File PDF
File PDF
TESIS
Program
Progr am Pendidikan Dokter Spesialis 1
Departemen Bedah FKUI-RSCM
Jakarta, April 2014
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar spesialis bedah
Pembimbing :
dr. Sastiono, SpB, SpBA
dr. Aria Kekalih, MTI
Program
Progr am Pendidikan Dokter Spesialis 1
Departemen Bedah FKUI-RSCM
Jakarta, April 2014
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis
bedah Jurusan Ilmu bedah pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai masa
studi hingga pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
(1) dr. Sastiono, SpB, SpBA selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(2) dr. Aria Kekalih, MTI, selaku dosen pembimbing statistik yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
menyusun tesis ini;
(3) DR. dr. Toar J.M. Lalisang, SpB (K) BD selaku Kepala Departemen Ilmu
Bedah;
(4) dr. Riana P.Tamba,SpB, SpBA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah, para
staff pengajar di lingkungan FKUI-RSCM dan rumah sakit jejaring;
(5) Dr. dr. Yefta Moenadjat, SpBP (K), selaku Koordinator Penelitian
Departemen Ilmu Bedah;
(6) Pihak-pihak di RSCM yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh
data yang saya perlukan;
(7) Para pasien yang mau memberikan kesempatan belajar, kalianlah guru-guru
saya yang sesungguhnya;
(8) Orang tua, mertua, istriku Rima dan anak-anakku Ariel, Azel dan Aleeandra
yang selalu mendoakan memberikan bantuan dukungan material dan moral
dalam keadaan apapun;
(9) Teman-teman seperjuanganku dr. Aseane Femelia, dr. Marethania Maheranny,
dr, Syarif Mustika, semua teman residen bedah periode Januari 2008, para
iv Universitas Indonesia
Penulis
v Universitas Indonesia
Abstrak
Latar Belakang : Sejak diperkenalkan oleh Pena dan deVries, posterior sagittal anorectoplasty
(PSARP) telah menjadi operasi standar pada tatalaksanan malformasi anorektal. Masalah kontinensia
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup pasien-pasien malformasi anorektal.
Saat ini tidak ditemukan kepustakaan Indonesia yang melakukan studi evaluasi fungsi kontinensia
pasca tindakan PSARP dan kaitannya dengan usia saat operasi.
Metode: Dilakukan penelitian cross sectional pada 40 pasien pasca PSARP di RSCM pada periode 1
Januari 2006 – 31 Desember 2012. Evaluasi fungsi kontinensia pasca PSARP menggunakan skoring
Rintala dan uji statistik menggunakan SPSS 20.
Hasil: Dari 40 pasien, 28 (70%) pasien perempuan dengan 26 pasien dengan fistel (17 rektovestibuler,
6 perineal, 2 rektovagina dan 1 kloaka. Pada pasien laki-laki 9 dengan fistel (7 rektouretra dan 2
perineal). Pada evaluasi kontinensia dengan skor Rintala didapatkan 47,5% pasien dengan kontinensia
normal, dimana 73,7% diantaranya adalah pasien atresia ani letak rendah. Rata-rata Functional
Outcome Score (FOS) adalah 16,17.
Kesimpulan: Pasien PSARP di RSCM memiliki kemungkinan untuk mendapat fungsi kontinensia
yang lebih baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia saat operasi dengan hasil kontinensia
pasien.
Background: Since introduced by Pena and deVries, posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) has
became standard operation for management of anorektal malformation. Continens problem is the one
of factors that impact the quality of life who had anorektal malformations. Until now, there is no
discovered about references in Indonesia which is doing evaluation study about continence function
after PSRAP operation and the correlation between age at procedure and continence result.
Method: The study used cross sectional study in 40 patients who had post PSRAP operation in RSCM
from 1 January 2006 – 31 Desember 2012. Performing evaluation of continence function of after
PSRAP Operation was using the Rintala score and the statistic test was using SPSS 20.
Result: from 40 patients, there were 28 (70%) female patients with 26 patients had fistula (17
rectovestibular, 6 perineal, 2 rectovagina and 1 cloaca). In 9 male patients had fistula (7 rectouretra, 2
perineal). Based on evaluation of continens with using the Rintala score, there is 45,% patients with
normal continens, which is 73,7% is the patient who had atresia ani low location. The average of
Functional Outcome Score (FOS) is 16.17.
Conclusion: Patients who had PSRAP Operation in RSCM has probability to get better continence
function. There is no significant correlation between age at operation and continence.
Keyword: PSRAP, Rintala score, continence
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1. SEJARAH
2.2. INSIDEN
4 Universitas Indonesia
2.3. KLASIFIKASI
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sfingter ani eksterna tersusun atas 3 loop yang terdiri loop atas, intermediate
dan dasar. Tiap loop memiliki tempat perlekatannya sendiri dan arah serabut dan
persarafan sendiri.14Seluruh kelompok otot yang bekerja dalam mekanisme sfingter
dipersarafi oleh nervus pudendus yang berasal dari pleksus sakralis S2-S4, baik
secara motorik pada otot lurik maupun sensorik pada kulit disekitar anus maupun
kanalis anal dan secara otonom melalui nervus erigentes.5
Pada pendekatan posterosagital, otot-otot levator tampak sebagai serat otot
lurik yang tersusun vertikal sampai anal dimple. Stimulasi listrik pada muscle
complex mengangkat anus dan stimulasi pada serat yang mengarah parasagital akan
menutup anus. Anak dengan malformasi anorektal mengalami variasi pertumbuhan
otot lurik tersebut, mulai dari yang pertumbuhannya normal hingga yang hampir
tidak berkembang sama sekali.5
Umumnya pasien dengan malformasi letak rendah masih memiliki refleks
relaksasi rektoanal, sedang pada pasien dengan malformasi letak tinggi jarang.
Insiden konstipasi pasca prosedur PSARP dilaporkan 10-73%, dan tampak lebih
sering timbul ketika teknik preservasi sfingter interna digunakan.7
Universitas Indonesia
Relaksasi anus yang diawali oleh distensi rektaldimediasi oleh saraf intrinsik.
Refleks ini tidak ditemukan pada pasien dengan penyakit Hirschprung’s. Saraf
ekstrinsik tidak berperan pada refleks ini, namun persarafan ekstrinsik dapat
memodulasi refleks ini.13(Gambar 2.2.)
Universitas Indonesia
A B C D
diputuskan apakah akan mengeluarkan atau menahan isi rektum. Jika dirasa proses
defekasi kurang nyaman, maka proses tersebut dapat ditunda, respon kontraktilitas
rektum terhadap distensi kemudian menghilang saat rektum mengalami akomodasi.
Mekanisme diatas menggarisbawahi bahwa defekasi merupakan suatu proses
terintegrasi dari refleks somato-viseral.13
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
penelitian Rintala7.Laki-laki dengan fistel bladder neck dan wanita dengan kloaka
secara signifikan berprognosis buruk dibandingkan dengan pasien dengan fistel
urogenital rendah.1 Penyebab prognosis buruk pada pasien malformasi letak tinggi
adalah hipoplasia dari otot sfingter. Selain itu, adanya abnormalitas berat sakral,
berhubungan dengan hipoplasia sfingter. Jika lebih dari dua vertebra sakralis hilang,
atau pasien memiliki deformitas sakral lain seperti hemivertebra, fusi vertebra, hasil
fungsional akan lebih buruk dibanding pasien dengan sakrum normal atau derajat
kelainan sakrum yang lebih rendah7,13.
Universitas Indonesia
3. 1. KERANGKA TEORI
Kerangka teori yang menjadi dasar dari penelitian ini diambil berdasarkan
sistem skoring Rintala yang dihasilkan dari uji multivariat dengan memasukkan
elemen kontrol volunter, sensasi, frekuensi defekasi, soiling, konstipasi serta dampak
sosial dari inkontinensia1,16 Berdasarkan literatur dan penelitian-penelitian terdahulu
juga telah diidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kontinensia
setelah prosedur PSARP, yaitu usia saat dilakukan PSARP, letak/ketinggian defek
dan jenis kelamin.
3. 2. KERANGKA KONSEP
16 Universitas Indonesia
3. 3. DEFINISI OPERASIONAL
• Kemampuan menahan defekasi adalah kemampuan pasien untuk menahan
keinginan untuk defekasi hingga mendapatkan tempat yang layak untuk
defekasi.
• Kemampuan menyampaikan keinginan untuk defekasi adalah kemampuan
pasien merasakan keinginan defekasi dan menyampaikannya.
• Frekuensi defekasi adalah frekuensi defekasi pasien dalam sehari.
• Soiling adalah kejadian terdapatnya bercak faeses pada pakaian dalam / popok
yang dipakai pasien atau terdapatnya faeses pada lipat bokong pasien yang
tidak dapat dikendalikan pasien.
• Accident adalah kejadian dimana pasien tidak dapat menahan keinginan buang
air besar hingga di tempat yang seharusnya / kejadian pasien BAB tanpa dapat
ditahan.
• Konstipasi adalah frekuensi buang air besar yang kurang dari 3x dalam 1
minggu BAB yang memerlukan mengedan berat sebelum dapat mengevakuasi
faeses, rasa tidak puas / merasa ada sisa setelah defekasi
• Masalah sosial akibat gangguan fungsi kontinensia adalah masalah yang
mengganggu sehingga pasien mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial
dengan lingkungannya, seperti kesulitan mendapatkan teman bermain karena
masalah soiling.
