Anda di halaman 1dari 21

Gagal Ginjal Akut

Ngakan Made Ari Mahardika


102013311/BP8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510
Email: ngakanmahardika@yahoo.com

Pendahuluan
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh, elektrolit dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif
air, elektrolit dan nonelektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urine. Ginjal
juga mengeluarkan produk sisa metabolisme (misal; urea, kreatinin, dan asam urat)
dan zat kimia asing. Akhirnya, selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga
mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), bentuk aktif vitamin D3,
(penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit)1.

Anamnesa
Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan
dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat
(merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan
gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk
penyakit bersangkutan.2 Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat
diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal
pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks
kepribadian dan latar belakang sosial pasien.
Anamnesa yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat,
pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit dalam
keluarga. Anamnesa yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai
berikut:
1. Anamnesa Umum
 Seorang wanita, umur 40 tahun, alamat, pekerjaan.

1
2. Keluhan Utama: gangguan atau keluhan yang terpenting, yang dirasakan
penderita sehingga mendorong pasien untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan
utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
 Kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu.
 Pelengkap: BAK kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah urin
berkurang.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
 Apakah ada keluhan lainnya?
 Bagaimana pola berkemih pasien? Untuk mendeteksi
faktor  predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan
jumlah).
 Adakah disuria?
 Adakah urgensi?
 Adakah bau urine yang menyengat?
 Bagaimana volume urine, warna (kemerahan) dan konsentrasi urine?
 Adakah nyeri suprapubik? Nyeri suprapubik menunjukkan adanya
infeksi pada saluran kemih bagian bawah.
 Adakah nyeri panggul atau pinggang? Nyeri panggul atau pinggang
biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
 Adakah peningkatan suhu tubuh? Peningkatan suhu tubuh biasanya
terjadi pada infeksi saluran kemih bagian atas.
 Apakah terjadi inkontinensia urin?
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit dahulu yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah infark miokard, hipertensi, diabetes mellitus, demam
rematik, penyakit batu ginjal, kelainan anatomi traktus urinarius, penyakit ginjal
lainnya, penyakit gastrointestinal, dan penyakit paru.

 Adakah riwayat infeksi saluran kemih?


 Adakah riwayat pernah menderita batu ginjal?
 Adakah riwayat penyakit diabetes melitus, jantung, hipertensi,
keganasan, atau penyakit sistemik lainnya?3

2
 Adakah infeksi yang baru terjadi, terutama infeksi tenggorokan oleh
streptokokus? (dapat memacu glomerulonefritis postinfeksi)3
 Bagaimana dengan pemasangan kateter?
 Imobilisasi dalam waktu yang lama.
5. Riwayat Penyakit Keluarga: segala hal yang berhubungan dengan peranan
herediter (polycystic kidney disease) dan kontak antar anggota keluarga
mengenai penyakit yang dialami pasien.
 Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.
6. Riwayat Pengobatan
 Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan
apa dan apakah keadaan membaik atau tidak. Riwayat pengobatan
dapat menunjukkan penggunaan obat-obat nefrotoksik, terutama
analgesik atau NSAID dan juga penggunaan rifampisin.

Pemeriksaan
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik
spesifik. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi
penyakit yang tidak memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya
kadang-kadang diperlukan pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).
1) Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan
yang menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien,


kesadaran, tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala
dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki.

Palpasi
Meskipun teknik palpasi ginjal adalah sebagaimana diuraikan di sini, teknik
ini paling baik dilakukan oleh dokter pakar, karena melibatkan palpasi
dalam.Selain itu, ginjal sulit untuk diraba.Bantu pasien untuk berada dalam

3
posisi terlentang dan dokter berdiri di sebelah sisi kanan pasien.Untuk meraba
ginjal kiri, letakkan tangan kiri di bawah sayap kiri pasien dengan telapak
tangan ke atas. Tinggikan sisi kiri dengan jari-jari untuk menggusur ginjal ke
atas .Minta pasien untuk mengambil napas dalam dan menggunakan telapak
tangan kanan untuk meraba ginjal (lihat Gambar 1).Ulangi teknik ini untuk
ginjal kanan juga.

Gambar 1. Palpasi Ginjal Kiri.


Perkusi
Perkusi ginjal dilakukan untuk menilai rasa sakit atau nyeri.Bantu pasien
untuk berada dalam posisi duduk, dan berdiri di belakang pasien.Untuk
perkusi, tempatkan telapak tangan yang tidak dominan di atas sudut
costovertebral (lihat Gambar 2(A)).Ketok daerah ini dengan ulnar permukaan
tangan dominan, seperti genggaman tinju (lihat Gambar 2(B)). Untuk perkusi
langsung, juga ketok daerah yang sama di sudut costovertebral .Ulangi teknik
yang sama untuk ginjal lainnya. Anda harus melakukan perkusi ginjal dengan
kekuatan sederhana sehingga pasien dapat merasa tekanan.Perkusi ginjal
biasanya dilakukan pada akhir pemeriksaan fisik.

(A) (B)

Gambar 2.(A) Lokasi Ginjal & Sudut Kostovertebral. (B) Perkusi Ginjal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal berikut:

4
 Pasien tampak sakit ringan
 TTV: TD 160/ 90, nadi 80x/ menit, suhu afibris, RR 20x/ menit
 Pitting udem

2) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Urin
Anuria total di awal perjalanan dari AKI jarang kecuali dalam situasi berikut :
obstruksi lengkap saluran kemih, oklusi arteri ginjal, syok septik berat,
iskemia berat (sering dengan nekrosis korteks), atau glomerulonefritis
proliferatif yang parah atau vaskulitis. Penurunan output urin (oliguria,
didefinisikan sebagai <400 mL/24 jam) biasanya menunjukkan AKI yang
lebih signifikan (yaitu, GFR lebih rendah) dibandingkan ketika output urine
yang diawetkan. Oliguria terkait dengan hasil klinis yang lebih buruk. Output
urine diawetkan dapat dilihat di karakteristik diabetes insipidus nefrogenik
dari obstruksi saluran kemih yang lam, penyakit tubulointerstitial, atau
nefrotoksisitas dari cisplatin atau aminoglikosida, diantara penyebab lainnya.
Urin coklat atau merah dapat dilihat dengan atau tanpa hematuria
makroskopik; jika warna tetap dalam supernatan setelah sentrifugasi, maka
pigmen nefropati dari rhabdomyolysis atau hemolisis harus dicurigai.
Urinalisis dan pemeriksaan sedimen urin tidak ternilai alat, tapi mereka
membutuhkan korelasi klinis karena umumnya sensitivitas dan spesifisitasnya
terbatas.

Gambar 4.Intepretasi Penemuan Sedimen Urin Pada Penyakit AKI.4


5
2) Pemeriksaan Radiologi
AKI Post-renal harus selalu dipertimbangkan dalam diagnosis banding AKI
karena pengobatan biasanya berhasil jika dideteksi lebih awal.Kateterisasi
kandung kemih sederhana dapat menyingkirkan obstruksi uretra. Pencitraan
saluran kemih dengan USG ginjal atau CT Scan harus dilakukan untuk
menyelidiki obstruksi pada individu dengan AKI kecuali diagnosis alternatif
jelas. Temuan obstruksi meliputi pelebaran sistem pengumpulan dan
hydroureteronephrosis.Obstruksi dapat hadir tanpa kelainan radiologis dalam
pengaturan deplesi volume, retroperitoneal fibrosis, penyelubungan dengan
tumor, dan juga riwayat perjalanan awal obstruksi. Jika indeks klinis
dicurigakan tinggi untuk obstruksi terus berlanjut meskipun pada pencitraan
normal, antegrade atau retrograde pyelography harus dilakukan. Pencitraan
juga dapat memberikan informasi bermanfaat tambahan tentang ukuran ginjal
dan echogenicity untuk membantu dalam membedakan antara akut dan
CKD.ginjal besar diamati dalam studi ini menunjukkan kemungkinan diabetes
nefropati, nefropati terkait HIV, penyakit infiltratif, atau nefritis interstisial
kadang-kadang akut. Pencitraan vaskular mungkin berguna jika vena atau
obstruksi arteri dicuriga, tapi risiko pemberian kontras harus diwaspadai.MRI
dengan agen kontras berbasis gadolinium harus dihindari pada kasus AKI
berat karena kemungkinan merangsang sistem nephrogenic fibrosis, yaitu
komplikasi yang jarang namun serius terlihat paling sering pada pasien dengan
stadium akhir penyakit ginjal.

