Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Geologi Minyak dan Gas Bumi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang bertujuan
untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas bumi di bawah permukaan, kemudian melakukan
eksplorasi dan memproduksinya. Dalam pelaksanaannya, eksplorasi membutuhkan berbagai
disiplin ilmu yang terkait dan terikat, salah satunya ialah peran seorang petroleum geologist
dalam menentukan dan menemukan cadangan hidrokarbon baru. Untuk itu, seorang petroleum
geologist haruslah memiliki kemampuan untuk menginterpretasi kondisi bawah permukaan dari
suatu zona yang dijadikan target. Salah satu metode penentuannya yaitu korelasi. Korelasi dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu korelasi struktur dan korelasi stratigrafi

Korelasi adalah sebuah bagian fundamental dari stratigrafi, dan lebih lagi merupakan
usaha dari stratigraphers dalam membuat unit stratigrafi yang formal yang mengarah pada
penemuan praktis dan metode yang dapat dipercaya untuk korelasi unit ini dari suatu area dengan
lainnya (Boggs, 1987). Setelah melakukan korelasi, hal yang dilakukan adalah melakukan
pemetaan geologi bawah permukaan.
Dalam dunia eksplorasi migas diperlukan suatu pemetaan secara menyereluruh pada
geologi bawah permukaan, untuk mengetahui kondisi saat in dan kondisi masa lampau (proses
terbentuk nya sistem petroleum system yang ada). Hal ini berkaitan dengan 2 metode yaitu
metode struktur (melihat kenampakan saat ini) dan metode statigrafi (melihat kenampakan masa
lampau). Dari situlah korelasikan untuk mengetahui lokasi titik minyak dan gas bumi tersebut.
Dari situ kita membuat peta top dan bottom struktur, peta fluida kontak, peta neteres, peta
netpay, dan menghitung cadangan minyak dan gas bumi yang ada.

I.2. Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud korelasi struktur dan korelasi stratigrafi?
 Bagaimana cara melakukan korelasi struktur dan korelasi stratigrafi?
 Bagaimana cara menghitung jumlah cadangan hidrokarbon?
 Berapa jumlah cadangan yang terdapat pada suatu reservoar di cekungan sumatera selatan?

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

I.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari korelasi antar sumur pada data sekunder pada base
mapadalah :

 Mampu melakukan korelasi stratigrafi dan korelasi struktur,


 Mampu mengetahui cadangan hidrokarbon yang ada,
 Mengetahui dan merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan serta mengetahui
penyebaran lateral maupun vertikal dari zona hidrokarbon,

I.4. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada di Lapangan Berbah Cekungan Sumatera Selatan.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Korelasi Log


log adalah suatu terminologi yang secara original mengacu pada hubungan nilai dengan
kedalaman, yang diambil dari pengamatan kembali (mudlog). Sekarang itu diambil sebagai suatu
pernyataan untuk semua pengukuran kedalam lubang sumur (Mastoadji, 2007).
Secara prinsip pengunaan dari well logs adalah untuk:
1. Penentuan lithologi
2. Korelasi stratigrafi
3. Evaluasi fluida dalam formasi
4. Penentuan porositas
5. Korelasi dengan data seismik
6. Lokasi dari faults and fractures
7. Penentuan dip dari strata
Syarat untuk dapat dilakukannya korelasi well logs antara lain adalah :
1. Deepest
2. Thicknest
3. Sedikit gangguan struktur (unfaulted)
4. Minimal ada 2 data well log pada daerah pengamatan
Pada sikeun sand-shale yang tebal, itu mungkin menjadi petunjuk kecil dari bentuk kurva
untuk zona batuan untuk korelasi zona. Regional dip superimposed pada cross section sumur
akan membantu. Unit pasir yang individual mungkin akan tidak menerus sepanjang lintasan,
tetapi garis korelasi memberikan petunjuk tentang possible time sikuen stratigrafi (Crain, 2008).