• Usia saat dilakukan PSARP adalah usia pasien saat dilakukannya prosedur
PSARP.
• Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien.
Universitas Indonesia
3.4. HIPOTESIS
Terdapat korelasi antara usia saat operasi PSARP terhadap fungsi kontinensia
anak dengan atresia ani. Dimana semakin muda usia anak saat dilakukan PSARP (1-
3 bulan) maka akan semakin baik prognosis kontinensia yang didapatkan.
Universitas Indonesia
Populasi penelitian ini adalah semua pasien pasca PSARP di RSCM pada
periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2012.
19 Universitas Indonesia
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah semua pasien atresia ani yang
dilakukan PSARP di RSCM pada tahun 2006-2012.
4. 2. 4. Besar Sampel
1. Dilakukan penilaian pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
2. Pasien yang terseleksi diberikan penjelasan tentang tata cara penelitian,
pengisian kuesioner setelah menandatangani surat persetujuan penelitian
3. Penghitungan besar sampel
n = Zα2pq
d2
n = 1,962.0,35.0,65 = 87
0,12
Jadi besar sampel yang dibutuhkan adalah 87 orang
Keterangan :
n : Besar sampel
Zα : 1,96
P : 35% (didapatkan dari penelitian sebelumnya)
d : 10%
Insrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi
komponen-komponen skoring kontinensia PSARP yang dapatkan berdasarkan
penelitian sebelumnya oleh Rintala, dkk. (2008).
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis data yaitu data sekunder dari rekam
medis untuk melengkapi kuesioner skoring yang ada dan data primer mengenai
kontinensia pasca operasi yang diperoleh dari wawancara via telepon atau kunjungan
pasien di poliklinik bedah anak RSCM.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. 5. ALUR PENELITIAN
Pasien Atresia Ani yang menjalani operasi PSARP di RSCM dalam periode 1 Januari
2006 – 31Desember 2012
Uji Statistik
Hasil penelitian
Universitas Indonesia
Usia termuda pasien saat menjalani prosedur PSARP dalam penelitian ini
adalah 1 bulan dan usia tertua 15 tahun 8 bulan. Lebih dari separuh subyek penelitian
berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar pasien menjalani prosedur PSARP
sebelum usia 2 tahun (75%, n=30) dan sisanya setelah usia 2 tahun (25%, n=10)
yang artinya operasi PSARP dilakukan setelah pasien melewati usia toilet training.
Tipe atresia ani pada penelitian ini didominasi oleh atresia ani letak rendah
62,5% (n=25), dimana 92% (n=23) diantaranya berjenis kelamin perempuan. Setelah
dilakukan wawancara untuk melihat fungsi kontinens pasien menggunakan skor
Rintala, didapatkan 47,5% pasien mencapai kontinensia normal dengan rerata FOS
pada penelitian ini adalah 16,17 yang jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin:
24 Universitas Indonesia
16,78 untuk pasien perempuan dan 14,75 untuk pasien pria. Dari pasien yang
mencapai kontinensia normal tersebut 73,7% diantaranya adalah pasien atresia ani
letak rendah. Kemudian dilakukan uji korelasi Spearman’s antara skor Rintala
dengan usia saat operasi. Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Analisa korelasi usia saat prosedur PSARP dengan skor Rintala
Spearman’s Correlation
P
Coefficient
Usia saat operasi -0,116 0,477
Peneliti melakukan analisa statistik dengan melihat korelasi antara usia saat
prosedur dengan hasil skor Rintala dengan memisahkan pasien berdasarkan usia saat
toilet training (2 tahun). Ditemukan korelasi terbalik, dimana semakin dini usia saat
operasi akan didapatkan skor Rintala yang lebih tinggi hingga pasien berusia 2 tahun.
Namun hasil tersebut tidak bermakna secara statistik; usia saat operasi (r=-0,116,
p=0,477) Tren korelasi negatif ini tergambarkan dalam gambar 5.1.
Gambar 5.1. Scatter plot hubungan usia saat operasi dengan skor Rintala sebelum usia 24 bulan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
27 Universitas Indonesia
7.1. SIMPULAN
Dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien pasien yang menjalani PSARP di
RSCM memiliki kemungkinan untuk mendapat fungsi kontinensia yang lebih baik
daripada yang dikatakan dalam literatur. Juga didapatkan tidak ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara usia saat operasi dengan hasil kontinensia pasien
walaupun didapatkan kecenderungan bahwa semakin muda pasien maka akan
didapatkan fungsi kontinensia yang lebih baik.
