Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Linguistik sebagai ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa keseharian


manusia dalam peerkembangannya memiliki beberapa cabang. Cabang-cabang
linguistik secara berurut-urut dapat disebutkan sebagai berikut: fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Levinson dalam Rahardi (2005 : 48) mendefinisikan pragmatik sebagai
studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang
dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari
struktur bahasanya.
Parker dalam Rahardi (2005 : 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal.
Menurut Al-Khuli (1982 : 222) pragmatik adalah

/’ilmu al-rumuzi, dirasatu al-rumuzi al-lugawiyatu wa al-rumuzi gayra al-


lugawiyatu/ ‘ilmu yang mempelajari simbol-simbol bahasa dan simbol-simbol
yang bukan bahasa’.
Pragmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan analisisnya pada
konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang
dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi
sebuah pertuturan.
Bertutur adalah kegiatan yang berdimensi sosial. Sepeti lazimnya
kegiatan-kegiatan sosial lain, kegiatan bertutur dapat berlangsung baik apabila
para peserta pertuturan itu semuanya bersikap aktif di dalam proses bertutur
tersebut. Agar proses komunikasi penutur dan mitra tutur dapat berjalan baik dan
lancar, mereka harus bekerja sama. Bekerja sama yang baik di dalam proses
bertutur itu, salah satunya, dapat dilakukan dengan berprilaku sopan kepada pihak
lain.
Agar pesan (message) dapat sampai dengan baik pada peserta tutur,
komunikasi yang terjadi itu perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


(1) prinsip kejelasan (clarity), (2) prinsip kepadatan (conciseness), dan (3) prinsip
kelangsungan (directness). Prinsip-prinsip itu secara lengkap dituangkan dalam
Prinsip Kerja Sama Grice (1975). Prinsip Kerja Sama Grice itu seluruhnya
meliput i empat maksim yang satu per satu dapat disebutkan sebagai berikut: (1)
maksim kuantitas (maxim of quantity), (2) maksim kualitas (maxim of quality), (3)
maksim relevansi (maxim of relevance), (4) maksim pelaksanaan (maxim of
manner). Tetapi maksim pelaksanaan pada Prinsip Kerja Sama Grice seringkali
tidak dipatuhi atau bahkan harus dilanggar karena kesantunan bahasa banyak
dimarkahi oleh ketidakjelasan, ketidaklangsungan, kekaburan, dan sebagainya.
Oleh karena itu Prinsip Kerja Sama Grice tidak lagi banyak digunakan. Maka
yang banyak digunakan sampai saat ini adalah Prinsip Sopan Santun Leech karena
Prinsip Sopan Santun Leech dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relative
paling komprehensif.
Sopan santun adalah suatu system hubungan antar manusia yang
diciptakan untuk mempermudah hubungan dengan meminimalkan potensi konflik
dan perlawanan yang melekat dalam segala kegiatan manusia.
Prinsip Sopan Santun terbagi atas enam maksim yaitu: maksim
kebijaksanaan (taxt maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim
penghargaan (approbation maxim), maksim kesederhanaan (modesty maxim),
maksim permufakatan (agreement maxim), maksim simpati (sympathy maxim).
Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti Prinsip Sopan Santun yang
telah dirumuskan oleh Leech berdasarkan pada teori Henry Guntur Tarigan dan
Kunjana Rahardi, karena Henry Guntur Tarigan dan Kunjana Rahardi saling
melengkapi dalam mengkaji pragmatik.
Rumusan itu selengkapnya tertuang dalam enam maksim sebagai berikut:
1. Taxt maxim: Minimize cost to other. Maximize benefit to other.
2. Generosity maxim: Minimize benefit to self. Maximize cost to self.
3. Approbation maxim: Minimize dispraise. Maximize praise of other.
4. Modesty maxim: Minimize praise of self. Maximize dispraise of self.
5. Agreement maxim: Minimize disagreement between self and other.
Maximize agreement between self and other.
6. Sympathy maxim: Minimize antiphaty between self and other. Maximize
sympathy between self and other. (Leech, 1983 : 119)