3) Biopsi Ginjal
Jika penyebab AKI tidak jelas berdasarkan pada konteks klinis, pemeriksaan
fisik, dan laboratorium penelitian, biopsi ginjal harus dipertimbangkan. Hasil
biopsi ginjal dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang
definif tentang akut dan CKD. Prosedur ini paling sering digunakan dalam
AKI saat azotemia prerenal, AKI postrenal, dan AKI iskemik atau nefrotoksik
telah dianggap mungkin, dan lainnya yang mungkin diagnosis yang sedang
dipertimbangkan tersebut sebagai glomerulonefritis, vaskulitis, nefritis
interstitial, myeloma ginjal, HUS dan TTP, dan disfungsi allograft. Biopsi
ginjal sering dikaitkan dengan risiko perdarahan, yang dapat menjadi parah

6
dan bisa mengancam nyawa atau organ pasien dengan trombositopenia atau
koagulopati.

Diagnosis
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani
suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan
untuk menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan
diagnosis penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat
dengan jenis penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).5

Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan
memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit
tersebut. Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan
gejala klinis. Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan
pengetahuan mengenai penyakit dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila
terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat menentukan jenis penyakitnya.5
I. Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang
dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit
dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit
seperti:
a. Gagal Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi kelainan patologis atau
terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia
darah, atau urin, atau kelainan radiologis. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal,
diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus
kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih dari 3 bulan. Penyakit ginjal kronik
(chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif
GFR.

7
Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron
yang signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-
stage renal disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat
toksin, air, dan elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga
terjadi sindrom uremikum. Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan
kematian sehingga diperlukan pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui
terapi penggantian ginjal, dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal.5
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(mL/menit/1,73m2)
Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko
Stadium 1 Normal/meningkat > 90, terdapat kerusakan
ginjal, proteinuria menetap,
kelainan sedimen urin,
kelainan kimia darah dan
urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi.
Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89
Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal < 15
Tabel 3. Klasifikasi gagal ginjal kronik

b. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis merupakan gangguan yang terjadi pada glomerulus yang
dimana menyebabkan perubahan struktural di glomerulus sehinga menimbulkan
gambaran yang berupa kombinasi dari temuan berikut yaitu, hematuria,
proteinuria, penurunan LFG, dan hipertensi. Sebagian gangguan ini bersifat
spesifik untuk ginjal, sementara yang lain adalah penyakit sistemik yang terutama
atau sebagian besar mengenai ginjal.6 Gangguan ini di golongkan menjadi lima
kategori yaitu, gloerulonefritis akut, glomerulonefritis profresif cepat,
glomerulonefritis kronik, sindrom nefrotik, dan kelainan urine asimtomatik.
Gambaran klinis yang didapat pada penderita glomerulo nefritis akut dapat dilihat
hematuria dan proteinuria yang mendadak disertai penurunan LFG serta retensi
garam dan air oleh ginjal, yang diikuti oleh pemulihan sempurna fungsi ginjal.
Pasien dengan glomerulonefritis akut merupakan gambaran kausa yang muncul
akibat intrarenal gagal ginjal akut. Kausa yang dapat menjadi faktor kasus

8
glomerulonefritis banyak disebabkan akibat penyakit infeksi, oleh karena itu
pengobatan dapat dilakukan dengan pemeberian antibiotik.6

II. Working Diagnosis


Working Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa
hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan
gejala-gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang,
dapat ditarik kesimpulan kalau pasien tersebut menderita gagal ginjal akut.