7.2 SARAN
29 Universitas Indonesia
1. Goyala A, Williamsa JM, Kennya SE, et al. Functional outcome and quality of
life in anorectal malformations. Journal of Pediatric Surgery 2006;41:318 - 22.
2. Hassett S, Snell S, Hughes-Thomas A, Holmes K. 10-Year outcome of children
born with anorectal malformation, treated by posterior sagittal
anorectoplasty,assessed according to the Krickenbeck classification. Journal of
Pediatric Surgery 2009;44:399 - 403.
3. Osifo O, Osagie T, Udefiagbon E. Outcome of primary posterior sagittal
anorectoplasty of high anorectal malformation in well selected neonates.
Nigerian Journal of Clinical Practice 2014;17:1 - 5.
4. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformation. In: Grosfeld JL, James A. O'Neill
J, Fonkalsrud EW, Coran AG, eds. Pediatric Surgery. 6th ed. Philadelphia, PA:
Mosby Elsevier; 2006:1566 - 89.
5. Levitt MA, Pena A. Anorectal Malformations. In: Coran AG, Adzick NS,
Krummel TM, Laberge J-M, Shamberger RC, Caldamone AA, eds. Pediatric
Surgery. 7th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:1289 - 309.
6. Levitt MA, Peña A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases
2007;2:1 - 13.
7. Rintala RJ, Pakarinen MP. Imperforate anus: long- and short-term outcome.
Seminars in Pediatric Surgery 2008;17:79 - 89.
8. Yoo SY, Bae KS, Kang SJ, Kim SY, Hwang EH. How Important Is the Role of
the Internal Anal Sphincter in Fecal Continence? An Experimental Study in
Dogs. Journal of Pediatric Surgery 1995;30:687 - 91.
9. Tsuji H, Okada A, Nakai H, Azuma T, Yagi M, Kubota A. Follow-Up Studies of
Anorectal Malformations After Posterior Sagittal Anorectoplasty. Journal of
Pediatric Surgery 2002;37:1529 - 33.
10. Kuyk EMv, Wissink-Essink M, Brugman-Boezeman ATM, et al.
Multidisciplinary Behavioral Treatment of Defecation Problems: A Controlled
Study in Children With Anorectal Malformations. Journal of Pediatric Surgery
2001;36:1350 - 6.
11. Levitt MA, Peña A. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In: III GWH,
Murphy JP, eds. Aschraft Pediatric Surgery. 5th ed. Philadelphia, PA: Saunders
Elsevier; 2010:468 - 90.
12. Akhter N, Ishaque N, Chaudhary A, et al. Posterior Sagittal Anorectoplasty in the
treatment of Anorectal Malformation. Annals of Pakistan Institute for Medical
Science 2008;4:156 - 8.
13. Bharucha AE, Blandon RE. Anatomy and Physiology of Continence. In: Ratto C,
Doglietto GB, eds. Fecal Incontinence Diagnosis and Treatment. Milan, Italy:
Springer-Verlag; 2007:3 - 12.
30 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Nama Pasien :
No RM :
TanggalLahir :
Alamat :
Telpon/HP :
TanggalOperasi PSARP :
Frekuensi BAB
• Berapa kali dalam sehari pasien BAB?
Setiap satu atau dua hari sekali
Lebih sering / lebih dari 1x dalam sehari
Lebih jarang / BAB kurang dari 1x dalam 2 hari
Soiling
• Apakah pasien sering cepirit / ada bercak kotoran / faeces di celana / pakaian /
popok?
Tidak pernah
Universitas Indonesia
Accident
• Seberapa sering pasien BAB di celana / tidak bisa menahan BAB?
Tidak pernah
Tidak sampai 1x dalam 1 minggu
Bermasalah paling tidak 1x dalam 1 minggu, seringkali membutuhkan
alat bantu
Setiap hari dan membutuhkan alat bantu siang dan malam
Konstipasi
• Apakah pasien sulit untuk BAB / memerlukan perjuangan ekstra untuk dapat
BAB?
Tidak ada masalah
Ya, namun dapat diatasi dengan pengaturan makanan
Ya, dapat diatasi dengan obat obat pelancar BAB / laksatif
Ya, diatasi dengan obat pencahar / enema
Masalah sosial
• Apakah pasien terganggu secara sosial dikarenakan ketidak mampuan untuk
menahan BAB?
Tidak
Kadang – kadang, terganggu karena masalah bau
Ya, pasien membatasi pergaulan sosial
Ya, pasien terganggu dalam hubungan sosial dan mengalami psikis
Jakarta,………………………….2014
(………………………………………….)
Namalengkap
Universitas Indonesia
INFORMED CONSENT
EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL
ANORECTOPLASTY (PSARP)
Universitas Indonesia
..........,.........................2014
Universitas Indonesia