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gambar II.1 Korelasi Batupasir

Sequence Boundary (SB) merupakan batas atas dan bawah satuan sikuen stratigrafi
adalah bidang ketidak selarasan atau bidang-bidang keselarasan padanannya (Sandi Stratigrafi
Indonesia, 1996).Maximum flooding surface teridentifikasi oleh adanya maximum landward
onlap dari lapiasan marine pada batas basin dan mencerminkan kenaikan maksimum secara
relatif dari sea level(Armentout, 1991).

Gambar II.2 Kandidat Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MSF) (Possamentier & Allen
1999)

Untuk sikeun stratigrafi, biasanya dipakai Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding
Surface (MSF) untuk korelasi.Hal ini dikarenakan pelamparan SB dan MSF yang luas. Sequence
Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MFS) ini menandakan suatu proses perubahan
muka air laut yang terjadi secara global.Sehingga Sequence Boundary (SB) dan Maximum
Flooding Surface (MFS) ini sering digunakan untuk korelasi antar sumur. Dari data Well logs,

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

adanya Sequence Boundary (SB) biasanya ditandai dengan adanya perubahan secara tiba-tiba
dari Coarsening Upward menjadi Fineing Upward atau sebalikknya. Sedangkan Maximum
Flooding Surface (MFS) dari data log ditunjukkan dari adanya akumulasi shale yang banyak, dan
MSF merupakan amplitude dari log yang daerah shale.

II.2 Pemetaan Bawah Permukaan


Penggambaran garis kontur merupakan suatu operasi teknik mekanistik yang harus
dibimbing oleh pemikiran geologi dan apresiasi estetika. Dengan demikian tidak ada rumus-
rumus untuk garis kontur, akan tetapi ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diikuti dalam
menggambarkan garis kontur.
 Garis Kontur
Sebagaimana telah diuraikan garis kontur adalah garis iso, atau persamaan nilai dari suatu
sifat/keadaan yang dinyatakan dalam angka numeris dan bersifat kuantitatif.
 Garis Bentuk(Formline)
Adalah semacam garis kontur yang tidak bersifat kuantitatif (tidak numeris), tetapi kualitatif.
 Antara (Spacing)
Jarak antara dua garis kontur yang berdekatan secara horizontal/lateral dinyatakan dalam
ukuran skala.
 Interval Kontur
Perbedaan antara dua garis kontur yang berdekatan.Interval selalu merupakan angka konstan
untuk seluruh peta.
 Nilai Kontur
Nilai kontur harus selalu merupakan angka bulat atau angka yang mudah.Pemilihan nilai
kontur dan interval kontur sangat erat hubungannya dengan:
1. Ketelitian data dalam titik kontrol, misalnya pembacaan kedalaman tidak dapat lebih teliti
dari 0,5 m maka interval kontur harus paling sedikit 1 m.
2. Kecepatan perubahan nilai secara lateral atau antara (spacing)
3. Jika perubahan terlalu cepat maka interval harus besar sehingga spacing tidak terlalu
rapat.
4. Dalam pemilihan nilai kontur harus dipergunakan angka-angka mudah, puluhan, ratusan,
tengahan, limapuluhan, angka-angka genap atau fraksi.
Nama : Rachmat Fauzi Viarso
Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

 Titik Kontrol
Titik Kontrol adalah setiap lokasi dalam dimana data didapatkan. Titik ini dapat berupa sumur
pemboran (kering ataupun yang menghasilkan minyak) ataupun berupa sumur pemboran
disebut control sumur (well-control). Peta-peta, nama serta nomor biasanya dinyatakan pada
titik tersebut.

