Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

Studi Kasus
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian tengah Semester V

Dosen Pengampu : Bapak Rizal Adicita M. Pd.

Disusun oleh :

1. ABNI MUDLOFIR (1701000001)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NAHDLATUL
ULAMA
KABUPATEN TEGAL
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Tentang Studi Kasus Sebagai Tugas Ujian tengah
Semester 5, Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an
dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Studi Kasus di
Program studi Bimbingan Konseling. Selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rizal Dicita, M.Pd selaku dosen
pembimbing mata Kuliah yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-


kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Slawi, November 2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. STUDI KASUS
1. Pengertian Studi Kasus
2. Jenis Jenis Studi Kasus
3. Tujuan Studi Kasus
4. Langkah Langkah Pembelajaran Studi Kasus
5. Kegunaan Studi Kasus
6. Fungsi
7. Karakteristik Penelitian Studi Kasus
8. Prinsip Pengumpulan Data
B. DESAIN-DESAIN STUDI KASUS
C. PENELITIAN STUDI KASUS
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi kasus menjadi metode paling sesuai untuk fase penyelidikan dari
sebuah penelitian karena mengedepankan survey dan proses historis
sebagai jalan untuk penjelasan yang bersifat sebab musabab (kausalitas).
Meskipun demikian, metode studi kasus hanya merupakan persiapan
metode penelitian dan tidak dapat digunakan untuk menggambarkan atau
menguji suatu masalah.
Dalam melakukan penelitian studi kasus diperlukan juga desain penelitian.
Menurut Nachmias dan Nachmias (1976), desain penelitian adalah suatu
rencana yang membimbing peneliti dalam proses pengumpulan, analisis,
dan interpretasi observasi. Dalam hal ini desain penelitian merupakan
suatu model pembuktian logis yang memungkinkan peneliti untuk
mengambil inferensi mengenai hubungan kausal antarvariabel di dalam
suatu penelitian.
Desain penelitian tersebut juga menentukan ranah kemungkinan
generalisasi, yaitu apakah interpretasi yang dicapai dapat digeneralisasikan
terhadap suatu populasi yang lebih besar atau situasi-situasi yang berbeda
(Yin, 2012). Dapat disimpulkan bahwa desain penelitian mengarahkan
peneliti pada sebuah prosedur atau langkah-langkah yang menjadi acuan
sebuah penelitian sehingga peneliti tidak mengalami jalan buntu dalam
melaksanakan penelitian.

B. Rumusan Masalah
Menjelaskan mengenai pengambilan sampel, tehnik pengumpulan data dan
tehnik analisis data pada metode penelitian kualitatif.

C. Tujuan
Menjelaskan tentang studi kasus
Menjelaskan tentang desain studi kasus
Menjalaskan tentang penelitian studi kasus

BAB II
PEMBAHASAN

A. STUDI KASUS

1
1. Pengertian Studi Kasus
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu .Surachrnad (1982) membatasi
pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian
pada suatu kasus secaraintensif dan rinci.SementaraYin (1987) memberikan
batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary,
Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya
peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti
berusaha menemukan semuavariabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus
meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan
dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu
totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud
untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250) studi kasus adalah suatu metode
untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif
agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta
masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan
memperoleh perkembangan diri yang baik. Pendapat serupa di sampaikan oleh
Bimo Walgito (2010: 92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki
atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada
metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-
bahan yang agak luas.Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh
dengan metode lain.
Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa studi
kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari
keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan
memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam
perkembangan selanjutnya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan
metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan
psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam dan
komprehensif.

2
2. Jenis-Jenis Studi Kasus
1. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya
melalui observasi peran-serta atau pelibatan (participant observation),
sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian
organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu
di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.
2. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu orang
dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan
sejarah yang khas. Wawancara sejarah hidup biasanya mengungkap konsep
karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja,
sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.
3. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus
kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan
tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi
tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.
4. Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis
situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya
pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut
pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-
temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci
lainnya.
5. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit
organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau
suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang
belajar menggambar.

