Anda di halaman 1dari 10

Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai paradigm ilmu, pentingnya pancasila sebagai
dasar nilai pengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah untuk
memperlihatkan peran pancasila sebagai rambu-rambu normatif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Selain itu,
pengembangan budaya dan teknologi di Indonesia harus berakar pada
budaya bangsa Indonesia itu sendiri dan melibatkan partisipasi
masyarakat luas.
Oleh karena itu, kemajuan dan pengembangan IPTEK sangat diperlukan
dalam upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta
menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia. Maka dari itu, IPTEK dan pancasila memiliki
hubungan yang kohesif. IPTEK diperlukan dalam pengamalan pancasila, sila
ketiga dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia. Disisi lain, kita juga
harus menggunakan dasar-dasar nilai pancasila sebagai pedoman dalam
mengembangkan IPTEK agar kita tidak terjebak dan supaya kita dapat tepat
sasaran dalam mencapai tujuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu dalam perspektif historis?
2. Apa peran IPTEK dalam kehidupan?
3. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan sebagai proses, produk, dan
masyarakat?
4. Apa pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan?
5. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi
pengembangan IPTEK?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami ilmu dalam perspektif historis.
2. Untuk mengetahui dan memahami peran IPTEK dalam kehidupan.
3. Untuk mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan sebagai proses,
produk, dan masyarakat.
4. Untuk mengetahui dan memahami pilar-pilar penyangga bagi eksistensi
ilmu pengetahuan.
5. Untuk mengetahui dan memahami pancasila sebagai dasar nilai dalam
strategi pengembangan IPTEK.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu Dalam Perspektif Hostoris


Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut dekade
waktu dan pembagian zamannya, dimulai dari zaman Yunani Kuno, Abad
Tengah, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer.1
Masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6 M) saat ilmu pengetahuan lahir,
kedudukan ilmu pengetahuan identik dengan filsafat yang bercorak mitologis.
Alam dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni,bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada.Bagaimanapun
corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia agar terus menerobos ;ebih
jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya suatu yang eka, tetap, dan abadi,
dibalik yang bhineka, berubah dan sementara (T. Yacob dalam Ditjen Dikti, 2013:
112).
Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat Yunani
Kuno menjadi ajaran praksis, bahkan mistis, yaitu sebagaimana yang diajarkan
oleh Stoa, Epicuri, dan Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya
kekuasaan Romawi yang mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu
filsafat yang harus mengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae).Filsafat besar
yang berpengaruh saat itu, yaitu Augustinus dan Thomas Aquinas, pemikiran
mereka memberi ciri khas pada filsafat Abad Tengah. Filsafat menjadi bercorak
teologis, biara tidak hanya menjadi pusat kegiatan agama, tetapi juga menjadi
pusat intelektual. Bersamaan dengan itu kehadiran para filsuf Arab tidak kalah
penting, seperti: Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusdy, Al-Gazali, yang
telah menyebarkan filsafat Aristoteles dengan membawanya ke Kardova
(Spanyol) untuk kemudian diwarisi oleh dunia barat melalui kaum Patristik dan
kaum Skolastik. Wells dalam karyanya The Outline of History (1951)
mengatakan, “Jika orang Yunani adalah bapak metode ilmiah, maka orang muslim
adalah bapak angkatnya”.
Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20 hingga
sekarang) berkat teori relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton
(semula sudah mapan) disamping teori kuantumnya yang telah mengubah persepsi
dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi. Sedemikian rupa sehingga
para pakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, dan berhasil
mengembangkan lmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika, kimia, biologi

1
Syahril Syarbaini, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2014),
cet. Ke-1, hal.212.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)3

molekuler, hasilnya seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini
( Sutardjo, 1982).
Optimisme bersamaan dengan pesimisme merupakan sikap manusia masa kini
dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dengan penemuan-penemuan
spektakulernya. Disatu pihak telah meningkatkan fasilitas hidup yang berarti
menambah kenikmatan. Namun dipihak lain gejala-gejala adanya malapetaka,
bencana alam menjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yang cukup fatal
( Ditjen Dikti, 2013: 115-116).

D. Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Kehidupan

Ilmu pengetahuan adalah suatu kesatuan fenomena yang diketahui dan


dipahami secara logis, rasional, objektif, dan induktif-empiris dalam pemikiran
manusia. Ketika ilmu pengetahuan itu diterapkan dan diwujudkan secara konkret
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, ia disebut teknologi. Contoh
elektronika adalah ilmu pengetahuan. Ketika digunakan didalam alat-alat,
sehingga antara orang-orang yang berjarak ribuan kilometer bisa saling bicara, ia
menjadi teknologi telekomunikasi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kini bukan lagi sekedar sarana bagi
kehidupan umat manusia, tetapi telah menjadi sesuatu yang subtansial. IPTEK
telah menjamin survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai
kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power) yang diperlukan dalam hubunngan
antar sesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif tersebut, IPTEK telah
menyentuh semua segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya
mengubah budaya manusia secara intensif.2
Lompatan-lompatan kemajuan teknologi, terutama teknologi transportasi,
telekomunikasi, dan informasi, telah semakin memacu globalisasi berproses
semakin cepat dan meluas ke segala aspek kehidupan. Salah satu implikasi
globalisasi ialah berkembangnya suatu standarisasi yang sama dalam kehidupan
di berbagai bidang.
Negara atau pemerintahan dimanapun , terlepas dari system ideologi atau
sistem sosial yang dimilikinya. Dipertanyakan apakah hak-hak asasi dihormati,
apakah demokrasi dkembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh
setiap warganya, bagaimana lingkungan hidup dikelola.
Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks, karena
masyarakat hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin
mempertahankan nilai-nilai budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani
perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai budaya sandingan (sub-
culture), sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakan yang bersifat melawan
terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan
2
Ibid., hal. 218.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)4

keresahan dari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dan tergusur dari
tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yang disebut sebagai budaya tandingan
(counter-culture). Fenomena perubahan tersebut, dengan segala implikasinya,
tercermin dalam masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalami masa transisi
simultan, yaitu:
1. Masa transisi masyarakat berbudaya agararis-tradisional menuju masyarakat
dengan budaya industry modern.
2. Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan.
3. Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menuju budaya global-mondial.

E. Ilmu Pengetahuan Sebagai Proses, Produk, dan Masyarakat

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang


sejarah kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan
bahwa ilmu pengetahuan mengandung dua aspek yaitu aspek fenomenal dan
aspek struktural. Aspek fenomenal menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
memanifestasikan dalam bentuk proses, produk dan masyarakat.3
Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktifitas atau
kegiatan kelompok ilmuwan dalam upayanya untuk menggali dan
mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi, dan sebagainya.
Penelitian dan percobaan dilakukan oleh para ilmuwan untuk memahami dunia
alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendaki (Saswinadi
Sasmojo dkk (eds), 1991: 94). Ilmuan bukan orang yang mempelajari ilmu untuk
mengembangkan teknologi. Motivasi ilmuwan yang sebenarnya adalah nafsu
ingin tahu, bukan manfaatnya kepada masyarakat.
Sebagai produk, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan
kelompok ilmuwan berupa teori, ajaran, paradigm, dan temuan-temuan lain yang
disebarluaskan dan diwariskan kepada masyarakat dunia. Didalam dirinya
pengetahuan ilmiah terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung
kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, maupun dibantah
oleh seseorang (Saswinadi Sasmojo dkk(eds), 1991:94). Ilmu pengetahuan
sebagai produk terutama menjadi konsumsi kaum intelektual. Seorang intelektual
tidak mesti seorang ilmuwan, walaupun seorang ilmuwan dengan sendirinya ia
adalah intelektual. Orang intelektual adalah orang yang tidak puas dengan tradisi
dan ajaran otoritas, ia ingin tahu mengapa sesuatu itu ada , bagaimana, kapan, dan
sebagainya. Seorang intelektual adalah seorang yang kritis sekaligus rasionalis. Ia
ingin mengetahui latar belakang sebuah kejadian, kecenderungannya, dan
mempersoalkan dampak sosialnya (Franz Magnis-Suseno, 1992,60).
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat adalah suatu komunitas yang dalam
kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah. Menurut Daoed Joesoef,
3
Ibid., hal. 217.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)5

kaidah-kaidah ilmiah itu adalah universalisme, Komunalisme, tanpa pamrih


(disinterestedness), dan skeptisisme yang teratur.universalisme berarti bahwa ilmu
pengetahuan bebas dari warna kulit, ras, keturunan, maupun keyakinan
keagamaan;komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik
masyarakat (public knowledge); Tanpa pamrih berarti bukan propoganda; dan
skeptisisme yang teratur berarti bahwa keinginan untuk mengetahui dan
mempertanyakan didasarkan pada nalar dan keteraturan berpikir (Saswinadi
Sasmojo dkk (eds), 1991:94-95).

F. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan


1. Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).


a. Aspek kuantitas: apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural
(monisme, dualisme, pluralisme).
b. Aspek kualitas (mutu, sifat): bagaimana batasan , sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme, dan organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan
asumsi, dasar-dasar teoretis, dan membantu terciptanya komunikasi
interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan,
batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antarilmu. Misal masalah krisis
moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi
menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh
ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.

