Silogisme
Silogisme
PENDAHULUAN
Sejak manusia dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih berpikir dengan jelas,
tajam, dan terang rumusannya, hal itu juga supaya lebih tangkas dan kreatif. Dengan demikian kita
sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar berpikir tertib, jelas, serta tajam. Hal yang sangat penting
juga adalah belajar membuat deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah
dengan silogisme. Hal ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat konsekuensi dari
sesuatu pendirian atau pernyataan yang apabila di telaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau
pernyataan itu tadi self – destructive.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak
dapat menilai kegunaannya yang besar dari suatu yang berasal dari masa lampau, ada juga sebagian
orang yang mengatakan atau menganggap percuma mempelajari seluk beluk silogisme .
Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses
penulisan atau pemikiran hanya sedikit orang saja yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk
silogisme. Akan tetapi, proses pemikiran kita menurut kenyataanya mengikuti pola silogisme jauh lebih
sering dari pada yang kita duga. Misalnya ucapan “ Saya tidak senang kepada pegawai itu karena ia biasa
datang terlambat ke kantor “ Proses pemikiran tersebut haya bisa di uji dan di kaji apabila kita beberkan
dalam bentuk silogisme karena bentuk silogismelah yang disetiap langkahnya dari proses tersebut
menjadi terbuka.
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi silogisme itu adalah bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian karena silogisme
menyimpulkan sebuah pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Akan tetapi dari dua permasalahan tersebut
harus mempunyai persamaan. Aristoteles membatasi silogisme sebagai: Argumen yang konklusinya
diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan3.
3Tentang silogisme lihat Robert L. Shurter & John r. pierce, Critical Thinking, New York, McGraw Hill,
1966, hlm 103
Terdapat tiga unsur dalam melakukan penyusunan silogisme, unsur itu adalah:
Yang mana premis mayor disajikan terlebih dahulu daripada premis minor.
1. Berdasarkan komprehensi.
A. 5Apabila dua buah term yang keduanya saling berhubungan dengan term yang lain, maka kedua
term itu saling berhubungan pula.
Contoh:
B. Apabila dua buah term, satu diantaranya mempunyai hubungan dengan term yang kedua dan term
yang lainnya tidak, maka kedua term itu tidak mempunyai hubungan satu sam lain.
Contoh:
4Burhanuddin Salam, Logika Formal, filsafat Berpikir,(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm.78
Segala sesuatu yang secara umum ditandaskan mengenai suatu pokok kaliamat, harus pula ditandaskan
mengenai segala sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu. Apabila secara umum ditandaskan, bahwa
budi bahsa adalah disukai, maka dengan itu ditandaskan pula, bahwa setiap budi bahasa adalah disukai.
Segala sesuatu yang dipungkiri tentang suatu pokok kalimat, harus pula dipungkiri tentang segala
sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu.
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorial. Dikatakan begitu karena
dalam silogisme kategorik terdapat premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis
minor ( premis yang termnya menjadi subjek). kemudian kedua premis tersebut dihubungkan dengan
term penengah (middle term)7.dari premis pertama atau dapat juga dikatakan premis umum, itu harus
merupakan proposisi universal. sedangkan premis kedua / premis khusus tidak harus berproposisi
universal tetapi bisa menggunakan proposisi partikular atau singular, tetapi dengan syarat ia harus
diletakkan dibawah aturan premis umum, dan dikedua premis itu harus saling berhubungan dan harus
diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar dapat diambil konklusinya yang valid8.
6A. Vloemans, Regis Jolivet, A.B. Hutabarat, Logika, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm 86
8Robert L. Shurter, John R. Pierce.1966. Critical Thinking. New York: McGraw Hill.
a. Jumlah term tidak boleh lebih dari tiga (S, M, dan P).
2. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan
premis minornya adalah proposisi kategorik10. Ada 3 macam tipe silogisme hipotetik:
Adalah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional adalah
keputusan yang mengandung syarat, yaitu terdiri dari dua bagian, dimana yang satu dinyatakan benar,
jika syarat yang dinyatakan dalam bagian lain dipenuhi.
