Anda di halaman 1dari 27

Nama : Yolanda Alfurqonia Indani Putri

NIM : PO.71.20.4.16.037
Prodi : DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Palembang

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GAGAL GINJAL AKUT
A. Defenisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi

mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal


sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah
nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml/24
jam.
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA)
adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.
B. Etiologi

Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu
sebagai berikut:

1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang
menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a. Penipisan volume

b. Hemoragi

c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

e. Gangguan efisiensi jantung

f. Infark miokard
g. Gagal jantung kongestif

h. Disritmia

i. Syok kardiogenik

j. Vasodilatasi

k. Sepsis

l. Anafilaksis

m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Cedera akibat terbakar dan benturan

b. Reaksi transfusi yang parah

c. Agen nefrotoksik

d. Antibiotik aminoglikosida

e. Agen kontras radiopaque

f. Logam berat (timah, merkuri)

g. Obat NSAID

h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)


i. Pielonefritis akut

j. Glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi sebagai berikut :
a. Batu traktus urinarius

b. Tumor

c. BPH

d. Striktur

e. Bekuan darah.
C. Klasifikasi

1. Gagal ginjal akut prarenal

GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal


hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus
dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila
perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik
yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron.
2. Gagal ginjal akut renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang
secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya
dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil
ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,

c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.

Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada


ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat
nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular
Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
3. Gagal ginjal akut postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin


cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering
adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan
filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
D. Patofisiologi

Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut:
1. Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam


sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2
liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin
sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang
dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita
mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan
air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti
mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan
pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan
kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan
konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2. Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai


lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium
ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium
ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan
karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa
penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena
bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan
berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien
mengalami kemajuan klinis yang benar.
3. Stadium Penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan


selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi
ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal
sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap mende rita
penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.
E. Manifestasi Klinik

Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai
berikut:
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari)

3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang


menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki

5. Tremor tangan
6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi

7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)

9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,


berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta
asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema
paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan
kesadaran menurun sampai koma.
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas

b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.

d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.

e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau


hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
i. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,
dan ratio urine/serum sering 1:1.
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat
rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada
NTA biasanya ada proteinuria minimal.
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis
glomular
2. Darah

a. Hb. : menurun pada adanya anemia.

b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan


hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.

i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.

j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein


melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
3. CT Scan

4. MRI

5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan


asam/basa.
G. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :


1. Pengobatan Penyakit Dasar

Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus


dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan
penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai
parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada,
dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika
diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera
dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan
antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis
secepatnya.
2. Pengelolaan Terhadap GGA

a. Pengaturan Diet

Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah
akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian
protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi
katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per
hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang
dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan
pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang
tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging.
Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per
hari, disertai dengan multivitamin.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk
dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit

1) Air (H2O)

Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-


komplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari
pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-
400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah
pengeluaran selama 24 jam.
2) Natrium (Na)

Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per
24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah
harus segera diganti.
c. Dialisis

Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif,


juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis.
Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan
dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pe rtimbangan-
pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi

Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat


menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi
diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.
H. Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk


menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan
dan olahraga teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang
harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami
gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita
gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan,
dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus
yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.

h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang
diketahui nefrotoksik.
i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi


harus segera diperbaiki.
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk


mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan
mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi
penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita
penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka
harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika
tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika
sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya
harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian
yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal.
3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk


mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian.
Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan
meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan
ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan
produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari
atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi
harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus
dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena infeksi merupakan
komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi
penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya
dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur,
dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap
tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui
dan diobati.
I. Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis


metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru
yang menimbulkan kegawatan.
J. Prognosis

Prognosis GGA tergantung dari penyebab dan pengelolaannya. Bila


penyebabnya prerenal atau postrenal umumnya prognosisnya baik oleh karena
kausanya dapat diketahui dan dapat diatasi dengan catatan pengelolaannya cepat
dan tepat. Begitupula dengan sebab-sebab renal dapat sembuh sempurna bila
ditangani secara baik.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien


dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi
orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan
pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data
yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama


pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine
output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti
pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya
riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat
pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada
ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu
tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi
rinagan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi

1) B1 (Breathing)

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut
uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan
asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan


menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering
didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut
merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan


berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan


frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.
Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering


didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari


anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya


darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal,
pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari
350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering
1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin

Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya


bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit

Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu


mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH

Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti


substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah


komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi

Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti


resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi
natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan

d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat

e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

B. Diagnosis

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder


terhadap gagal ginjal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

C. Intervensi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi


ginjal Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : a. Pengeluaran urine normal

b. tidak ada edema

c. TTV dalam rentang normal

d. Natrium serum dalam rentang normal

Intervensi :

a. Kaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya oedema


4) Distensi vena leher

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi

R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk


memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Pantau kreatinin dan BUN serum

R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.

c. Batasi masukan cairan

R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine


dan respons terhadap terapi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam


pembatasan cairan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil : a. Berkurangnya keluhan lelah

b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social


Intervensi :
a. Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL

R/ Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam


pemenuhan ADL.
b. Kaji tingkat kelelahan

R/ Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.

c. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.


Rasional/ Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang
dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
d. Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

Rasional/ Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan

e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional/ memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika


rasa aman bagi klien.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.

Rasional/ Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi
neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan
Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya
gangguan eritopoetin.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang


diindikasikan oleh situasi individu.
b. Bebas oedema

Intervensi :

a. Kaji / catat pemasukan diet

R/ Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi


fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi
pemasukan makanan.
b. Kaji pola diet nutrisi pasien
1) Riwayat diet

2) Makanan kesukaan

3) Hitung kalori

R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun


menu.
c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

2) Kurang memahami pembatasan diet

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau


dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
d. Berikan makan sedikit tapi sering

R/ Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status


uremik/menurunnya peristaltik.
e. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan
dorong terlibat dalam pilihan menu.
R/ Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan
dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan.
f. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur,
susu, daging.
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
g. Timbang berat badan harian
R/ Untuk membantu status cairan dan nutrisi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya


Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan
tentang penykit dan pengobatan.

Kriteria hasil: a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan


diagnostic dan rencana tindakan.
b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien.

R/ Menentukan derajat efek dan kecemasan.

b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

R/ Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam


rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan
akibat penyakitnya
R/ klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami
perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
d. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
R/Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan
dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk
melaksanakan intervensi berikutnya.
e. Manfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran
kelurga.
R/ Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan
keluarga.
D. Implementasi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

a. mengkaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya oedema

4) Distensi vena leher

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi

b. Memantau kreatinin dan BUN serum

c. Membatasi masukan cairan

d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder


terhadap gagal ginjal
a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.

b. mengkaji tingkat kelelahan.

c. mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
a. Mengkaji pola diet nutrisi pasien
1) Riwayat diet

2) Makanan kesukaan

3) Hitung kalori

b. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

3) Kurang memahami pembatasan diet

c. Memberikan makan sedikit tapi sering

d. Memerikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan


dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
e. Meninggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur,
susu, daging.
f. Menimbang berat badan harian

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

a. Mengkaji tingkat kecemasan klien.


b. Memberikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

c. Membantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan


akibat penyakitnya
d. Membiarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka..

e. Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan


kehadiran kelurga.
E. Evaluasi

1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidak


ada edema, TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentang
normal
2. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai dengan
berkurangnya keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
3. Mampu mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat ditandai dengan
peningkatan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
4. Ansietas klien berkurang ditandai dengan klien mampu mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan,
serta sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta:
EGC.

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai