Fastabiqul Khairat
Fastabiqul Khairat
Di dalam Al-Qur’an, kalimat fastabiqul khairat kita dapati dalam ayat berikut
ini:
Makna kalimat fastabiqul khairat dalam ayat ini adalah bersegera mentaati,
menerima, dan mengikuti perintah/syariat Allah Ta’ala.[1] Konteksnya
adalah perintah Allah Ta’ala untuk mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis ke
Masjidil Haram. Kalimat ini menanamkan sebuah prinsip keimanan di dalam
dada kaum muslimin; yaitu bersegera, berlomba, serta menjadi yang
terdepan dalam melaksanakan ketaatan dan meraih ridho Allah Ta’ala.
ْ ََما ْالفَ ْق َر أَ ْخ َشى َعلَ ْي ُك ْم َولَ ِكنِّي أَ ْخ َشى َعلَ ْي ُك ْم أَ ْن تُ ْب َسطَ ال ُّد ْنيَا َعلَ ْي ُك ْم َك َما ب ُِسط
ت َعلَى َم ْن
ان قَ ْبلَ ُك ْم فَتَنَافَس ُْوهَا َك َما تَنَافَس ُْوهَا فَتُ ْهلِ َك ُك ْم َك َما أَ ْهلَ َك ْتهُ ْم
َ َك
“Bukanlah kefakiran (kemiskinan) yang aku takutkan atas kalian, akan tetapi
yang aku takutkan atas kalian adalah akan dibentangkannya dunia atas
kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian,
lalu kalian berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba
maka hal itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan
mereka.” (HR. Muslim No. 2961)
ُ ك ِم َن ال ُّد ْنيَا ۖ َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َس َن هَّللا َ َصيب َ ار اآْل ِخ َرةَ ۖ َواَل تَ ْن
ِ َس ن َ اك هَّللا ُ ال َّد
َ ََوا ْبتَ ِغ فِي َما آت
َ ض ۖ إِ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِد
ين ِ ْْك ۖ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي اأْل َر َ إِلَي
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashshash, 28: 77)
Ayat ini mengarahkan agar orang yang dianugerahi oleh Allah Ta’ala
kekayaan yang berlimpah-limpah, perbendaharaan harta yang bertumpuk-
tumpuk serta nikmat yang banyak, hendaklah ia memanfaatkannya di jalan
Allah, patuh dan taat pada perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya
untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya di dunia dan di akhirat.
Ayat ini juga mengarahkan manusia agar tidak meninggalkan sama sekali
kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman dan pakaian serta
kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan
ajaran yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala, dan dalam kerangka ibadah
kepada-Nya.
ُ َو َر ُج ٌل آتَاهُ هللا،ِّ فَ َسلَّطَهُ َعلَى هَلَ َكتِ ِه فِي ْال َحق،ً َر ُج ٌل آتَاهُ هللاُ َماال:الَ َح َس َد إِالَّ فِي ْاثنَتَي ِْن
ِ فَه َُو يَ ْق،ًِح ْك َمة
ضي بِهَا َويُ َعلِّ ُمهَا
“Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: seseorang yang Allah berikan
harta kepadanya lalu dia belanjakan sampai habisnya di jalan kebenaran dan
seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) kepadanya lalu dia menentukan
(berhukum) dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Muslim No. 816 dari Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
ب النَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَالُ ْوا ِ أَ َّن نَاسًا ِم ْن أَصْ َحا:َع ْن أَبِي َذرٍّ رضي هللا عنه
َويَص ُْو ُم ْو َن َك َما،صلِّي َ ُُصلُّ ْو َن َك َما نَ ي,ب أَ ْه ُل ال ُّدثُ ْو ِر بِاألُج ُْو ِر َ َ َذه،هللاِ يَا َرس ُْو َل: لِلنَّبِ ِّي
ص َّدقُ ْو َن؟ إِ َّن
َّ َْس قَ ْد َج َع َل هللاُ لَ ُك ْم َما ت َ ((أَ َولَي: قَا َل.ص َّدقُ ْو َن بِفُض ُْو ِل أَ ْم َوالِ ِه ْمَ َ َويَت،نَص ُْو ُم
،ًص َدقَة
َ َو ُك ِّل تَ ْهلِ ْيلَ ٍة،ًص َدقَة َ َو ُكلِّ تَحْ ِم ْي َد ٍة،ًص َدقَةَ َو ُكلِّ تَ ْكبِ ْي َر ٍة،ًص َدقَة َ بِ ُكلِّ تَ ْسبِ ْي َح ٍة
يَا:ص َدقَةٌ)) قَالُ ْوا َ َوفِي بُضْ ِع أَ َح ِد ُك ْم،ٌص َدقَة َ َونَ ْه ٌي َع ْن ُم ْن َك ٍر،ٌص َدقَة َ ف ٍ َوأَ ْم ٌر بِ َم ْعر ُْو
ض َعهَا فِي َ ((أَ َرأَ ْيتُ ْم لَ ْو َو:ال َ َ َويَ ُك ْو ُن لَهُ فِ ْيهَا أَجْ رٌ؟! ق،ُ أَيَأْتِي أَ َح ُدنَا َشه َْوتَه،َِرس ُْو َل هللا
))ٌان لَهُ أَجْ ر َ ل َكnِ َض َعهَا فِي ْال َحال َ ك لَ ْو َو َ ِان َعلَ ْي ِه فِ ْيهَا ِو ْزرٌ؟ فَ َك َذلَ أَ َك،َح َر ٍام
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya sekelompok orang dari
sahabat berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang-orang
kaya pergi mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka puasa sebagaimana kami puasa. Namun mereka bersedekah
dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kalian apa bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya
satu tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah,
nahi munkar adalah sedekah, dan pada hubungan (dengan istri) kalian
adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah seseorang
mendatangi istrinya karena syahwatnya, apakah ia mendapatkan pahala?”
Beliau bersabda, “Apa menurut kalian kalau dia meletakkannya pada yang
haram. Bukankah baginya dosa? Demikian pula jika diletakkan pada yang
halal, padanya ada pahala.” (HR. Bukhari Muslim).
Pertama, karena asset waktu yang kita miliki hanyalah waktu saat ini! Apa
yang terjadi nanti dan esok hari kita tidak tahu. Kemarin bukan lagi milik
kita, ia telah berlalu dan tidak akan kembali lagi. Maka segeralah beramal,
fastabiqul khairat!
ِ ص فِ ْي ِه أَ َج
لى َولَ ْم يَ ِز ْد فِ ْي ِه َع َملِ ْي ْ َلى يَ ْو ٍم َغ َرب
َ َت َش ْم ُسهُ نَق َ ت َعلَى َش ْي ٍء نَ َد ِمى َع
ُ َما نَ ِد ْم
“Aku tidak pernah menyesali sesuatu. Penyesalanku hanyalah ada pada satu
hari dimana mataharinya terbenam, berkurang pada hari itu umurku, akan
tetapi tidak bertambah padanya amalku.”
Kedua, amal kita tidak bisa dikerjakan orang lain. Masing-masing orang
akan datang kepada Allah Ta’ala dengan amal perbuatan yang
dikerjakannya sendiri di dunia. Keshalihan orang tua tidak bisa diandalkan
anaknya. Seorang suami tidak akan selamat dari murka Allah karena amal
perbuatan istrinya.
Maka di akhirat nanti, setiap kita akan sibuk dengan urusan amal masing-
masing. Allah Ta’ala berfirman,
َ ) َو٣٥( ) َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه٣٤( يَ ْو َم يَفِرُّ ْال َمرْ ُء ِم ْن أَ ِخي ِه
ٍ ) لِ ُكلِّ ا ْم ِر٣٦( صا ِحبَتِ ِه َوبَنِي ِه
ئ
)٣٧( ِم ْنهُ ْم يَ ْو َمئِ ٍذ َشأْ ٌن يُ ْغنِي ِه
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,dari ibu dan bapaknya, dari
istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai
urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa, 80: 34 – 37)
Ketiga, kemuliaan dan keridhoan dari Allah Ta’ala ada pada ketaatan;
derajat seseorang di sisi Allah Ta’ala adalah disebabkan oleh
kesungguhannya dalam merespon seruan kebajikan dan mengamalkannya.
Keempat, setiap waktu ada aktivitasnya sendiri. Oleh karena itu ketika
datang masa untuk mengerjakan suatu amalan, maka segeralah
mengerjakannya sebelum tiba masa untuk mengerjakan amalan yang lain.
ُس َع ْن ُع ُم ِر ِه فِي َم أَ ْفنَاه ٍ الَ تَ ُزو ُل قَ َد ُم اب ِْن آ َد َم يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ِع ْن ِد َربِّ ِه َحتَّى يُسْأ َ َل َع ْن َخ ْم
َو َع ْن َشبَابِ ِه فِي َم أَ ْبالَهُ َو َمالِ ِه ِم ْن أَي َْن ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم أَ ْنفَقَهُ َو َما َذا َع ِم َل فِي َما َعلِ َم
“Tidaklah bergeser telapak kaki bani Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-
nya hingga ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa ia gunakan,
masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan
untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang
telah ia ketahui.” (HR. At-Tirmidzi no. 2416 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh
Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 947).
Wallahu A’lam.
[1] Dalam Tafsir Jalalain fastabiqul khairat diartikan: segera menaati dan
menerimanya. Dalam Tafsir Al-Qurthuby diartikan: bersegeralah kalian pada
ketaatan. Sedangkan dalam Ibnu Katsir diartikan ta’at kepada Allah dan
mengikuti syari’at-Nya.