat yang riilnya sangat melalui proses tender, kecukupan dana untuk
besar. Upaya yang perlu dilakukan agar dana obat yang sangat rendah.
yang tersedia benar-benar digunakan untuk Tingkat ketersediaan obat. Pengukuran
memenuhi semua kebutuhan rumah sakit Indikator tingkat ketersediaan obat di instalasi
adalah melakukan perencanaan dengan selektif farmasi menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
yang mengacu pada prinsip efektif, aman, ketersediaan obat di IFRSUD Karel Sadsuitubun
ekonomis, rasional dan diadakan koreksi Kabupaten Maluku Tenggara adalah 7,28 hari,
dengan metode ABC dan VEN (Quick et al, ini berarti IFRSUD Karel Sadsuitubun
1997). Kabupaten Maluku Tenggara belum memenuhi
Frekuensi pengadaan tiap item obat. standar keefisienan tingkat ketersediaan obat
Rata-rata frekuensi pengadaan obat secara dimana standar untuk kebutuhan persediaan
kenyataan adalah 1 kali dalam setahun obat menurut Pudjaningsih (1996) yaitu selama
(frekuensi rendah) jika dibandingkan dengan 30 hari.
metode EOQ (Economic Order Quantity) adalah Rata-rata waktu yang digunakan untuk
berkisar 2 kali dalam setahun. Ketika frekuensi melayani resep sampai ke tangan pasien.
pengadaan dapat ditingkatkan dengan metode Pengukuran waktu pelayanan dibagi menjadi 3
EOQ dapat menurunkan biaya penyimpanan tahap waktu pelayanan yaitu dari pkl 08.00-

286
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

10.00, 10.00-12.00 dan 12.00-14.00. Pada tahap macam item obat. Menurut WHO (1993) rata-
pertama yaitu pkl 08.00 sampai pkl 10.00 rata- rata jumlah penulisan item obat tiap lembar
rata waktu yang diperlukan untuk resep adalah 2 item per lembar resep.
menyelesaikan resep obat non racikan untuk Persentase penulisan resep generik.
sampai ke tangan pasien adalah 5 menit Persentase penulisan resep generik di RSUD
sedangkan untuk resep obat racikan yaitu 13 Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara
menit. Untuk tahap kedua yaitu pkl 10.00 adalah 96,52%. Hal ini memperlihatkan bahwa
sampai 12.00 rata-rata waktu yang diperlukan penulisan obat generik di RSUD Karel
untuk menyelesaikan resep obat non racikan Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara
untuk sampai ke tangan pasien adalah 6 menit sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan
sedangkan untuk resep obat racikan yaitu 17 yaitu 85%.
menit. Sedangkan pada tahap ketiga yaitu pkl Persentase resep yang tidak terlayani.
12.00 sampai 14.00 rata-rata waktu yang Persentase resep yang tidak dilayani di apotek
diperlukan untuk menyelesaikan resep obat non rumah sakit selama tahun tahun 2012 adalah
racikan untuk sampai ke tangan pasien adalah 5 13,84% dari jumlah semua total resep.
menit sedangkan untuk resep obat racikan yaitu Persentase obat yang dilabeli dengan
11 menit. Dari ketiga tahapan rata-rata lama benar. Presentase obat yang dilabeli dengan
waktu tunggu obat non racikan dengan rata-rata benar adalah 100% yang berarti bahwa nilai
obat racikan telah memenuhi syarat indikator tersebut sudah memenuhi standar yang
yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa rata- ditetapkan yaitu 100% dan menandakan staf di
rata lama waktu yang digunakan di Apotek apotek telah melabeli etiket secara benar. Hal ini
IFRSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku dikarekan sebelum obat diserahkan kepada
Tenggara telah maksimal dan memenuhi pasien selalu dilakukan pengecekan oleh
standar. apoteker maupun staf sehingga kesalahan
Persentase nilai obat yang kadaluwarsa pelabelan pada etiket dapat diminimalkan.
dan rusak. Persentase nilai obat kadaluwarsa di
instalasi farmasi adalah 2,21%. Hal ini Kerangka Usulan Perbaikan dengan metode
menandakan seberapa besar kerugian yang Hanlon
dialami oleh rumah sakit, dalam persentase Berdasarkan observasi dan wawancara
yang sebenarnya menurut Pudjaningsih (1996) mendalam yang dilakukan oleh peneliti dengan
seharusnya tidak ada obat yang rusak atau beberapa informan terhadap proses pengelolaan
kadaluarsa (0%). obat di Instalasi Farmasi RSUD Karel
Persentase stock mati. Obat yang Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara,
mengalami stock mati sebanyak 8 item obat dari ditemukan beberapa masalah pengelolaan obat
165 item obat yang digunakan dan jika di yang sangat mendesak guna menunjang
persentasikan sebesar 4,85%. Hal ini bisa terjadi pelayanan rumah sakit.
disebabkan karena pola peresepan yang berubah Oleh karena itu peneliti mengusulkan
karena belum dibentuknya PFT yang beberapa upaya perbaikan manajemen
menyebabkan belum dibuatnya formularium pengelolaan di RSUD Kabupaten Maluku
rumah sakit yang menjadi pedoman bagi semua Tenggara. Usulan kerangka upaya perbaikan
staf medik di rumah sakit dalam melakukan manajemen obat yang disusun berdasarkan
pelayanan. Hasil yang diperoleh melebihi identifikasi masalah dan solusi yang dapat
standar menurut Pudjaningsih (1996) yaitu 0%. dilakukan manajemen rumah sakit untuk
mengatasi masalah tersebut, hal ini dapat dilihat
Tahap Penggunaan pada tabel 1. Agar mendapatkan hasil yang baik
Jumlah item obat tiap lembar resep. perlu adanya prioritas masalah, maka dilakukan
Rata-rata jumlah item obat per tiap lembar resep pembobotan dengan metode Hanlon, dapat
di tulis oleh dokter di RSUD Karel Sadsuitubun dilihat pada tabel I.
Kabupaten Maluku Tenggara adalah 3,23

