PENDAHULUAN
1
penyusun aspal yang lainnya karena ikatan/hubungan antar atomnya sangat kuat.
Asphaltenes juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen,
dimana semakin tinggi asphaltenes, maka bitumen akan semakin keras dan
semakin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan
harga penetrasinya semakin rendah (Nuryanto, 2008).
Maltenes dengan rumus kimia C6H6O6 terdapat tiga komponen penyusun
yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki
struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat
rheologi bitumen.
a. Resin, Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk
padat atau semi padat dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H,
dan sedikit atom O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1.3–1.4,
memiliki berat molekul antara 500–50.000, serta larut dalam n-heptan.
b. Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat
non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul
antara 300–2.000, terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65%
dari total bitumen.
c. Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan
memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis, serta tersusun dari
campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis,
komposisinya 5-20% dari total bitumen. Maltene terdiri atas gugusan aromat,
naphtene dan alkan yang berat molekul yang lebih rendah antara 370 hingga
710.
Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat, dan
antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari segi itu sendiri.
c. Lapisan kedap air, yaitu menyelimuti permukaan butir agregat sehingga tahan
terhadap pengaruh garam, asam dan basa. (Akem, 2012)
Sifat-sifat aspal adalah sebagai berikut:
2
a. Daya tahan (durability) Daya tahan (durability) adalah kemampuan aspal
menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan air dan perubahan suhu ataupun
keausan akibat gesekan roda kendaraan.
b. Adesi dan kohesi Adesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi
adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya
setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah material yang termoplastis,
berarti akan menjadi keras atau kental jika temperatur berkurang dan akan
lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah.
d. Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur
dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan (pada proses pelaburan). Pada proses
pemanasan inilah akan terjadi pengerasan. Peristiwa pengerasan akan
mengakibatkan terjadinya proses perapuhan yang terus berlangsung setelah
masa pelaksanaan selesai. (Akem, 2012)
3
1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1. Mengetahui cara penambangan aspal alam dengan metode quarry.
2. Mengetahui bagaimana tahapan pengolahan serta pencampuran aspal
alam dengan menggunakan mesin AMP.
4
2 BAB II
DASAR TEORI
5
Gambar 2.1 Pembongkaran Aspal Alam
Kemudian material aspal alam yang telah dibongkar dimuat kedalam
dumptruck. Pemuatan aspal alam ke dalam truk menggunakan backhoe.
Dumptruck tersebut kemudian menumpahkan aspal alam ke stockyard yang
letaknya berdekatan dengan lereng yang ditambang. Material aspal alam
ditimbun di stockyard hingga dilakukan pengiriman material aspal alam
menuju pabrik pengolahan.
6
- Agregat halus adalah agregat yang lolos Mesh. 8 (2,36 mm).
- Bahan pengisi adalah bagian dari agregat halus yang lolos dari
Mesh. 30 (0,60 mm).
Menurut Bina Marga (2007), agregat dibedakan menjadi :
- Agregat kasar adalah agregat yang tertahan dari Mesh. 4 (4,75 mm).
- Agregat halus adalah agregat yang lolos dari Mesh. 4 (4,75 mm).
- Bahan pengisi harus mengandung bahan yang lolos dari Mesh.
200 (0,074 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.
7
1. Agregat bergradasi baik
Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi
merata dalam suatu rentang ukuran butir. campuran agregat bergradasi baik
mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan, dan mempunyai stabilitas tinggi.
Berdasarkan ukuran butiran yang dominan menyusun campuran agregat, maka
agregat bergradasi baik dapat dibedakan atas:
a. Agregat bergradasi kasar, yaitu agregat bergradasi baik yang mempunyai
susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan
berukuran agregat kasar.
b. Agregat bergradasi halus, yaitu agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus,
tetapi dominan berukuran agregat halus.
8
mineral, sisa-sisa hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan
pembekuan. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil
endapan di danau, laut, dan sebagainya. Contoh agregat sedimen adalah batu
pasir, batu lempung, batu gamping, batu bara, garam dan gips.
3. Agregat metamorfik (metamorphic rock)
Agregat metamorpik adalah agregat sedimen maupun agregat beku
yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan
tekanan dan temperatur kulit bumi. Contoh agregat metamorpik : marmer,
kuarsit, batu sabak, filit, sekis.
