Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak manusia dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih berpikir dengan jelas,
tajam, dan terang rumusannya, hal itu juga supaya lebih tangkas dan kreatif. Dengan demikian kita
sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar berpikir tertib, jelas, serta tajam. Hal yang sangat penting
juga adalah belajar membuat deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah
dengan silogisme. Hal ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat konsekuensi dari
sesuatu pendirian atau pernyataan yang apabila di telaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau
pernyataan itu tadi self – destructive.

Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak
dapat menilai kegunaannya yang besar dari suatu yang berasal dari masa lampau, ada juga sebagian
orang yang mengatakan atau menganggap percuma mempelajari seluk beluk silogisme .

Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses
penulisan atau pemikiran hanya sedikit orang saja yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk
silogisme. Akan tetapi, proses pemikiran kita menurut kenyataanya mengikuti pola silogisme jauh lebih
sering dari pada yang kita duga. Misalnya ucapan “ Saya tidak senang kepada pegawai itu karena ia biasa
datang terlambat ke kantor “ Proses pemikiran tersebut haya bisa di uji dan di kaji apabila kita beberkan
dalam bentuk silogisme karena bentuk silogismelah yang disetiap langkahnya dari proses tersebut
menjadi terbuka.

1.2. Rumusan Masalah

A. Apa pengertian silogisme?

B. Apa sajakah susunan silogisme?

C. Apa prinsip-prinsip pokok silogisme?

D. Apa sajakah bentuk-bentuk silogisme?

1.3. Tujuan Masalah


A. Untuk mengetahui tentang silogisme.

B. Untuk mengetahui susunan silogisme.

C. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pokok silogisme.

D. Untuk mengetahui bentuk-bentuk silogisme.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Silogisme

Silogisme adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan/konklusi secara deduktif. Deduktif


merupakan salah satu teknik untuk mengambil simpulan sedangkan silogisme disusun dari dua proposisi
(pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).dari dua pernyataan tersebut yang kemudian
dihubungkan dengan pernyataan ketiga yang kemudian dapat ditarik kesimpulannya, dengan
menggabungkan kedua premis tersebut1.

Yang perlu diketahui bahwa silogisme hanya mempersoalkan kebenaran formal(kebenaran


bentuk)tanpa mempersoalkan kebenaran material(kebenaran isi),karena konklusi itu sudah didasari oleh
kondisi kebenaran dan premis yang selalu diambil adalah premis yang permasalahannya benar(jelas).2

Jadi silogisme itu adalah bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian karena silogisme
menyimpulkan sebuah pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Akan tetapi dari dua permasalahan tersebut
harus mempunyai persamaan. Aristoteles membatasi silogisme sebagai: Argumen yang konklusinya
diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan3.

1C:\Users\Downloads\Bahasa Indonesia 2 Silogisme & Entimem.htm, 22.04


2Burhanuddin Salam, Logika Formal, Filsafat Berpikir, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm 77

3Tentang silogisme lihat Robert L. Shurter & John r. pierce, Critical Thinking, New York, McGraw Hill,
1966, hlm 103

2.2. Susunan Silogisme4

Terdapat tiga unsur dalam melakukan penyusunan silogisme, unsur itu adalah:

Term mayor dilambangkan dengan S.

Term minor dilambangkan dengan P.

Term penengah dilambangkan dengan M.

Yang mana premis mayor disajikan terlebih dahulu daripada premis minor.

2.3. Prinsip-Prinsip Pokok Silogisme

Prinsip-Prinsip pokok silogisme ini dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Berdasarkan komprehensi.

A. 5Apabila dua buah term yang keduanya saling berhubungan dengan term yang lain, maka kedua
term itu saling berhubungan pula.

Contoh:

Baju adalah pakaian yang sangat berguna;

Baju adalah pakaian yang paling murah;

Pakaian yang sangat berguna adalah pakaian yang paling murah.

B. Apabila dua buah term, satu diantaranya mempunyai hubungan dengan term yang kedua dan term
yang lainnya tidak, maka kedua term itu tidak mempunyai hubungan satu sam lain.

Contoh:

Tidak seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini;

Ali adalah manusia;

Jadi Ali tidaklah sempurna di dunia ini.

