Disusun Oleh :
i
ENTAMOEBA HISTOLYTICA
A. SEJARAH ENTAMOEBA HISTOLYTICA
Entamoeba Histolytica pertama kali ditemukan oleh Lösch (tahun 1875) dari
tinja seorang petani yang menderita disentri parah di Leningrad, Rusia. Pada autopsi,
Lössch menemukan E.histolytica bentuk trofozoit dalam ulkus usus besar, tetapi ia
tidak mengalami hubungan kausal antar parasit ini dengan kelainan ulkus tersebut.
Pada tahun 1893 Quinche dan Roos menemukan E.histolytica bentuk kista,
sedangkan Schaudin (1903) memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan
membedakannya dengan ameba yang juga hidup dalam usus besar yaitu
Entamoebacoli.
Pada tahun 1912, Walker dan Sellards berhasil mengetahui bahwa transmisi E.
Histolytica berlangsung dalam bentuk kista, bukan trofozoit. Mereka juga
menemukan bahwa karier asimtomatik merupakan reservior yang dapat menyebabkan
penularan. Sebagian besar amebiasis terjadi melalui penularan dari individu yang
asimtomatik.
Setelah itu, pada tahun 1925, Dobell menjelaskan tentang siklus hidup E.
Histolytica. Pada tahun yang sama Brumpt mengajukan bahwa E. Histolytica dan E.
Dispar bersifat identik secara morfologis, tetapi hanya E. Histolytica yang bersifat
patogen terhadap manusia.
Penemuan kultur aksenik E. Histolytica pertama oleh Diamond pada tahun
1961 merupakan titik balik terbesar dalam pemahaman mengenai biologi sel dan
biokimia dari E. Histolytica. Pada tahun 1978, Sargeaunt melaporkan bahwa E.
Histolytica dan E. Dispar dapat dibedakan melalui analisis zimodem.
A. ENTAMOEBA HISTOLYTICA
C. MORFOLOGI E. HISTOLYTICA
Infeksi terjadi dengan menelan kista yang matang. Bila kista yang matang
tertelan, kista tersebut akan tetap utuh ketika sampai di lambung. Terdapatnya dinding
kista yang kuat menyebabkan kista dapat bertahan terhadap asam lambung. Dalam
rongga usus halus yterjadi ekskistasi dengan keluarnya bentuk – bentuk minuta yang
kemudian menuju usus besar.
Bentuk minuta ini kemudian dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang
patogen den hidup di mukosa usus besar serta dapat menimbulkan gejala. Melalui
aliran darah, bentuk histolitika ini dapat menyebar hingga ke jaringan hati, paru, dan
otak.
3
memperluas dan memperdalam lesi yang ditimbulkannya, kemudian menyebar
melalui cara percontinuitatum, hematogen ataupun lymphogen mengadakan metastase
ke organ-organ lain dan menimbulkan amoebiasis di organ-organ tersebut.
Metastase tersering adalah di hepar terutama lewat hematogen.
Setelah beberapa waktu oleh karena beberapa keadaan, kekuatan invasi dari
parasit menurun juga dengan meningkatnya pertahanan dan toleransi dari host maka
lesi mulai mengadakan perbaikan. Untuk meneruskan kelangsungan hidupnya mereka
lalu mengadakan encystasi, membentuk kista yang mula-mula berinti satu, membelah
menjadi dua, akhirnya menjadi berinti empat kemudian dikeluarkan bersama-sama
tinja untuk membuat siklus hidup baru bila kista tersebut tertelan oleh manusia.
E. HABITAT E. HISTOLYTICA
Dalam bentuk tropozoit, Entamoeba Histolytica hidup di dalam jaringan
mukosa dan submukosa usus besar penderita. Bentuk kista hanya ditemukan pada
lumen usus.
Parasit zoonosis ini umumnya hanya menyerang manusia, namun juga dapat
menimbulkan penyakit pada kera dan primate lainnya. Hewan lain yang dapat
bertindak sebagai hospes definitive, jadi bertindak sebagai hospes reservoir adalah
kucing, anjing, tikus, hamster, dan marmot (guinea pig). Dalam keadaan tertentu,
amebiasis usus dapat menyebar ke organ-organ lainyya (ekstraintestinal), mislanya ke
hati.
F. PENYEBAB PENYAKIT
G. GEJALA KLINIS
Masa akut penderita yang diserang Entamoeba Histolytica terjadi pada masa
inkubasi antara 1-4 minggu, yang ditandai dengan disentri berat, feses sedikit
berdarah, nyeri dan demam, dehidrasi, toksemia, kelemahan badan Nampak nyata,
pemeriksaan jumlah leukosit berkisar anatar 7.000-20.000/mm 2 dan dietemukannya
4
bentuk trofozoit pada feses encer penderita. Gejala klinis yang terjadi bergantung
pada lokasi invasi entamoeba histolytica, dan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Amebic diare, merupakan gejala terbanyak (50%), dengan siafat diare yang
sering, terutama berisi mukosa dan darah (jumlah feses hanya sedikit), kadang-
kadang dapat terjadi opstipasi.
b. Amebic disentri, defekasi sering, ada demam, ada tenesmus, feses terdiri dari sel
mukosa dan darah
c. Amebik apendisitis, prosesnya akut/kronis, tanpa ada demam, pemberian
antibiotika tidak efektif, merupakan kontra-indikasi untuk operasi.
d. Amebik granuloma, terjadi karena adanya penebalan pada dinding kolon akibat
amebiasis krosis. Biasanya terjadi di sekum sampai rectum, dan ameba ini harus
dibedakan dengan karsinoma.
e. Amebik abses, merupakan proses ekstra-intestinal (amebic hepatis) dengan gejala
nyeri pada epigastrium kanan, penderita berjalan membungkuk, ada demam,
malaise, kadang-kadang disertai icterus
f. Amebik kulit, menunjukkan gejala kulit tampak kemerahan, adanya eksresi yang
berwarna coklat kehijauan. Jika terjadi infeksi sekunder, pemriksaan secret akan
steril
g. Amebiasis vagina , ada fluor albus dan ada ulkus pada labia mayora, keadaan ini
harus dibedakan dengan penyakit lues.
I. PENGOBATAN
5
Obat untuk mengobati amebiasis, diantaranya adalah:
1. Metronidazole (Flagyl, Mebzid, Trikacide) dewasa 2x1 gram selama 3-5 hari atau
3x750 mg selama 5010 hari; anak 50 mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.
2. Nimorazol (Naxogin); dewasa 2 gram /hari selama 5 hari (amebiasis usus); anak 30-
40 mg/kg BB/hari selama 5 hari (amebiasis usus). Untuk ambeiasis hati diebrikan
selama 10 hari
3. Ordinazol (Tiberal) : dewasa 2x1 gram/hari selama 3 hari; anak : 50 mg/kg BB/hari
selama 3 hari.
4. Tinidazol (Fasigyn): 2 gram (dosis tunggal) selama 2-3 hari
5. Seknidazol (Flagentyl) : dewasa 3x500 mg selama 3 hari (amebiasis usus). Anak: 25
mg/kg BB selama 3 hari. Untuk amebiasis hati diberikan selama 5-10 hari
6. Dehidroemiten dihidroklorida (DH Emetin 30) : 1-1,5 mg/kg BB/hari injeksi
7. Clefamid (Mebinol) ; 3x500 mg selama 10-20 hari
J. PATOGENESIS
1. Primer.
Pada fase ini penderita mengalami Amebiasis intestinal. Organ yang
diserangnya terutama bagian sekum dan bagian-bagian lain yang sangat
bergantung pada resistensi hospes, virulensi dari starin ameba, kondisi lumen
usus/dinding usus (infeksi atau tidaknya dinding usus), kondisi makanan (jika
makanan banyak mengandung karbohidrat, ameba tersebut menjadi pathogen),
dan keadaan flora normal usus,
Interkasi ameba dengan bakteri-bakteri tertentu akan mengaktifkan sifat
ameba sehingga menimbulkan lesi pada usus yang umumnya sampai mencapai
mukosa. Gambaran lesi pada usus (mukosa) menunjukkan nekrosis tanpa reaksi
peradangan, kecuali ada infeksi sekunder.
Pada keadaan lanjut, proses ini dapat sampai ke submukosa dan dari sini
ameba masuk kes sirkulasi darah, selanjutnya akan timbul lesi-lesi esktra-intestinal.
Bentuk lesi berupa settle neck ulcus. Infeksi sekunder biasanya oleh kuman-kuman
clostridium perfringens, shigella, dan umumnya berprognosis buruk karena terjadi
gangrene usus, dan sering menyebabkan kematian. Pada ulkus yang dalam (sampai
mencapai submukosa), sering terjadi perdarahan. Ini dapat dilihat pada feses
penderita, yang kadang-kadang ditemukan adanya sel-sel mukosa. Disamping itu,
ulkus yang dalam ini juga dapat menyebabkan perforasi sehingga prognosisnya
menjadi buruk.
2. Sekunder.
Ini terjadi pada amebiasis ekstra-intestinal. Proses ekstra intestinal ini dapat terjadi
akibat penyebaran parasit secara hematogen. Organ yang sering terkena adalah hati
yang menimbulkan amebik hepatis dan selanjutnya menimbulkan abses hepatikum.