Berdasarkan pengolahannya, agregat dapat dibedakan atas:
1. Agregat siap pakai
Agregat siap pakai adalah agregat yang dapat dipergunakan sebagai
material perkerasan jalan dengan bentuk dan ukuran sebagaimana diperoleh di
lokasi asalnya, atau dengan sedikit proses pengolahan. Contoh agregat siap
pakai adalah kerikil dan pasir.
2. Agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai
Agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai adalah
agregat yang diperoleh di bukit-bukit, di gunung-gunung, ataupun di
sungai-sungai. Agregat jenis ini memerlukan proses pengolahan, misalnya
pemecahan dengan mesin pemecah batu, terlebih dahulu sebelum
digunakan. Contoh agregat ini adalah semen, kapur dan abu terbang.
Berdasarkan bentuknya, agregat dapat dibedakan menjadi:
1. Agregat bulat (rounded)
Agregat yang biasanya dapat ditemui di sungai yang telah
mengalami erosi sehingga berbentuk bulat dan licin. Bidang kontak
antar agregat berbentuk bulat sangat sempit, hanya berupa titik
singgung, sehingga menghasilkan penguncian antar agregat yang tidak
baik, dan menghasilkan kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang
kurang baik.
2. Agregat kubus (cubical)
Agregat kubus pada umumnya merupakan agregat hasil
pemecahan batu masif, atau hasil pemecahan mesin pemecah batu.
9
Bidang kontak agregat ini luas, sehingga mempunyai daya saling
mengunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih
tahan terhadap deformasi.
3. Agregat lonjong (elongated)
Agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai atau bekas
endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya
lebih besar dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat agregat berbentuk
lonjong hampir sama dengan agregat berbentuk bulat.
4. Agregat pipih (flaky)
Agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil produksi dari
mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah
dengan bentuk pipih. Agregat pipih adalah agregat yang ketebalannya
lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata- rata.
5. Agregat tak beraturan (irregular)
Agegat tak beraturan adalah agregat yang bentuknya tidak
mengikuti salah satu bentuk di atas.
10
reduction ratio. Peremukan material pada dasarnya bertujuan untuk mereduksi
ukuran material, dari ukuran besar menjadi ukuran kecil.
1) Hammermill
Hammermill adalah sebuah alat peremuk yang mempunyai rotor yang
dapat berputar dan mempunyai alat pemecah berbentuk palu yang palu-palu
tersebut digantung pada suatu piringan/silinder yang dapat berputar dengan
cepat. Alat ini juga dilengkapi dengan ayakan yang juga berfungsi sebagai
penutup lubang tempat keluarnya produk. Tingkat putaran bergantung pada
keras lunaknya material yang akan diremuk.
Hammermill bekerja dengan prinsip material yang masuk akan
dihancurkan dengan diremuk. Alat ini terdiri dari sejumlah pemukul yang
berbentuk palu-palu yang terletak pada poros dan plat pemecah, umpan masuk
melalui atas dan akan dipecah oleh palu-palu yang berputar dengan kecepatan
tinggi ditekan terhadap plat pemecah. Palu-palu pemukul akan memukul
material.
11
dan arahnya berlawanan. Untuk peremuk permukaan roll bisa berkerut atau
bergerigi. Bentuk dari roll crusher ada dua macam, yaitu (Winanto A dkk,
2001, 14):
a) Rigid Roll
Alat ini pada porosnya tidak dilengkapi dengan pegas sehingga
kemungkinan patah pada poros sangat memungkinkan. Roll yang berputar
hanya satu saja tetapi ada juga yang keduanya ikut berputar
b) Spring Roll
Alat ini dilengkapi dengan pegas, sehingga kemungkinan porosnya patah
sangat kecil sekali. Dengan adanya pegas maka roll dapat mundur dengan
sendirinya bila ada material yang sangat keras, sehingga tidak dapat dihancurkan
dan material itu akan jatuh.
Untuk jenisnya, roll crusher ada yang Single roll crusher dan ada yang
double roll crusher. Singgle roll crusher biasanya digunakan untuk penghancuran
primer. Mesin peremuk ini terdiri dari satu roll penghancur. Kebanyakan single
roll crusher dipasang dengan pin penjepit atau bentuk lainnya untuk melindungi
sistem pengendali.