Prinsip Penggambaran Garis Kontur


1. Prinsip interpolasi / prinsip titik kontrol, garis kontur dengan nilai tertentu digambarkan
diantara titik-titik kontrol. Nilai garis kontrol harus berada diantara nilai yang tercanum pada
kedua titik kontrol.
2. Prinsip ekstrapolasi atau prinsip keseragaman antara (spacing), penggambaran gariskontur
dapat diteruskan diluar titik kontrol dengan memelihara keseragaman spacing dari garis
kontur dapat secara perlahan-lahan melebaratau merapat kearah ekstrapolasi.
3. Garis kontur tidak mungkin bercabang, hal ini merupakan prinsip dari segi estetika
4. Garis kontur tidak mungkin berpotongan (dengan pengecualian), ini adalah akibat pada point
3. Sama halnya jika keadaan memaksa, gambarkan dua garis kontur terpisah yang sama
nilainya yang saling menyerempet. Jika nilainya tidak sama hal ini tidak mungkin terjadi
kecuali dalam kontur struktuir suatu antiklin rebah (overtuned), maka gambarkan garis yang
ada disebelah bawah sebagai garis terputus-putus.
5. Satu garis kontur tidak dapat bertindak sebagai nilai maksimum, dimana dalam kedua
belaharah nilai garis kontur bersama-sama meningkat atau bersama-sama menurun.
6. Prinsip keseragaman bentuk, dari segi estetika dan geologi penarikan garis kontur harus
dibimbing sedemikian rupa sehingga bentuknya serupa, seragam atau subpararel.
7. Sesuaikan bentuk garis kontur dengan bentuk ideal geologi yang dipetakan.
Jika yang dipetakan adalah struktur geologi atau bentuk tektonik, maka harus dapat kita
bayangkan bentuk-bentuk lipatan, struktur, antiklin, sumbu-sumbu lipatan, patahan dsb, yang
akan membimbing kita dalam memberikan bentuk pada garis kontur. Jika yang dipetakan
adalah fasies sedimen, maka harus dapat kita bayangkan asal transport sedimen, garis pantai,
batas energi gelombang, bentuk cekungan, penebalan sediment dsb.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Pembuatan Peta
1. Peta Top Structure
Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan dibawa permukaan.Penyebaran
puncak lapisan dapat berupa sinklin, antiklin ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan
mencantumkan “meter bawah permukaan laut” (mbpl) top lapisan pada setiap sumur. Nilai-
nilai ini sebagai acuan untuk membuat kontur struktur.
2. Peta Bottom Structure
Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan dibawa permukaan.Penyebaran
puncak lapisan dapat berupa sinklin, antiklin ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan
mencantumkan “meter bawah permukaan laut” (mbpl) bottom lapisan pada setiap sumur.
Nilai-nilai ini sebagai acuan untuk membuat kontur struktur.
3. Peta Isopach
Peta ini menggambarkan garis-garis yang menghubungkan titik-titik suatu formasi / lapisan
dengan ketebalan yang sama. Dalam peta bawah permukaan peta ini merupakan peta batas
OWC / GOC yang diplotkan dan di-overlay pada top structure dan bottom structure.
4. Peta Gross Sand
Mekanisme pembuatan peta gross sandsama dengan pembuatan peta top structure, namun
data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah ketebalan dari suatu lapisan. Dengan
demikian peta gross sand tidak berhubungan dengan ketinggian atau kedalaman tetapi peta ini
menggambarkan penyebaran tebal tipisnya lapisan.
5. Peta Net Sand
Peta ini menggambarkan akumulasi ketebalan batupasir yang ada dalam suatu lapisan.Sama
halnya dengan peta gross sand, peta ini tidak berhubungan dengan ketinggian melainkan
menggambarkan ketebalan.
6. Peta Net Pay
Peta ini menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung hidrokarbon.Lain halnya
dengan peta net isopach yang menginformasikan ketebalan batupasir secara keseluruhan.
Informasi yang dapat dilihat pada ini adalah pola penyebaran lapisan yang ditunjukkan oleh
kontur struktur, penyebaran ketebalan batupasir yang ditunjukkan dengan kontur net isopach
dan batas minyak air / Oil Water Contect (OWC) ataupun Oil Down To (ODT). Dengan
demikian peta net pay merupakan gabungan dari peta isopach dan peta net sand

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

II.3 Perhitungan Cadangan


1. Menghitung luas sebenarnya (acre)

Luas sebenarnya = Luas bidang kontur x Skala (m2) x 0,000247

2. Menghitung Rasio (Perbandingan Luas)

Perbandingan Luas = An+1 / An

Secara umum perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu :


1. Metode Volumetrik
2. Metode Material Balance
3. Metode Decline Curva (kurva penurunan produksi)
1) Penentuan Cadangan Gas dengan Metode Volumetris
Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data-data yang
menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan saturasi hidrokarbon,
persamaan yang digunakan dalam metode volumetric adalah :

IGIP = 43560 x Vb x Ф x Sh (SCF)


BGI

Atau

IGIP = Vb x Ф x Sh (STM³)
BGI

Dimana :
IGIP : Volume hidrokarbon mula-mula (a) SCF atau (b) STM³
Vb : Volume reservoar, (a) acre-ft atau (b) m³
Ф : Porositas batuan
Sh : Hidrokarbon saturasi

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Boi : Faktor volume formasi minyak mula-mula (a) BBL/STB atau (b)
m³/STM³.
43560 : Konstanta konversi,SCF.

2. Volume Bulk Reservoar


Dalam perhitungan volume reservoar dibutuhkan data berupa net pay area dan alat
planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas masing-masing kontur ketebalan
yang ada pada peta net pay area..Untuk menghitung volume reservoar,ditentukan dengan dua
cara,yaitu cara pyramidal dan cara trapezoidal.
a. Cara Pyramidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang berurutan kurang atau
sama dengan 0,5 atau An+1/An<0,5 (Sylvan,J.Pirson,1985).
Dimana persamaan yang digunakan :

Vb = h/3 x (An + An+1 + √An x An+1)

b. Cara Trapezoidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang berurutan lebih dari
0,5 atau An+1/An>0,5 (Sylvan,J.Pirson,1985).
Dimana persamaan yang digunakan :

Vb = h/2 x (An + An+1)

Dimana :
Vb = Volume Bulk, (m³)
H = Interval garis-garis net pay area (m)
An = Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay terendah (m²)
An+1 = Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m²)

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB III
GEOLOGI REGIONAL

III.1 Fisiografi Sumatera Selatan


Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
baratlaut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan disebelah barat daya,
Paparan Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan
cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan
Sumatera Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan
merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan
Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung (Wisnu & Nazirman, 1997).

Gambar II.1 Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

III.2 Geomorfologi Sumatera Selatan


1. Blok Bengkulu
Berupa dataran rendah yang dibatasi oleh samudera Indonesia dan bagian
baratPerbukitan Barisan.Zona Barisan meliputi bagian tengah Pulau Sumatera. Cekungan
Antargunung berada di daerah Lembah Bengkulu. Berada pada propinsi Jambi dan
terbentuk berupa dataran rendah yang dibatasi oleh gunung-gunung sekitar sehingga membentuk
cekungan.

2. Median graben
Zona Semangko dimulai dari teluk Semangko di Sumatara Selatan hingga ke Aceh
dengan lembah Kotaraja di bagian paling ujung utara Pulau Sumatra. Beberapa bagian terdapat
gunung berapi muda. Berupa lembah-lembah yang sempit dan cekungan vulkanik-
tektonik membentuk Zona Semangko. Zona patahan utama yang disebut “patahan Ulu-
Aer” oleh Durham (1940), meluas ke arah utara dan kemudian terdapat gelombang di sebelah
timur laut hingga Sibubuhan dan Sipirok; sebelah barat Rau, patahan Angkola dengan beberapa
percabangan berakhir di ujung sebalah barat kemudian memanjang ke arah barat laut sepanjang
Lembah Batang Gadis dan Batang Angkola, didaerah sekitar Muara Sipongi, Siabu, Sarumai-
tinggi, dan Padang Sidempuan. Di dekat Padang Sidempuan terdapat transisi antara Barisan
Sumatra Tengah dan Puncak Batak di Sumatra Utara.

3. Pegunungan timur
Merupakan bagian timur dari bukit barisan yang terbentuk pada jaman kuarter
vulkanik. Dilihat dari umur batuan relatif sama dengan blok bengkulu.
Terdiri dari:
- Blok Semangka dan Ratai
- Granit dan vulkano Huluwaisamang
- Graben Gedongsurian
- Celah Komering dan Pegunungan Garba
- Gunung Pasemah dan Gumai
- Kaba Volkano
- Gunung Kaba

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

4. Dataran rendah
Blok Sekampung dikelilingi oleh patahan Lampung di sebelah barat daya hingga timur
laut.Sepanjang patahan Lampung, beberapa dome asam tertekan sepanjang jalur
Tandjongkarang - Kotabumi. Dome asam ini dibentuk akibat proses hidrotermal
(silifikasi, impregnasi dengan sulfida). Proses ini juga berpengaruh secara langsung pada tuff di
sekelilingnya.

III.3 Tektonik Sumatera Selatan


Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier
(Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman
menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio –
Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat
dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk
pola dasar struktur cekungan. Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi
menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum
utara – selatan. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan
pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan
dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang.Pada periode tektonik ini juga
terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko
yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

III.4 Stratigrafi Sumatera Selatan

Gambar 1 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

1. Kelompok Batuan Dasar Pra Tersier


Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan.
Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum Mesozoikum, dan
batuan karbonat yang termetamorfosa. Mempunyai umur Kapur hingga Eosen Awal.
2. Formasi Lahat
Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-
batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal dari
Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada akhir
Kapur-awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan

3. Formasi Talang Akar


Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau,
batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonan, batubara dan di beberapa tempat

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada
bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable. Umur dari
Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah

4. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediate-
shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian.Kontak pada
bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari
Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan reefal.
Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75
m). Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar
520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen.
Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.

5. Formasi Gumai
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam
2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik
fossiliferous, banyak mengandung foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian
bawah.

6. Formasi Air Benakat


Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari
formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang
mengandung unsur karbonatan.

7. Formasi Muara Enim

Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan
batubara. formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada
bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine.

8. Formasi Upper Palembang (Kasai)


Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan
tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen.
Lingkungan pengendapannya darat

III.5 Petroleum System Sumatera Selatan


Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif sebagai penghasil
minyak dan gas.Hal itu dibuktikan dengan banyaknya rembesan minyak dan gas yang
dihubungkan oleh adanya antiklin.Letak rembesan ini berada di kaki bukit Gumai dan
pegunungan Barisan.Sehingga dengan adanya peristiwa rembesan tersebut, dapat digunakan
sebagai indikasi awal untuk eksplorasi adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan
berdasarkan petroleum system (Ariyanto, 2011).

Gambar 3.5. Statigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

1. Batuan Induk (Source Rock)


Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk lacustrine
formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada formasi Talang Akar.
Batuan induk lacustrine diendapkan pada kompleks halfgraben, sedangkan terrestrial coal dan
coaly shale secara luas pada batas halfgraben. Selain itu pada batu gamping formasi Batu Raja
dan shale dari formasi 12 Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon
pada area lokalnya (Bishop, 2000). Gradien temperatur di cekungan Sumatera Selatan berkisar
49° C/Km. Gradien ini lebih kecil jika dibandingkan dengan cekungan Sumatera Tengah,
sehingga minyak akan cenderung berada pada tempat yang dalam. Formasi Batu Raja dan
formasi Gumai berada dalam keadaan matang hingga awal matang pada generasi gas termal di
beberapa bagian yang dalam dari cekungan, oleh karena itu dimungkinkan untuk menghasilkan
gas pada petroleum system (Bishop, 2000).

2. Reservoar
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi reservoar yang
efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada basement, formasi Lahat, formasi
Talang Akar, formasi Batu Raja, dan formasi Gumai. Sedangkan untuk sub cekungan Palembang
Selatan produksi hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar dan formasi Batu Raja.
Basement yang berpotensi sebagai reservoar terletak pada daerah uplifted dan paleohigh yang
didalamnya mengalami rekahan dan pelapukan. Batuan pada basement ini terdiri dari granit dan
kuarsit yang memiliki porositas efektif sebesar 7 %. Untuk formasi Talang Akar secara umum
terdiri dari quarzone sandstone, siltstone, dan pengendapan shale.Sehingga pada sandstone
sangat baik untuk menjadi reservoar.Porositas yang dimiliki pada formasi talang Akar berkisar
antara 15-30 % dan permeabilitasnya sebesar 5 Darcy.Formasi Talang Akar diperkirakan
mengandung 75% produksi minyak dari seluruh cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2000).Pada
reservoar karbonat formasi Batu Raja, pada bagian atas 13 merupakan zona yang porous
dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif ketat (tight).Porositas yang terdapat pada
formasi Baturaja berkisar antara 10-30 % dan permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Ariyanto, 2011).

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

3. Batuan Penutup (Seal)


Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa lapisan shale cukup tebal
yang berada di atas reservoar formasi Talang Akar dan Gumai itu sendiri (intraformational seal
rock). Seal pada reservoar batu gamping formasi Batu Raja juga berupa lapisan shale yang
berasal dari formasi Gumai. Pada reservoar batupasir formasi Air Benakat dan Muara Enim,
shale yang bersifat intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk menjebak
hidrokarbon (Ariyanto, 2011).

4. Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah baratlaut ke
tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi.Antiklin ini dibentuk akibat adanya
kompresi yang dimulai saat awal miosen dan berkisar pada 2-3 juta tahun yang lalu (Bishop,
2000).Selain itu jebakan hidrokarbon pada cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan karena
struktur.Tipe jebakan struktur pada cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh
struktur-struktur tua dan struktur lebih muda.Jebakan struktur tua ini berkombinasi dengan sesar
naik sistem wrench fault yang lebih muda.Jebakan sturktur tua juga berupa sesar normal regional
yang menjebak hidrokarbon.Sedangkan jebakan struktur yang 14 lebih muda terbentuk
bersamaan dengan pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (pliosen sampai pleistosen)
(Ariyanto, 2011).

5. Migrasi
Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal dan vertikal dari source rock serpih dan
batubara pada formasi Lahat dan Talang Akar.Migrasi horisontal terjadi di sepanjang kemiringan
slope, yang membawa hidrokarbon dari source rock dalam kepada batuan reservoar dari formasi
Lahat dan Talang Akar sendiri.Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
sesar turun mayor.Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air
Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya migrasi vertikal melalui daerah
sesar kala Pliosen sampai Pliestosen (Ariyanto, 2011).

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB IV

PEMETAAN GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN

IV.1 Korelasi Stratigrafi


Korelasi Stratigrafi yang dilakukan menggunakan Top batugamping yang mempunyai
penyebaran luas dan terdapat pada semua sumur. Sementara pengkorelasian tetap pada sand to
sand, dengan melihat kanampakan elektrofasiesnya sehingga dapat diinterpretasi dan
dikorelasikan. Dari hasil korelasi stratigrafi lapisan batupasir pada GMB-47, GMB-34, GMB-35,
GMB-26, GMB-23, GMB-49, GMB-46, GMB-6, GMB-54, GMB-27,GMB-45 dengan
mencocokkan posisi sumur yang dilihat dari kedalaman masing – masing sumur yang
dihubungkan akan menjadi suatu korelasi statigrafi. Dari situlah kita dapat mengetahui
kenampakan bawah permukaan masa lampau. Mengetahui lapisan batupasir yang berfungsi
sebagai batuan reservoar, baik reservoar minyak maupun gas. Pola penyebaran lapisan batupasir
tersebut secara vertikal apabila dikorelasi ada yang menebal maupun menipis, terlihat dari pola
log yang mengalami beberapa perubahan