Tarigan (1990) menterjemahkan maksim-maksim dalam Prinsip Sopan


Santun yang disampaikan Leech (1983) di atas berturut-turut sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


1. Maksim Kebijaksanaan
Kurangi kerugian orang lain.
Tambahi Keuntungan orang lain.
2. Maksim Kedermawanan
Kurangi keuntungan diri sendiri.
Tambahi pengorbanan diri sendiri.
3. Maksim Penghargaan
Kurangi cacian pada orang lain
Tambahi pujian pada orang lain.
4. Maksim Kesederhanaan
Kurangi pujian pada diri sendiri.
Tambahi cacian pada diri sendiri.
5. Maksim Permufakaatan
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
6. Maksim Simpati
Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain.
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
(Tarigan, 1990: 82-83)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 704) maksim diartikan


sebagai pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran umum
tentang sifat manusia.
Dalam The Holt Intermediate Dictionary (Walters, 1966:482) maksim
didefinisikan dengan general truth expressed as a wise saying, ‘Kebenaran
diekspresikan/diungkapkan sebagai sebuah kalimat yang bijak’.

1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) /hikmatun

labiqatun/)
Gagasan dasar dari maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan
adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk
selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan
pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan
melaksanakan maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki,
iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur.
Sebagai pemerjelas atas pelaksanaan maksim kebijaksanaan ini di dalam
komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


Tuan rumah :“Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami semua sudah
mendahului.”
Tamu :”Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”
Dituturkan oleh seorang ibu kepada anak muda yang sedang bertamu di rumah
ibu tersebut. Pada saat itu, ia harus berada di rumah ibu tersebut sampai malam
karena hujan sangat deras dan tidak segera reda.

Contoh maksim kebijaksanaan dalam Al-Qur’an terdapat pada surat Yusuf ayat 4
dan 6, sebagai berikut:

Q.S Yusuf ayat 4

/iz qala yusufu liabihi ya’bati inni raaytu ahada `asyara kawakaban wa
syamsa wa al-qamara ra’aytuhum li sajidina/’(ingatlah), ketika Yusuf
berkata kepada ayahnya:”Wahai ayahku sesungguhnya aku bermimpi
melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan. Kulihat semuanya sujud
kepadaku” ’.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya pada suatu ketika nabi Yusuf a.s
memberitahukan kepada ayahnya nabi Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim bahwa ia
bermimpi dan melihat dalam mimpinya itu sebelas buah bintang, matahari, dan
bulan, semuanya tunduk dan sujud kepadanya. Tentu saja sujud disini bukanlah
dengan arti menyembah seperti yang kita kenal, tetapi hanyalah sujud dengan arti
kiasan yaitu tunduk dan patuh. Sujud dengan arti tunduk dan patuh itu ada juga
terdapat dalam Al-Qur’an. Setelah mendengar cerita itu, mengertilah nabi Ya’qub
a.s bahwa mimpi anaknya itu bukanlah mimpi biasa, sekedar hiasan tidur, tetapi
mimpinya itu adalah suatu ilham dari Allah SWT sebagaimana kerapkali dialami
oleh para nabi. Ia yakin bahwa anaknya ini akan menghadapi suatu urusan yang
sangat penting dan setelah dewasa menjadi penguasa dimana masyarakat akan
tunduk kepadanya tidak terkecuali saudara-saudaranya, dan tentulah mereka akan

Universitas Sumatera Utara


merasa iri dan dengki terhadapnya dan berusaha untuk menyingkirkannya atau
membinasakannya apalagi mereka telah merasa bahwa ayah mereka lebih banyak
menumpahkan kasih sayang kepadanya. Tergambarlah dalam khayalnya
bagaimana nasib anaknya bila mimpi itu diketahui oleh saudara-saudaranya,
tentulah mereka dengan segala usaha dan tipu daya akan mencelakakannya.

