Struktur PDF
Struktur PDF
1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang
Email: yervi@ft.unand.ac.id
2
Alumni Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas
Email: radhialfalah@gmail.com
ABSTRAK
Bekisting atau formwork adalah suatu konstruksi yang bersifat sementara pada pelaksanaan
pekerjaan beton yang berfungsi untuk membentuk beton sesuai dengan ukuran dan tempat
kedudukannya atau dapat juga disebut suatu konstruksi yang merupakan cetakan atau mal. Pada
pekerjaan beton, biaya bekisting berkisar 40%-50% dari total biaya beton. Pemilihan metode
pemasangan bekisting dapat mempengaruhi durasi dan biaya pekerjaan . Pada pekerjaan pile cap ada
beberapa metode yang dapat dipakai dalam pembuatan bekistingnya. Seperti dengan menggunakan
kayu, batako, dan bata merah. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan biaya dan durasi
pelaksanaan bekisting kayu dan batako untuk pekerjaan bekisting Pile Cap. Untuk menghitung biaya
digunakan HSP Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan menggunakan harga satuan bahan dan
upah wilayah Sumatera Barat. Sedangkan untuk durasi dihitung berdasarkan estimasi durasi yang
didapat dengan observasi terhadap kontraktornya. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa
biaya bekisting kayu untuk sekali pemakaian lebih besar dari bekisting batako. Sedangkan jika
bekisting kayu digunakan secara berulang biaya menjadi lebih kecil daripada bekisting batako
namun durasi pengerjaan menjadi semakin lama. Pada bekisting batako durasi pemasangannya
tergantung pada ukuran pile cap. Semakin besar ukuran pile cap maka durasi untuk pemasangannya
semakin lama dengan jumlah pekerja yang sama. Berbeda dengan bekisting kayu yang durasi
pemasangannya tidak terlalu tergantung pada ukuran pile cap, namun dipengaruhi oleh kerumitan
bentuk pile cap tersebut.
Kata kunci: bekisting, biaya, durasi, material, pile cap
1. PENDAHULUAN
Dalam pekerjaan struktur beton bertulang, ada tiga komponen yang harus direncanakan dengan matang karena
mempengaruhi keberhasilan pekerjaan struktur. Ketiga komponen tersebut adalah campuran beton, penulangan
beton dan bekisting. Diantara ketiga komponen tersebut, bekisting yang membutuhkan biaya paling besar yaitu
berkisar antara 40-60 % dari total biaya beton dan untuk perkiraan 10 % dari total biaya konstruksi. Oleh karena itu
pihak konstruksi hendaknya mengambil keputusan yang bernilai ekonomis terhadap penggunaan bekisting.
Sehingga dapat menguntungkan baik dari segi biaya maupun waktu (Hanna, 1999).
Pada umumnya, kontraktor menggunakan bekisting konvensional yang terbuat dari kayu untuk pekerjaan beton. Hal
ini karena peralatan dan bahannya yang sederhana dan mudah didapat. Yang dimaksud dengan bekisting
konvensional adalah suatu sistem bekisting yang bagian-bagian bekistingnya dibuat dan dipasang in-situ. Untuk
pekerjaan pile cap ada bermacam-macam material bekisting yang biasa dipakai, seperti bekisting yang terbuat dari
kayu, batako (hollow brick), bata merah dan lain sebagainya. Oleh karena itu bisa dilakukan pemilihan metoda yang
akan dilaksanakan sehingga dapat mengoptimumkan waktu dan biaya yang tersedia. Penggunaan bekisting kayu
membutuhkan biaya besar karena tingginya harga kayu itu sendiri. Selain itu pada bekisting kayu, jika pekerja tidak
hati-hati dalam pembongkaran bekisting, maka kayu akan rusak dan tidak dapat digunakan kembali. Maka
diperlukan inovasi-inovasi dalam pemakaian bekisting yang umumnya dilakukan melalui aplikasi value engineering,
inovasi, dan akselerasi konstruksi (Bangun,2009).
Salah satu inovasi yang telah dipakai ialah dengan mengganti material bekisting. Saat ini, beberapa item pekerjaan
proyek pembangunan gedung menggunakan batako (hollow block) dan bata merah sebagai bahan utama pembuatan
bekistingnya, seperti pada pekerjaan pile cap dan sloof. Bekisting berbahan dasar batako (hollow block) dapat
mengoptimumkan biaya dan waktu yang tersedia dalam pelaksanaan suatu proyek. Karena bekisting dengan sistem
tersebut ini tidak memerlukan waktu tambahan untuk pembongkaran bekisting..
Bekisting konvensional merupakan suatu bekisting yang terdiri dari papan dan kayu balok, yang pemakaiannya
masih banyak dijumpai pada proyek-proyek yang relatif kecil dan penggunaannya hanya terbatas pada beberapa kali
pakai saja. Untuk bentuk-bentuk yang rumit, akan membutuhkan bahan yang relatif banyak karena akan banyak
terjadi penggergajian/pemotongan yang dilakukan sehingga biaya investasi dapat membengkak oleh karena
banyaknya bagian-bagian yang hilang akibat penggergajian.
(a) (b)
Gambar 1. Contoh Bekisting Tradisional dan Bekisting Batako Pada Pekerjaan Pile Cap
Batako adalah salah satu bahan bangunan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa
campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan jerami sebagai bahan pengisi antara
campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga
menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran.
Bekisting berbahan dasar batako (hollow block) ini dapat mengoptimumkan biaya dan waktu yang tersedia dalam
pelaksanaan suatu proyek. Karena bekisting batako ini tidak membutuhkan volume galian yang besar dan tidak
memerlukan waktu tambahan untuk pembongkaran bekisting.
3. METODE PENELITIAN
Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah Pekerjaan Pile Cap Proyek Rekonstruksi Gedung Polda Sumatera Barat dengan nilai
kontrak Rp.44.390.063.000,00 . Pekerjaan pile cap pada Proyek Rekonstruksi Gedung Polda Sumbar mempunyai 10
tipe pile cap dan 4 tipe sloof. Masing-masing tipe pile cap mempunyai komposisi sloof yang berbeda beda.
Variabel penelitian
Adapun matriks variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat di lihat pada table berikut :
Tabel 1. Matriks Variabel Penelitian
Bekisting Hollow Brick
Variasi Dimensi Pile Cap Stuktur
Pondasi
Variasi Kedalaman Pile Cap dari muka
Bekisting Kayu
tanah
Variasi pengulangan pemakaian
bekisting
Metode analisis
Metoda analisis dilakukan dengan membandingkan biaya pelaksanaan pekerjaan bekisting kayu dan bekisting
batako pada pekerjaan Pile Cap Proyek Rekonstruksi Gedung Polda yang dihitung secara manual dengan HSP yang
ada, serta membandingkan biaya pelaksanaan pekerjaan bekisting bekisting kayu. Untuk durasi dihitung dengan
menggunakan estimasi durasi yang diperoleh dengan mewawancara kotraktor. Sehingga diperoleh perbandingan
biaya dan waktu antara pemakaian bekisting kayu, dan bekisting batako Untuk durasi pengerjaan bekisting
dibandingkan pertahapan pelaksanaan bekisting. Durasi juga dihitung untuk pemakaian berulang pada bekisting
kayu.
SNI yang digunakan untuk pekerjaan bekisting kayu adalah SNI-7394-2008 yaitu SNI pekerjaan beton. Sedangkan
untuk pekerjaan bekisting batako digunakan SNI-6897-2008 yaitu SNI pekerjaan dinding karena pelaksanaan
bekisting ini sama halnya dengan bekisting dinding. Harga satuan bahan dan upah merupakan harga satuan upah dan
bahan tahun anggaran 2012 yang disusun oleh bidang asset Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera
Barat
Gambar 3. Perbedaan Biaya Upah, Biaya Material dan HSP Pekerjaan Bekisting Pile Cap
Dari gambar 3 diatas terlihat biaya upah 1m² bekisting kayu lebih besar 174% dari biaya upah pekerjaan 1m²
bekisting batako. Perbedaan harga upah ini dikarenakan indeks/koefesien untuk pengerjaan bekisting kayu pile cap
lebih besar dari pada indeks tenaga kerja pada pengerjaan bekisting batako pile cap, serta terjadi perbedaan harga
upah tukang kayu dan tukang batu dimana upah tukang kayu Rp.58,938 dan upah untuk tukang batu Rp.46,125.
Demikian juga untuk biaya material terdapat perbedaan antara biaya material bekisting kayu Pile cap dengan
bekisting batako Pile Cap yang signifikan. Biaya material untuk pekerjaan bekisting kayu lebih besar sekitar 157%
dari biaya material bekisting batako. Sehingga selisih harga satuan pekerjaan bekisting kayu dengan bekisting
batako mencapai Rp.238.041,00. Ini artinya Harga Satuan Pekerjaan (HSP) untuk bekisting kayu Pile Cap 159%
lebih besar dari bekisting batako Pile Cap atau HSP untuk bekisting kayu hampir 3 kali lipat HSP bekisting batako.
Dari gambar 4 diatas tampak bahwa biaya untuk bekisting kayu untuk setiap tipe pile cap lebih besar dari biaya
bekisting kayu. Semakin besar dimensi Pile Cap artinya semakin besar bekisting yang dibutuhkan, membuat selisih
biaya antara bekisting kayu dengan bekisting batako juga akan semakin besar. Kalau di formulakan akan
menghasilkan y = 713463e0.0792x dengan R² = 0.9108
Variasi pengulangan pemakaian bekisting Pile Cap
Perbandingan biaya total pemasangan bekisting pada proyek rekonstruksi Gedung Polda Sumbar dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 5. Biaya Total Pekerjaan Bekisting Pile Cap Satu Kali Pakai dan Berulang
Terlihat dari gambar biaya total bekisting kayu untuk satu kali pakai mencapai 1,45% ,45% dari biaya total proyek
sedangkan untuk bekisting batako sekitar 0.56% dari biaya total proyek. Jadi jika pekerjaan Pile Cap menggunakan
bekisting batako bisa menghemat biaya proyek sekitar 0.89% dari nilai kontrak yaitu sekitar Rp.
Rp.395.700.089,00
Pada hakekatnya pemakaian bekisting kayu dapat dipakai secara berulang. Untuk bekisting pile cap kontraktor
biasanya memakai 1 bekisting kayu sampai 4 kali penggunaan yang kemudian baru diganti dengan bekisting yang
baru. Dengan pemakaian yang berulang pada bekisting kayu maka biaya yang menjadi lebih murah. Dengan
pemakaian bekisting kayu secara berulang maka biaya untuk pemasangan bbekisting
ekisting kayu pada proyek rekonstruksi
Polda Sumbar menjadi 0,51% dari biaya kontrak. Artinya jika dibanding bekisting batako biaya menggunakan
bekisting kayu secara berulang lebih ekonomis 0,05% dari nilai kontrak.
Secara umum terlihat dari table 2 diatas, untuk jenis tanah galian biasa seiring dengan pertambahan
kedalaman galian maka biaya pengerjaannya akan bertambah. Jika pada pekerjaan pile cap membutuhkan
galian terlebih dahulu, maka pada pemakaian bekisting kayu akan membutuhkan volume galian yang lebih banyak
dibanding bekisting batako dikarenakan untuk pemasangan bekisting kayu membutuhkan ruang yang cukup besar
dalam pemasangan dan pembongkaran nantinya. Sehingga untuk kedalaman Pile Cap dari muka tanah yang sama,
maka pekerjaan bekisting kayu akan memakan biaya pekerjaan yang lebih mahal dibandingkan dengan bekisting
batako.