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai dengan penurunan
mendadak faal ginjal dalam waktu 48 jam, yaitu berupa kenaikan kadar
kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dl (≥ 26.4 mikromol/l), presentasi kenaikan
kreatinin serum ≥ 50% (1,5 kali kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan
produksi urin (oliguria yang tercatat ≤ 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari
6 jam).
Acute kidney injury (AKI/gagal ginjal akut) terjadi ketika ada penurunan akut
dari GFR dan zat-zat yang biasanya diekskresi oleh ginjal terakumulasi di
dalam darah. AKI dapat disebabkan oleh hipoperfusi ginjal (prerenal),
penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi traktus urinarius (postrenal).
Sekitar 50-65% kasus adalah kasus prerenal, 15% kasus postrenal, dan 20-
35% kasus renal. Pada negara berkembang, komplikasi dari obstetri dan
infeksi seperti malaria adalah penyebab yang penting. Jumlah mortalitas
secara keseluruhan sekitar 30-70%, bergantung pada umur dan keberadaan
dari kegagalan atau penyakit organ lain. Pada pasien yang tetap hidup, 60%
memperoleh fungsi normal ginjal kembali, tetapi 15-30% memiliki fungsi
ginjal yang rusak dan sekitar 5-10% mengarah menuju end stage renal
disease.

Kebanyakkan GGA timbul di rumah sakit dari deplesi cairan, sepsis, atau
toksisitas obat, terutama setelah operasi, trauma, atau luka bakar. Biasanya
ada penurunan output urin, dan peningkatan serum urea dan kreatinin. Output
urin yang kurang dari 400mL/hari disebut oliguria.7

9
Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut dengan
tiga kategori meliputi.7
 Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls.Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron.
Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan
terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1) Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan
darigastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
2) Vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
3) Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung,
syok kardioenik dn emboli paru)
4) Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
 Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal
langsung terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak
teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal.
Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga
berlangsung perlahan–lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia.Kelainan
di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia
kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan
ini adala :
1) Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik,
renjatan sepsis dan renjatan hemoragik.  
2) Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca
sreptococcus, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
3) Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain
yang langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.

10
4) Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan
iskemia lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik),
hemoglobinuria dan mioglobinuria.
5) Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi
umumnya pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi kelainan struktural menyebabkan
kehilangan faal ginjal secara progresif.
6) Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
 Pascarenal / Postrenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,
namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Etiologi pascarenal terutama
obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal, ciri unik ginjal pasca renal
adalah terjadinya anuria, yang tidak terjadi pada gagal renal atau pre-renal.
Kondisi yang umum adalah sebagai berikut :
1) Obstruksi muara vesika urinaria: hipertropi prostat< karsinoma
2) Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan
darah atau sumbatan dari tumor.

Epidemiologi
Sekitar 1% dari pasien rumah sakit mengaku telah mengalami GGA sejak pendaftaran
pertama, dan estimasi dari tingkat kejadian 2-5% selama perawatan kasus. Dalam
pasca operasi bedah umum terdapat 1% yang berkembang menjadi GGA selama 30
hari. Perkiraan tingkat morbiditas GGA bervariasi 25-95%. Angka kematian di rumah
sakit adalah 40-50% dalam perawatan intensif. Penyakit ini tidak kenal ras atau
gender, wanita dan laki-laki bisa berpotensi mengalami penyakit GGA.8

Patofisiologi
Bagi pengertian mekanisme timbulnya gangguan ginjal akut, telah dilakukan
klasifikasi seragam dan penahapan dari gangguan ginjal akut.5
Tabel 2. Klafisikasi RIFLE
Kategori
Kriteria Kreatinin Kriteria UO
RIFLE
(A) The Acute Dialysis Quality Initiative ( ADQI) criteria for the definition and
classification of AKI
Risk Kenaikan kreatinin serum ≥ 1.5x < 0.5 mL/kg/jam untuk ≥ 6

11
nilai dasar atau penurunan GFR ≥
jam
25%
Kenaikan kreatinin serum ≥ 2.0x 5x
< 0.5 mL/kg/jam atau ≥ 12
Injury nilai dasar atau penurunan GFR ≥
jam
50%
Kenaikan kreatinin serum ≥ 3.0x 5x
nilai dasar atau penurunan GFR ≥ < 0.3 mL/kg/jam untuk ≥
75% atau 24 jam
Failure
Nilai absolute kreatinin serum ≥ 4
mg dengan peningkatan mendadak anuria ≥ 12 jam
minimal 0.5 mg
AKI criteria Kriteria kreatinin serum Kriteria UO