Q.S Yusuf ayat 6

/qala yabunaya la taqsus ru’yaka ‘ala ikhwatika fayakidu laka kaidan inna
syastana lil’insani ‘aduwwun mubinun/’Ayahnya berkata: “Hai anakku.
Janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka
mereka membuat maker (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata”.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Ya’qub a.s berkata kepada


anaknya: Hai anakku jangan sekali-kali engkau beritahukan apa yang engkau lihat
dalam mimpi itu, karena kalau sampai mereka mengetahuinya, mereka akan
mengerti tabir mimpi itu dan mereka akan iri dan dengki terhadapmu. Aku melihat
bahwa mimpi itu bukan sembarang mimpi. Mimpimu itu adalah sebagai ilham
dari Allah SWT bahwa engkau dibelakang hari akan menjadi orang besar dan
berpengaruh dan manusia akan tunduk patuh kepadamu termasuk saudara-
saudaramu dan aku beserta ibumu. Aku tidak dapat menjamin bahwa saudara-
saudaramu tidak akan melakukan tindakan-tindakan buruk terhadapmu karena
memang manusia ini selalu diperdayakan oleh setan semenjak dari nabi Adam a.s
sampai sekarang dan tetap akan memperdayakan sampai hari kiamat agar mereka
tersesat dari jalan yang benar dan tetap akan membujuk dan merayunya untuk rela
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan agama dan
prikemanusiaan. Nasihat ayahnya itu disadari sepenuhnya oleh nabi Yusuf a.s dan
selalu diingat dan dikenangnya sehingga nanti pada akhir kisah ketika ia telah
dapat bertemu dengan seluruh keluarganya ia tetap mengatakan bahwasannya

Universitas Sumatera Utara


setanlah yang memperdayakan saudara-saudaranya sehingga terputus hubungan
antara dia dengan keluarganya.

2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) /hikmatun

sakhiyatun/)
Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta
pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan orang lain
akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
Tuturan pada contoh berikut ini dapat memperjelas maksim kedermawanan.
Anak kos A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak, kok,
yang kotor.”
Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga, kok”
Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas
bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara
menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara
menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya si B.

Contoh maksim kedermawanan dalam Al-Qur’an terdapat pada surat Yusuf ayat
62, sebagai berikut:
Q.S Yusuf ayat 62

/wa qala lifityanihi aj`alu bida`atahum fi rihalihim la`allahum


ya’rifuhunaha iza
Anqalabu ila ahlihim la’allahum yarji’una/’yusuf berkata kepada bujang-
bujangnya: masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke
U

dalam karung-karung kepunyaan mereka, supaya mereka mengetahui


U

apabila mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan


mereka kembali lagi’.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Yusuf a.s memerintahkan


kepada petugas-petugasnya yang mengurus bahan makanan agar semua barang-

Universitas Sumatera Utara


barang yang dibawa oleh saudara-saudara Yusuf dimasukkan kembali ke dalam
karung-karung bahan makanan tanpa setahu mereka. Barang-barang itu terdiri dari
berbagai macam bahan hasil produksi padang pasir seperti kulit bulu domba dan
lain sebagainya. Dengan mengembalikan barang-barang itu, nabi Yusuf a.s
bermaksud supaya bila mereka sampai di kampung halaman dan membuka
barang-barang itu semua dan terdapat didalamnya selain bahan makanan ada pula
barang-barang dagangan yang mereka bawa sendiri, tentulah mereka akan
menyadari sepenuhnya betapa baiknya hati penguasa Mesir itu, dan betapa tinggi
budi dan jasanya terhadap mereka. Mereka telah diperlakukan sebagai tamu
selama di Mesir kemudian diberi pula bahan makanan serta barang-barang
dagangan mereka sendiri dikembalikan, lagi pula seakan-akan bahan makanan
yang sepuluh pikul itu diberikan kepada mereka secara cuma-cuma sebagai hadiah
yang bagi mereka sendiri sangat diperlukan dan tak ternilai harganya. Dengan
kesadaran itu semoga timbullah tekad yang kuat dalam hati mereka untuk kembali
ke Mesir membawa barang-barang dan membawa Bunyamin sekaligus
sebagaimana diamanatkan oleh nabi Yusuf a.s.

3. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)


/hikmatun istihsāniyatun/)
Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan
kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan
tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain.
Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur yang lain di dalam kegiatan
bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian,
karena tindakan mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang lain.
Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam
pergaulan sesungguhnya. Tuturan pada contoh berikut ini dapat memperjelas
maksim penghargaan.
Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas
Business English.”