Double Roll Crusher terdiri dari dua buah silinder baja dan masing-masing
dihubungkan pada poros sendiri-sendiri. Double roll crusher meremukkan
material dengan cara menghimpitkan material tersebut di antara dua silinder
logam, dengan sumbu sejajar satu sama lain dan dipisahkan dengan spasi sama
dengan ukuran produk yang diinginkan. Putaran masing-masing silinder tersebut
berlawanan arahnya sehingga material yang ada di atas roll akan terjepit dan
hancur.
12
Sumber: Josepph W. Leonard (1968) Gambar 2.4
Double Roll Crusher
Apabila menggunakan double roll crusher maka harus diperhatikan
agar gigi-gigi dari kedua permukaan roller tidak saling beradu atau
bersinggungan. Bentuk gigi akan sangat mempengaruhi bentuk partikel yang
dihasilkan dari peremukan. Tingkat keausan gigi tergantung pada jenis material
umpan. (Sudarsono A, 2003, 94). Untuk gambar dari double roll bisa dilihat
pada gambar 2.4.
Kapasitas dari roll crusher tergantung pada kecepatan roller, lebar
permukaan roller, diameter roll, dan jarak antar roll yang satu dengan yang
lainnya. Kapasitas teoritis double roll crusher dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut
C = 0,0034 N x D x G x S
Keterangan:
C = Kapasitas teoritis roll crusher (ton/jam)
N = Jumlah putaran (rpm)
D = Diameter roll (inch)
W = Panjang permukaan roll (inch)
G= Berat jenis material (ton/m3)
S= Jarak antar roll (inch)
13
2.2.2 Proses Sizing
Tahap sizing bertujuan untuk mengelompokkan material berdasarkan
ukuran partikel. Pengelompokkan ini diperlukan utamanya untuk memenuhi
persyaratan ukuran yang diperlukan ataupun sebagai syarat untuk material
masuk ke tahap selanjutnya.
Screening disebut juga klasifikasi mekanik, yaitu proses pemisahan
yang memanfaatkan perbedaan lubang ayakan. Partikel yang lebih kecil dari
lubang ayakan akan melewati ayakan, sedangkan untuk partikel yang lebih
besar akan tertahan dan jatuh di tempat yang telah ditentukan. Tujuan dari
screening adalah memisahkan umpan menjadi dua atau lebih produk dalam
ukuran yang berbeda. Parameter utamanya adalah ukuran partikel (Dizymala,
2007)
Partikel yang lolos ayakan pada deck screen disebut dengan produk
undersize, diberi tanda minus (-) atau produk dengan ukuran lebih kecil darI
lubang ayakan, sedangkan partikel yang tertahan pada ayakan disebut dengan
oversize diberi tanda positif (+), atau produk dengan ukuran lebih besar dari
lubang ayakan. Screening sering digunakan sebagai metode pemisahan dan dapat
diterapkan sebagai operasi tunggal atau dikombinasikan dengan proses lainnya.
Vibrating Screen memiliki penampang berbentuk persegi panjang dan
oversize produk akan berada di atas deck. Vibrating Screen dapat memproduksi
dengan lebih dari satu deck screen. Pada system multi-deck, umpan masuk
permukaan atas kemudian ukuran material yang lebih kecil dari ukuran lubang
bukaan deck akan jatuh menuju deck screen yang lebih kecil, sehinnga
menghasilkan berbagai fraksi ukuran pada satu screen. (Wills’ 2005). Untuk
sketsa vibrating screen bisa dilihat pada gambar 3.5.
14
(Sumber: Wills’ 2005)
Gambar 2.5 Ayakan Getar Vibrating Screen
Kapasitas teoritis ayakan getar salah satunya dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan (Telsmith.ltd):
C = [Area x ( A x B x C x D x E x F)]
Keterangan :
C= Kapasitas Teoritis Screen (ton/jam)
Area= Luas screen (sq.ft)
A= Capacity in Tons Per Hour Passing
B= Estimate percentage of oversize in feed to screen
C = Slight inaccuracies are seldom objectionable in screening aggregate
D= Consider this factor carefully where sand or fine rock is present in feed
E= If material is dry, use factor 1.00. If there is water in material or if water is
sprayed on screen, use proper factor given opposite.