3. Tujuan Studi Kasus


Seperti halnya pada tujuan penelitian lain pada umumnya, pada dasarnya
peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan untuk
memahami obyek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan
penelitian yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan
dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’.
Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa tujuan
penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti
apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan
mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus
bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang
diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’

3
(how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat
dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metoda penelitian lain
cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa
(how many) dan seberapa besar (how much).
Sementara itu, Stake (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus
bertujuan untuk mengungkapkan kekhasan atau keunikan karakteristik yang
terdapat di dalam kasus yang diteliti.Kasus itu sendiri merupakan penyebab
dilakukannya penelitian studi kasus, oleh karena itu, tujuan dan fokus utama dari
penelitian studi kasus adalah pada kasus yang menjadi obyek penelitian. Untuk
itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat alamiah kasus,
kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus, dan berbagai hal
lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti, agar tujuan untuk
menjelaskan dan memahami keberadaan kasus tersebut dapat tercapai secara
menyeluruh dan komprehensif.
Secara khusus, berkaitan dengan karakteristik kasus sebagai obyek
penelitian, VanWynsberghe dan Khan (2007) menjelaskan bahwa tujuan penelitian
studi kasus adalah untuk memberikan kepada pembaca laporannya tentang
‘rasanya berada dan terlibat di dalam suatu kejadian’, dengan menyediakan secara
sangat terperinci analisis kontekstual tentang kejadian tersebut. Untuk itu, peneliti
studi kasus harus secara hati-hati menggambarkan kejadian tersebut dengan
memberikan pengertian dan hal-hal yang lainnya dan menguraikan kekhususan
dari kejadian tersebut.

4. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Studi Kasus


1. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara
bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh
peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan
masvarakat atau unit sosial.
2. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data,
tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian,
dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan
penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
3. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,
mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat
dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi

4
hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi
secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi.
4. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam
pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan
(reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan.
Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan
dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa
dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;
5. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah
dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas,
sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting.

5. Kegunaan Studi Kasus


1. Mendorong sekolah untuk mengadakan evaluasi
2. Dapat mengembangkan penyelidikan latar belakang individu
3. Menekankan pendekatan yang diteliti dalam memahami individu
4. Dapat digunakan untuk inservice training, untuk memberikan pengertian
tentang tes, non tes dan comulative records.
5. Berguna untuk memecahkan masalah yang sulit dan kompleks.
6. Untuk mengenal keadaan individu yang bermaslah
7. Untuk mengadakan interpretasi dan diagnosa tentang tingkah laku individu
sesuai dengan kasusnya
8. Mentukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi individu.

6. FUNGSI
Seperti halnya pada fungsi penelitian lainnya pada umumnya, pada
dasarnya peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan
untuk memahami obyek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan
penelitian yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan
dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’.
Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa tujuan
penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti
apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan
mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus
bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang
diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’
(how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat
dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metoda penelitian lain
cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa
(how many) dan seberapa besar (how much).

5
Sementara itu, Stake (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus
bertujuan untuk mengungkapkan kekhasan atau keunikan karakteristik yang
terdapat di dalam kasus yang diteliti. Kasus itu sendiri merupakan penyebab
dilakukannya penelitian studi kasus, oleh karena itu, tujuan dan fokus utama dari
penelitian studi kasus adalah pada kasus yang menjadi obyek penelitian. Untuk
itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat alamiah kasus,
kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus, dan berbagai hal
lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti, agar tujuan untuk
menjelaskan dan memahami keberadaan kasus tersebut dapat tercapai secara
menyeluruh dan komprehensif.

Secara khusus, berkaitan dengan karakteristik kasus sebagai obyek


penelitian, VanWynsberghe dan Khan (2007) menjelaskan bahwa tujuan penelitian
studi kasus adalah untuk memberikan kepada pembaca laporannya tentang
‘rasanya berada dan terlibat di dalam suatu kejadian’, dengan menyediakan secara
sangat terperinci analisis kontekstual tentang kejadian tersebut. Untuk itu, peneliti
studi kasus harus secara hati-hati menggambarkan kejadian tersebut dengan
memberikan pengertian dan hal-hal yang lainnya dan menguraikan kekhususan
dari kejadian tersebut. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:
Case studies aim to give the reader a sense of “being there” by providing a highly
detailed, contextualized analysis of an “an instance in action”. The researcher
carefully delineates the “instance,” defining it in general terms and teasing out its
particularities (VanWynsberghe dan Khan, 2007, 4).

Sementara itu, Doodley (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus


merupakan metoda penelitian yang mampu membawa pemahaman tentang isu
yang kompleks dan dapat memperkuat pemahaman tentang pengetahuan yang
telah diketahui sebelumnya. Kelebihan dari metoda penelitian studi kasus adalah
pada kemampuannya untuk mengungkapkan kehidupan nyata yang kontemporer,
situasi kemanusiaan, dan pandangan umum melalui tentang suatu kasus, melalui
laporan-laporan penelitinya. Hasil penelitian studi kasus dapat menghubungkan
secara langsung antara pengalaman pembacanya yang awam dengan kasus terlihat
sangat kompleks, dan memfasilitasi pemahaman tentang situasi keadaan nyata
yang kompleks tersebut untuk lebih mudah dipahami oleh mereka.

6
7. Karakteristik Penelitian Studi Kasus
Berdasarkan pendapat Yin (2003a, 2009); VanWynsberghe dan Khan
(2007); dan Creswell (2003. 2007) secara lebih terperinci, karakteristik penelitian
studi kasus dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus.
Seperti telah dijelaskan di dalam pengertian penelitian studi kasus di depan,
keunikan penelitian studi kasus adalah pada adanya cara pandang terhadap
obyek penelitiannya sebagai ’kasus’. Bahkan, secara khusus, Stake (2005)
menyatakan bahwa penelitian studi kasus bukanlah suatu pilihan metoda
penelitian, tetapi bagaimana memilih kasus sebagai obyek atau target
penelitian. Pernyataan ini menekankan bahwa peneliti studi kasus harus
memahami bagaimana menempatkan obyek atau target penelitiannya sebagai
kasus di dalam penelitiannya.
Kasus itu sendiri adalah sesuatu yang dipandang sebagai suatu sistem
kesatuan yang menyeluruh, tetapi terbatasi oleh kerangka konteks
tertentu (Creswell, 2007). Sebuah kasus adalah isu atau masalah yang harus
dipelajari, yang akan mengungkapkan pemahaman mendalam tentang kasus
tersebut, sebagai suatu kesatuan sistem yang dibatasi, yang melibatkan
pemahaman sebuah peristiwa, aktivitas, proses, atau satu atau lebih individu.
Melalui penelitian studi kasus, kasus yang diteliti dapat dijelaskan secara
terperinci dan komprehensif, menyangkut tidak hanya penjelasan tentang
karakteristiknya, tetapi juga bagaimana dan mengapa karakteristik dari kasus
tersebut dapat terbentuk.
Seperti telah dijelaskan pada bagian kajian pengertian di depan, maksud
penelitian studi kasus adalah untuk menjelaskan dan mengungkapkan kasus
secara keseluruhan dan komprehensif. Dengan demikian, kasus dapat
didefinisikan secara praktis sebagai suatu fenomena yang harus diteliti dan
diinterpretasikan sebagai satu kesatuan yang utuh dan komprehensif pada
setiap variabel informasi yang terdapat di dalamnya.
Karena penelitian studi kasus menempatkan kasus sebagai obyek
penelitian yang harus diteliti secara menyeluruh, kasus tidak dapat disamakan
dengan contoh atau sampel yang mewakili suatu populasi, seperti yang
dilakukan pada penelitian kuantitatif. Kasus mewakili dirinya sendiri secara
keseluruhan pada lingkup yang dibatasi oleh kondisi tertentu sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian. Pembatasan dapat dilakukan dari berbagai
sudut pandang, seperti pembatasan lokasi, waktu, pelaku dan fokus substansi.

7
Dalam hal ini, secara khusus, Yin (2009) menyatakan bahwa substansi yang
diteliti dari suatu kasus harus dipandang dan diposisikan sebagai unit analisis.
Sebagai unit analisis, substansi yang diteliti dari suatu kasus harus dilihat dan
dikaji secara keseluruhan untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian. Di
dalam banyak penelitian studi kasus, unit analisis penelitiannya adalah kasus
itu sendiri. Misalnya, penelitian studi kasus tentang pembangunan jembatan
di kawasan perbatasan, maka unit analisisnya adalah pembangunan jembatan
tersebut. Tetapi banyak pula penelitian studi kasus, dengan unit analisis yang
berbeda dengan kasusnya. Yin (2009) menyebut unit analisis yang demikian
sebagai unit yang tertanam (embedded unit). Misalnya, penelitian studi kasus
manajemen kawasan perbatasan daerah, unit analisisnya dapat bermacam-
macam, seperti manajemen pemeliharaan dan operasional infrastruktur;
manajemen fasilitas umum; dan manajemen kerjasama di kawasan perbatasan
daerah. Kasus atau unit analisis sebagai obyek penelitian dapat berupa
berbagai ragam. Pada umumnya, kasus menyangkut kejadian dari kehidupan
sehari-hari yang nyata. Kasus dapat berupa seseorang, sekelompok orang,
kejadian, masalah, konflik, keputusan, program, pelaksanaan suatu proses,
dan proses organisasi.
Meskipun tampaknya posisi kasus di dalam penelitian studi kasus telah
cukup jelas, tetapi hingga saat ini, masih terjadi perdebatan tentang obyek
yang dapat dikategorikan sebagai kasus (McCaslin dan Scott. 2003).
Perdebatan terjadi karena belum disepakatinya cara atau teknik untuk
membatasi obyek penelitian studi kasus agar dapat disebut sebagai kasus.
Pada umumnya, untuk membatasi obyek penelitian sebagai kasus adalah
dengan menggunakan batasan waktu dan ruang. Ruang lingkup penelitian
suatu obyek dapat dibatasi dengan membatasinya dari awal terjadinya kasus,
hingga berakhirnya kasus. Kasus juga dapat ditentukan dengan membatasi
ruang kejadian atau tempat keberadaan yang terkait dengan kasus tersebut.
Meskipun demikian, banyak ahli yang menyatakan bahwa kasus juga
dapat juga dibatasi dengan menggunakan berbagai cara dan metoda yang lain,
misalnya dengan mengkaji jejak-jejak pengaruh yang disebabkan oleh
keberadaan atau terjadinya kasus tersebut. Disamping itu, pembatasan tentang
suatu obyek juga dapat dilihat dari pihak-pihak yang terlibat atau terkait
dengan keberadaan atau terjadinya kasus tersebut.
Lebih jauh, karena memandang obyek penelitian sebagai kasus, penelitian
studi kasus sering dipandang sebagai penelitian yang menggunakan jumlah

8
obyek sedikit. VanWynsberghe dan Khan (2007) menyebutnya sebagai
penelitian dengan small-N. Disebut jumlah N (n dengan huruf besar) yang
kecil, karena meskipun memiliki jumlah kasus atau unit analisis hanya satu,
tetapi mungkin saja untuk menjelaskan kasus tersebut membutuhkan banyak
pihak yang dilibatkan sebagai informan di dalam proses penelitiannya.
2. Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer
Bersifat kontemporer, berarti kasus tersebut sedang atau telah selesai
terjadi, tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat
penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaan dengan
fenomena yang biasa terjadi. Dengan kata lain, sebagai bounded
system (sistem yang dibatasi), penelitian studi kasus dibatasi dan hanya
difokuskan pada hal-hal yang berada dalam batas tersebut. Pembatasan dapat
berupa waktu maupun ruang yang terkait dengan kasus tersebut.
Kata kontemporer itu sendiri berasal dari kata co (bersama)
dan tempo (waktu). Sehingga menegaskan bahwa sesuatu yang bersifat
kontemporer adalah sesuatu yang secara tematik merefleksikan situasi waktu
yang sedang dilalui. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontemporer
merupakan kata sifat yang menunjukkan bahwa sesuatu ada pada waktu atau
masa yang sama atau pada masa kini. Pengertian ini menunjukkan bahwa
sesuatu yang kontemporer berarti bersifat ada pada suatu waktu atau masa
tertentu. Untuk menunjukkan sifat kontemporernya tersebut, berarti
penjelasaan tentang keberadaan sesuatu tersebut harus dibatasi dalam
kerangka waktu tertentu. Disamping dengan menggunakan waktu,
pembatasan dapat dilakukan dengan menggunakan ruang lingkup kegiatan
terjadinya phenomena tersebut.
Lebih jauh, kontemporer sering dikaitkan dengan kekinian, modern atau
lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama
atau saat ini; jadi sesuatu yang bersifat kontemporer adalah sesuatu yang tidak
terikat oleh aturan-aturan zaman dulu, tetapi berkembang sesuai pada masa
sekarang. Sebagai contoh, seni kontemporer adalah karya seni yang secara
tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui, yang tidak lagi
terikat pada jaman dahulu, tetapi masih terikat dan berlaku pada masa
sekarang. Lebih jauh, seni kontemporer itu sendiri sering dipandang sebagai
seni yang melawan seni yang telah mentradisi, yang dikembangkan untuk
membangkitkan wacana pemunculan indegenous art (seni pribumi), atau
khasanah seni lokal para seniman.