Klasifikasi ini menilai tahap GGA dari nilai kreatinin serum dan dieresis.
Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN)
untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga pasien GGA dapat dikenali lebih
awal. Klasifikasi ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu 48 jam.
Kriteria AKIN dapat meningkatkaninsidens GGA tahap awal, walaupun belum
cukup kuat untuk perbaikan prognosis dibandingkan dengan criteria RIFLE.5

Tabel 3. Klafisikasi AKIN


Tahap Kriteria kreatinin serum Kriteria produksi urin
Kenaikan kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dl (≥
26.4 mikromol/l) atau kenaikan ≥ 150% Kurang dari 0.5 ml/kg
1
sampai 200% (1.5% sampai 2x lipat) dari perjam lebih dari 6 jam
nilai dasar
Kenaikan kreatinin serum > 200%-300%
(> 2 - 3 lipat) dari kenaikan nilai dasar Kurang dari 0.5 ml/kg per
2
kreatinin serum 200%-300% (> 2-3 kali jam lebih dari 12 jam
lipat) dari nilai dasar
3 Kenaikan kreatinin serum > 300% (> 3 Kurang dari 0.3 ml/kg per
kali lipat) dari nilai dasar (or serum jam lebih dari 24 jam atau
creatinine of more than or equal to 4.0 anuria 12 jam
mg/dl [≥ 354 mikromol/l] with an aqute
increase of at least 0.5 mg/dl [44

12
mikromol/l])

GGA dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:5


a) GGA pre-renal
Penyebab GGA ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat
disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif.
Pada GGA pre-renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga
prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila
upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil, maka akan timbul GGA
renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik. Keadaan ini dapat
timbul sebagai akibat bermacam-macam penyakit. Pada kondisi ini fungsi
otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi, melalui
mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) relatif konstan, diatur oleh suatu mekanisme
yang disebut autoregulasi.

GGA pre-renal dapat disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif


intravascular seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh
gangguan hemodinamik intra-renal seperti pemakaian obat antiinflamasi non
steroid (NSAID), obat penghambat angiotensin dan pada tekanan darah yang
akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya akan
mengaktivasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin serta merangsang
pelepasan vasopressin dan endothelin-1 (ET-1) yang merupakan mekanisme
untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral.
Pada keadaan ini mekanisme autoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dengan vasodilatasi arteriol afferent
yang dipengaruhi oleh reflek miogenik serta prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vaso konstriksi arteriol afferen yang terutama dipengaruhi oleh
angiotensin-II dan endothelin-1. Mekanisme ini bertujuan untuk
mempertahankan hemeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat
(tekanan arteri rata-rata <70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu
yang lama, maka mekanisme autoregulasi tersebut akan terganggu, di mana
arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan
peningkatan reabsobsi Na+ dan air. Keadaan ini disebut pre-renal atau GGA

13
fungsional, di manabelum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Autoregulasi
ginjal biasa dipengaruhi beberapa obat seperti ACE/ARB, NSAID, terutama
pada pasien-pasien berusia di atas di atas 60 tahun dengan kadar serum
kreatinin mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Faktor risiko terjadi GGA pre-renal:
 kondisi hiponatremi
 hipotesis
 penggunaan diuretic
 sirosis hati
 gagal jantung

b) GGA renal
GGA renal dapat disebabkan oleh kelainan vaskuler seperti vaskulitis,
hipertensi maligna, glomerulus nefritis akut. Nekrosis tubuler akut (NTA)
dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti penyakit tropic, gigitan ular,
trauma (crushing injury/bencana alam, peperangan), toksin lingkungan dan
zat-zat nefrotoksik. Di Rumah Sakit (35 – 50%) NTA terutama disebabkan
oleh sepsis. Selain itu pasca operasi dapat terjadi NTA pada 20 – 25% hal ini
disebabkan adanya penyakit-penyakit seperti hipertensi, penyakti jantung,
penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, ikterus dan usia lanjut, jenis
operasi yang berat seperti transplantasi hati dan transplantasi jantung.