Universitas Sumatera Utara


Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari
sini.”
Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen
dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi.

Contoh maksim penghargaan dalam Al-Qur’an terdapat pada surat Al-Qashash


ayat 84, sebagai berikut:
Q.S Al-Qashash ayat 84

/man ja’ala bi al-hasanati falahu khayrun minha wa man ja’a bissayy’ati


fala yujza allazina ‘amilu sayyiati illa ma kanu ya’maluna/’Barang siapa
yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang
lebih baik daripada kebaikannya itu. Dan barang siapa yang datang dengan
(membawa) kejahatan maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-
orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang dengan
apa yang dahulu mereka kerjakan’.

Berdasarkan kutipan diatas Allah SWT menerangkan bahwa barangsiapa


di akhirat nanti datang dengan suatu amal kebajikan, akan dibalas dengan yang
lebih baik, akan dilipat gandakan sebanyak-banyaknya, tidak ada yang
mengetahui kecuali Allah SWT sebagai karunia dan rahmat dari pada-Nya.
Sebaliknya orang yang datang dihari kiamat dengan membawa satu kejahatan,
maka ia akan dibalas oleh Allah SWT hanya setimpal dengan kejahatan yang
diperbuatnya sebagai rahmat dan keadilan dari pada-Nya.

4. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) /hikmatun

mutawādi’atun/)
Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta
tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian
terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila
di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri.

Universitas Sumatera Utara


Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan
hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang.
Tuturan pada contoh berikut ini dapat memperjelas maksim kesederhanaan.
Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan do’a dulu, ya! Anda yang
memimpin”.
Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.”
Dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang masih
junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka.

Contoh maksim kesederhanaan dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-Qashash


ayat 33, sebagai berikut:
Q.S Al-Qashash ayat 33

/qala rabbi inni qataltu minhum nafsan fa’akhafu `an yaqtuluni/’Musa


berkata: Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang
manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan
membunuhku” ‘.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Musa a.s mengadukan


kepada Tuhannya bahwa dahulu beliau pernah membunuh seorang Qibti di Mesir.
Hal itu telah tersiar luas dikalangan orang Mesir, dan Fir’aun telah menetapkan
akan membunuhnya. Sungguh hal itu sangat mengkhawatirkannya, siapa tahu
baru saja beliau tiba disana, Fir’aun dan kaumnya telah bersiap-siap untuk
membunuhnya. Dengan demikian akan terlantarlah risalah yang Tuhan bebankan
kepadanya.

5. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim) /hikmatun

itifāqiyatun/)
Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling
membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila

Universitas Sumatera Utara


terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam
kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap
santun.
Tuturan pada contoh berikut ini dapat memperjelas maksim permufakatan.
Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”
Yuyun : “ Boleh. Saya tunggu di Banbu Resto.”
Dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga
mahasiswa pada saat mereka sedang berada di sebuah ruang kelas.”

Contoh maksim permufakatan dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-A’raf


ayat 115-116, sebagai berikut:
Q.S Al-A’raaf ayat 115

/qalu yamusa imam antulqiya wa imam `antulqiya wa imam annakuna


nahnu al-mulqina/’Ahli-ahli sihir berkata: “Hai Musa, kamukah yang
melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” ‘

Q.S Al-A’raaf ayat 116

/qala `alqu falamma alqaw saharu ‘ayuna annasi wa `astarhabuhum wa


ja’u bisihrin ‘azimin/’Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!”
maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata dan
menjadikan orang banyak itu takut serta mereka itu mendatangkan sihir
yang besar (menakjubkan)

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Musa a.s melakukan


kesepakatan kepada ahli-ahli sihir untuk menentukan siapa yang lebih dahulu
melemparkan tongkat. Nabi Musa a.s dengan penampilan yang menyejukkan,
menjawab para penyihir itu agar mereka yang memulainya terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara


Seperti disebutkan pada ayat kedua, ia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih
dahulu)!. Ketika para penyihir melemparkan tali-temalinya bersama benda yang
lain ke tanah, mereka mempesonakan para penonton dan melakukan aksi mereka
yang penuh tipu daya dan menghasut, berhasil menakut-nakuti para penonton
secara tiba-tiba sambil terus melancarkan teror ke hadapan para penonton. Mereka
membuat sihir yang menakjubkan. Lanjutan ayat ini mengatakan,…maka tatkala
mereka melemparkan, mereka menyihir orang-orang yang hadir dan membuatnya
takut dengan menadatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Kata sihr dalam
bahasa Arab mengandung arti: ‘kebohongan, penipuan, ketangkasan dan keahlian
bermain sulap’. Terkadang juga berarti: ‘apa saja yang merupakan sebab dan
motif dari sesuatu yang tidak terlihat’.

6. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) /hikmatun


ta‘atafiyatun/
Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat
memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.
Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukkan dengan senyuman,
anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya.
Tuturan pada contoh berikut ini dapat memperjelas maksim Simpati.
Ani : “Tut, nenekku meninggal.”
Tuti : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita”.
Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah
berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka.

Contoh maksim simpati dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat Yusuf ayat 31,
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Q.S Yusuf ayat 31

/falamma sami’at bimakrihinna arsalat ilayhinna wa a’tadat lahunna


muttaka’an wa atat kulla wahidatin minhunna sikkinan wa qalati akhruju
‘alayhinna falamma raaynahu akbarnahu wa qatta’na aydiyahunna wa
qulna hasya lillahi ma haza basyaran `in haza `illa malakun karimun/
‘Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat
duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau
(untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf):
"Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka." Maka tatkala wanita-
wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan
mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang
mulia” ‘.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Zulaikha mendengar berita


tentang dirinya yang menybabkan ia merasa marah bercampur malu. Dia tidak
mengira bahwa berita mengenai dirinya akan tersebar luas seperti itu, sebab telah
cukup usahanya untuk menutupi rahasia itu. Maka dia mencari akal, bagaimana
caranya menutup malu yang sudah tersebar luas itu. Maka diundangnyalah
perempuan-perempuan terkemuka itu datang ke rumahnya menghadiri suatu
jamuan. Untuk pesta itu sudah diatur tempat sebaik-baiknya. Makanan yang enak-
enak sudah disediakan, minuman yang berbagai macam sudah disiapkan. Tidak
ketinggalan persediaan buah-buahan yang ranum dan manis yang bermacam jenis
dan ragamnya. Di meja makanan sudah disusun kursi-kursi yang bagus untuk
dapat duduk bersantai, menikmati makanan-makanan dan buah-buahan yang lezat
cita rasanya. Undangan ini mendapat sambutan yang hangat, lebih-lebih dari
perempuan-perempuan yang ingin mengetahui kejadian yang sudah menjadi buah
bibir selama ini, terutama ingin melihat anak muda yang bernama Yusuf itu.
Meriah sekali pesta itu. Gelak ketawa bersahut-sahutan, omong dan kelakar

Universitas Sumatera Utara


menjadi-jadi. Bermacam makanan yang dihidangkan tidak putus-putusnya, habis
satu datang yang lain. Begitu juga minum-minuman. Terakhir sekali dihidangkan
buah-buahan. Kepada masing-masing yang hadir diserahkan sebuah pisau untuk
mengupas buah-buahan. Zulaikha yang menjadi nyonya rumah memerintahkan
kepada Yusuf untuk keluar ke tengah-tengah para tamu yang sedang duduk
bersantai memotong buah-buahan untuk memperkenalkan dirinya. Maka keluarlah
Yusuf di hadapan tamu-tamu itu. Baru saja perempuan-perempuan itu melihat
wajah Yusuf yang elok itu seperti bulan purnama raya, kagumlah mereka
melihatnya, bahkan lupa akan diri mereka masing-masing, terpesona oleh
kegagahan (ketampanan) Yusuf. Dengan tidak sadar, pisau yang ada di tangan
mereka, mereka potongkan ke tangan dan jari mereka sendiri dan mereka tidak
merasakan sakit perihnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai