Guru mata
pelajaran yang kebetulah tidak bisa masuk kelas dimanfaatkan oleh mereka. Sebagian
ada yang main HP, curhat, main bola di kelas, mengerjakan tugas, dan yang lainnya.
Anak laki-laki bertubuh mungil tersebut bergegas menuju ruang BK dengan wajah
gelisah, seakan-akan bersalah.
Anak itu mendapatkan ancaman akan dikeluarkan dari sekolah apabila masih melakukan
pelanggaran dan tidak mau merubah sikapnya. Karena sudah sangat sering mendapatkan
peringatan.
“Ada perlu apa Pak?” tanya Pak Asep yang sedang mengajar di kelas itu.
“Ada perlu kepada Iskandar” jawabnya.
“Oh, silahkan” ujar Pak Asep.
Anak mungil itu kembali dipanggil, namun bukan karena melakukan pelanggaran. Anak
itu diberi kepercayaan mewakili sekolah untuk mengikuti seleksi Olimpiade
Matematika di tingkat kota. Kendati anak itu murid yang nakal, guru-guru memilihnya
karena memang kemampuan anak mungil itu dalam matematika tidak bisa diragukan. Dan
ternyata benar, anak mungil itu terpilih mewakili kotanya. Sehingga guru-guru
bangga padanya.
Seminggu kemudian, anak itu dipanggil oleh guru BK. Betapa terkejutnya anak itu,
melihat orangtua serta wali kelasnya berada di ruang BK. Wajahnya pucat, gelisah,
dan ketakutan. Pikirannya campur aduk saat melihat Polisi dan wajah guru BK yang
sangar.
Anak itu kembali mendapat masalah, kali ini sangat serius dihadapinya karena
terlibat aksi tawuran antar pelajar. Ia akan dikeluarkan dari sekolah atas
perbuatannya yang sudah diluar batas wajar. Beberapa guru ada yang kurang setuju
dikeluarkannya anak ini karena sebentar lagi dia akan mewakili kotanya dalam
Olimpide Matematika ditingkat Nasional. Akhirnya keputusan dikeluarkan atau
tidaknya anak itu ditunda selama 2 minggu dan selama itu pula dia diskorsing tidak
bisa masuk sekolah.
Dua minggu kemudian, ternyata sekolah tidak jadi mengeluarkannya dengan syarat
harus menjadi juara pada Olimpiade serta merubah semua sikap dan perilakunya
menjadi baik. Kendati demikian sekolah mengancam akan tetap mengeluarkannya jika
tidak menjadi juara pada Olimpiade nanti.
Olimpiade yang tinggal 1 bulan lagi ia manfaatkan untuk persiapan dengan belajar
sungguh-sungguh. Tiap hari anak mungil itu tidak pernah lepas dari buku matematika.
Bahkan ke mana-mana ia selalu membawa buku matematika. Tiap hari anak itu sibuk
dengan buku matematikanya sehingga tidak lagi terdengar ia melakukan pelanggaran di
sekolahnya.
“Sudah, jangan menangis nak! Mungkin itu belum rezekimu” ujar salah satu guru.
“Kamu masih bisa sekolah kok” ujar Pak Kepala Sekolah (menepuk pundaknya).
“Ya, 1 bulan terakhir ini kamu terlihat semangat dan bersungguh-sungguh dalam
belajar, dan tidak nakal serta melakukan pelanggaran. Itu berarti kamu sudah bisa
merubah sikap dan perilaku menjadi baik.” Kata Bu Siti.
“Perihal juara atau tidak itu hanya trik dari kami untuk melihat sejauh mana
kesungguhan kamu dalam belajar” kata Pak Kepala Sekolah.
“Kami bangga padamu nak,” ujar Bu Siti (mengusap-usap kepala anak itu).
Yang asalnya menangis karena sedih dan kecewa, berubah menjadi tangisan bahagia.
Anak itu berjanji tidak akan nakal dan melakukan pelanggaran lagi di sekolah, serta
akan merubah sikap juga perilakunya menjadi lebih baik. Teman-temannya pun
memberikan ucapan selamat dan banyak yang simpati padanya.