IV.2 Korelasi Struktur

Korelasi struktur dilakukan menggunakan data kedalaman atau TVDSS yaitu pada
kedalaman 1130 m yang terdapat pada hampir semua sumur sehingga dapat diinterpretasi dan
dikorelasikan berdasarkan data log dan elektrofasies, serta dapat diketahui proses apa yang
menyebabkan perubahan pada penyebaran lapisan secara lateral tersebut. Hasil korelasi struktur
mampu menjelaskan kenampakan bawah permukaan saat ini, dapat diketahui pola penyebaran
lapisan batupasir secara berurutan berpola naik-turun sehingga dapat diketahui bahwa pola
tersebut mencerminkan adanya suatu bentukan struktur yang dapat menyebabkan terbentuknya
basin contoh Horst Grabben, sehingga kemungkinan akumulasi hidrokarbon terdapat pada
daerah tersebut.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

IV.3 Deskripsi Zona Target

Zona target berdasarkan data hubungan antar log sebagai berikut :

1. Reservoar 1 (Batugamping Formasi Gumai)

Lapisan reservoar target ini terdapat pada kedalaman 1109 – 1246 TVDSS dibawah
permukaan dengan kandungan fluida berupa gas. Lapisan ini memiliki persebaran lateral dan
vertikal pada seluruh sumur bor.

2. Reservoar 2 (Batupasir Formasi Talang Akar)

Lapisan reservoar target ini terdapat pada kedalaman 1224 – 1321 TVDSS dibawah
permukaan dengan kandungan fluida berupa gas. Lapisan ini memiliki persebaran lateral dan
vertikal berdasarkan data pada sumur GMB 34, GMB 35, GMB 06, GMB 54, dan GMB 27.

3. Reservoar 3 (Batupasir Formasi Talang Akar)

Lapisan reservoar target ini terdapat pada kedalaman 1277 – 1309 TVDSS dibawah
permukaan dengan kandungan fluida berupa gas. Lapisan ini memiliki persebaran lateral dan
vertical berdasarkan data pada sumur GMB 26, GMB 23, GMB 49, dan GMB 46.

4. Reservoar 4 (Batupasir Formasi Talang Akar)

Lapisan reservoar target ini terdapat pada kedalaman 1200 – 1235 TVDSS di bawah
permukaan dengan kandungan fluida berupa minyak. Lapisan ini memiliki persebaran lateral
dan vertikal berdasarkan data pada sumur GMB 26, GMB 23, GMB 49, dan GMB 46.

5. Reservoar 5 (Batupasir Formasi Talang Akar)

Lapisan reservoar target ini terdapat pada kedalaman 1214 – 1270 TVDSS di bawah
permukaan dengan kandungan fluida berupa minyak. Lapisan ini memiliki persebaran lateral
dan vertikal berdasarkan data pada sumur GMB 54, GMB 27, dan GMB 45.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

IV.4 Pemetaan Bawah Permukaan

Tabel 4.4.1.Tabulasi data target Reservoar 1 (batugamping) tiap sumur.


Sumur Top Depth Bottom Depth Netres Fluida Contact
GMB 47 1122 1161 38
GMB 34 1109 1147 39
GMB 35 1136 1173 37
GMB 26 1163 1197 34
GMB 23 1147 1183 36
GMB 49 1155 1188 33 1241
GMB 46 1174 1206 32
GMB 6 1171 1205 34
GMB 54 1181 1216 35
GMB 27 1196 1227 31
GMB 45 1208 1246 38

Tabel 4.4.2 Tabulasi data target Reservoar 2 (batupasir) tiap sumur.