2. Pilar Epistemologi(epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber


kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana,
dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, dan strategi. Pengalaman
epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita: (a) Sarana legitimasi
bagi ilmu/ menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu. (b) Memberi
kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu. (c) Mengembangkan
keterampilan proses. (d) Mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3. Pilar Aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral,


religius) dalam setiap penemuan, penerapan, dan pengembangan ilmu.
Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu,
mengembangkan etos keilmuan seorang professional dan ilmuwan (Iriyanto
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)6

Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara imperatif mengacu


ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integrative dan
prerequisite.4

G. Pancasila sebagai Dasar Nilai dalam Strategi Pengembangan IPTEK

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil budaya manusia


harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyataan,
dan keadilan. Pancasila yang sila-silanya merupakan satu kesatuan yang sistemik
haruslah menjadi sistem etika dan moral dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.5

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Mengembangkan ilmu pengetahuan harus tetap menjaga perimbangan


antara rasional dan irasional, perimbangan antara akal, rasa, dan kehendak.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga harus
mempertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dan
sekitarnya. Sila pertama ini menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagai sentral, melainkan sebagai bagian yang sistemik dari alam yang
diolahnya.

4. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Nilai kemanusiaan memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia


dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah beradab
demi kesejahteraan umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus
diabadikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan
menjadikan manuisa sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Persatuan Indonesia

Nilai persatuan Indonesia memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia


akan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Dengan IPTEK persatuan dan
kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara. Oleh karena itu, IPTEK harus
dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengembangan IPTEK hendaknya diarahkan demi kesejahteraan bangsa
Indonesia dan rasa nasionalismenya.

4
Sasmojo Saswinadi, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni,
(Bandung: ITB, 1991)
5
Ibid.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)7

6. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawartan/perwakilan

Nilai kerakyatan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, yang


artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan
IPTEK. IPTEK yang telah teruji kebenarannya harus dapat dipersembahkan
kepada kepentingan rakyat banyak.
Nilai kerakyatan juga mensyaratkan adanya wawasan IPTEK yang
mendalam yang mengatasi ruang dan waktu tentang materi yang
dimusyawarahkan. Melalui hikmah itulah, mereka yang mewakili rakyat bisa
merasakan, menyelami, dan mengambil keputusan yang bijaksana yang
membawa Indonesia kepada keadaan yang lebih baik.

7. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Berdasarkan nilai keadilan, mengimplementasikan pengembangan IPTEK


harus menjadi keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan manusia, yaitu
keseimbangan dan keadilan dalam hubungan antara manusia dengan
sesamanya, manusia dengan penciptanya, dan manusia dengan lingkungan
dimana mereka berada.
Pengembangan IPTEK yang berkeadilan harus dapat teraktualisasi dalam
pengelolaan kekayaan alam sebagai milik bersama bangsa Indonesia untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan mencegah penguasaan oleh modal
perorangan atau kelompok. (Tama Sembiring dkk, 2012:148-150).
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)8

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Pancasila adalah dasar atau pedoman dalam menjalankan urusan
kenegaraan indonesia. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang
sesuatu hal atau fenomena, yang diperoleh manusia melalui proses
berpikir. Maksud dari pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
disini adalah dari sekian banyak fungsi pancasila, pancasila juga
digunakan sebagai acuan dalam penembangan ilmu yang semakin hari
semakin kompleks. Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
mencakup nilai-nilai ketuhanan (melengkapi ilmu pengetahuan,
menciptakan keseimbangan antara yang logis dan tidak logis, serta
mengklarifikasikan antara rasa dan akal), kemanusiaan (menuntut para
kaum berilmu kepada arah pengendalian berilmu), persatuan
(memberikan kesadaran kepada bangsa indonesia bahwa rasa
nasionalisme akibat perkembangan ilmu pengetahuan dapat terwujud
dan terpelihara), kerakyatan (mendasari pengembangan iptek secara
demokratis), dan keadilan (keseimbangan dan keadilan dalam
hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan
penciptanya, dan manusia dengan lingkungan dimana mereka berada).
H. Saran

Indonesia sebagai bangsa yang yang masyarakatnya menagnut ideology


pancasila, hendaknya dalam mengembangkan maupun memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan, harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila dan berdasarkan tujuan untuk kesejahteraan dan kelangsungan
hidup manusia baik untuk masa sekarang maupun masa mendatang.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)9

Daftar Pustaka

Effendi, Sofian. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu


Pengetahuan. 2015

Kuntowijoyo. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan.


2014

Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen diterjemahkan oleh Drs. Soejono


Soemargono, 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. PT. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta.

Ditjen Dikti Kemendikbud. “Pendidikan Pancasila”. 2013. http:/img.dikti.go.id/


wp-content//Buku-Modul-Kuliah-Pancasila. Diakses 3 oktober 2019

Franz Magnis-suseno. Filsafat-kebudayaan-Politik. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka


Utama, 1992.

H.M. Tama Sembiring, Prof., Drs., SH, MM., dkk, Manur Pasaribu, SH., dan H.
Chairul Alam, Drs., MM.,. Filsafat dan Pendidikan Pancasila. Jakarta:Yatama
Printing, 2012.

Saswinadi Sasmojo. Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan


Seni. Bandung: ITB, 1991.

Syarbaini, Syahril. Pendidikan Panacsila di Perguruan Tinggi.Bogor: Ghalia


Indonesia, 2014.
Pancasila (Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu)10

Anda mungkin juga menyukai