Anda di halaman 1dari 2

terdengar kata-kata yang tidak pantas diucapkan oleh anak pelajar.

Guru mata
pelajaran yang kebetulah tidak bisa masuk kelas dimanfaatkan oleh mereka. Sebagian
ada yang main HP, curhat, main bola di kelas, mengerjakan tugas, dan yang lainnya.

“Iskandar… Iskandar…” seorang anak perempuan memanggil nama Iskandar.


“Ya, ada apa?” jawab seorang anak laki-laki bertubuh mungil dari dalam kelas.
“Kamu, dipanggil guru BK!” jawab perempuan itu.

Anak laki-laki bertubuh mungil tersebut bergegas menuju ruang BK dengan wajah
gelisah, seakan-akan bersalah.

“Duduk!” kata Bu Siti salah satu guru BK kepadanya.


“Ya Bu, terima kasih” jawabnya.

“Kemarin kamu merok*k?” tanya Bu Siti.


“Gak Bu,” jawabnya.

“Plakk!” Bu Siti menampar anak mungil itu.


“Bohong, kemarin istirahat Ibu lihat kamu merok*k di warung pojok” bentak Bu Siti.
“Ya Bu,” jawabnya ketakutan.

Anak itu mendapatkan ancaman akan dikeluarkan dari sekolah apabila masih melakukan
pelanggaran dan tidak mau merubah sikapnya. Karena sudah sangat sering mendapatkan
peringatan.

Lagi-lagi anak mungil itu membuat pelanggaran. Setelah sebelum-sebelumnya sering


dihukum dan dipanggil orangtuanya karena sering kesiangan, tidak mengikuti upacara
bendera, bolos, kabur saat jam pelajaran, berkelahi, dan merok*k di sekolah.
Walaupun anak itu bertubuh mungil tapi sangat nakal sehingga banyak yang tidak suka
dengan sikap dan kelakuannya. Kendati demikian dia pernah mengharumkan nama
sekolahnya. Ia pernah menjadi juara 1 Kompetisi Matematika di tingkat Kota. Nilai
matematikanya pun selalu paling tinggi di antara siswa yang lainnya. Sebenarnya dia
anak yang pintar dan aktif, hanya saja sikap dan kelakuaanya kurang baik.

“Trok… trok…” terdengar seseorang mengetuk pintu kelas.

Dibukanya pintu oleh salah seorang murid.

“Ada perlu apa Pak?” tanya Pak Asep yang sedang mengajar di kelas itu.
“Ada perlu kepada Iskandar” jawabnya.
“Oh, silahkan” ujar Pak Asep.

Anak mungil itu kembali dipanggil, namun bukan karena melakukan pelanggaran. Anak
itu diberi kepercayaan mewakili sekolah untuk mengikuti seleksi Olimpiade
Matematika di tingkat kota. Kendati anak itu murid yang nakal, guru-guru memilihnya
karena memang kemampuan anak mungil itu dalam matematika tidak bisa diragukan. Dan
ternyata benar, anak mungil itu terpilih mewakili kotanya. Sehingga guru-guru
bangga padanya.

Seminggu kemudian, anak itu dipanggil oleh guru BK. Betapa terkejutnya anak itu,
melihat orangtua serta wali kelasnya berada di ruang BK. Wajahnya pucat, gelisah,
dan ketakutan. Pikirannya campur aduk saat melihat Polisi dan wajah guru BK yang
sangar.

Anak itu kembali mendapat masalah, kali ini sangat serius dihadapinya karena
terlibat aksi tawuran antar pelajar. Ia akan dikeluarkan dari sekolah atas
perbuatannya yang sudah diluar batas wajar. Beberapa guru ada yang kurang setuju
dikeluarkannya anak ini karena sebentar lagi dia akan mewakili kotanya dalam
Olimpide Matematika ditingkat Nasional. Akhirnya keputusan dikeluarkan atau
tidaknya anak itu ditunda selama 2 minggu dan selama itu pula dia diskorsing tidak
bisa masuk sekolah.

Dua minggu kemudian, ternyata sekolah tidak jadi mengeluarkannya dengan syarat
harus menjadi juara pada Olimpiade serta merubah semua sikap dan perilakunya
menjadi baik. Kendati demikian sekolah mengancam akan tetap mengeluarkannya jika
tidak menjadi juara pada Olimpiade nanti.

Olimpiade yang tinggal 1 bulan lagi ia manfaatkan untuk persiapan dengan belajar
sungguh-sungguh. Tiap hari anak mungil itu tidak pernah lepas dari buku matematika.
Bahkan ke mana-mana ia selalu membawa buku matematika. Tiap hari anak itu sibuk
dengan buku matematikanya sehingga tidak lagi terdengar ia melakukan pelanggaran di
sekolahnya.

Setelah ia mengikuti Olimpiade tersebut, ternyata ia gagal menjadi juara bahkan 10


besar pun tidak masuk. Melihat hasil yang mengecewakan anak itu menagis dengan
perasaan sangat kecewa. Ia sudah pasrah dengan apa yang akan diterimanya yaitu
dikeluarkan dari sekolah.

“Sudah, jangan menangis nak! Mungkin itu belum rezekimu” ujar salah satu guru.
“Kamu masih bisa sekolah kok” ujar Pak Kepala Sekolah (menepuk pundaknya).
“Ya, 1 bulan terakhir ini kamu terlihat semangat dan bersungguh-sungguh dalam
belajar, dan tidak nakal serta melakukan pelanggaran. Itu berarti kamu sudah bisa
merubah sikap dan perilaku menjadi baik.” Kata Bu Siti.
“Perihal juara atau tidak itu hanya trik dari kami untuk melihat sejauh mana
kesungguhan kamu dalam belajar” kata Pak Kepala Sekolah.

“Kami bangga padamu nak,” ujar Bu Siti (mengusap-usap kepala anak itu).

Yang asalnya menangis karena sedih dan kecewa, berubah menjadi tangisan bahagia.
Anak itu berjanji tidak akan nakal dan melakukan pelanggaran lagi di sekolah, serta
akan merubah sikap juga perilakunya menjadi lebih baik. Teman-temannya pun
memberikan ucapan selamat dan banyak yang simpati padanya.

Anda mungkin juga menyukai