9Soedomo Hadi, Logika, Filsafat berpikir, (Surakarta: UNS Press, 2005), hlm 60
10Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982)
Bagian keputusan kondisional yang mengandung syarat disebut antecedens (jika jatuh hujan air), bagian
yang mengandung apa yang disyaratkan disebut konsekuans (maka jalan-jalan menjadi basah).
Hubungan antara antecedens dan konsekuens disebut inti putusan kondisional (yang menyatakan benar
atau salahnya putusan itu).
a. Jika antecendens benar (dan hubungannya syah), maka kesimpulan akan benar pula.
b. Jika kesimpulan salah (dan hubungannya syah), maka antecendens salah pula12.
Adalah yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjunktif. Keputusan disjunktif adalah yang di
dalamnya terkandung suatu pilihan antara dua kemungkinan atau lebih. Premis minor mengiyakan atau
memungkiri salah satu kemungkinan-kemungkinan yang disebut dalam mayor. Sedang kesimpulannya
mengandung kemungkinan yang lain. Disjunktif dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
Adalah disjunktif yang hanya mengadung dua kemungkinan;artinya tidak dapat bersama-sama benar
dan tidak ada kemungkinan ketiga.
Contoh:
Adalah disjunktif yang mengemukakan pilihan antara dua kemungkinan, tetapi kemungkinan-
kemungkinan yang disebut itu dapat juga bersama-sama benar atau ada kemungkinan ketiga.
Contoh:
Jadi menang(belum tentu)-sebab ada kemungkinan yang lain, yaitu sama kuat/seri.
3c. Dilemma (dua-duanya mengenai)14
Adalah semacam pembuktian, di mana dari dua keputusan disjunktif atau lebih, ditarik kesimpulan
yang sama(dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak
dikehendaki)
Contoh:
Hai Hani, kau tetap tinggal dirumahmu, atau tidak. Jika ada di tempatmu, kau sudah melalaikan
kewajibanmu, sebab musuh dapat masuk. Jika kau tidak ada di tempatmu, berarti kau licik(melarikan
diri). Walaupun bagaimana, kau harus dihukum.
Dilemma dalam percakapan sehari-hari berarti setiap situasi dimana kita harus memilih antara dua
kemungkinan, yang kedua-duanya mempunyai konsekuensi yang tidak enak.
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka
hukum silogisme hipotetik adalah:
3. Silogisme Alternatif16
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya
akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
4. Entimem17
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah
satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, Proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan
dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam inilah yang dinamakan entimem (dari kata
enthymeme>enthymema, Yunani. Lebih jauh kata itu berasal dari kata enthymeisthai yang berarti
simpan dalam ingatan). Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah yang dipergunakan.
Contoh:
Premis Mayor: Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain
kawakan.
17Keraf, Gorys, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982)
Bila semua gaya tulisannya sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya
terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu berbunyi:”Rudy adalah
seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup”.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Persoalan dalam sebuah argumentasi adalah bagaimana mengemukakan dan menganalisa kebenaran
atau menunjukkan kekeliruan penalaran orang lain. Bagaimana ia harus memperlihatkan hubungan
antara proposisi” yang terdapat dibalik tulisannya itu. Tetapi ia juga harus merumuskan penalarannya itu
dalam bahasa yang baik. Oleh sebab itu, bentuk penalaran seperti bermacam-macam silogisme yang
dikemukakan diatas harus dikuasai untuk mampu menguji kebenaran dan kesahihan kesimpulan yang
diturunkannya. Sesudah itu berkewajiban juga untuk menyampaikan kebenaran itu dalam bentuk bahasa
yang baik18.
Demikian makalah ini kami buat, kami yakin masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini
karena memang keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna dan hanya Dialah yang maha
sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan demi perbaikan makalah ini
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo, Astanto, Sugeng ,Andiani, Sri. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta:Bumi Aksara.
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Burhanuddin Salam. 1988. Logika Formal, filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Aksara.
Robert L. Shurter, John R. Pierce.1966. Critical Thinking. New York: McGraw Hill.
Mundiri. 1994. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.