F = Factor Deck Position
15
2.4 Alat Bantu
Pada tahap preparasi yaitu proses kominusi dan sizing dibutuhkan
beberapa alat bantu untuk mendukung jalannya proses tersebut, beberapa alat
bantu yang digunakan antara lain sebagai berikut:
a. Hopper
Hopper terbuat dari baja yang tahan terhadap korosi, dengan sudut ø
sekitar 30°. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan ketika mendesain hopper
yang akan digunakan.
Ada beberapa aspek penting yang dicatat di sini. Untuk hopper simetris ada
kecenderungan feeder harus menarik umpan dari hopper untuk itu dibuat desain
hopper asimetris dengan dinding belakang setengah sudut α dan dinding depan
dengan sudut α + (5° sampai 8°), atau hopper simetris digunakan untuk umpan
yang seragam dengan menggunakan bahan lapisan kasar di bagian depan
16
Dari hasil perhitungan volume total hopper dapat dihitung kapasitas
hopper dalam tonase yaitu dengan :
Q=Vxg
Keterangan :
Q = Kapasiras Hoperr (ton)
V = Volume Limas Terpancung (m3)
g = Berat Isi Batuan (ton/m3)
b. Fedeer
Beberapa bentuk macam pengumpan (Taggart, 1994) antara lain:
1) Vibrating grizly feeder
Merupakan susunan batang-batang baja yang membentuk ukuran
lubang bukaan tertentu. Alat ini dipasang miring terhadap bidang horisontal
dan digunakan dengan motor penggetar. Pemasangan pengumpan ini bertujuan
untuk memisahkan material ukuran tertentu dan mengumpankan material ke
alat peremuk.
2) Resiprocating plat feeder
Merupakan pengumpan yang terbuat dari lempengan baja. Cara kerjanya
dengan bergerak maju dan mundur sehingga pada saat plat bergerak maju,
material umpan akan terbawa masuk ke peremuk.
3) Wobbler feeder
Merupakan alat yang berfungsi sebagai pengumpan dan sekaligus sebagai
alat pemisah umpan yang terdiri dari roll-roll yang berputar untuk memisahkan
dan memasukan umpan ke hopper.
4) Belt feeder
Merupakan pengumpan yang terdiri dari sabuk karet yang dihubungkan
dengan pulley seperti pada belt conveyor
5)Appron feeder
Merupakan salah satu bentuk pengumpan yang terdiri dari kerangka
penggerak dimana satu dengan yang lainnya disambungkan dengan plat rantai,
sambungan ini disangga atau ditahan oleh roll yang berputar di atas rel.
Untuk menentukan kapasitas feeder didasarkan pada perhitungan rumus:
K= T x L x V x Bi
17
Keterangan:
K = Produksi nyata feeder (ton/jam)
T = Tebal material pada feeder (m)
L = Lebar feeder (m)
V = Kecepatan feeder (m/jam)
Bi = Bobot isi material (ton/m3)
3. Ban Berjalan (Belt Conveyor)
Belt Conveyor alat angkut material secara menerus baik pada
keadaanmiring, maupun mendatar. Modifikasinya tergantung dari penggunaannya
dan dapat terbuat dari karet atau logam. Conveyor digerakkan oleh motor
penggerak yang dipasang pada head pulley. Conveyor akan kembali ke tempat
semula karena di belokkan oleh pulley awal dan pulley akhir. Material yang
didistribusikan melalui pengumpan akan dibawa oleh ban berjalan dan berakhir
pada head pulley. Pada saat proses kerja di unit peremuk dimulai, conveyor harus
bergerak lebih dulu sebelum alat peremuk bekerja. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kelebihan muatan (over load) pada conveyor.
Pemakaian belt conveyor dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.) Sifat fisik dan kondisi material
Kemampuan belt conveyor dalam mengangkut material sangat
berhubungan dengan material yang diangkutnya. Kondisi material tersebut
antara lain :
18
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material jarak
dekat maupun jarak jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh belt conveyor
dibuat dalam beberapa unit.
Kapasitas teoritis belt conveyor sangat dipengaruhi oleh luas penampang
melintang material yang terangkut belt conveyor, kecepatan belt conveyor,
dan bobot isi material yang terangkut.
Faktor yang mempengaruhi jumlah material yang dapat diangkut oleh belt
conveyor:
a. Lebar belt
b. Kecepatan belt
c. Sudut roller/idler terhadap bidang datar (throughing angle)
d. Angle of surcharge material
e. Densitas material curah
f. Kemiringan belt
Produksi belt conveyor dari hasil Double Roll Crusher jika batu
keseluruhan masuk 1 ton atau 100%, maka batu tersebet dengan ukuran kasar di
atas 4,75mm tertahan dengan saringan ukuran mesh 8 adalah 65% batu tersebut
masuk ke belt conveyor 1 dan ukuran yang halus lolos di bawah 4,75mm dengan
mesh no 8 adalah 25% masuk ke belt coveyor 2, sisanya 10% adalah batu bahan
pengisi dengan ukuran 0,60 mm masuk ke belt conveyor 3. Jadi belt conveyor 1
membawa 650kg secara bertahap, belt conveyor 2 membawa 250kg dan belt
conveyor 3 membawa 100kg.
19
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pengolahan Aspal Alam
Sebelum di lakukan pencampuran pada AMP aspal hasil penambangan
akan di lakukan proses kominusi untuk memperkecil ukura aspal karna hasil aspal
dari hasil penambangan ada yang perbentuk bongkahan.
20
Gambar 3.8 Hopper
21
Gambar 3.11 Double Roll Crusher
22
Gambar 3.13 Single Deck Vibrating Screen
23
Gambar 3.15 Hammer mill
e. Tahapan proses selanjutnya yaitu pemanasan dengan dryer. Produk aspal
alam yang sudah lolos proses pengayakan pada single deck vibrating
screen dengan ukuran -20 mm dengan belt conveyor 6 akan menuju dryer
untuk dilakukan proses pemanasan, tujuan aspal alam dilakukan proses
pemanasan adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada aspal
alam, sesuai dengan permintaan pasar kadar air pada aspal alam maksimal
5%. Pemanas dryer mempunyai panjang keseluruhan 17 m dengan lama
pemanasan pada dryer 1 menit dengan suhu 200˚C. Aspal alam yang
keluar dari dyer mempunyai suhu 50˚C.
Gambar 3.16Dryer
f. Setelah dilakukan proses pemanasan, akan dilakukan proses pendinginan
dengan rotary cooler. Aspal alam akan dibawa oleh belt conveyor 7 untuk
menuju alat pendingin yaitu rotary cooler untuk dilakukan proses
24
pedinginan dengan tujuan mengurangi suhu aspal alam akibat proses
pemanasan. Alat pendingin rotary cooler bekerja dengan cara berputar dan
menghisap udara panas untuk mengurangi suhu aspal alam yang ada
didalamnya dengan menggunakan axial fan, setelah axial fan menghisap
udara panas yang ada didalam rotary cooler, tekanan udara di dalam akan
menurun sehingga udara di luar yang tekanannya lebih tinggi akan masuk
ke dalam rotary cooler. Udara panas yang dihisap axial fan akan dibuang
keluar melalui cerobong udara. Aspal alam yang keluar dari alat pemanas
dryer mempunyai suhu 50˚C dan setelah dilakukan proses pendinginan
menggunakan rotary cooler suhu aspal alam akan menurun menjadi 30˚C
25
3.2 Asphalt mixing plant
Asphalt mixing plant (AMP) adalah tempat dimana campuran aspal diaduk,
dipanaskan, dan dicampur (Rostiyanti, 2008).
AMP dapat terletak di lokasi yang permanen atau berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Apabila ditinjau dari jenis cara memproduksi campuran beraspal dan
kelengkapannya, ada beberapai jenis AMP yaitu:
a) AMP jenis takaran (batch plant)
b) AMP jenis drum pencampur (drum mix)
c) AMP jenis menerus (continuous plant)
Namun secara umum kebanyakan AMP dikategorikan atas jenis takaran
(timbangan) atau jenis drum pencampur. Perbedaan utama dari AMP jenis
timbangan dan jenis drum adalah dalam hal kelengkapan dan proses bekerjanya.
Pada AMP jenis timbangan komposisi bahan dalam campuran beraspal ditentukan
berdasarkan berat masing-masing bahan sedangkan pada AMP jenis pencampur
drum komposisi bahan dalam campuran ditentukan berdasarkan berat masing-
masing bahan yang diubah ke dalam satuan volume atau dalam aliran berat per
satuan waktu.
Terlepas dari perbedaan jenis dari AMP, tujuan dasarnya adalah sama.
