Hukum Dan Etika Kebidanan
Hukum Dan Etika Kebidanan
b. Kewaiiban Bidan
1) Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum
antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia
bekerja.
2) Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar
profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
3) Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
4) Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau
keluarga.
5) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah
sesuai dengan keyakinannya.
6) Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien.
7) Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan
dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul.
8) Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan
yang akan dilakukan.
9) Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
10)
BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya
melalui pendidikan formal atau non formal.
11) Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra
timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima
dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus
memanfaatkan nilai-nilai keperawatan/kebidanan dalam menerapkan etika dan
moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.
Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat
melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap
etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi,
keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen,
penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan
1. Kegiatan Belajar 1.
OLEH: Drs.NGADIYONO, SKp., Ns., MHKes.
Sebelum membahas tentang aspek legal atau aspek hukum dalam pelayanan kebidanan, baiklah
saudara saya ajak untuk belajar bersama tentang kata yang mengikuti kata legal, yaitu pelayanan
dan kebidanan. Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan membantu melayani
apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya masih menurut kamus besar Bahasa Indonesia,
kalau dikaitkan dengan masalah kesehatan diartikan pelayanan yang diterima oleh sesorang dalam
hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu gangguan kesehatan
tertentu[1]. Kalau dihubungkan dengan perkembangan bidang kesehatan terutama profesi
kesehatan, pengertian pelayanan yang ada dalam kamus tersebut terasa sangat sempit, sebab
pengertian tersebut belum mencakup keseluruhan aspek dalam pelayanan kesehatan. Selanjutnya
kalau memperhatikan Ps. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009[2], dalam Ketentuan Umum, terdapat
pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan. Yaitu pelayanan
kesehatan yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan (promotif) pencegahan
(preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
Dua sumber pengertian tersebut, masih belum menggambarkan subyek atau pelaksana pelayanan.
Kalaupun ditambahkan dengan subyeknya tentu akan menjadikan sederatan kalimat yang panjang,
sebab subyek atau pelaksana pelayanan kesehatan terdiri dari berbagai profesi.
Selanjutnya saudara saya ajak untuk membaca pengertian pelayanan kebidananan yang termuat
dalam Kepmenkes. RI Nomor: 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standart profesi bidan, pelayanan
kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang
telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Dan dengan demikian saudara memiliki tiga pengertian tentang pelayanan kebidanan dari tiga
sumber tersebut dikatakan sebagai definisi ditinjau dari teori pembuatannya, maka definisi
pelayanan yang dihubungkan dengan kesehatan tersebut belum kalau tidak boleh dikatakan tidak
tepat. Sebab sebuah definisi tidak boleh mengulang kata yang didefinisikan[3] , yaitu pelayanan.
Namun kalau digabungkan pengertian tersebut adalah kegiatan membantu memenuhi kebutuhan
seseorang atau pasien, oleh tenaga kesehatan (bisa bidan, perawat, dokter dsb) dalam upaya
kesehatan —(meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan)— yang sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Bahasan kita berikutnya adalah tentang aspek legal. Legal, berasal dari kata leggal (bahasa
Belanda) yang pengertiannya adalah sah menurut undang-undang[4]. Atau menurut kamus Bahasa
Indonesia, legal diartikan sesuai dengan undang-undang atau hukum. Dari dua sumber pengertian
tersebut sama-sama menyebut undang-undang. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
terdapat kata hukum. Untuk memberi gambaran berikut ini akan dibahas tentang konsep undang-
undang dan konsep hukum secara garis besarnya.
Seperti yang telah dibahas dalam pengantar bahwa hukum itu salah satu tatanan yang ada dalam
kehidupan masyarakat dan merupakan perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban
dan keteraturan, —2 tatanan lainnya adalah, tatanan kebiasaan, dan tatanan kesusilaan. Dalam
tatanan hukum, dicirikan oleh penciptaan norma-norma hukum yang dibuat secara sengaja oleh
suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan
atau pembuatan hukum itu dan menghasilkan substansi yang sah.
Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum
yang paling utama dan kegiatan badan itu disebut dengan kegiatan perundang-undangan. Hukum
yang dihasilkan oleh proses seperti itu disebut sebagai hukum yang diundangkan[5].
Dengan uraian tersebut diatas, maka pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah
penggunaan Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi
sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi
kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan.
Perlu disampaikan pula pada saudara, bahwa Undang-undang atau peraturan perundangan yang
digunakan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan sebagai dasar pelayanan adalah undang-undang
atau peraturan perundangan yang khusus diperuntukannya. Sehingga akan muncul berbagai
macam undang-undang dari berbagai macam profesi, misalnya saat ini sudah ada UU Praktik
Kedokteran —untuk Perawat dan Bidan sedang dalam proses di Badan Legislasi Nasional—- dan
seterusnya tentu akan disusul dengan profesi lain yang belum memiliki undang-undang.
Dan perlu diketahui pula semua bentuk peraturan hukum maupun perundang-undangan yang
menyangkut tentang pelayanan kepada masyarakat dan menjadi fungsi bidan dan kebidanan
menjadi acuan pelaksanaan pelayanan kebidanan. Oleh karena belum ada literatur yang secara
spesifik menguraikan tentang peraturan perundang undangan yang digunakan atau yang menjadi
dasar pelayanan kebidanan, maka menjadi tugas kita bersama untuk menginventarisasi peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan pelayanan kebidanan, mulai dari UUD 1945, UU,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, PP termasuk peraturan / keputusan Menteri
maupun peraturan daerah Perda.
2) Latihan.
Untuk memberikan pemahaman tentang “pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan”
sebagaimana diuraikan tersebut, coba jelaskan kembali masing-masing kata dalam kalimat
selanjutnya rangkum kedalam kalimat sendiri.
3) Rangkuman.
Pengertian pelayanan yang dikaitkan dengan masalah kesehatan adalah kegiatan membantu
memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien, oleh tenaga kesehatan (bisa bidan, perawat, dokter
dsb) dalam upaya kesehatan yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.
Dalam tatanan hukum, dicirikan oleh penciptaan norma-norma hukum yang dibuat secara sengaja
oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan
penciptaan atau pembuatan hukum itu dan menghasilkan substansi yang sah.
Pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma hukum yang telah
disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan
sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau
pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan
pemulihan kesehatan.
4) Tes formatif.
i. Uraikan secara singkat masing-masing kata dalam kalimat “Aspek legal dalam pelayanan
kebidanan”.
ii.Dari masing masing kata dalam kalimat selanjudnya susun menjadi kalimat sendiri yang
membentuk pengertian yang komprehensif dari kalimat “ Aspek legal dalam pelayanan kebidanan”
5) Umpan Balik.
Cocokan hasil jawaban saudara kedalam uraian materi yang telah disajikan, jika kedua pertanyaan
tersebut sesuai dengan materi yang telah disajikan maka pemahaman saudara 80 – 100 %. Dan
jika kurang dari itu maka pemahaman materi 1 yang saudara pelajari perlu diulang lagi.
[1] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, edisi
kedua, Balai Pustaka,Jakarta th. 1991.
[2] ——————– , Undang-Undang Kesehatan RI, No:36 Tahun 2009, Bab I, Ps. 1.
1. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
2. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi
kesehatan.
3. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit.
4. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
5. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
6. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dimasyarakat.
[3] —————————–, Logika, penerbit Karunika Universitas Terbuka, