Anda di halaman 1dari 40

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Rumusan Masalah
BAB II Landasan Teori
BAB IV Pembahasan
A. Analisis Distribusi Butiran dan Cara Menganalisis Distribusi Butiran Pada
Laboratorium
B. Batas Atteberg dan Cara Menentukan Batas Atteberg Pada Laboratorium
C. Klasifikasi Tanah dan Cara Mengklasifikasikan Tanah Pada Laboratorium
D. Pemadatan dan Cara Melakukan Pemadatan Pada Laboratorium
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam
karena atas izin dan kehendakNya, makalah sederhana ini dapat saya rampungkan
tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Mekanika Tanah. Adapun yang saya bahas dalam makalah sederhana
ini mengenai Analisis distribusi butiran, batas atteberg, klasifikasi tanah dan
pemadatan.
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang
dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan
dengan penulisan makalah ini..
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam
makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah
ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harapan saya, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi
referensi bagi saya dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar
makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Palangkaraya, Oktober 2015

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Mekanika Tanah adalah ilmu alam perkembangan selanjutnya
akan mendasari dalam analisis dan desain perencanaan suatu pondasi.
Mekanika tanah adalah suatu cabang dari ilmu teknik yang mempelajari
perilaku tanah dan sifatnya yang diakibatkan oleh tegangan dan regangan
yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja. Sedangkan teknik pondasi
merupakan aplikasi prinsip-prinsip Mekanika Tanah dan Geologi yang
digunakan dalam perencanaan dan pembangunan pondasi seperti gedung,
jembatan, jalan, bendugan, dan lain-lain. Oleh karena itu, perkiraan dan
pendugaan terhadap kemungkinan adanya penyimpangan di lapangan dari
kondisi ideal pada Mekanika Tanah sangat penting dalam perencanaan
pondasi yang benar.
Dalam pekerjaan teknik sipil, tanah memang peranan penting baik
itu digunakan sebagai bahan kontribusi maupun tanah sebagai tempat
diletakkannya struktur bangunan. Sesuai dengan proses terjadinya, tanah
tersusun dari berbagai mineral, sifat dan prilaku yang berbeda-beda. Tanah
yang digunakan dalam pekerjaan teknik sipil tersebut mempunyai sifat fisis
dan sifat mekanis yang berbeda-beda, yang tidak dapat digunakan untuk hal
yang sama dalam suatu kontruksi, maka dari itu dilaksanakan pemeriksaan
tanah yang bertujuan untuk menyelidiki sifat-sifat fisis dan mekanis, maka
sejauh mana pemakaian tanah tersebut dalam bidang teknik sipil. Hal
tersebut terutama sebagai tempat meletakkan pondasi suatu kontruksi dan
sebagai bahan kontruksi, baik dalam hal pembuatan bangunan gedung
maupun pembuatan jalan.
Agar suatu bangunan dapat berfungsi secara sempurna, maka
seorang insinyur hrus bisa membuat perkiraan dan pendugaan yang tepat
tentang kondisi tanah di lapangan.
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat
(butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasikan (terikat secara
kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang
berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang
kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
Perbedaan Batu dan Tanah
Batu merupakan kumpulan butir - butir mineral alam yang saling
terkait erat dan kuat. Sehingga sukar untuk dilepaskan. Sedangkan tanah
merupakan kumpulan butir - butir mineral alam yang tidak melekat atau
melekat tidak erat, sehingga sangat mudah untuk dipisahkan. Sedangkan
Cadas adalah peralihan antara batu dan tanah.
Jenis - jenis Tanah
Fraksi - frkasi tanah (jenis tanah berdasarkan butir) :
1. Kerikil (gravel) > 2,00 mm
2. Pasir (sand) 2,00 - 0,06 mm
3. Lanau (silt) 0,06 - 0,002 mm
4. Lempung (clay) < 0,002 mm
Pengelompokan jenis tanah dalam praktek berdasarkan campuran
butir :
1. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang sebagian besar butir - butir
tanahnya berupa pasir dan kerikil.
2. Tanah berbutir halus adalah tanah yang sebagian besar butir - butir
tanahnya berupa lempung dan lanau.
3. Tanah organik adalah tanah yang cukup banyak mengandung bahan-
bahan organik.

Pengelompokan tanah berdasarkan sifat lekatnya :


1. Tanah Kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir
- butirnya (tanah lempung = mengandung lempung cukup banyak).
2. Tanah Non Kohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit
sekali lekatan antara butir - butirnya (hampir tidak mengandung
lempung misal pasir).
3. Tanah Organik adalah tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh
bahan - bahan organik (sifat tidak baik).

Ilmu Mekanika tanah ini digunakan untuk:


 Perencanaan pondasi
 Perencanaan perkerasan lapisan dasar jalan (pavement design)
 Perencanaan struktur di bawah tanah (terowongan, basement) dan
dinding penahan tanah)
 Perencanaan galian
 Perencanaan bendungan

B. Tujuan Penulisan
Diharapkan pembaca mengetahui apa itu ilmu Mekanika Tanah,
yang mana usnur penyusunnya banyak. Namun pada makalah ini akan
dibahas mengenai definisi serta tata cara untuk kegiatan praktikum dari
materi Analisis distribusi butiran, batas atteberg, klasifikasi tanah dan
pemadatan yang semua materi ini sangat berguna untuk masa depan
seorang engineer dibidang pertambangan.

C. Rumusan Masalah
Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:
1. Definisi Analisis Distribusi Butiran
2. Definisi Batas Atteberg
3. Definisi Klasifikasi Tanah
4. Definisi Pemadatan
5. Tata cara praktikum dari materi Analaisis distribusi butiran, batas atteberg,
klasifikasi tanah dan pemadatan
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Analisis Ukuran Butiran


Sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran
butirannya. Besarnya butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan
klasifikasi tanahnya. Oleh karena itu, analisis butiran ini merupakan
pengujian yang sangat sering dilakukan. Analisis ukuran butiran tanah
adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan, dengan
ukuran diameter lubang tertentu.
Tanah Berbutir Kasar
Distribusi ukuran butir darl tanah berbutir kasar dapat ditentukan
dengan cara menyaringnya. Tanah benda uji disaring lewat satu unit
saringan standar untuk pengujian tanah.
Tanah Berbutir Halus
Distribusi ukuran butiran dari tanah berbutir halus atau bagian
berbutir halus dari tanah berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara
sedimentasi. Metode ini didasarkan pada hukum Stokes yang berkenaan
dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan suspensi.

B. Batas-batas Atterberg
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung
dalam tanah. Istilah plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah
dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa
retak-retak atau remuk.
Tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair,
plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan kadar air transisi bervariasi
pada berbagai jenis tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar
air tertentu disebut konsistensi. Konsistensi tergantung pada gaya tarik
antara partikel mineral lempungnya. Sembarang pengurangan kadar air
menghasilkan berkurangnya tebal lapisan kation dan terjadi penambahan
gaya tarik antarpartikelnya. Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya
jaringan gaya antarpartikel akan sedemikian hingga partikelnya bebas
untuk relatif menggelincir antara satu dengan yang lainnya, dengan kohesi
antaranya tetap terpelihara. Pengurangan kadar air juga menghasilkan
pengurangan volume tanah. Sangat banyak tanah berbutir halus yang ada
di alam dalam kedudukan plastis.

C. Klasifikasi Tanah
Umumnya, penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam
masalah teknis yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan
sifat-sifat ini kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-
masalah tertentu, seperti :
(1) Penentuan penurunan bangunan, yaitu dengan menentukan
kompresibilitas tanahnya.. Dari sini selanjutnya digunakan dalam
persamaan penurunan yang didasarkan pada teori konsolidasi dari
Terzaghi.
(2) Penentuan kecepatan air yang mengalir lewat benda uji, guna
menghitung koefisien permeabilitasnya. Dari sini kemudian dihubungkan
dengan Hukum Darcy dan jaring arus untuk menentukan debit aliran yang
lewat struktur tanahnya.
(3) Untuk mengevaluasi stabilitas tanah yang miring, dengan
menentukan kuat geser tanahnya. Dari sini kemudian dimasukkan dalam
rumus statika.

D. Pemadatan
Tanah, kecuali berfungsi sebagai pendukung pondasi bangunan,
juga digunakan sebagai bahan timbunan seperti tanggul, bendungan, dan
jalan. Untuk situasi keadaan lokasi aslinya membutuhkan perbaikan guna
mendukung bangunan di atasnya, ataupun karena digunakan sebagai bahan
timbunan, maka pemadatan sering dilakukan. Maksud pemadatan tanah
antara lain :
(1) Mempertinggi kuat geser tanah.
(2) Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas).
(3) Mengurangi permeabilitas.
(4) Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan
kadar air, dan lainlainnya.
BAB III
PEMBAHASAN

2.1.Analisis Distribusi Butiran dan Cara Menganalisis Distribusi


butiran Pada Laboratorium

Pengukuran ukuran butiran tanah merupakan hal penting dalam


mengetahui sifat sifat tanah sangat tergantung pada ukuran butirnya. Disamping
itu ukuran tanah juga digunakan dalam pengklasifikasian bermagam macam tanah
tertentu ada dua cara yang umum digunakan untuk mendapatkan distribusi ukuran
butir tanah yaitu:

1. Analisis Ayakan

Analisa Saringan atau analisa ayakan (Sieve analysis) adalah prosedur


yang digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel dari suatu
bahan. Distribusi ukuran partikel merupakan hal yang sangat penting . Hal
ini dapat digunakan untuk semua jenis non-organik atau organik bahan
butiran termasuk pasir, tanah liat, granit, batu bara, tanah, dan berbagai
produk bubuk, termasuk untuk gandum dan biji-bijian.

Sejumlah sample yang mewakili sample tertentu ditimbang dan ditaruh


diatas ayakan dengan ukuran tertentu, ayakan disusun berdasarkan ukuran,
ukuran yang besar ditempatkan pada bagian atas dn pada bagian paling
bawah ditempatkan pan (wadah) sebagai tempat penerimaan/penampungan
terakhir, namun tidak selamanya metode seperti tersebut diatas selalu
digunakan, ada beberapa cara atau metode yang dapat digunakan
tergantung dari material yang akan dianalisa.

Ayakan dengan gerakan melempar

Disini Gerakan dengan arah membuang bekerja pada sampel. Sampel


terlempar keatas secara vertikal dengan sedikit gerakan melingkar
sehingga menyebabkan penyebaran pada sampel dan terjadi pemisahan
secara menyeluruh , pada saat yang bersamaan sampel yang terlempar
keatas akan berputar (rotasi) dan jatuh diatas permukaan ayakan, sampel
dengan ukuran yang lebih kecil dari lubang ayakan akan melewati
saringan dan yang ukuran lebih besar akan dilemparkan keatas lagi dan
begitu seterusnya. Sieve shaker modern digerakkan dengan electro
magnetik yang bergerak dengan menggunakan sistem pegas yang mana
getaran yang dihasilkan dialirkan ke ayakan dan dilengkapi dengan kontrol
waktu.

Ayakan dengan gerakan horisontal

Dalam metode ini sampel bergerak secara horisontal (mendatar) pada


bidang permukaan sieve (ayakan), metode ini baik digunakan untuk
sampel yang berbentuk jarum, datar panjang atau berbentuk serat.

Metode ini cocok untuk melakukan analisa ukuran partikel bahan


bangunan dan aggregat.

2. Analisis Hidrometers

Analisa hydrometer adalah cara yang didasarkan atas kecepatan


pengendapan untuk menganalisa distribusi ukuran butiran tanah berbutir
halus, dengan ukuran butir 0,075 mm sampai 0,001 mm ( lolos saringan
No.200 ).
Kecepatan mengendap tergantung ukuran butiran, semakin
besar ukurannya, semakin cepat mengendap. Menurut hokum stokes,
kecepatan mengendap:
V = D2
V = Kecepatan mengendap, cm/det

γs = Berat isi partikel tanah =

γw = Berat isi air,kekentalan air, poise (dyne×det / cm3 )

D = Diameter partikel tanah, cm

Jadi, D = V = dimana
L = kedalaman efektif yang diukur
t = lamanya pengendapan berlangsung
Sieve analisis (analisa ayakan) adalah suatu percobaan menyaring contoh
tanah melalui satu set ayakan, dimana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil
secara berurutan kebawah, cara ini biasanya digunakan untuk menyaring material
atau partikel berdiameter ≥ 0,075 mm.
Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah
melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar
berada paling atas dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan
pada saringan tersebut disebut salah satu dari ukuran butir conto tanah itu. Pada
kenyataannya pekerjaannya hanya mengelompokan sebahagian dari tanah terlekat
di antara dua ukuran.
Ukuran butir tanah tergantung dari diameter partikel tanah yang
membentuk dari masa tanah itu. Karena pada pemeriksaan microskopis masa
tanha menunjukan bahwa hanaya sedikit apa bila memang ada partikel-partikel
yang bundar dan mempunyai diameter, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini
adalah deskripsi mengenai tanah yang agak longsor.
Analisis ayakan dari sebuah conto tanah melibatkan penentuan persentase
berat partikel dalam rentan ukuran yang berbeda. Distribusi ukuran partikel tanah
berbutir kasar dapat ditentukan dengan metode pengayakan (sieving) conto
tersebut dilewatkan melalui satu set saringan standart yang memiliki lubang
makin kecil ukurannya dari atas kebawah. Berat tanah yang tertahan ditiap
saringan ditentukan dan persentase kumulatif dari berat tanah yang melewati tiap
saringan dihitung beratnya. Jika terdapat partikel yang bgerbutir halus pada tanah
contoh tanah tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu dan butiran halus tersebut
dengan cara mencucinya denganh air melalui saringan berukuran terkecil.
Distribusi ukuran partikel tanah berbutir halus atau fraksi butir halus dari
tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan metode pengendapan (sedimentasi).
Metode ini didasarkan pada hukum Stokes yang mengatur kecepatan pengendapan
partikel berbentuk bola dalam suatu suspensi makin besar paartikel makin besar
pula kecepatan pengendapannya dan sebaliknya. Hukum tersebut tidak berlaku
pada partikel partikel yang berukuran > 0,0002 mm, dimana pergerakannya
dipengaruhi oleh gerak Brown. Ukuran partikel ditentukan sebagai diameter
sebuah bentuk bola yang akan turun mengendap dengan kecepatan yang sama
dengan partikel. Conto tanah yang akan diuji terlebih dahulu dibersihkan dari
material material organik dengan menggunakan hidrogen peroksida.
Contoh tersebut kemudian dibuat menjadi suspensi didalam air suling dari
larutan pemisah butir butir ditambah agar partikel – partikel satu sama lain saling
terpisahkan. Suspensi yang telah jadi ditempatkan didalam tabung pengendap.
Dari hukum Stokes, dapat dihitung waktu turun (t) partikel berukuran D yaitu
diameter yang ekivalen dengan penurunan sejauh kedalaman tertentu dalam
suspensi. Jika setelah waktu tertentu conto tanah diambil dengan pipet pada
kedalaman tertentu pula maka conto tanah tersebut hanya akan mengandung
partikel – partikel yang ukurannya lebih kecil dari D dengan konsentrasi yang
sama dengan pada awal pengendapan. Jika dalam suatu waktu diambil conto tanah
dari beberapa kedalaman yang berbeda, maka dapat ditentuksn distribusi ukuran
butiran partikel dari berat tanah yang terambil. Alternatif lain selain pengambilan
conto dengan pipet adalah pengukuran suspensi tersebut dengan alat hidrometer.
Ukuran-ukuran saringan berkisar dari lubang berdiameter 4,750 mm
(No.4) sampai 0,075 mm (No.200). semua lubang terbentuk bujur sangkar jadi
apa yang disebut sebagai diameter partikel tanah sebenarnya hanyalah merupakan
patokan akademis saja, sebab kemungkinana lolos nya suatu partikel pada suatu
saringan yang berukuran tertentu akan tergantung pada ukuran dan orentasinya
terhadap lubang saringan.
Ukuran saringan berhubungan dengan ukuran lubang dari 4,750 mm –
0,075 mm maka saringan tersebut dengan nomor-nomor. Berikut merupakan tabel
ukuran ayakan standard.

1. Distribusi ukuran butiran adalah penentuan persentase berat butiran pada


satu unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu
2. Pengelompokkan Tanah : - Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir, -
Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung
3. Jenis tes untuk mendapatkan ukuran butiran : 1. Analisis/Tes Ayakan. 2.
Analisis/Tes Hydrometer
Langkah langkah menetukan Analisis Distribusi Butiran

1. Analisis/Tes Ayakan

2. Analisis/Tes Hydrometer
a. Hasil Analisis Ayakan dan Hydrometer akan menghasilkan Kurva
Distribusi Ukuran Butiran (Grain Size Distribution)

3. Rentang Batas Ukuran Butiran Tanah


a. Bentuk kurva dapan dikelompokkan dalam 3 grup: 1. Tanah bergradasi
baik (well-graded): rentang distribusi ukuran partikel yang relatif lebih
luas,menghasilkan kurva distribusi yang lurus dan panjang. 2. Tanah
gradasi seragam (uniform soil): distribusi partikel-partikelnya memiliki
ukuran yang relatif sama, 3. Tanah gradasi buruk (gap graded atau poorly
graded) : memiliki distribusi ukuran partikel yang terputus yang mana
tidak terdapat ukuran partikel antara butir kasar dan halus.
b. Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:

Koefisien keseragaman (uniformity coefficient), Cu.

Koefisien kelengkungan (coefficient of curvature), Cc.


1. Tanah bergradasi sgt baik bila Cu > 15
2. Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4
(untuk tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan
3. Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Berikut Contoh Analisis Ayakan


Bahan dan Fungsi
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Sampel tanah
kering yang terdiri dari beberapa campuran ukuran butir yang berfungsi sebagai
bahan percobaan yang akan diuji dengan ayakan apakah tanah tersebut bergradasi
baik, seragam ataupun jelek.

Peralatan & Fungsinya


Sedangkan peralatan yang digunakan adalah:
1. Timbangan berfungsi sebagai alat untuk mengukur berat dari sample /
sample tanah sebelum disaring dan setelah disaring.
2. Sikat Pembersih Saringan fungsinya untuk membersihkan saringan dari
sample.
3. Sekop fungsinya untuk memasukkan tanah ketimbangan dan untuk
mengetahui volumenya.
4. Sieve shaker fungsinya untuk memisahkan antara butiran mulai dari yang
paling kasar sampai yang paling halus.
5. Plastik fungsinya : sebagai wadah dari sample.

Prosedur Percobaan
Adapun prosedur yang dilakukan untuk percobaan ini adalah :

1. Mengeringkan contoh tanah dalam oven sambil dicatat berat konstan


semua gumpalan dipecahkan kecil-kecil.
2. Memasukkan contoh tersebut kedalam ayakan dengan berat ± 1500gr,
selanjutnya diayak selama 15 menit.
3. Mendiamkan sejenak agar partikel halus tidak berterbangan kemudian
menimbang contoh yang tertahan pada tiap-tiap ayakan.

Langkah-langkah pelaksanaan pengujian ayakan.

1. Ayakan yang dipakai adalah ayakan no. 4, 8, 16, 35, 60, 120, 200 dan
ditimbang masing-masing beratnya.
2. Saringan disusun dengan diameter lubang saringan besar di atas dan
lubang saringan kecil di bawah.
3. Butiran yang tertahan saringan no. 200 yang sudah di oven, ditimbang
dan dimasukkan ke dalam susunan saringan.
4. Setelah disusun dipasangkan dalam penggetar.
5. Digetarkan kurang lebih 10 menit.
6. Ditimbang masing-masing saringan beserta tanah yang tertinggal di
saringan tersebut.
Analisa ayakan
1. Berat tertahan = (berat saringan + tanah tertahan) – berat ayakan
2. Persen berat tanah tertahan = (berat tanah tertahan : berat total) x 100 %
3. Persen komulatif tanah tertahan = jumlah persentase tanah yang tertahan
diatas semua saringan
4. Persentase lolos = 100% - persentase komulatif

A. Menentukan Batas Atteberg Pada Laboratorium


Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam
tanah. Istilah plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam
menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau
remuk.
Tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair, plastis, semi padat,
atau padat. Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada berbagai jenis tanah.
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi.
Konsistensi tergantung pada gaya tarik antara partikel mineral
lempungnya. Sembarang pengurangan kadar air menghasilkan berkurangnya tebal
lapisan kation dan terjadi penambahan gaya tarik antarpartikelnya. Bila tanah
dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antarpartikel akan sedemikian
hingga partikelnya bebas untuk relatif menggelincir antara satu dengan yang
lainnya, dengan kohesi antaranya tetap terpelihara. Pengurangan kadar air juga
menghasilkan pengurangan volume tanah. Sangat banyak tanah berbutir halus
yang ada di alam dalam kedudukan plastis.
Gambar Batas-batas Atterberg

Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi


dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar
airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas
susut. Kedudukan batas konsistensi dari tanah kohesif disajikan dalam gambar di
atas

Pemeriksaan Batas-batas atterberg meliputi :

A. Pemeriksaan Batas Cair (Liquid Limit)

B. Pemeriksaan Batas Plastis (Plastic Limit)

C. Pemeriksaan Batas Susut (Shrinkage Limit)

a. Pemeriksaan Batas Cair (Liquid Limit)


Batas Cair adalah kadar air yang mana konsistensi tanah mulai berubah dari
keadaan plastik ke keadaan cair.

Peralatan :
1. Dish cawan porselin dengan diameter 114 mm.
2. Spatula pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 19 mm.
3. Liquid Limit Device – terdiri dari cawam yang bisa naik – turun dan grooving
tool.
4. Container – Kaleng kecil bertutup.
5. Timbangan – Dengan ketelitian 0,01 gram.
6. Oven – Bisa memanaskan sampai 110 ± 5o C.
Bahan :
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 200 gram.

Prosedur Pemeriksaan :
1. Masukkan tanah ke dalam cawan porselin dan tambahkan air sebanyak 15
– 20 ml. Aduk dengan spatula sampai air merata bercampur dengan tanah.
Tambahkan air sedikit-sedikit (1-3 ml), jika tanah masih kurang plastis,
kemudian aduk lagi dengan spatula sampai merata.
2. Ambil sebagian tanah yang telah diaduk merata dan letakkan pada cawan
dari Liquid limit device. Ratakan permukaan tanah dalam cawan tersebut
sehingga kedalamannya yang maksimum adalah 10 mm. Garuk tanah
tersebut sedikit-sedikit dengan grooving tool sehingga akhirnya sampai ke
dasar cawan dan tanah dalam cawan terbelah dua.
3. Putar liquid limit device sehingga cawan naik turun sambil dihitung jumlah
ketukan yang terjadi yang diperlukan untuk mempertemukan kembali
tanah yang terbelah sepanjang sekitar 12,7 mm.
4. Ambil contoh tanah pada bagian pertemuan kedua tanah tersebut untuk
diperiksa kadar airnya dengan cara sebagai berikut:
 Timbang berat container atau cawan kosong = A.
 Masukkan contoh tanah ke dalam container dan timbang = B.
 Keringkan contoh tanah dalam oven pada temperatur ± 110o C selama
24 jam kemudian timbang container+ tanah kering = C
 Kadar air :
 Sisa tanah yang tertinggal dalam cawan masukkan kembali ke dalam
cawan porselin untuk dicampur dengan contoh tanah semula, dan
bersihkan serta keringkan liquid limit device.
 Ulangi prosedur a sampai e sehingga didapat data jumlah pukulan
antara 10 – 20, 20 – 30, 30-40 dan 40 – 45. Sebagai catatan bahwa jika
tanah makin basah, jumlah pukulan akan semakin sedikit, demikian
pula sebaliknya.
Perhitungan :
Hitung kadar air untuk masing-masing jumlah pukulan dengan rumus seperti
dalam butir iv.

Flow Curve (Kurva Kelelahan)

Buatlah Flow curve yang merupakan hubungan antara kadar air dan
jumlah pukulan yang terjadi. Kadar air merupakan ordinat dengan skala linier dan
jumlah pukulan merupakan absis dengan skala logaritma. Hubungkan titik-titik
yang diperoleh sehingga didapatkan suatau garis lurus, kalau tidak bisa ambillah
suatu garis lurus yang mewakili titik-titik yang diperoleh. Garis ini disebut
dengan Flow curve.

Liquid Limit (Batas Cair)


Liquid limit adalah kadar air yang diperoleh pada jumlah pukulan 25 kali,
yang bisa diperoleh dengan bantuanFlow Curve yang telah dibuat.

b. Pemeriksaan Batas Plastis (Plastic Limit)


Batas Plastis adalah kadar air yang merupakan batas antara konsostensi
tanah dalam keadaan semi plastis dan keadaan plastis.
Peralatan :
1. Dish – cawan porselin dengan diameter 114 mm
2. Spatula – pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 19 mm
3. Plat kaca – untuk menggiling benda uji
4. Container – Kaleng kecil bertutup
5. Timbangan – Dengan ketelitian 0,01 gram
6. Oven – Bisa memanaskan sampai 110 ± 5o C.

Benda Uji
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 20 gram

Prosedur Pemeriksaan :
1. Masukkan tanah ke dalam cawan porselin dan tambahkan air sedikit-sedikit
kemudian aduk sampai rata dengan spatula. Buat tanah menjadi cukup plastis
sehingga mudah dibentuk menjadi bola.

2. Ambil tanah plastis tersebut seberat ± 8 gram dan bentuk menjadi ellipsoida.
Kemudian giling tanah tersebut dengan jari tangan ke plat kaca pelan-pelan
sehingga diameternya seragam.

3. Ketika diameter tanah menjadi ± 3,2 mm, potong tanah tersebut menjadi 6 – 8
bagian. Kemudian ambil satu bagian dan bentuk lagi menjadi ellipsoida
kemudian giling lagi dengan jari di atas kaca sampai diameternya ± 3,2 mm.
Setelah diameter tanah menjadi ± 3,2 mm, tekanan penggilingan dikurangi
dan giling terus dengan diameter tetap sehingga akhirnya akan terjadi retak.

4. Ambil contoh tanah yang retak tersebut, kemudian periksa kadar airnya
dengan cara sebagai berikut:

 Timbang berat cawan kosong = A


 Masukkan contoh tanah ke dalam cawan dan timbang = B
 Keringkan contoh tanah dalam oven pada temperatur ± 110o C selama
24 jam kemudian timbang cawan + tanah kering = C
 Kadar air =D

Perhitungan
1. Plastic limit (batas plastis) adalah merupakan kadar air dari tanah
tersebut mulai retak ketika digiling pada diameter ± 3,2 mm.
 Plastic Limit (PL) =
 Dengan:
 A = Berat cawan kosong
 B = Berat cawan + tanah basah
 C = Berat cawan + tanah kering
2. Plasticity Index (PI) adalah merupakan selisih antara Liquid Limit dan
Plastic Limit.
Plasticity Index = Liquid Limit – Plastic Limit

3. Jika pemeriksaan gagal menentukan Liquid Limit atau Plastic Limit,


atau harga Plastic Limit sama atau lebih besar dari harga Liquid Limit,
laporkan tanah tersebut sebagai Non-Plastis.

c. Pemeriksaan Batas Susut (Shrinkage Limit)


Batas susut adalah kadar air dimana konsistensi tanah tersebut berada
antara keadaan semi plastis dan kaku, sehingga jika diadakan pengurangan kadar
air, tanah tersebut tidak akan berkurang volumenya.

Peralatan :
1. Dish – Terdiri dari 2 cawan porselin dengan diameter 115 mm dan 150 mm.
2. Spatula – pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 20 mm
3. Milk Dish – Cawan porselin atau monel yang mempunyai dasar rata dengan
diameter 45 mm dan tinggi 12,7 mm.
4. Straight edge – Penggaris besi dengan panjang 100 mm.
5. Glass Cup – Gelas kaca dengan diameter 50 mm dan tinggi 25 mm.
6. Transparant Plate – Plat kaca dengan 3 buah pegangan yang digunakan untuk
mencelupkan tanah ke dalam air raksa.
7. Gelas ukur – Kapasitas 25 ml dengan ketelitian 0,2 ml.
8. Timbangan – Dengan ketelitian 0,01 gram
9. Air raksa – cukup untuk mengisi Glass cup sampai penuh.
10. Oven – Bisa memanaskan sampai 110 ± 5o C.

Benda Uji
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 30 gram

Prosedur Pemeriksaan :
1. Masukkan contoh tanah ke dalam cawan porselin yang berdiameter 115 mm
kemudian beri air secukupnya dan aduk dengan spatula sehingga semua pori
tanah tersebut berisi air. Pemberian air adalah sedemikian sehingga kadar air
tanah tersebut melebihi batas cairnya ± 10%.
2. Usap dengan paselin, permukaan sebelah dalam dari Milk Dish sampai merata.
Kemudian timbang Milk Dish kosong (A).
3. Tuangkan tanah cair pada butir a. ke dalam Milk Dish ini secara pelan-pelan
sampai penuh dan ratakan permukaannya dengan penggaris besi serta
bersihkan semua tanah yang menempel di Milk Dish.
4. Timbang Milk Dish berisi tanah basah ini segera (B), kemudian keringkan di
udara sampai warnanya berubah dari gelap menjadi terang. Sesudah itu
masukkan ke dalam oven dengan temperatur 110 ± 5o C.
5. Setelah tanah kering (selama 24 jam) timbang Milk Dish berisi tanah kering
(C).
6. Ukur volume tanah kering dengan bantuan air raksa dengan cara sebagai
berikut:
 Isi glass cup dengan air raksa sampai penuh kemudian ratakan
permukaan air raksa dengan glass cup dengan jalan menekannya
dengan plat kaca. Untuk menampung tumpahan air raksa di cawan
porselin.
 Masukkan tanah kering ke dalam air raksa dan tekan tanah tersebut
dengan Transparant plate (plat kaca). Air raksa yang tumpah kemudian
masukkan ke dalam gelas ukur, sehingga volume yang terbaca adalah
merupakan volume tanah kering (E).
 Ukur volume Milk Dish dengan cara mengisinya sampai penuh dengan
air raksa, kemudian tuangkan air raksa tersebut ke dalam gelas ukur.
Volume yang terbaca adalah volume Milk Dish yang sama dengan
volume tanah basah (D).

Perhitungan
Shrinkage Limit (SL) = Dengan:
A = Berat Milk Dish kosong

B = Berat Milk Dish + tanah basah

C = Berat Milk Dish + tanah kering

D = Volume tanah basah

E = Volume tanah kering

B. Menentukan Klasifikasi Tanah Pada Laboratorium


Umumnya, penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah
teknis yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini
kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah tertentu, seperti
1. Penentuan penurunan bangunan, yaitu dengan menentukan kompresibilitas
tanahnya.. Dari sini selanjutnya digunakan dalam persamaan penurunan
yang didasarkan pada teori konsolidasi dari Terzaghi.
2. Penentuan kecepatan air yang mengalir lewat benda uji, guna menghitung
koefisien permeabilitasnya. Dari sini kemudian dihubungkan dengan
Hukum Darcy dan jaring arus untuk menentukan debit aliran yang lewat
struktur tanahnya.
3. Untuk mengevaluasi stabilitas tanah yang miring, dengan menentukan
kuat geser tanahnya. Dari sini kemudian dimasukkan dalam rumus statika.

Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujlan yang


sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut
digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Umumnya, klasifikasi
tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan (dan
percobaan sedimentasi) dan plastisitasnya.
Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan. Keduanya
adalah Unified Soil Clasification System dan AASHTO. Sistem-sistem ini
menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran
butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya. Klasifikasi tanah dari sistem Unified
mula pertama diajukan oleh Casagrande (1942), kemudian direvisi oleh kelompok
teknisi dari USBR (United State Bureau of Reclamation). Dalam bentuk yang
sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh berbagai organisasi konsultan
geoteknik.

a. Sistem Klasifikasi Unifified

Pada sistem Unified, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir


kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomer 200,
dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat
saringan nomer 200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah
kelompokm dan subkelompok yang dapat dilihat Tabel 1.
Simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah :
G = kerikil ( gravel )
S = pasir ( sand )
C = lempung ( clay )
M = lanau ( silt )
O = lanau atau lempung organik ( organic silt or clay )
Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi ( peat and highly organic soil )
W = gradasi baik ( well graded )
P = gradasi buruk ( poorly-graded )
H = plastisitas tinggi ( high-plasticity )
L = plastisitas rendah ( low-plasticity ).

Berikut ini diterangkan penggunaan Tabel 1. Misalnya, dari hasil pengujian


laboratorium diperoleh data : batas plastis (PL) = 16%; batas cair (LL) = 42%,
sedang dari analisis saringan diperoleh :
Nomer saringan % lolos
4 100,0
10 93,2
40 81,0
200 61,5
Karena persentase lolos saringan nomer 200 adalah 61,5%, yang berarti
lebih besar dari 50%, maka dalam Tabel 1 harus digunakan kolom bawah yaitu
butiran halus. Karena nilai LL = 42% (lebih kecil dari 50%), maka termasuk CL
atau ML. Selanjutnya, dicari nilai indeks plastisnya, PI = LL – PL. Dari sini
ditemukan nilai PI = 42% - 16% = 26%. Nilai-nilai PI dan LL kemudian diplot
pada diagram plastisitas, sehingga akan ditemukan letak titik di atas garis A, yang
menempati zone CL. Jadi, jenis tanah tersebut diklasifikasikan sebagai CL
(lempung inorganik berplastisitas rendah).

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified adalah sebagai


berikut :
1. Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomer 200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar :
a. Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butirannya.
b. Tentukan persen butiran lolos saringan no. 4. Bila persentase butiran
yang lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai
kerikil. Bila persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan
sebagai pasir.
c. Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no. 200. Jika persentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik
distribusi butiran dengan menghitung Cudan Cc. Jika termasuk
bergradasi baik, maka klasifikasikan sebgai GW (bila kerikil) atau SW
(bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP
(bila kerikil) atau SP (bila pasir).
d. Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan no. 200 di antara 5
sampai 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai
sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan sebagainya).
e. Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan no. 200 lebih besar
12%, harus diadakan pengujian batas-batas Atterberg dengan
menyingkirkan butiran tanah yang tinggal dalam saringan no. 40.
Kemudian, dengan menggunakan diagram plastisitas, tentukan
klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC atau SM-SC).
3. Jika tanah berbutir halus :
a. Kerjakan pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan
butiran tanah yang tinggal dalam saringan no. 40. Jika batas cair lebih
dari 50, klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang
dari 50, klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah),
b. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
anorganik (MH) ! Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan
sebagai CH.
c. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada
grafik plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan
klasisifikasi tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML)
berdasar warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya
dengan mengeringkannya di dalam oven.
d. Jika plot batas-atas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan
simbol dobel.

b. Sistem Klasifikasi AASHTO


Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials Classification) berguna untuk menentukan kualitas tanah
guna perencanaan tibunan jalan, subbase dan subgrade. Karena sistem ini
ditujukan untuk maksud-maksud dalam lingkup tersebut, penggunaan sistem ini
dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya.
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam tanah 8 kelompok, A-
1 sampai A-8 termasuk sub-subkelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya
dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus
empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas
Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO, dapat dilihat dalam Tabel 2.
Indeks kelompok (group index) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut
tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan :

GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15)(PI – 10) (1.37)


dengan
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen material lolos saringan no. 200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas
Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, semakin berkurang
ketepatan penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam
klasifikasi A-1 sampai A-3. Tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3
adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler
(kurang dari 35% lewat saringan no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan
lempung. Tanah berbutir halus diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah
lempung-lanau. Perbedaan keduanya didasarkan pada batas-batas
Atterberg, Gambar 1. dapat digunakan untuk memperoleh batas-batas antara
batas cair (LL) dan indeks plastis (PI) untuk kelompok A-4 sampai A-7 dan untuk
sub kelompok dalam A-2.

Gambar 1. Nilai-nilai batas-batas Atterberg untuk subkelompok A-4, A-5, A-6,


dan A-7

Dalam Gambar 1, garis A dari Casagrande dan garis U digambarkan bersama-


sama. Tanah Organik tinggi seperti tanah gambut (peat) diletakkan dalam
kelompok A-8. Hubungan antara sistem klasifikasi Unified dan AASHTO ditinjau
dari kemungkinan-kemungkinan kelompoknya, diperlihatkan dalam Tabel
2adan Tabel 2b. Cara penggunaan sistem klasifikasi AASHTO dinyatakan
dalamcontoh soal berikut : Analisis butiran dari suatu tanah tak organik
ditunjukan dalam tabel di bawah ini :

Ukuran saringan % lolos


( mm )
2,000 (no. 10) 100
0,075 (no. 200) 75
0,050 65
0,005 33
0,002 18

Data tanah lainnya, LL = 54%, PI = 23%,


Penyelesaian dari data di atas dengan sistem klasifikasi AASHTO adalah sebagai
berikut :
F = 75%, lebih besar dari 35% lolos saringan no. 200, maka
termasuk jenis lanau atau lempung
LL = 54%, kemungkinan dapat dikelompokkan A-5 (41%
minimum), A-7-5 atau A-7-6 (41% minimum).
PI = 23%, untuk A-5 PI maksimum 10%. Jadi, kemungkinan tinggal
salah satu A-7-5 atau A-7-6.
Untuk membedakan keduanya, dihitung PL = LL – PI = 54 – 23 = 31,
lebih besar 30. Jika dihitung indeks kelompoknya,
GI = (75 – 35)[0,2 + 0,005(54-40)] + 0,01 (75 – 15)(23 – 10).
= 19 ( dibulatkan )
Mengingat PL > 30%, maka tanah diklasifikasikan A-7-5 (19).
Perhatikan, nilai GI biasanya dituliskan pada bagian belakang dengan tanda
kurung. Terdapat beberapa aturan untuk menggunakan nilai GI, yaitu :
1. Bila GI < 0, maka dianggap GI = 0.
2. Nilai GI yang dihitung dari persamaan (1.37), dibulatkan ke angka yang
terdekat.
3. Nilai GI untuk kelompok tanah A-1a, A-1b, A-2-5, dan A-3 selalu nol.
4. Untuk kelompok tanah A-2-6 dan A-2-7, hanya bagian dari persamaan
indeks kelompok yang digunakan GI = 0,01 (F – 15)(PI – 10).
5. Tak ada batas atas nilai GI.
Tabel 1.7. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Catatan : Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas
plastisnya ( PL ).
Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5 ;
Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6 ;
np = nonplastis

4. Menguji Pemadatan Pada Laboratorium


Pemadatan (compaction) adalah proses merapatkan butiran tanah secara
mekanisyang menyebabkan keluarnya udara dari ruang pori sehingga
meningkatkan kepadatan tanah.

Selain sebagai landasan pondasi struktur diatasnya, tanah dalam bidang


Teknik Sipil, digunakan pula sebagai bahan konstruksi/timbunan
(construction/fillmaterial). Salah satu upaya untuk meningkatkan sifat fisik tanah
tersebut adalah dengan cara memadatkannya dengan tujuan:
1. Meningkatkan kekuatan geser tanah s = f(c,f)

2. Memperkecil nilai permeabilitas tanah k = f(e)

3. Memperkecil nilai pemampatan tanah S = f(e)


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu proses pemadatan antara
lain : besarnya energi pemadatan, kandungan air dalam tanah serta jenis tanah.

Beberapa istilah penting yang sering dijumpai dalam pengujian pemadatan


dilaboratorium, yakni:

Kadar air optimum (Optimum Moisture Content, OMC) adalah kadar air
dari suatu sampel tanah yang jika dipadatkan dengan energi pemadatan tertentu,
akan menghasilkan nilai kepadatan maksimum (gdry maks).

Kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density, gdry maks) adalah


kepadatan kering yang didapatkanjika suatu sampel tanah dengan kadar air
optimum dipadatkan dengan energi tertentu.

Pemadatan relatif (Relative Compaction) adalah prosentase perbandingan


antara gdryyang dicapai dilapangan terhadap gdry maksyang didapat dari pengujian
dilaboratorium

Garis kejenuhan (Saturation/Zero Air Voids Line, ZAVC) adalah garis yang
menunjukkan hubungkan antara gdrydan kadar air (w) untuk tanah dalam keadaan
jenuh.

Pelaksanaan pemadatan dilapangan umumnya dapat dilakukan melalui


beberapa cara, antara lain: dengan cara menggilas secara statis/dinamis,
penggetaran (khususnya untuk tanah berbutir)dan lain sebagainya.

Dalam Tabel 7.1 diberikan beberapa alternatif cara pengujian


dilaboratorium dimana cara yang digunakan harus disebutkan dalam pelaporan.
Tabel 7.1Alternatif pengujian pemadatan di laboratorium

Percobaan Standar / Ringan Modified / Berat

Cara A B C D A B C D

Diameter cetakan [mm] 102 152 102 52 102 152 102 152

Tinggi
116 116 116 116 116 116 116 116
cetakan [mm]

Volume
943 2124 943 2124 943 2124 943 2124
cetakan [cm3]

Berat penumbu [kg] 2,5 2,5 2,5 2,5 4,54 4,54 4,54 4,54

Tinggi jatuh [cm] 30,5 30,5 30,5 30,5 45,7 45,7 45,7 45,7

Jumlah lapisan 3 3 3 3 5 5 5 5

Jumlah tumbukan per


25 6 25 6 25 56 25 56
lapis

Bahan lolos
4,75 4,75 19,0 19,0 4,75 4,75 19,0 19,0
saringan [mm]

 PERALATAN
1. Cetakan (mould) dengan diameter ±102mm dan ±152mm
2. Alat penumbuk (hammer) dengan berat 2,5kg dan 4,54kg
3. Ayakan No.4 (# 4,75 mm) atau 3/4" (# 19mm)
4. Timbangan dengan ketelitian 1,0gram
5. Jangka sorong (caliper)
6. Extruder (alat pengeluar sampel tanah)
7. Oven dengan pengatur suhu dan peralatan penentuan kadar air
8. Alat perata (straight edge), talam, mistar, palu karet dan tempat sampel.

 BENDA UJI
1. Bila sampel tanah dari lapangan masih dalam keadaan lembab, maka perlu
proses pengeringan dengan cara dianginkan (kering udara) atau dioven
dengan suhu maksimum 60°C. Kemudian memisahkan gumpalan-
gumpalan tanah dengan cara menumbuk dengan palu karet
2. Mengayak tanah hasil tumbukan (1) dengan ayakan No.4 (#4,75mm)
atau 3/4" (# 19 mm)
3. Menimbang hasil ayakan masing-masing sebanyak 2,5kg atau 5kg,
masing-masing sejumlah 6 buah atau sesuai petunjuk instruktur
4. Mencampur tanah hasil timbangan(3) dengan airsedikit demi sedikit,
kemudian mengaduknya sampai merata lalu diperam/disimpan selama
24jam dalam ember yang telah diberi label
5. Penambahan air diusahakan agar didapatkan kadar air:

- 3 benda uji dengan kadar air dibawah kadar air optimum

- 3 benda uji dengan kadar air diatas kadar air optimum.

 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Menimbang cetakan dalam keadaan bersih dengan/tanpa alas W1[gram]
dan mengukur tinggi dan diameter cetakan serta menghitung volumenya V
[cm³]
2. Memberi oli secukupnya pada cetakan, alas dan leher penyambung di
bagian dalamnya untuk memudahkan proses pengeluaran sampel tanah
3. Mengambil salah satu bendauji, memasukkan sebagian kedalam cetakan
yang diletakkan diatas landasan yang kokoh, kemudian menumbuknya
sebanyak 25 atau 56 kali.Hasil tumbukan mendapatkan tinggi 1/3 atau 1/5
tinggi cetakan
4. Memberi toleransi ketebalan untuk masing-masing lapisan ±0,5cm,
terkecuali untuk lapisan yang terakhir dengan toleransi +0,5 cm
5. Sebelum menambahkan tanah untuk pemadatan lapis berikutnya, muka
tanah hasil pemadatan sebelumnya harus dikasarkan dengan pisau/spatula
6. Melepas leher penyambung dan memotong kelebihan tanah dengan pisau
perata (straight edge)
7. Membersihkan bagian luar dan timbang dengan/tanpa alas (W2) [gram]
8. Mengeluarkan tanah yang ada didalam cetakan dengan alat pengeluar
sampel tanah (extruder)
9. Membelah benda uji lalumengambil tanah secukupnya pada tiga bagian
(atas, tengah dan bawah) untuk mencari kadar airnya
10. Mengulangi tahap (3) s/d (9) untuk keseluruhan benda uji yang disiapkan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. Besarnya
butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanahnya. Oleh
karena itu, analisis butiran ini merupakan pengujian yang sangat sering
dilakukan. Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu.
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung
dalam tanah. Istilah plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam
menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak
atau remuk.
Tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair, plastis,
semi padat, atau padat. Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada berbagai
jenis tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu
disebut konsistensi. Konsistensi tergantung pada gaya tarik antara partikel
mineral lempungnya.
Umumnya, penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah
teknis yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini
kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah tertentu,
seperti : Penentuan penurunan bangunan, yaitu dengan menentukan
kompresibilitas tanahnya.. Dari sini selanjutnya digunakan dalam persamaan
penurunan yang didasarkan pada teori konsolidasi dari Terzaghi. Penentuan
kecepatan air yang mengalir lewat benda uji, guna menghitung koefisien
permeabilitasnya. Dari sini kemudian dihubungkan dengan Hukum Darcy dan
jaring arus untuk menentukan debit aliran yang lewat struktur tanahnya.
Untuk mengevaluasi stabilitas tanah yang miring, dengan menentukan
kuat geser tanahnya
Pemadatan tanah adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara :
tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah tersebut.
Tingkat pemadatan diukur dari berat volume kering yang dipadatkan. Bila air
ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan
berfungsi sebagai unsur pembasah atau pelumas pada partikel – partikel
tanah. Karena adanya air, partikel – partikel tersebut akan lebih mudah
bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang
lebih rapat/padat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering
dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan)
meningkat.

B. Saran
Agar kegiatan pembelajaran Mekanika Tanah ini diimbangi dengan
kegiatan praktik, agar teori yang telah dipelajari dapat dipahami seutuhnya
ketika kami di lapangan nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Mekanika Tanah

http://mekanikatanah1.blogspot.co.id/ Diakses pada tanggal 2 November


2015

http://ayufatimahzahra.blogspot.co.id/2012/08/mekanika-tanah.html
Diakses pada tanggal 2 November 2015

http://septiannurcahyo24.blogspot.co.id/2014/10/batas-batas-atterberg-
mekanika-tanah.html Diakses pada tanggal 2 November 2015

Anda mungkin juga menyukai