Yaitu untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang mengandung bahan
pengikat dan agregat yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi.
Proses pencampuran campuran beraspal pada AMP jenis takaran dimulai
dengan penimbangan agregat, bahan pengisi (filler) bila diperlukan dan aspal
sesuai komposisi yang telah ditentukan berdasarkan Rencana Campuran Kerja
(RCK) dan dicampur pada pencampur(mixer/pugmill) dalam waktu tertentu.
Pengaturan besarnya bukaan pintu bin dingin dilakukan untuk menyesuaikan
gradasi agregat dengan rencana komposisi campuran, sehingga aliran material ke
masing-masing bin pada bin panas menjadi lancar dan berimbang
Bagian-bagian AMP jenis timbangan adalah:
1. Bin dingin (cold bins)
2. Pintu pengatur pengeluaran agregat dari bin dingin (cold feed gate)
3. Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator)
4. Pengering (dryer)
26
5. Pengumpul debu (dust collector)
6. Cerobong pembuangan (exhaust stack)
7. Sistem pemasok agregat panas (hot elevator)
8. Unit ayakan panas (hot screening unit)
9. Bin panas (hot bins)
10. Timbangan Agregat (weigh box)
11. Pencampur (mixer atau pugmill)
12. Penyimpanan bahan pengisi (mineral filler storage)
13. Tangki aspal (hot asphalt storage)
14. Sistem penimbangan aspal (aspal weigh bucket)
27
3.2.1 Proses pencampuran campuran aspal pada AMP
Gambar 3.19 Bagan alir proses produksi di AMP( direktorat jendral Marga, 2006)
28
pencampuran sesuai lalu di angkut oleh elevator menuju penyimpanan aspal
panas untuk di teruskan ke penimbangan penimbangan.
29
Dari bin dingin agregat dibawa melalui elevator dinaikkan ke dalam
pengering (dryer) untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur yang
diminta. Pengering ini berbentuk silinder dengan panjang dan diameter tertentu
berdasarkan kapasitas maksimum produksi yang direncanakan per jamnya.
Pengering mempunyai fungsi: (1) menghilangkan kandungan air
pada agregat; dan (2) memanaskan agregat sampai temperatur yang
disyaratkan. Komponen yang terdapat pada sistim pengering adalah:
Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai
305 cm dan panjang 610 cm sampai 1219 cm.
Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk
menyalakan pemanas.
Kipas (fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai
fungsi utama untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistim pemanas.
30
Gambar 3.24hot bin
Bin panas (hot bin) dipasang pada AMP jenis takaran (batch). Pada AMP
jenis takaran umumnya akan terdapat 4 bin yang dilengkapi dengan pembatas
yang rapat kuat dan tidak boleh berlubang serta mempunyai tinggi yang tepat
sehingga mampu menampung agregat panas dalam berbagai ukuran fraksi yang
telah dipisah- pisahkan melalui unit ayakan panas dengan komposisi 34% abu
batu (0-0,5 mm), 28% batu medium (5-10 mm), 13% batu 1-2 (10-20 mm) dan
25% aspa .Pada bagian bawah dari tiap bin panas harus dipasang saluran pipa
untuk membuang agregat yang berlebih dari tiap bin panas yang dapat
dioperasikan secara manual atauotomatis. Jika agregat halus masih menyisakan
kadar air (pengering kurang baik) setelah pemanasan, maka agregat yang sangat
halus (debu) akan menempel dan menggumpal pada dinding bin panas dan akan
jatuh setelah cukup berat.
4. Seluruh materal kemudian di timbang oleh weight box, dengan takaran yang di
tetapkan, berat takaran material di atur oleh operator, Timbangan disini persis
dibawah HotBin, nah bagi yang hanya melihat AMP dari luar saja, bagian ini
tidak akan nampak karena letaknya tertutup cast Hotbin. Timbangan berfungsi
melakukan menimbang bobot masing - masing fraksi agregat sesuai dengan
Hasil akhir campuran yang diinginkan.
5. Setelah aspal, agregat dan bahan pengisi (bila perlu) ditimbang sesuai dengan
komposisi yang direncanakan, bahan tersebut dimasukkan ke dalam pencampur
(mixer/pugmill). Waktu pencampuran harus sesingkat mungkin untuk mencegah
31
oksidasi yang berlebih namun harus diperoleh penyelimutan yang seragam pada
semua butir agregat.