9
Obyek penelitian yang berkebalikan dengan kasus sebagai fenomena
kontemporer adalah obyek yang bersifat telah ada atau berlangsung sangat
lama, sehingga sering dipandang telah menjadi suatu budaya atau tradisi.
Obyek yang demikian diteliti dengan menggunakan strategi atau metoda
penelitian kualitatif yang lain, seperti grounded theory, phenomenologi,
biografi atau ethnografi. Seringkali, penelitian tentang obyek yang telah tua
tersebut bertujuan untuk menggali nilai-nilai kehidupan yang berada dibalik
kehidupan masyarakat.
3. Dilakukan pada kondisi kehidupan sebenarnya
Seperti halnya pendekatan penelitian kualitatif pada umumnya,
pelaksanaan penelitian studi kasus menggunakan pendekatan penelitian
naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus menggunakan salah satu
karakteristik pendekatan penelitian kualitatif, yaitu meneliti obyek pada
kondisi yang terkait dengan kontekstualnya. Dengan kata lain, penelitian studi
kasus meneliti kehidupan nyata, yang dipandang sebagai kasus. Kehidupan
nyata itu sendiri adalah suatu kondisi kehidupan yang terdapat pada
lingkungan hidup manusia baik sebagai individu maupun anggota kelompok
yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:
Sebagai penelitian dengan obyek kehidupan nyata, penelitian studi kasus
mengkaji semua hal yang terdapat disekeliling obyek yang diteliti, baik yang
terkait langsung, tidak langsung maupun sama sakali tidak terkait dengan
obyek yang diteliti. Penelitian studi kasus berupaya mengungkapkan dan
menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek yang ditelitinya
pada kondisi yang sebenarnya, baik kebaikannya, keburukannya,
keberhasilannya, maupun kegagalannya secara apa adanya. Sifat yang
demikian menyebabkan munculnya pandangan bahwa penelitian studi kasus
sangat tepat untuk menjelaskan suatu kondisi alamiah yang kompleks.
Berkebalikan dengan penelitian yang di lakukan pada kehidupan nyata,
penelitian dapat dilakukan pada laboratorium. Pada umumnya, penelitian di
laboratotium dilakukan dengan membangun kondisi buatan sedemikian rupa,
sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, misalnya untuk mengeskplorasi
dan memperjelas variabel-variabel yang terkait atau tidak terkait dengan
obyek penelitian. Penelitian yang menggunakan kondisi buatan ini disebut
sebagai penelitian eksperimental. Pada umumnya, tujuan penelitian ini adalah
untuk melakukan pengujian terhadap obyek penelitian terhadap kondisi
tertentu yang dibangun sesuai dengan keinginan penelitinya. Penggunaan
penelitian di laboratorium juga diakukan apabila penelitian yang diinginkan