c) GGA post-renal
GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal
dapat disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstra-renal.
Obstruksi intra-renal terjadi karena:
 deposit kristal (urat, oxalate, sulfonamid)
 deposit protein (mioglobin, haemoglobin)
Obstruksi ekstra-renal dapat terjadi pada:
 pelvic ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papilla) dan
obstruksi ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis)
 kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi / keganaasan prostat)
 uretra (striktura)

14
GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan
ureter bilateral atau obstruksi di mana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase
awal dari obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal di mana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase kedua setelah 1,5 – 2 jam terjadi penurunan aliran
darah ginjal di bawah normal akibat pengaruh tromboxan-A2 (Tx-A2) dan A-
II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi meningkat setelah 5 jam mulai
meningkat. Fase ketiga atau fase kronik, ditandai oleh aliran darah ginjal yang
makin menurun atau penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam
beberapa minggu.

Aliran darah ginjal ke normal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan
setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi
pengeluaran mediator inflamasi dan factor-faktor pertumbuhan yang akan
menyebabkan febriosis interstitial ginjal.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan Kussmaul karena terjadi asidosis
metabolik. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA
ditemukan  lebih menonjol yaitu gejala kelebihan (overload) cairan berupa sesak
napas akibat gagal jantung kongestif dan edema paru, aritmia jantung akibat
hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau tanpa
melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. GGA
dapat bersifat non-oligouria yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak dilakukan
pemeriksaan ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai misalnya pada
pasien yang mendapat obat nefrotoksik.4

Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan. Gagal ginjal
akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400 ml/24 jam.9
 Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
 Stadium oliguria

15
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan
oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan
magnesium).Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan
produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-
48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia.Pada bayi, anak-anak
berlangsung selama 3–5 hari.Terdapat gejala-gejala uremia (pusing, muntah,
apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi,
hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
 Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output
mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal.
Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini,
jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
1) Stadium GGA dimulai bila keluaran urine kurang lebih dari 400 ml/hari
2) Berlangsung 2-3 minggu
3) Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
4) Tingginya kadar urea darah
5) Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
6) Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
 Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai
laboratorium akan kembali normal. Gejala klinis yang terjadi pada penderita
GGA, yaitu:
1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
2) Nokturia (buang air kecil di malam hari).
3) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang 
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
4) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.

16
5) Tremor tangan.
6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10)  Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju
endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi
renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus.
11) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan 
lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung
kongestif, edema paru, perdarahan   gastrointestinal berupa hematemesis,
kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

Tata Laksana
1) Medikamentosa
 Asupan cairan dan pemberian diuretik
Bila terdapat dehidrasi, haruslah dikoreksi dengan pemberian infus
yang adekuat. Harus dihindari infus larutan hipotonik. Bila terjadi
overload, pemberian cairan haruslah dibatasi sambil diberikan
diuretika. Pemberian diuretik furosemid mencegah reabsorpsi Na+
sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga di
harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder sehingga
menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa
oliguri. Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis
konvensional 40 mg intravena, kemudian apabila tidak ada respons
kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap jam, selanjutnya
infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons
dapat di berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara
intravena selama 30 menit dengan dosis yang sama atau bersama
dengan HCT.10

17
 Obat antihipertensi
Pemberian obat penghambat kanal kalsium atau Beta Blocker
dimungkinkan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dimungkinkan
untuk mengobati hipertensi dengan pemberian secara tunggal atau
kombinasi. Komplikasi terjadi hiperkalemi pada pemberian ACEI atau
Beta Blocker atau penurunan fungsi ginjal pada pemberian ACE-
Inhibitor harus menjadi perhatian, Bila terjadi hiperkalemi atau
penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%, pemberian obat ini harus
dihentikan. Pemberian ARB dapat memperlambat progresifitas dari
nefropati.5