6
Abses hepatikum ini dapat terjadi pula ameba ekspansi karena pecahnya abses hati
atau penyebaran melalui hematogen, ke pleura, paru, kulit. Ulserasi pada sigmoid dan
rectum dapat menyebabkan komplikasi atau ekspansi ke vagina bagi penderita wanita.
Proses amebiasis ekstra-intestinal dapat terjadi sebagai berikut :
a. Amebiasis hati terjadi karena abses hati terutama pada posteosuperior lobus
kanan, dengan gejala klinis nyeri daerah hipokondrium kanan, demam disertai
icterus, hepatomegaly (diare dan disentri negatif), jika tidak diobati abses
berkembang ke berbagai arah yang akan menyebabkan abses organ sekitar.
Komplikasi pecahnya abses hati kanan mengakibatkan kelainan kulit, paru,
rongga pleura kanan, diafragma, dan rongga peritoneum.
b. Amebiasis kulit terjadi karena abses hati kanan pecah sehingga mengakibatkan
granuloma kritis.
c. Amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudian masuk ke
daerah organ paru, menyebabkan sputum menjadi berwarna cokelat merah tua
dan dapat ditemukan trofozoit pada bahan sputum.
d. Amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati kanan pecah dan menyerang
empyema toraks.
e. Diafragma terkena jika abses hati kanan pecah, kemudian terjadi abses
subfrenik
f. Rongga peritoneum dapat terkena jika abses hati kanan pecah dan menyerang
bagian rongga peritoneum sehingga menyebabkan peritonitis umum.
g. Amebiasis serebral terjadi karena komplikasi dari abses hati atau dari paru
(kasus jarang).
h. Abses limpa, terjadi karena komplikasi amebiasis hati atau penularan langsung
dari trofozoit kolon.
Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abses hati kiri, akan terjadi kelainan
pada daerah lambung, rongga pericardium, kulit, dan rongga pleura kiri, yang
mengakibatkan gejala klinis pada lambung (dapat terjadi hematemesis), rongga
pericardium (pericarditis purulent yang dapat menyebabkan kematian), atau
amebiasis organ lain (amebiasis paru).
DISENTRI
7
A. Definisi
Disentri adalah kumpulan gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan
adanya tenesmus(perasaan buang air besar yang belum tuntas).
B. Etiologi
Disentri atau diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare,seperti
oleh infeksi virus,bakteri,parasit,intoleransi laktosa dan alergi protein susu sapi. Tetapi
sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi. Penularannya secara fekal-oral
kontak(fekal:kotoran,oral:mulut,kontak: kontak cairan tubuh) dan orang ke orang atau kontak
orang dengan alat rumah tangga. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang
terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi (perilaku) dan higiene
perorangan yang buruk. Pernah dilakukan diantara pelaku homoseksual.
D. Epidemiologi
8
disentri didapatkan 13,3% di Puskesmas. Di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat
inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Meskipun proporsi S.disentriae rendah,tetapi kita harus
selalu waspada ,karena S.disentriae dapat muncul sebagai epidemi. Epidemi ini telah melanda
Asia Selatan sekitar akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an. Epidemi ini disebabkan
oleh Shigella Disentriae yang telah resisten terhadap berbagai antibiotik. Proporsi penderita
diare di Indonesia berkisar antara 5-15%.
E. Patogenesis
Faktor risiko yang menyebabkan beratnya disentri antara lain : kurang gizi,usia sangat
muda,tidak mendapat ASI,menderita campak dalam 6 bulan terakhir,mengalami
dehidrasi,serat penyeabab diare lainnya,yaitu suatu bakteri yang menghasilkan toksin atau
resisten ganda terhadap antibiotik. Pemberian spasmolitik memperbesar kemungkinan
terjadinya megakolon toksik. Pemberian antibiotik dimana kuman penyebab telah resisten
terhadap antibiotik tersebut akan memperberat manifestasi klinis dan memperlambat sekresi
kuman penyebab dalam feses penderita.
DAFTAR PUSTAKA
9
file:///C:/Users/PC/Downloads/Documents/jtptunimus-gdl-nurunnajmi-5252-2-bab2.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122645-S09016fk-Hasil%20pemeriksaan-Literatur.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122643-S09015fk-Peningkatan%20sensitivitas-Literatur.pdf
Bulan Ayu dan Zulfito Marendra.2010.Smart Parents: Pandai Mengatur Menu & Tanggap
Saat Anak Sakit.Jakarta Selatan.Trans Media.
10
Muslim M.2005.Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC
11