287
Volume 3 Nomor 4 – September 2013

Tabel I. Masalah dan Solusi Manajemen Pengelolaan Obat di RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
Tenggara
Tahapan Masalah Solusi
A. Seleksi Belum adanya formularium RSUD Karel Membentuk PFT dan menyusun formularium rumah
Sadsuitubun Kabupaten Maluku sakit dan fungsi PFT di dalam memilih obat yang
Tenggara. memenuhi standar efficasy, safety,sebagai kriteria
dalam seleksi obat
B. Perencanaan B.1 Sisa persediaan dan dana pengadaan Menggunakan data sisa persediaan dan data
periode lalu seringkali tidak dijadikan penggunaan periode lalu sebagai dasar perencanaan
sebagai dasar perencanaan
B.2 Pola prevalensi penyakit yang selalu Menggunakan 10 penyakit teratas di dalam proses
berubah. seleksi dan perencanaan.
B.3 Presentase perencanaan dengan Melakukan perencanaan obat dengan selektif yang
kenyataan masih berkisar 72,73% mengacu pada prinsip efektif, aman, ekonomis dan
rasional dan diadakan koreksi dengan metode ABC-
VEN
C. Pengadaan C.1 alokasi dana pengadaan yang telah Perlu adanya pengusulan kenaikan anggaran
ditetapkan oleh pemerintah daerah pengadaan obat kepada Pemerintah Daerah dan
masih sangat kurang. DPRD Kabupaten Maluku Tenggara supaya
ketersediaan obat dapat terpenuhi.
C.2 Proses pengadaan tidak dilakukan Memberikan masukkan berbasis data kepada
oleh instalasi farmasi tetapi penunjukkan pemerintah daerah untuk melibatkan IFRS dalam
panitia pengadaan oleh pemerintah proses pengadaan sehingga proses pengelolaan obat
daerah menjadi bagian integral dan obat akan menjadi
produk teraupetik dan bukan barang (komoditas
bisnis).
C.3 perlu dilakukan pengadaan langsung Harus memilih supplier secara selektif (pabrikan,
secara berkala sehingga ketersediaan distributor) yang memenuhi aspek mutu produk yang
obat dapat terjamin. terjamin, aspek legal dan harga murah.
C.4 sering terlambatnya barang datang Melakukan koordinasi rutin kepada supplier/
dan terjadi kekosongan obat distributor dan kerjasama dengan beberapa apotek di
luar RSUD dalam penyediaan obat-obatan cito.
C.5 prosedur tetap dan waktu pengadaan Menetapkan SOP dan waktu pengadaan obat melalui
obat melalui pembelian langsung belum pembelian langsung.
berjalan secara konsiten.
D.Penyimpanan D.1 rendahnya nilai ITOR yang Mengendalikan jumlah persediaan, menyediakan data
menyebabkan menumpuknya stock obat. persediaan dan dukungan SIM berbasis IT
D.2 Masih besarnya persentase obat Pendataan obat-obatan yang mendekati tanggal
kadaluwarsa. kadaluwarsa.
D.3 Masih kurangnya tenaga terlatih di Mengadakan/ mengikutsertakan tenaga instalasi
dalam pengelolaan invebtory. farmasi di dalam kegiatan pelatihan mengenai
inventory control management
D.4 belum terintegrasinya SOP tentang Melaksanakan kebijakan farmasi satu pintu serta
perbekalan farmasi sehingga belum mengusulkan kepada pihak manajemen rumah sakit
dapat dicapai monitoring dan evaluasi agar mengintegrasikan SOP tentang perbekalan
atas pelaksanaan kegiatan penerimaan. farmasi.
D.5 masih adanya item obat yang tidak Pemantauan dan pengawasan terhadap stock setiap
digunakan selama 3 bulan berturut-turut bulan agar dapat diketahui adanya obat yang
merupakan stock mati.
E. Distribusi E.1 pengendalian sistem distribusi Mengembangkan SOP distribusi perbekalan farmasi
perbekalan farmasi yang belum berfungsi selain itu perlu adanya penggunaan SIM dalam
secara optimal mengawasi dan mengendalikan distribusi perbekalan
farmasi sehingga dapat berjalan optimal.
E.2 belum dilakukannya evaluasi dan Membentuk PFT dan memberdayakannya dalam
monitoring secara berkala terhadap rangka evaluasi dan monitoring terhadap pengelolaan
sistem distribusi obat. obat di RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
Tenggara.