10
tidak dapat dilakukan pada kondisi alamiahnya. Untuk itu, pada banyak
penelitian eksperimental, kondisi buatan tersebut dibuat sedemikian rupa dan
diusahakan menyerupai kondisi alam yang sebenarnya.
Penelitian eksperimental yang demikian secara umum tidak sesuai dengan
kriteria penelitian studi kasus (Yin, 2009). Meskipun kondisi buatan di
laboratorium dibuat mendekati kondisi alamiahnya, kondisi alamiah yang
sebenarnya merupakan kondisi yang tepat dan terbaik bagi penelitian studi
kasus pada khususnya, dan penelitian kualitatif pada umumnya, karena pada
dasarnya penelitian tersebut bertujuan mengungkapkan dan menjelaskan
obyek penelitian sesuai apa adanya di kondisi yang alamiah.
4. Menggunakan berbagai sumber data
Seperti halnya strategi dan metoda penelitian kualitatif yang lain,
penelitian studi kasus menggunakan berbagai sumber data. Seperti telah
dijelaskan di dalam bagian karakteristik penelitian kualitatif di depan,
pengggunaan berbagai sumber data dimaksudkan untuk mendapatkan data
yang terperinci dan komprehensif yang menyangkut obyek yang diteliti.
Disamping itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk mencapai validitas dan
realibilitas penelitian. Dengan adanya berbagai sumber data tersebut, peneliti
dapat meyakinkan kebenaran dan keakuratan data yang diperolehnya dengan
mengecek saling-silangkan antar data yang diperoleh.
Adapun bentuk-bentuk data tersebut dapat berupa catatan hasil
wawancara, pengamatan lapangan, pengamatan artefak dan dokumen. Catatan
wawancara merupakan hasil yang diperoleh dari proses wawancara, baik
berupa wawancara mendalam terhadap satu orang informan maupun terhadap
kelompok orang dalam suatu diskusi. Sedangkan catatan lapangan dan artefak
merupakan hasil dari pengamatan atau obervasi lapangan. Catatan dokumen
merupakan hasil pengumpulan berbagai dokumen yang berupa berbagai
bentuk data sekunder, seperti buku laporan, dokumentasi foto dan video.
5. Menggunakan teori sebagai acuan penelitian
Karakteristik penelitian studi kasus yang relatif berbeda dibandingkan
dengan strategi atau metoda penelitian studi kasus yang lain adalah
penggunaan teori sebagai acuan penelitian. Berdasarkan pemikiran induktif
yang bermaksud untuk membangun pengetahuan-pengetahuan baru yang
orisinil, penelitian kualitatif selalu dikonotasikan sebagai penelitian yang
menolak penggunaan teori sebagai acuan penelitian. Penggunaan teori
sebagai acuan dianggap dapat mengurangi orisinalitas temuan dari penelitian
kualitatif. Pada penelitian studi kasus, teori digunakan baik untuk menentukan

11
arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Kajian teori dapat dilakukan di
bagian depan, tengah dan belakang proses penelitian. Pada bagian depan,
teori digunakan untuk membangun arahan dan pedoman di dalam
menjalankan kegiatan penelitian. Secara khusus, pada bagian ini, teori dapat
dipergunakan untuk membangun hipotesis, seperti halnya yang dilakukan
pada paradigma deduktif atau positivistik (VanWynsberghe dan Khan, 2007;
Eckstein, 2002; Lincoln dan Guba, 2000). Pada bagian tengah, teori
dipergunakan untuk menentukan posisi temuan-temuan penelitian terhadap
teori yang ada dan telah berkembang (Creswell, 2003, 2007). Sedangkan pada
bagian belakang, teori dipergunakan untuk menentukan posisi hasil
keseluruhan penelitian terhadap teori yang ada dan telah berkembang
(Creswell, 2003, 2007).
Melalui pemanfaatan teori tersebut, peneliti studi kasus dapat membangun
teori yang langsung terkait dengan kondisi kasus yang ditelitinya.
Kesimpulan konseptual dan teoritis yang dibangun melalui penelitian studi
kasus dapat lebih bersifat alamiah, karena sifat dari kasus yang alamiah
seperti apa adanya tersebut.

