MENINGOENCEPHALOCELE
1. Pengertian
Meningoensefalokel adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek
tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial
akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada
masa embrio pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba
neuralis pada ujung kranial dapat menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat.
Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering
terjadi di regio occipital, kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio
frontal (Tsementzis, 2000; Ropper, et al, 2005, Sjamsuhidayat, 2005).
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja
disebut meningokel kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal dan
jaringan/parenkim otak disebut meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui
defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi,
pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel didapatkan di regio
oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar,
dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di
tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti kertas perkamen.
Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frontal. (Christoper, 2007; Lubis, 2009).
2. Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat
selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi
gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi di bagian
occipitalis, kadang – kadang juga di bagian nasal, frontal, atau parietal (Ropper, et al,
2005; Christoper, 2007). Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat (Betz & Sowden, 2002).
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
3. Patofisiologi
Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh
kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin (Nelson & Arvin, 2000).
Mielomeningokel kranium terdiri dari kantong meninges yang terisi hanya cairan
serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri,
serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital
pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal. Kelainan
ini adalah adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina.
Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel (Fenichel,
2001).
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hirdosefalus
karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-Walker.
Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau struktur
seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total
dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan
memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat menampakkan
adanya jaringan saraf (Nelson & Arvin, 2000).
4. Klasifikasi
Berikut klasifikasi meningoensefalokel menurut Saanin (2008) :
a. Ensefalomeningokel oksipital
b. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
1) Interfrontal
2) Fontanel anterior
3) Interparietal
4) Fontanel posterior
5) Temporal
c. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
1) Nasofrontal
2) Naso-ethmoidal
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
3) Naso-orbital
d. Ensefalomeningokel basal
1) Transethmoidal
2) Sfeno-ethmoidal
3) Transsfenoidal
4) Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
e. Kranioskhisis
1) Kranial, fasial atas bercelah
2) Basal, fasial bawah bercelah
3) Oksipitoservikal bercelah
4) Akrania dan anensefali
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada geografis) dibagi
ke dalam sub kelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna
(EOP) yaitu sefalokel oksipitalis superior (terletak di atas EOP)
dan sefalokel oksipitalis inferior (terletak dibawah EOP). Penonjolan lobus oksipital
tampak di sefalokel superior dimana serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Jika
defek tulang meluas turun ke foramen magnum, keadaan ini disebut sefalokel
oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut
sefalokel oksipitoservikalis. Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah
tempat terseringdari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan
yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal.
a. Nasofrontal menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
b. Nasoethmoid menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
c. Naso-orbital menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit.
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok :
a. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) yaitu herniasi ke dalam kavum nasal
melalui lamina kribrosa.
b. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) yaitu herniasi ke bagian
posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
c. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal) yaitu herniasi ke nasofaring
melalui tulang sfenoid.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
5. Manifestasi Klinik
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel:
daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali sistem saraf
pusat, dan dinamika cairan serebrospinal. Lubang defek tulang pada meningoensefalokel
oksipital mudah dikenal pada foto polos tengkorak dan sebagai tambahan
terhadap daerah defek tulang, perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia
dapat diketahui. Otak yang vital di kantung ada atau tidaknya dapat ditentukan dengan
ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan tidak hanya
isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan (Christoper, 2007).
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah lainnya,
seperti sinus perikranii dan holoprosensefali. Sinus perikranii lebih kompresibel
dibandingkan meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan displasia serebral sebagai
tambahan atas kantung dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu
untuk membedakan meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;
holoprosensefali didiagnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. MRI kranial
dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam meningiensefalokel. Isi dari
protrusi biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil meskipun terletak pada garis
tengah (Sjamsuhidayat, 2005).
Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis prenatal
ensefalokel adalah ultrasonografi / USG. USG yang dilakukan dapat terdiri dari USG 2
dimensi dan 3 dimensi serta secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG yang
dilakukan antenatal, tampak adanya defek pada kranium serta massa kistik, kombinasi
massa kistik dan solid, maupun massa dominan solid tampak menempel di calvaria. Pada
USG terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter biparietal,
kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa “cyst within a cyst” dan “target
sign” appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG 3 dimensi, defek kranial dapat
tampak dengan jelas.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali. Pada
meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf, hasil dari
pembedahan hampir selalu baik tetapi pada meningoensefalokel yang berisi jaringan otak
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
8. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan,
agama, alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terdapat benjolan di bagian-bagian tertentu sesuai kerusakan defek.
2) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital
a) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah
ada kelainan atau lesi pada kepala, dan apakah terdapat benjolan sebagai ciri
khas dari penyakit.
b) Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
c) Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam
penglihatan
d) Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
e) Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
f) Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
3) Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
4) Inspeksi
a) Membran mukosa- faring tamppak kemerahan.
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c) Tampak batuk tidak produktif.
d) Tidak ada jaringan parut dan leher.
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
f) Terdapat benjolan berupa penumpukan cairan di organ tertentu tergantung
kerusakan defek.
5) Palpasi
a) Apakah terdapat demam.
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis.
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
d) Terdapat benjolan berupa penumpukan cairan di organ tertentu tergantung
kerusakan defek.
6) Perkusi: Suara paru
7) Auskultasi : Suara nafas
8) Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
9) Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin , warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.
Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
10) Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/
tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
d. Pemeriksaan Penunjang (Laboraturium, CT-Scan, Rontgen, dan lain-lain).
e. Terapi yang didapat.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
9. Masalah Keperawatan
a. Risiko infeksi
b. Risiko trauma fisik.
c. Hambatan mobilitas fisik.
d. Kerusakan integritas kulit.
e. Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
b. Internal Dapat mendeteksi risiko. pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
Kesulitan keseimbangan Pengendalian risiko: penyebab penyakit.
Kesulitan emosional penggunaan alkohol.
Riwayat trauma Pengendalian risiko:
sebelumnya pencahayaan sinar matahari.
Ketidakcukupan finansial Pengetahuan keamanan
Kurang pendidikan terhadap anak.
tentang keselamatan Pengetahuan personal
Penglihatan yang buruk safety.
Penurunan koordinasi otot Dapat memproteksi
Kelemahan terhadap kekerasan.
3. Hambatan mobilitas fisik NOC Exercise therapy: ambulation
Definisi : keterbatasan pada Joint movement : active Monitoring vital sign sebelum/ setelah latihan dan lihat
pergerakan fisik tubuh satu atau Mobility level respon pasien saat latihan
lebih ekstremitas secara mandiri Self care: ADLs Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
dan terarah. Transfer performance sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: cegah terhadap cidera
Penurunan waktu reaksi Klien meningkat dalam Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
Kesulitan membolak-balik aktivitas fisik Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
posisi Mengerti tujuan dari Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
Melakukan aktivitas lain peningkatan mobilitas mandiri sesuai kemampuan
sebagai pengganti Memverbalisasikan Dampingi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
pergerakan (misalnya perasaan dalam Berikan alat bantu jika klien memerlukan
meningkatkan perhatian meningkatkan kekuatan dan Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
pada aktivitas orang lain, kemampuan berpindah bantuan jika diperlukan
mengendalikan perilaku, Memperagakan penggunaan
fokus pada ketunadayaan/ alat
aktivitas sebelum sakit) Bantu untuk mobilisasi
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Membran mukosa pucat Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah pecah
Ketidakmampuan memakan Monitor mual dan muntah
makanan Monitor kadar albumin, protein, Hb, dan kadar Ht
Tonus otot menurun Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Mengeluh gangguan sensasi Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
rasa konjunctiva
Mengeluh asupan makanan Monitor kalori dan intake nutrisi
kurang dari RDA Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
(recommended daily cavitas oral
allowance) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Cepat kenyang setelah
makan
Sariawan rongga mulut
Steatorea
Kelemahan otot pengunyah
Kelemahan otot untuk
menelan
Faktor-faktor yang
berhubungan:
Faktor biologis
Ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
Ketidakmampuan untuk
mencerna dan menelan
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L., Sowden, L.A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Christopher, G. (2007). Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed.
Philadelphia: Sauders Company.
Nelson, B., Arvin, K. (2000). Buku Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC.
Saanin, S. (2008). Disrafisme Kranial Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah Saraf; Ka.
SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang. (Online). Diakses di
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html pada 19 Maret 2019.
Sjamsuhidajat, R., Wim, D.J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Wong, D.L., et.al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Volume 2. Terjemahan oleh Agus
Sunarta (2012). Jakarta: EGC.