Sumur Top Depth Bottom Depth Netres Fluida Contact
GMB 34 1224 1233 7
GMB 35 1254 1264 9
GMB 06 1288 1296 8 1301
GMB 54 1296 1306 10
GMB 27 1311 1321 10
Pemetaan bawah permukaan dilakukan dengan pembuatan Peta Kontur Top Structure,
Peta Kontur Bottom Structure, Peta Fluid Contact, Peta Fasies, Peta Netres, dan Peta Net Pay
dari reservoar yang dijadikan target.

1. Peta Top & Bottom Structure Reservoar


Peta ini dibuat berdasarkan nilai kedalaman top dan bottom reservoar target. Pada peta ini
juga disertakan batas kontak fluida pada 1301 TVDSS untuk Reservoar 2 dan 1241 TVDSS
untuk reservoar 1.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

A.

B.

Gambar 4.4.1 Peta Top & Bottom Structure (A) Reservoar 2 dan
(B) Reservoar 1
2. Peta Fluid Contact
Peta ini dibuat berdasarkan penampalan dari garis GWC pada reservoar 2 (1301 m untuk
reservoar 2) dan garis LKG untuk reservoar 1 (1241 TVDSS)

A. B.
Gambar 4.4.2 Peta Fluid Contact (A) Reservoar 1 dan (B) Reservoar 2.
3. Peta Fasies
Peta ini merupakan fasies pegendapan batuan reservoar target.

A. B.
Gambar 4.4.3 Peta Fasies (A) Reservoar 1 dan (B) Reservoar 2.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

4. Peta Net Res.


Peta ini dibuat berdasarkan nilai dari Net Res. Nilai Net Res merupakan nilai ketebalan
suatu reservoar.

A. B.

Gambar 4.4.4 Peta Netres (A) Reservoar 1 dan (B) Reservoar 2.

5. Peta Net Pay


Peta ini dibuat dengan menampalkan peta Net Res dan peta Fluid Contact. Kontur pada
peta ini mengikuti kontur pada peta Net Res dan menyesuaikannya dengan batas Fluid Contact
top dan bottom. Setelah itu dibuat penampang sayatan pada peta tersebut.

A. B.

Gambar 4.4.5 Peta Netpay (A) Reservoar 1 dan (B) Reservoar 2.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

IV.6. Hasil perhitungan

Tabel.4.6.1. Perhitungan Reservoar 1

Tabel 4.6. 2. Perhitungan Reservoar 2

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

 Terdapat 5 lapisan reservoar target yaitu 1 reservoar batugamping Formasi Baturaja dan 4
reservoar batupasir Formasi Talang Akar. Kedalaman reservoar 1 yaitu 1109 – 1246
TVDSS, reservoar 2 antara 1224 – 1321 TVDSS, reservoar 3 berkisar 1277 – 1309
TVDSS, lalu reservoir 4 pada 1200 – 1235 TVDSS, dan reservoir 5 pada 1214 – 1270
TVDSS.
 Peta yang dihasilkan dari analisa korelasi adalah Peta Top Structure, Peta Bottom
Structure, Peta Fluid Contact, Peta Fasies, Peta Netres, dan Peta Net Pay.
 Pada korelasi log, penggambaran reservoir 1 terputus dikarenakan oleh susunan antar log.
 Kontak fluid terletak pada:
a. Reservoar batugamping terdapat pada kedalaman 1241 TVDSS.
b. Reservoar batupasir 1 terdapat pada kedalaman 1301 TVDSS.
 Volume gas yang terdapat pada lapisan target sebesar:
a. Reservoar batugamping : 438.611,398550 acre ft.
b. Reservoar batupasir 1 : 8.069,909488 acre ft.
 IGIP (Initial Gas In Place) sebesar :
a. Reservoar batugamping : 183.240.567.347 SCF atau 183,24 BCF.
b. Reservoar batupasir 1 : 6.979.436.102 SCF atau 6,98 BCF.

Nama : Rachmat Fauzi Viarso


Nim : 111.160.149
Plug : 8

Anda mungkin juga menyukai