288
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

E.3 masih rendahnya tingkat Mengevaluasi dan melakukan sistem perencanaan


ketersediaan obat dan pengadaan obat dengan selektif disesuaikan
dengan kebutuhan rumah sakit serta mengacu pada
prinsip efektif, aman, ekonomis dan rasional.
F. Penggunaan F.1 masih besarnya item obat per lembar Peran PIO dalam memberikan informasi obat
resep sehingga peresepan obat lebih rasional, efektif dan
efisien.
F.2 Belum dilakukan monitoring dan Memberdayakan PFT dalam rangka evaluasi dan
evaluasi secara berkala terhadap monitoring terhadap penggunaan obat di RSUD Karel
penggunaan obat Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara.
F.3 masih banyaknya item obat yang Perlu adanya SIM di dalam mengawasi dan menjamin
tidak terlayani di unit pelayanan farmasi kualitas obat dari kondisi stock sehingga terhindar
(apotek) dari kerusakan, kehilangan, kekurangan dan
kelebihan.
Dari metode Hanlon diperoleh skala mengevaluasi dan melakukan sistem
prioritas yang dapat dilakukan untuk mengatasi perencanaan dan pengadaan obat dengan
masalah di tiap tahapan manajemen pengelolaan selektif disesuaikan dengan kebutuhan
obat sebagai berikut: rumah sakit serta mengacu pada prinsip
1. Membentuk PFT untuk menyusun efektif, aman, ekonomis dan rasional.
formularium dan fungsi PFT didalam 10. Melakukan koordinasi rutin kepada supplier
memilih obat yang memenuhi standar atau distributor dan bekerjasama dengan
efficacy, safety serta berbagai kriteria dalam beberapa apotek di luar RSUD Karel
seleksi obat. Sadsuitubun Kabupaten Maluku Tenggara di
2. Memberikan masukan berbasis data kepada dalam penyediaan obat-obatan cito.
pemerintah daerah untuk melibatkan IFRS 11. Memberdayakan PFT dalam rangka evaluasi
dalam proses pengadaan sehingga proses dan monitoring terhadap penggunaan obat di
pengadaan obat menjadi bagian integral dan RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
obat akan menjadi produk terapeutik dan Tenggara.
bukan barang (komoditas bisnis). 12. Melakukan kebijakan farmasi satu pintu dan
3. Perlu adanya pengusulan kenaikan anggaran mengusulkan kepada manajemen rumah
pengadaan obat kepada pemerintah daerah sakit agar mengintegrasikan SOP tentang
dan DPRD Kabupaten Maluku Tenggara perbekalan farmasi.
supaya ketersediaan obat dapat terpenuhi 13. Harus memilih supplier secara selektif
4. Menggunakan data sisa persediaan tahun (pabrikan, distributor) yang memenuhi aspek
lalu dan data penggunaan periode yang lalu mutu produk yang terjamin, aspek legal dan
sebagai dasar perencanaan. harga murah.
5. Perlu adanya SIM di dalam mengawasi dan 14. Pemantauan dan pengawasan terhadap stock
menjamin kualitas obat dan kondisi stock setiap bulan agar dapat diketahui adanya
sehingga terhindar dari kerusakan, obat yang merupakan stock mati.
kehilangan, kekurangan dan kelebihan. 15. Peran PIO dalam memberikan informasi obat
6. Melakukan perencanaan obat dengan selektif sehingga peresepan obat lebih rasional,
yang mengacu pada prinsip efektif, aman, efektif dan efisien.
ekonomis dan rasional dan diadakan koreksi 16. Menetapkan SOP dan waktu pengadaan obat
dengan metode ABC-VEN. melalui pembelian langsung.
7. Menggunakan 10 penyakit teratas di dalam 17. Mengembangkan SOP distribusi perbekalan
proses seleksi dan perencanaan. farmasi dan perlu adanya penggunaan SIM
8. Mengadakan/mengikutsertakan tenaga dan mengendalikan distribusi perbekalan
instalasi farmasi di dalam kegiatan pelatihan farmasi sehingga dapat berjalan optimal.
mengenai inventory control management. 18. Pendataan obat-obat yang mendekati tanggal
9. Mengoptimalkan sistem penerapan satu kadaluwarsa.
pintu disertai dengan sarana dan prasarana 19. Memberdayakan PFT dalam rangka evaluasi
serta SDM yang menunjang serta dan monitoring terhadap pengelolaan obat di

289
Volume 3 Nomor 4 – September 2013

RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku frekuensi pengadaan tiap item obat 1 kali
Tenggara. sedangkan menurut EOQ 2 kali, nilai ITOR (5,77
20. Menyediakan jumlah persediaan, data kali), tingkat ketersediaan obat (7,28 hari),
persediaan dan dukungan SIM berbasis IT. persentase nilai obat kadaluwarsa/rusak (2,21%),
persentase stock mati (5%), jumlah item obat tiap
KESIMPULAN lembar resep (3,23), persentase resep yang tidak
Berdasarkan hasil penelitian yang terlayani (13,84%).
dilakukan di IFRSUD Karel Sadsuitubun Dari hasil penelitian di atas, maka
Kabupaten Maluku Tenggara didapatkan sistem dilakukan analisis prioritas rencana perbaikan
pengelolaan obat sebagai berikut : tindakan menggunakan Metode Hanlon, adapun
Tahapan pengelolaan obat yang sesuai hasil sesuai dengan urutan skala prioritas
dengan standar yaitu : Kesesuaian item obat sebagai berikut membentuk Panitia Farmasi dan
yang tersedia dengan DOEN (77,56%), Terapi (PFT) dan menyusun formularium rumah
persentase modal/dana yang tersedia dengan sakit, serta melakukan monitoring dan evaluasi
keseluruhan dana yang dibutuhkan (100%), terhadap proses pengelolaan obat, melakukan
kecocokan kartu stock obat (100%), rata-rata pengusulan kenaikan anggaran kepada ke
waktu yang digunakan untuk melayani resep Pemerintah Daerah dan DPRD kabupaten
sampai ke tangan pasien, persentase penulisan Maluku Tenggara, melakukan analisis ABC-
resep obat generik (96,52%), persentase obat VEN di dalam proses perencanaan,
yang dilabeli dengan benar (100%).Tahapan mengusulkan kepada pihak manajemen rumah
pengelolaan obat yang belum sesuai dengan sakit agar mengintegrasikan SOP tentang
standar yaitu : persentase kesesuaian antara perbekalan farmasi, menerapkan Sistem
perencanaan obat dengan kenyataan pakai Informasi Manajemen (SIM) dalam proses
untuk masing-masing item obat (72,73%), pengelolaan obat.
persentase alokasi dana pengadaan obat (6,51%),

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI., 2002, Pedoman Supervisi Dan Evaluasi Fakultas Kedokteran, Program Pendidikan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 8-15, Pascasarjana, Mangister Manajemen Rumah
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Sakit, Gadjah Mada.
dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Quick,J.D., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Connor,
Republik Indonesia, Jakarta. R.W., Hogerzeil, H.V., Dukes, M.N.G., dan
Depkes RI., 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Garnett A., 1997, Managing Drug Supply :
RI No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang The Selection, Procurement, distribusion, and
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. use of pharmaceuticals in primary health care,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, second edition, Connecticut, Kumarin Press
Jakarta. Inc.
Fakhriadi A., Marchaban., Pudjaningsih D., Satriyani., 2012, Analisis Efisiensi Pengelolaan
(2011), Jurnal Analisis pengelolaan Obat di Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Umum Daerah Pandan Arang Boyolali dan
Muhammadiyah Temanggung, Vol. 1.,No 2. No Rencana Pengembangan Berbasis Metode
hal 66-69. Hanlon (Tesis). Surakarta : Fakultas
Lilihata R.N., 2011, Analisis Manajemen Obat di Farmasi. Universitas Setia Budi.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Siregar,C.J.P., dan Amalia, L., 2003, Farmasi
Daerah Masohi Kabupaten Maluku Tengah Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, Penerbit
(Tesis). Jogjakarta : Fakultas Farmasi. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Universitas Gadjah Mada WHO, 1993., How to Investigate Drug Use in
Pudjanigsih,D., 1996, Pengembangan Indikator Health Facillities, Selected Drug Use Indikator,
Efisiensi Pengelolaan Obat di Instalasi Action Program on Essential Drug, WHO,
Farmasi Rumah Sakit (Tesis). Jogjakarta : Geneve.

290

Anda mungkin juga menyukai