Untuk bekisting batako durasi yang diperlukan untuk pemasangannya bertambah seiring dengan bertambah besarnya
volume Pile Cap. Pada pile cap tipe P8 terjadi penurunan durasi dikarenakan pekerja pada pile cap tersebut ditambah
sehingga durasi pemasangannya lebih cepat. Pada ukuran pile cap yang kecil durasi pemasangan bekisting batako
lebih cepat dibanding bekisting kayu. Sedangkan untuk ukuran pile cap yang besar durasi pemasangan bekisting
batako lebih lama dibanding bekisting kayu.
7. KESIMPULAN
Bekisting kayu bisa langsung dipasang pada permukaan tanah sehingga untuk pemasangannya tidak perlu ada galian
atau timbunan untuk menambah daya dukung bekisting. Jika bekisting batako dipasang pada permukaan tanah
secara langsung harus dilakukan penimbunan tanah disekililing bekisting terlebih dahulu agar mampu menahan
beban saat pengecoran, ini dikarenakan bekisting batako tidak mampu menahan beban yang terlalu besar secara
langsung. Sehingga dengan kondisi seperti ini variable pembiayaan untuk bekisting batako bertambah dari
komponen timbunan.
Tapi jika pekerjaan pile cap membutuhkan galian terlebih dahulu maka pada pemakaian bekisting kayu akan
membutuhkan volume galian yang lebih banyak dibanding bekisting batako dikarenakan untuk pemasangan
bekisting kayu membutuhkan ruang yang cukup besar dalam pemasangan dan pembongkaran nantinya. Bekisting
batako tidak perlu ruang yang besar dalam pemasangannya, galian untuk bekisting batako bisa sama besar dengan
volume pile cap yang akan dibuat. Biaya galian yang cukup tinggi menjadi pertimbangan dalam pemilihan bekisting
yang akan dipakai. Semakin besar volume pekerjaan galian maka biaya yang akan dikeluarkan juga akan semakin
besar pula.
Durasi pemasangan bekisting kayu tidak terlalu tergantung pada ukuran pile cap dikarenakan waktu pemasangan
bekisting pile cap dengan beda ukuran yang tidak terlalu jauh durasi pemasangannya hampir sama bahkan sama satu
sama lain. Bentuk dari Pile Cap juga mempengaruhi durasi pemasangan bekisting kayu, semakin rumit bentuk dari
pile cap yang akan dibuat maka proses pemotongan material kayu dan pemasangannya akan semakin lama. Adanya
pekerjaan pembongkaran bekisting supaya bekisting dapat digunakan secara berulang, juga menyebabkan
penambahan variable waktu dalam pekerjaan bekisting kayu.
Bekisting kayu yang digunakan secara berulang memang dapat menekan biaya namun pada pelaksanaannya akan
memakan waktu yang lama karena untuk pemakaian selanjutnya harus menunggu pemakaian sebelumnya selesai.
Jika pemakaian bekisting kayu sampai 4 kali maka durasi yang dibutuhkan akan semakin besar karena pemakaian
bekisting secara bergantian.
Sedangkan pada bekisting batako durasi pemasangannya tergantung pada ukuran pile cap. Semakin besar ukuran
pile cap maka durasi untuk pemasangannya semakin lama dengan jumlah pekerja yang sama. Bentuk tidak
mempengaruhi durasi pemasangan pada bekisting batako. Bagaimanapun bentuk dari pile cap yang akan dibuat
durasi tetap tergantung pada ukuran pile cap. Bekisting batako tidak perlu waktu untuk membongkar bekisting
karena bekisting ini akan dibiarkan melekat pada beton setelah dilakukan pengecoran. Sehingga pekerjaan bekisting
batako bisa dikerjakan secara bersamaan dengan kata lain tidak ada pemakaian secara bergantian pada bekisting ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hanna, Awad S.( 2004). “Conctere Formwork System“. Marcel Dekker. Inc,University of Wisconsin, New York
Wigbout, F.(1997). “Bekisting ( KotakCetak ) “. PT. Erlangga, Jakarta
Wong Wai Man, Raymond. (2001). “Condition and Constraints in The Formwork Systems For Complex High Rise
Building – with Case From Hongkong“