OLEH :
NIM: 105961102516
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB I. PENDAHULUAN 3
3.1 Kesimpulan 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
2
PENDAHULUAN
3
menghasilkan devisa, (6) menyediakan lapangan pekerjaan, (7) peningkatan
pendapatan nasional, dan (8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
a. Farm (usaha tani) yaitu bidang kebijakan yang didasarkan pada kenyataan
bahwa pertanian adalah usaha keluarga dan karena itu pembangunan pertanian
tidak bisa terlepas dari pembangunan keluarga petani secara utuh.
b. Price Parity (pasangan harga) yaitu bidang kebijakan yang diarahkan
untuk memperoleh tingkat harga yang wajar bagi produk pertanian relatif
terhadap produk-produk sektor lainnya dalam perekonomian.
c. Bargaining Position (posisi tawar) yaitu bidang kebijakan yang
dimaksudkan untuk membantu memperkuat posisi petani sehingga mereka
dapat memperoleh insentif yang layak untuk usaha yang mereka jalankan.
Sedangkan menurut orientasinya kebijakan dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu:
a. Kebijakan Pengembangan(development policy) dan
b. Kebijakan Kompensasi (compensating policy).
Ruang lingkup politik pertanian meliputi, kebijakan produksi (production
policy), kebijakan subsidi (subsidy policy), kebijakan investasi (investment
policy), kebijakan harga (price policy), kebijakan pemasaran (marketing policy),
dan kebijakan konsumsi (consumption policy).
6
1. Kebijakan Produksi (Production Policy)
Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat
penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu
bangsa. Pangan menyankut kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup
suatu bangsa karena merupakan salah satu kebutuhan manusia, selama itu
pula diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan hidup lama
tanpa makan.
Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat
strategis karena:
a. Banyaknya pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dn
distribusi
b. Meskipun terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumh
tangga yang dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih
merupakan bagian terbesar dari seluruh pengeluarannya, terutma untuk
pangan beras. Oleh karena itu, pangan di Indonesia sering diidentikkan
dengn beras memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan
kebutuhan kalori dan gizi penduduk Indonesia.
Mengingat arti dan peranan pangan yang sangat penting dalam
menunjang kehidupan manusia maka pemerintah Indonesia selalu berusaha
untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya tidak saja ditinjau dai segi
kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas. Penyediaan pangan yang cukup dapat
lebih memantapkan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.
Penyediaan pangan dan gizi menjadikan satu sarana yang harus selalu
ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan manusia Indonesia dalam
jangka panjang. Jika penyediaan pangan tersebut dikaitkan dengan
peningkatan mutu dan gizi penduduk maka dapat membawa konsekuensi
yang cukup berat, mengingat jumlah kebutuhan pangan akan selalu
meningkat. Dengan demikian pangan harus tersedia dalam jumlah yang
cukup dan tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat
harga yang layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.
7
Permasalahan pangan di Indonesia karna adanya ciri-ciri di bidang
konsumsi dan produksi. Ciri produksi pangan di Indonesia antara lain:
a. Adanya ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan
dalam pemasaran dan distribusinya.
b. Selain produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata
menurut waktu yang pada akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan
dalam struktur distribusi, serta secara langsung akan berpengaruh terhadap
harga yng akan diterima petani dan yang harus dibayarkan oleh konsumen
c. Produksi pertanian, khususnya padi-padian setiap tahun selalu
berfluktuasi, dipengaruhi oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit
tanaman, banjir, bencana alam dan lain-lain.
d. Produksi berada ditangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata
dan umumnya mereka hanya mengusahakan lahan relative sempit kurang
daro 0,5 Ha, sehingga menyulitkan pengumpulan untuk didistribusikan
kedaerah laen yang memerlukannya.
Mengingat upaya untuk mencapai tingkat keseimbangan yang tinggi
antara pangan dan kesempatan kerja adalah hal yang sangat penting tidak saja
ditinjau dari kesejahteraan sosial melainkan juga merupakan usaha yang
strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh maka
dengan adanya usaha tani yang areanya sempit dan tersebar tersebut
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pengembangan produksi.
Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Adanya perbedaaan dalam pola konsumi antar tempat. Secara umum, pola
konsumsi pangan di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu daerah yang
masyarakatnya merupakan konsumen beras utama atau mengarah ke beras
dan daerah yang masyarakatnya di samping mengkonsumsi beras juga
mengkonsumsi bahan bukan beras sebagai bahan pokoknya
b. Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan
dalam alokasi dan distribusi pangan.
c. Konsumsi pangan meningkat terus, khususnya beras.
8
d. Jumlah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa
konsekuensi untuk terus meningkatkan penyeediaan kebutuhan pangan.
e. Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak
terhadap masalah distribusi pangan.
2. Kebijakan Subsidi (Subsidy Policy)
Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah
sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan
suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu
subsidi harga produksi dan subsidi harga faktor produksi. Subsidi harga
produksi melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dala negeri
dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata
pembuatannya atau harga internasionalnya. Subsidi harga faktor produksi
bertujuan untuk melindungi produsen dalam negeri dan dilakukan untuk
meningkatkan produksi dalam negeri. Bentuk subsidi harga faktor produksi
dapat berupa biaya angkut faktor produksi ke pelosok atau perbedaan tingkat
bunga bank dalam pengambilan kredit. Disamping itu bertujuan untuk
melindungi produsen dan konsumen, kebijakan subsidi juga bertujuan untuk
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan produksi komoditas tertentu
untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
a. Subsidi Harga Produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya
konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah
daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga
internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian,
khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi,
seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang
ditanggung oleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk
dalam negeri.
b. Subsidi Harga Faktor Produksi
Untuk membeli pupuk yang harganya masih relatif mahal,
seringkali petani tidak memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat
9
memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga
bank sesungguhnya dengan bunga yang harus ditanggung petani,
dibayarkan oleh pemerinth dalam bentuk subsidi kepada petani. Selain
melindungi produsen dan konsumen, subsidi juga bertujuan untuk
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi komoditas
tertentu untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Subsidi pupuk
di Indonesia dimulai tahun 1971, yaitu untuk melengkapi introduksi
varietas padi unggul baru. Varietas padi unggul baru tersebut sangat
responsive terhadap pupuk. Pengalaman suksesnya subsidi pupuk yang
mendorong penggunaan pupuk dan pada giliran selanjutnya berpengaruh
terhadap peningkatan produksi merupakan bukti bahwa sesungguhnya
petani sangat respon terhadap harga input produksi, tetapi kesuksesan ini
juga mempertahankan swasembada, penarikan kembali subsidi faktor
produksi ( misalnya, pupuk) harus diikuti dengan peningkatan rasio harga
output dan harga input.
3. Kebijakan Investasi (Investment Policy)
Kebijakan investasi di Indonesia dikeluarkan oleh badan koordinasi
penanaman modal (BKPM) dengan dukungan dari departemen-departemen
teknis terkait. BKPM menetapkan skala prioritas untuk usaha tertentu,
misalnya pembukaan usaha besar diharapkan menghindari persaingan dengan
usaha petani. Berbagai kebijakan investasi dikeluarkan oleh pemerintah
dengan tujuan untuk merangsang investasi baik oleh swasta nasional maupun
swasta asing, namun sampai saat ini investasi dalam sektor pertanian masih
relatif kecil. Hal ini disebabkan faktor keuntungan yang dapat diperoleh
umumnya lebih kecil dibandingkan investasi disektor industri dan jasa serta
berisiko lebih besar dibandingkan dengan sektor industri dan jasa.
4. Kebijakan Harga ( Price Policy )
Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan
permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor
konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi). Penetapan harga
dasar oleh pemerintah menimbulkan konsekuensi lanjut terhadap pemerintah
10
sehingga pemerintah harus ikut campur tangan dalam rantai
pemasaran karena adanya imperfeksi pasaryang merugikan produsen dan
atau konsumen.
Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah
satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
a. Kontribusi terhadap anggaran pemerintah.
b. Pertumbuhan devisa negara.
c. Mengurangi ketidakstabilan harga.
d. Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
e. Memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan
dan serat-seratan.
f. Meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih
tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus
konsumen mengalami kenaikan.
11
Berbeda dengan penetapan harga dasar yang bertujuan untuk
melindungi produsen , penetapan harga maksimum adalah untuk
melindungi konsumen. Artinya, membeli beras pada waktu terjadi
kelebihan penawaran dan mengeluarkan stok beras pada waktu terjadi
kelebihan permintaan. Ini berarti bahwa Bulog membeli beras pada saat
harga rendah (pada musim panen raya) dan menjualnya kembali pada saat
harga tinggi (pada musim paceklik).
c. Harga Perangsang ( Price Support )
Apabila tidak ada stok nasional dan terjadi kelebihan
permintaan(excess demand) di pasar domestic maka pemerintah dapat
memenuhi kebutuhan beras dengan 2 cara, yaitu mengimpor atau
miningkatkan produksi dalam negeri. Apabila pemerintah mengurangi
ketergantungan dari luar negeri dan memilih usaha peningkatan produksi
dalam negeri maka salah satu caranya adalah dengan menerapkan harga
perangsang(price support).
5. Kebijakan Pemasaran ( Market Policy )
Kegiatan pemerintah untuk mengatur distribusi barang
(terutama beras) antar daerah dan atau antar waktu sehingga diantara harga
yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen
terdapan marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat merangsang
proses produksi dan proses pemasaran.
Pemasaran yang tidak efisien menyebabkan bagian petani
(farmer’s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang
peninggkatan produksi lebih lanjut. Efisiensi pemasaran biasanya diukur dari
besar-kecilnya margin pemasaran, setelah mempertimbangkan berbagai
fungsi yang dijalankan dalam kegiatan pemasaran tersebut.
a. Margin Pemasaran
Perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan
harga yang diterima produsen disebut dengan margin pemasaran. Selain
menerima keuntungan, lembaga pemasaran juga telah mengeluarkan
sejumlah biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-
12
fungsi pemasaran yang dijalankan oleh lembaga pemasaran dapat berupa
penyimpanan (storage), penggolongan mutu (gradding),
standarisasi (standardization), transportasi (transportation), dan
engolahan (processing). Dengan demikian, margin pemasaran sama
dengan keuntungan ditambah biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran. Selisih antara harga ditingkat pengecer dn harga ditingkat
petani disebut margin pemasaran yang besarnya sama dengan hasil kali
antara selisih harga tersebut dengan jumlah yang dipasarkan.
b. Keseimbangan Antartempat
Untuk meningkatkan guna antartempat dibutuhkan biaya transfer,
sedangkan untuk meningkatkan guna antarwaktu dibutuhkan biaya
penyimpanan. Keseimbangan antartempat dibedakan menjadi 2, yaitu
keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan
antartempat dengan biaya transfer. Biaya transfer adalah biaya yang
dibutuhkan untuk memindahkan barang antar dua tempat. Untuk
melancarkan pemasaran hasil-hasil pertanian, pemerintah menentukan
berbagai kebijakan, antara lain menetapkan rantai pemasaran yang
sependek mungkin, membentuk kantor pemasaran bersama atau
menetapkan pola, serta menunjuk distributor dan pengecer tertentu untuk
komoditi yang tertentu pula.
6. Kebijakan Konsumsi ( Consumption Policy )
Undang-undang RI No. 7 THN 1996 tentang pangan menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, serta pembuatan makan atau minuman.
Perubahan orientasi pembangunan di bidang pangan meliputi 5 aspek, antara
lain :
a. Dari orientasi swasembada beras menjadi swasembada pangann.
13
b. Orientasi pemenuhan kuantitas menjadi orientasi yang menekankan
kepada kualitas pangan.
c. Orientasi yang berupaya untuk mengatasi situasi yang berlebih melalui
mekanisme pasar.
d. Orientasi yang menekankan pada upaya mencukupi kebutuhan pangan
melalui peningkatan produksi, menjadi orientasi untuk menghasilkan atau
memproduksi pangan yang sesuai dengan permintaan pasar.
e. Orientasi yang menitikberatkan kepada komoditas tunggal menjadi
orientasi kapada pangan yang beranekaragam.