 Dialisis (peritoneal/hemo)
Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolic dari GGA. Terapi
dialisis sebaiknya dimulai sebelum timbulnya komplikasi dan
dilakukan pada indikasi tertentu seperti pada hiperkalemia berat,
asidosis, hiperkalemia/ asidosis yang disertai hipernatremia, fluid
overload yang berat dan adanya gejala uremia. Di Inggris, Amerika
Serikat, dan banyak negara-negara lain, dialisis peritoneal lebih banyak
dilakukan pada anak-anak. Hemodialisis adalah suatu teknik untuk
memindahkan atau membersihkan solut dengan berat molekul kecil
dari darah secara difusi melalui membran semipermeabel. Hemodialisis
membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan
fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang tidak
dominan. Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi
sebagai membran semi-permeabel untuk melakukan pertukaran dengan
solute antara darah dan cairan dialisat. Untuk memasukkan cairan
dialisat kedalam rongga peritoneum perlu dipasang kateter peritoneal
dari Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu:5
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis
dilakukan malam hari dengan mesin dialisis peritoneal,
sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis.

18
2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis
berlangsung 24 jam sehari dengan rata-rata pertukuran cairan
dialisat setiap 6 jam sekali.

2) Non-Medikamentosa
 Mengurangi asupan garam;
 Menurunkan berat badan yang berlebih;
 Menurunkan konsumsi alkohol;
 Latihan fisik;
 Berhenti merokok, jika merokok;
 Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran.

Komplikasi11
 Asidosis metabolik
Akibat katabolisme dan ketidakmampuan ginjal menseksresi ion hidrogen
 Hiperkalemia
Sering ditemukan akibat kegagalan ekskresi dan peningkatan aktivitas
katabolisme dalam tubuh. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan irama
jantung.
 Hiperfosfatemia
Terjadi disebabkan oleh penurunan kadar kalsium dalam darah.
 Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif terjadi setelah jantung mengalami kegagalan untuk
memompa cairan yang masuk ke jantung (preload).
 Edema paru
Keadaan ini terjadi akibat ginjal tidak dapat mensekresi urin, garam dalam
jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk dapat membolehkan cairan
dalam paru didistribusi ke vaskular sistemik.

Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama

19
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang
menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan,
diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.

Kesimpulan
Gangguan ginjal akut merupakan suatu gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
terjadinya perubahan secara mendadak berkaitan dengan fungsi ginjal dimana salah
satu diantaranya adalah fungsi bersihan ginjal yang pada akhirnya menyebabkan
gangguan ginjal akut memiliki manifestasi sebagai azotemia atau terjadinya
peningkatan kadar sisa metabolisme nitogen berupa ureum dan kreatinin dalam
serum. Diagnosis GGA ditegakkan berdasarkan klasifikasi RIFLE/AKIN. Maka
berdasarkan keluhan utama, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita gagal ginjal akut.

Daftar Pustaka
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
6, Volume 2. Jakarta: EGC; 2012.h. 865,1320.
2. Delp & manning, Major Diagnosis Fisik, Dalam: Adji Dharma editor,
Pemeriksaan Fisik Gangguan Ginjal Akut. Edisi 9 Cetakan VI, 2002 Penerbit
Buku Kedokteran (EGC), Jakarta; h440.
3. Sjahriar Rasad, Radiologi Diagnostik, Dalam: Iwan Ekayuda editor, Pencitraan
Traktus Urinarius. Edisi ke-2 Cetakan 3 2008, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta; h283-89.
4. Gray KJP, Welsh W, editor. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2009.h.172,423-7,472-4.
5. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dalam (PAPDI):
Ketut Suwitra, Gangguan Ginjal Akut Edisi 5 Jilid 2 Cetakan I November
2009, Jakarta: Interna Publishing; h1035-49.
6. Ganong WF, McPhee SJ. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran
klinis. 5th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.517-520
7. O’Callaghan C. The renal system at a glance. Oxford: Wiley-Blackwell;
2009.p.18-9,88-91.

20
8. Wongso S, Nasution AH, Adnan HM, Isbagio H, Tambunan S, Albar Z, et all.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta; FKUI: 2000.h.124-7.
9. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.h.344-7.
10. Nafrialdi Buku Farmakologi dan Terapi, Penatalaksanaan Medikamentosa
Gangguan Ginjal Akut. Edisi 5, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2007. H389-409.
11. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, et all.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI;2008.h.52-4.

21

Anda mungkin juga menyukai