Pencampur terdiri dari ruang (chamber) dan poros kembar (twin shaft)
yang dilengkapi dengan dengan kayuh atau pedal (paddle). Untuk menghasilkan
pengadukan yang baik, pedal harus dalam kondisi baik (tidak aus) dan posisinya
sedemikian rupa sehingga ruang bebas (clearance) antara ujung pedal dan
dinding ruang pencampuran harus ada jarak. Pengisian yang terlalu banyak akan
menyebabkan hasil pengadukan menjadi kurang sempurna,sementara pengisian
terlalu sedikit tidak efisien. Dalam pugmill terjadi dua jenis pencampuran, yaitu
pencampuran kering dan pencampuran basah (setelah ditambah aspal).Lamanya
pencampuran kering diusahakan sesingkat mungkin untuk meminimalkan
degradasi agregat.Pencampuran basah juga diusahakan seminimal mungkin
untuk menghindari degradasi dan oksidasi atau penuaan (aging) dari aspal.
Apabila campuran sudah tercapur secara merata gate hasil mix di buka untuk
memuat campuran ke dalam truck yang sudah stand bay di bawah back plant,
truk yang sudah mencapai berat maksium akan melanjutkan aspal pada proses
penghamparan.
32
6. Stelah truk tiba di lokasi penghamparan di lakukan sesuai prosedur acuan
33
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat, dan bersifat temoplastis. Jadi aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika
temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkakas jalan.
2. Produk hasil penambangan sering kali memiliki ukuran yang relatif besar.
Produk ini tidak dapat langsung digunakan sesuai keperluan. Untuk itu
diperlukan suatu proses pengolahan bahan galian yang sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan konsumen. Perlakuan terhadap bahan galian satu
akan berbeda dengan bahan galian lainnya sehingga tahapan kegiatan yang
dilalui suatu bahan galian akan berbeda dengan bahan galian lainnya.
Perbedaan tahapan ini akan mempengaruhi peralatan yang akan digunakan.
3. Pengolahan aspal membutuhkan beberapa tahapan dan tahapan tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lain dan alat-alat yang di pakai dalam
pengolahan harus di sesuaikan dengan kebutuhan produksi.
4. Asphalt mixing plant (AMP) adalah tempat dimana campuran aspal
diaduk, dipanaskan, dan dicampur (Rostiyanti, 2008).
34
DAFTAR PUSTAKA
Yunita A. Messah Dkk. 2016 Analisis Biyaya Produk Aspalt Mixing Plants
(AMP) Di Pulau Timor. Jurnal Penelitian
Mochammad Zanno. 2017. Kajian Teknis Pengolahan Aspal Alam Pada
Line A di PT. Buton Aspal Nasional Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara: Universitas Pembangunan Nasional.
Yusran. Dkk. 2017. Estimasi Cadanag Asbuton Menggunakan Block Model
Berdasarkan Penaksiran Keringking Pada PT. Wijaya Karya Bitumen.
Jurnal Penelitian.
Diah, Meutia, 2016. Analisis Struktur Pasar Industri Pengolahan Aspal Di
Slawesi Tenggara: Universitas Hasanuddin Makasar.
Widhiyatna, D. 2002, Tinjauan Konservasi Sumber Daya Aspal Buton,
Kelompok Program Penelitian Konservasi: Bandung.
Suaryana, Nyoman. 2002, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas,
Jakarta : Departemen Kimpraswil Republik Indonesia.
Supriyadi, S. 1989. Berbagai Alternative Penggunaan Asbuton Pada
Perkerasan Jalan Beraspal. Bandung : Peneliti Bidang Teknik Jalan
- Puslitbang Jalan Dan Jembatan Bandung.
Tamrin . 2016. Analisi Kadar Air dan Kadar Bitumen Aspal Buton (abuston)
desa Bungi Dengan Metode Sohklet: Universita Islam Negri
Alauddin Makasar.
Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campur Panas. Granit: Jakarta.
Afandi, F. 2008. Pengembangan kontruksi dan pemanfaatan potensi sumber
daya alam untuk perkerasan jalan: Jakarta
Hadiwisastra, S. 2009. Kondisi Aspal Alam Dalam Cekungan Buton, jurnal
Riset Geologi dan Pertambangan, hal. 49-57
35