8. Prinsip Pengumpulan Data


1. Menggunakan multi sumber bukti, menggunakan banyak informan dan
memperhatikan sumber-sumber bukti lainnya.
2. Menciptakan data dasar studi kasus, mengorganisir dan
mengkoordinasikan data yang telah terkumpul, biasanya studi kasus
memakan waktu yang cukup lama dan data yang diperolehnya pun cukup
banyak sehingga perlu dilakukan pengorganisasian data agar data yang
terkumpul tidak hilang saat dibutuhkan nanti.
3. Memelihara rangkaian bukti, tujuannya agar bisa ditelusuri dari bukti-
bukti yang ada, berkenaan dengan studi kasus yang sedang dijalankan.
Penting ketika menelusuri kekurangan data lapangan.

B. DESAIN-DESAIN STUDI KASUS


Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 4 (empat) jenis penelitian studi
kasus, yaitu:
1. Penelitian studi kasus tunggal holistik (jenis 1 dan 2)
Penelitian studi kasus tunggal holistik (holistic single-case study) adalah
penelitian yang menempatkan sebuah kasus sebagai fokus dari penelitian. Yin
menjelaskan bahwa terdapat 5 (lima) alasan untuk menggunakan hanya satu
kasus di dalam penelitian studi kasus, yaitu:

12
a) Kasus yang dipilih mampu menjadi bukti dari teori yang telah dibangun
dengan baik. Teori yang dibangun memiliki proposisi yang jelas, yang sesuai
dengan kasus tunggal yang dipilih sehingga dapat dipergunakan untuk
membuktikan kebenarannya.
b) Kasus yang dipilih merupakan kasus yang ekstrim atau unik. Kasus
tersebut dapat berupa keadaan, kejadian, program atau kegiatan yang jarang
terjadi, dan bahkan mungkin satu-satunya di dunia, sehingga layak untuk
diteliti sebagai suatu kasus.
c) Kasus yang dipilih merupakan kasus tipikal atau perwakilan dari kasus lain
yang sama. Pada dasarnya, terdapat banyak kasus yang sama dengan kasus
yang dipilih, tetapi dengan maksud untuk lebih menghemat waktu dan biaya,
penelitian dapat dilakukan hanya pada satu kasus saja, yang dipandang
mampu menjadi representatif dari kasus lainnya.
d) Kasus dipilih karena merupakan kesempatan khusus bagi penelitinya.
Kesempatan tersebut merupakan jalan yang memungkinkan peneliti untuk
dapat meneliti kasus tersebut. Tanpa adanya kesempatan tersebut, peneliti
mungkin tidak memiliki akses untuk melakukan penelitian terhadap kasus
tersebut.
e) Kasus dipilih karena bersifat longitudinal, yaitu terjadi dalam dua atau
lebih pada waktu yang berlainan. Kasus yang demikian sagat tepat untuk
penelitian yang dimaksudkan untuk membuktikan terjadinya perubahan pada
suatu kasus akibat berjalannya waktu.
Sedangkan jenis yang kedua, penelitian studi kasus terpancang
memiliki unit analisis lebih dari satu. Hal ini dapat terjadi karena didasari
oleh hasil kajian teori yang menuntut adanya lebih dari satu unit analisis.
Tuntutan penggunaan lebih dari satu unit analisis biasanya disebabkan oleh
tujuan penelitian yang ingin menjelaskan hubungan secara komprehensif dan
detail setiap bagian dari kasus secara lebih mendalam. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa semakin banyak jenis unit analisis yang
digunakan, sifat alamiah penelitian akan semakin kabur, karena cenderung
menjadi penelitian yang terikat pada keberadaan unit analisisnya.
2. Penelitian studi kasus jamak (jenis 3 dan 4)
Pada dasarnya, penelitian studi kasus jamak adalah penelitian yang
menggunakan lebih dari satu kasus. Penggunaan jumlah kasus lebih dari satu
pada penelitian studi kasus pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan
data yang lebih detail, sehingga diskripsi hasil penelitian menjadi semakin
jelas dan terperinci. Hal ini juga didorong oleh keinginan untuk

13
menggeneralisasi konsep atau teori yang dihasilkan. Dengan kata lain,
penggunaan jumlah kasus yang banyak dimaksudkan untuk menutupi
kelemahan yang terdapat pada penggunaan kasus tunggal, yang dianggap
tidak dapat digeneralisasikan.

C. PENELITIAN STUDI KASUS


Pendapat Stake (2005) dan Creswell (2007) di atas jika digambarkan
secara diagramatis, dapat dilihat pada gambar di bawah. Pada gambar tersebut
juga dillustrasikan dengan contoh judul-judul yang menggambarkan isi dari
masing-masing jenis. Contoh penelitian studi kasus mendalam yang diberikan
dengan judul ‘Kemacetan Lalu-lintas di Kawasan Malioboro, Yogyakarta’,
menunjukan adanya keterpaduan antara kasus dengan lokasi penelitiannya.
Sementara itu, contoh untuk penelitian studi kasus instrumental tunggal yang
berjudul ‘Kemacetan Lalu Lintas di Yogyakarta, Studi Kasus: Kawasan
Malioboro’, dan contoh jamaknya adalah ‘Kemacetan Lalu Lintas di Yogyakarta,
Studi Kasus: Kawasan Gejayan dan Malioboro’, menunjukkan adanya
penggunaan istilah ‘studi kasus’. Penggunaan istilah tersebut secara khusus untuk
menunjukkan bahwa kasus yang dipergunakan bersifat sebagai sarana (instrumen)
pembukti atas konsep atau teori peneliti. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar
berikut ini:

14
Gambar: Diagram Jenis-jenis Penelitian Studi Kasus Menurut Stake (2005) dan
Creswell (2007) (Sumber: Ilustrasi penulis atas penjelasan Stake (2005) dan
Creswell (2007)
Sementara itu, Yin (2003a, 2009) membagi penelitian studi kasus secara
umum menjadi 2 (dua) jenis, yaitu penelitian studi kasus dengan menggunakan
kasus tunggal dan jamak/ banyak. Disamping itu, ia juga mengelompokkannya
berdasarkan jumlah unit analisisnya, yaitu penelitian studi kasus holistik (holistic)
yang menggunakan satu unit analisis dan penelitian studi kasus terpancang
(embedded) yang menggunakan beberapa atau banyak unit analisis. Penelitian
studi kasus disebut terpancang (embedded), karena terikat (terpancang) pada unit-
unit analisisnya yang telah ditentukan. Unit analisis itu sendiri dibutuhkan untuk
lebih memfokuskan penelitian pada maksud dan tujuannya. Penentuan unit
analisis ditentukan melalui kajian teori. Sementara itu, pada penelitian studi kasus
holistik, penelitian dilakukan lebih bebas dan terfokus pada kasus yang diteliti dan
tidak terikat pada unit analisis, karena unit analisisnya menyatu dalam kasusnya
itu sendiri.
Jika dikaitkan antara kedua cara pengelompokkan tersebut, maka jenis-
jenis penelitian studi kasus dapat disusun ke alam suatu matriks 2 x 2. Dengan
demikian, menurut Yin (2003a, 2009), penelitian studi kasus dapat terdiri dari 4
(empat) jenis. Untuk lebih jelasnya, hubungan antar kedua pengelompokkan
tersebut, perhatikan gambar matriks jenis-jenis penelitian studi kasus berikut ini:

15
Gambar: Jenis-jenis Dasar Penelitian Studi Kasus (Sumber: Yin, 2009, 46)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Studi kasus menjadi metode paling sesuai untuk fase penyelidikan dari
sebuah penelitian karena mengedepankan survey dan proses historis sebagai
jalan untuk penjelasan yang bersifat sebab musabab (kausalitas). Meskipun
demikian, metode studi kasus hanya merupakan persiapan metode penelitian
dan tidak dapat digunakan untuk menggambarkan atau menguji suatu
masalah.
B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini kami penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang membantu terwujudnya makalah ini.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi terwujudnya makalah yang
lebih baik lagi. Selanjtunya penulis berharap makalah in dapat bermanfaat
untuk kami khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://penelitianstudikasus.blogspot.com/2010/05/jenis-jenis-penelitian-studi-
kasus.html
https://penelitianstudikasus.blogspot.com/
http://repository.uin-malang.ac.id/1104/1/Studi-kasus-dalam-penelitian-kualitatif.pdf
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10973/08%20BAB%20III.pdf?
sequence=14&isAllowed=y

17

Anda mungkin juga menyukai