Keterkaitan antara pendapatan dan permintaan akan pangan
disebutkan dalam teori haga bahwa semakin tinggi harga suatu barang
cenderung akan mengurangi permintaan akan barang tersebut dan sebaliknya.
Pada dasarnya, keragaman atau diversifikasi pangan mencakup 3 lingkup
pengertian yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu divesifikasi konsumsi
pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan.
Pengetahuan tentang permintaan terhadap keanekaragaman yang
direfleksikan oleh perkembangan keanekaragaman konsumsi pangan
merupakan hal yang penting berdasarkan beberapa alas an, antara lain :
a. Dalam lingkup kepentingan nasional, pengurangan konsumsi beras akan
memberikan dampak positif terhadap kelestarian swasembada atau
ketahanan dan keamanan pangan.
b. Diversifikasi konsumsi akan mengubah alokasi sumber daya kea rah yang
lebih efesien, fleksibel, dan stabil.
c. Keanekaragaman pangan juga penting dilihat dari segi nutrisi.
d. Pengetahuan tentang ketahanan pangan juga akan berguna dalam
perumusan strategi pengembangan sistem pangan yang menyangkut segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, serta
pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan
peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi oleh manusia.
Dalam rangka menghadapi sebelas tantangan pembangunan pertanian,
pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan kebijakan untuk mencapai sasaran
14
pembangunan pertanian. Kebijakan pembangunan pertanian pada 2015-2019
mencakup kebijakan swasembada, pengembangan produk berdaya saing, serta
penguatan sistem dan kelembagaan. Selain itu, perlu adanya pengembangan
kawasan pertanian dengan fokus komoditas strategis, pengembangan infrastruktur
dan sarana serta kebijakan reformasi birokrasi.
a. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan (padi, jagung, kedelai, tebu,
sapi, cabai dan bawang merah) yang berdampak bagi perekonomian.
b. Kebijakan pengembangan komoditas ekspor dan substitusi impor serta
komoditas penyedia bahan baku bio‐energi.
c. Kebijakan peningkatan daya saing produk pertanian melalui standarisasi
produk dan proses, peningkatan rantai pasok, mutu dan keamanan pangan
d. Kebijakan pengembangan infrastruktur (lahan, air, sarana dan prasarana)
dan agro‐industri di perdesaan, sebagai dasar / landasan pengembangan bio‐
industri berkelanjutan
e. Kebijakan re‐orientasi memproduksi dari satu jenis produk menjadi multi
produk (produk utama, bioenergi, produk sampingan, produk dari limbah, zero
waste dan lainnya).
f. Kebijakan pengembangan klaster/kawasan, yaitu pada kawasan tertentu
yang mengungkit pencapaian target nasional.
g. Kebijakan sistem perbenihan/pembibitan, perlindungan petani,
kelembagaan petani, inovasi dan diseminasi teknologi, penyuluhan, dan
kebijakan sistem perkarantinaan pertanian.
h. Kebijakan mendukung program tematik: MP3EI, MP3KI, PUG, KSS,
ketenagakerjaan, percepatan daerah tertinggal, kawasan khusus dan wilayah
perbatasan.
i. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta penanganan pasca bencana
alam
j. Kebijakan subsidi: (1) subsidi pupuk tetap diperlukan dengan cara
mengurangi pupuk tunggal, menaikan subsidi pupuk majemuk, (2) pupuk
organik tetap dikembangkan bukan dengan dukungan subsidi, tetapi dialihkan
15
menjadi kegiatan pengembangan pupuk organik, (3) subsidi benih ditiadakan
dan dialihkan menjadi kegiatan penguatan penangkar benih/bibit.
k. Kebijakan kredit: (1) kredit ketahanan pangan akan terus dilanjutkan untuk
mendorong dn meningkatkan produksi dan produktivitas pangan guna
mendukung ketahanan pangan, (2) untuk lebih menjamin teralokasinya kredit
untuk pangan, maka plafon kredit dialokasikan menurut subsektor, (3) untuk
memecahkan kelangkaan tenaga kerja & menjamin pengelolaan pangan skala
luas, maka Kredit Mekanisasi pertaniaan sangat diperlukan, (4) kegiatan
sertifikasi tanah diperlukan. sehingga layak kredit.
16
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18