4Burhanuddin Salam, Logika Formal, filsafat Berpikir,(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm.78

5Burhanuddin Salam, Logika Formal, filsafat Berpikir, hlm.80


2. Berdasarkan ekstensi6

Segala sesuatu yang secara umum ditandaskan mengenai suatu pokok kaliamat, harus pula ditandaskan
mengenai segala sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu. Apabila secara umum ditandaskan, bahwa
budi bahsa adalah disukai, maka dengan itu ditandaskan pula, bahwa setiap budi bahasa adalah disukai.

Segala sesuatu yang dipungkiri tentang suatu pokok kalimat, harus pula dipungkiri tentang segala
sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu.

2.4. Bentuk-Bentuk Silogisme.

1. Silogisme Kategorik(silogisme tanpa syarat)

Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorial. Dikatakan begitu karena
dalam silogisme kategorik terdapat premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis
minor ( premis yang termnya menjadi subjek). kemudian kedua premis tersebut dihubungkan dengan
term penengah (middle term)7.dari premis pertama atau dapat juga dikatakan premis umum, itu harus
merupakan proposisi universal. sedangkan premis kedua / premis khusus tidak harus berproposisi
universal tetapi bisa menggunakan proposisi partikular atau singular, tetapi dengan syarat ia harus
diletakkan dibawah aturan premis umum, dan dikedua premis itu harus saling berhubungan dan harus
diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar dapat diambil konklusinya yang valid8.

Contoh: Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor).

Akasia adalah tumbuhan (premis minor).

Akasia membutuhkan air (Konklusi).

6A. Vloemans, Regis Jolivet, A.B. Hutabarat, Logika, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm 86

7C:\Users\Downloads\BLOG AGUS SILOGISME DAN PENALARAN.htm

8Robert L. Shurter, John R. Pierce.1966. Critical Thinking. New York: McGraw Hill.

Hukum-Hukum Silogisme Kategorik:

a. Jumlah term tidak boleh lebih dari tiga (S, M, dan P).

b. Susunan term: M tidak boleh masuk dalam kesimpulan.


c. Luas term mayor (P) dan luas term minor (S): dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas dari pada dalam
premis-premis.

d. Luas term antara (M): sekurang-kurangnya harus universal.

e. Jika kedua premis affirmatif, maka kesimpulan affirmatif pula.

f. Jika kedua premis negatif, maka tidak ada kesimpulan.

g. Jika kedua premis partikular, maka tidak ada kesimpulan.

h. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah9.

2. Silogisme Hipotetik

Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan
premis minornya adalah proposisi kategorik10. Ada 3 macam tipe silogisme hipotetik:

1a. Silogisme kondisional11

Adalah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional adalah
keputusan yang mengandung syarat, yaitu terdiri dari dua bagian, dimana yang satu dinyatakan benar,
jika syarat yang dinyatakan dalam bagian lain dipenuhi.

Contoh: Jika jatuh huja air, maka jalan-jalan menjadi basah.

9Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, (Surakarta: UNS Press, 2005), hlm 60

10Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982)

11Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, hlm 66

Bagian keputusan kondisional yang mengandung syarat disebut antecedens (jika jatuh hujan air), bagian
yang mengandung apa yang disyaratkan disebut konsekuans (maka jalan-jalan menjadi basah).
Hubungan antara antecedens dan konsekuens disebut inti putusan kondisional (yang menyatakan benar
atau salahnya putusan itu).

Hukum-hukum silogisme kondisional:

a. Jika antecendens benar (dan hubungannya syah), maka kesimpulan akan benar pula.
b. Jika kesimpulan salah (dan hubungannya syah), maka antecendens salah pula12.

2b. Silogisme disjunktif13

Adalah yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjunktif. Keputusan disjunktif adalah yang di
dalamnya terkandung suatu pilihan antara dua kemungkinan atau lebih. Premis minor mengiyakan atau
memungkiri salah satu kemungkinan-kemungkinan yang disebut dalam mayor. Sedang kesimpulannya
mengandung kemungkinan yang lain. Disjunktif dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Dalam arti sempit(arti sebenarnya)

Adalah disjunktif yang hanya mengadung dua kemungkinan;artinya tidak dapat bersama-sama benar
dan tidak ada kemungkinan ketiga.

Contoh:

Kau masuk atau tidak masuk

Nah, ternyata kau masuk

Jadi tidak tinggal di luar (tidak masuk).

12Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, hlm 66

13Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, hlm 68

b. Dalam arti luas

Adalah disjunktif yang mengemukakan pilihan antara dua kemungkinan, tetapi kemungkinan-
kemungkinan yang disebut itu dapat juga bersama-sama benar atau ada kemungkinan ketiga.

Contoh:

Kesebelasan pss kalah atau menang?

Nah, tidak kalah

Jadi menang(belum tentu)-sebab ada kemungkinan yang lain, yaitu sama kuat/seri.
3c. Dilemma (dua-duanya mengenai)14

Adalah semacam pembuktian, di mana dari dua keputusan disjunktif atau lebih, ditarik kesimpulan
yang sama(dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak
dikehendaki)

Contoh:

Hai Hani, kau tetap tinggal dirumahmu, atau tidak. Jika ada di tempatmu, kau sudah melalaikan
kewajibanmu, sebab musuh dapat masuk. Jika kau tidak ada di tempatmu, berarti kau licik(melarikan
diri). Walaupun bagaimana, kau harus dihukum.

Dilemma dalam percakapan sehari-hari berarti setiap situasi dimana kita harus memilih antara dua
kemungkinan, yang kedua-duanya mempunyai konsekuensi yang tidak enak.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik15.

Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka
hukum silogisme hipotetik adalah:

14Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, hlm 69

15Mundiri, Logika, hlm 112

Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.

Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)

Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)

Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

3. Silogisme Alternatif16

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya
akan menolak alternatif yang lain.

Contoh:

Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.


Nenek Sumi berada di Bandung.

Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

4. Entimem17

Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah
satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, Proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan
dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam inilah yang dinamakan entimem (dari kata
enthymeme>enthymema, Yunani. Lebih jauh kata itu berasal dari kata enthymeisthai yang berarti
simpan dalam ingatan). Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah yang dipergunakan.

Contoh:

Premis Mayor: Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain
kawakan.

Premis Minor: Rudy terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup

Konklusi: Sebab itu Rudy adalah pemain (bulu tangkis) kawakan.

16C:\Users\Downloads\BLOG AGUS SILOGISME DAN PENALARAN.htm

17Keraf, Gorys, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982)

Bila semua gaya tulisannya sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya
terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu berbunyi:”Rudy adalah
seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup”.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Persoalan dalam sebuah argumentasi adalah bagaimana mengemukakan dan menganalisa kebenaran
atau menunjukkan kekeliruan penalaran orang lain. Bagaimana ia harus memperlihatkan hubungan
antara proposisi” yang terdapat dibalik tulisannya itu. Tetapi ia juga harus merumuskan penalarannya itu
dalam bahasa yang baik. Oleh sebab itu, bentuk penalaran seperti bermacam-macam silogisme yang
dikemukakan diatas harus dikuasai untuk mampu menguji kebenaran dan kesahihan kesimpulan yang
diturunkannya. Sesudah itu berkewajiban juga untuk menyampaikan kebenaran itu dalam bentuk bahasa
yang baik18.

3.2. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini kami buat, kami yakin masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini
karena memang keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna dan hanya Dialah yang maha
sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan demi perbaikan makalah ini
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin.

18Partap Sing Mehra, Pengantar Logika Tradisional, (Bandung: Binacipta, 1988)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Soedmo. 2005.Logika, Filsafat berpikir.Surakarta: UNS Press.

Surajiyo, Astanto, Sugeng ,Andiani, Sri. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta:Bumi Aksara.

Partap Sing Mehra. 1988. Pengantar Logika Tradisional. Bandung: Binacipta.

Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Poedjawijatna. 1992. Logika, Filsafat Berpikir. Jakarta: Rineka Cipta.

Burhanuddin Salam. 1988. Logika Formal, filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Aksara.

A. Vloemans, Regis Jolivet, A.B. Hutabarat.1999. Logika. Jakarta: Erlangga.

Robert L. Shurter, John R. Pierce.1966. Critical Thinking. New York: McGraw Hill.
Mundiri. 1994. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

C:\Users\Downloads\Bahasa Indonesia 2 Silogisme & Entimem. htm 03/03/2014 13:29

C:\Users\Downloads\Blog Agus Silogisme dan Penalaran. htm 03/03/2014 13:27

Anda mungkin juga menyukai