NIM 170810301078
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para etikawan,
apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut etika absolut yakin bahwa
terdapat prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan
dimana pun. Sementara itu, para penganut etika relatif mengatakan bahwa tidak ada
prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau nilai moral dalam masyarakat
berbeda-beda sesuai masyarakat dan situasinya.
Salah satu dari teori yang sangat berpengaruh dikemukakan Kohlberg (dalam
Atkinson et.al., 1996) dengan mengemukakan tiga tahap perkembangan moral
dihubungkan dengan usia, dijelaskan dalam tabel berikut:
Suatu pengetahuan bisa dianggap sebagai disiplin ilmu apabila telah dilengkapi
teori tentang objek yang dikaji. Jadi, teori merupakan tulang punggung ilmu. Fungsi
teori dan ilmu pengetahuan adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol.
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang
kebiasaan, nilai, dan norma yang dianggap baik atau tidak. Dalam etika masih dijumpai
banyak teori yang mencoba menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang
sama dari sudut pandang berbeda. Sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak
menjelaskan sesuatu, belum sampai tahap meramalkan, apalagi mengontrol suatu
tindakan. Untuk memahami beberapa teori etika yang berkembang, berikut beberapa
uraian teori yang berpengaruh:
1) Egoisme
Rachel (2004) memperkenalkan dua konsep: egoisme psikologis dan etis.
Egosime psikologis menjelaskan bahwa suatu tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri (selfish), tidak ada tindakan yang sebenarnya bersifat
altruisme (peduli dan mengutamakan kepentingan orang lain). Egoisme etis
merupakan tindakan yang dilandasi kepentingan diri sendiri (self-interest).
Pembeda antara tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan
untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain.
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu
merugikan kepentingan orang lain. Munculnya paham egoisme etis memberikan
landasan yang sangat kuat bagi munculnya paham ekonomi kapitalis dalam ilmu
ekonomi.
2) Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi bahasa Inggris
utility yang berarti bermanfaat (Bartens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakna
dikatakan baik jika bermanfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat.
Perbedaannya dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu,
sedangkan utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak
(masyarakat).
3) Deontologi
Deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban (Bertens,
2000). Paham ini menyatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada
kaintannya dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut.
Kewajiban moral bersifat mutlak tanpa pengecualian apapun dan tanpa dikaitkan
dengan keinginan atau tujuan apapun. Kant berpandangan bahwa kewajiban
moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena memperoleh
kebahagiaan, bukan juga karena perintah Tuhan.
4) Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan dianggap baik apabila sesuai dengan Hak
Asasi Manusia (HAM). HAM didasarkan pada beberapa otoritas (Weiss, 2006),
yaitu: hak hukum (legal right) , hak moral atau kemanusiaan (moral, human
right), dan hak kontraktual (contractual rigth).
5) Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori ini tidak mempertanyakan suatu tindakan (etis/tidak), tetapi mengenai
sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki seseorang agar bisa disebut manusia
utama, dan karakter yang mencerminkan manusia hina. Sebenarnya, teori
keutamaan tidak berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan
(deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakna yang
berulang-ulang.
6) Teori Etika Teonom
Sebagaimana diakui oleh seluruh penganut agama di dunia bahwa ada tujuan
tertinggi yang ingin dicapai manusia selain tujuan duniawi, yaitu memperoleh
kebahagiaan surgawi. Sebenarnya, setiap agama memiliki filsafat etika yang
hampir sama, salah satunya adalah teori etika teonom yang dilandasi filsafat
Kristen. Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara
hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Dianggap baik
apabila sepadan dengan dengan kehendak Allah, dan tidak baik apabila tidak
mengikuti aturan/perintah Allah sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci.
Ringkasan ini diambil dari buku Etika Abad Kedua puluh karangan Fransz
Magnis- Suseno (2006).
Kunci penjelasan semua teori terletak pada paradigma/pola pikir etikawan dalam
memaknai hakikat manusia. Paradigma hakikat manusia akan menentukan tujuan hidup
atau nilai-nilai yang ingin dicapai. Nilai-nilai tersebut melatarbelakangi setiap
paham/teori etika dan norma moral yang ada yang selanjutnya menjadi pedoman dalam
setiap tindakan. Nilai-nilai yang telah direalisasi akan menjadi bahan refleksi untuk
mengkaji kembali paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin
direalisasikan.
Ilmu etika untuk ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh,
yaitu suatu pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada:
Nilai-nilai yang hendak dicapai pada tahap kesadaran manusiawi memang belum
mencapai yang paling ideal, karena yang ideal berarti manusia telah mencapai tahap
kesadaran transendental, yaitu ketika mencapai nilai tertinggi hakikat manusia yang
sebagian besar hidupnya telah dipersembahkan untuk Tuhan dan tidak lagi tertarik pada
hal-hal yang bersifat duniawi. Bagi manusia yang masih aktif menjalankan kegiatan
sehari-hari masih memerlukan pemenuhan tujuan hidup duniawi, namun jangan sampai
melupakan pengembangan kesadaran spiritual. Inti dari hakikat manusia utuh adalah
keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai berikut: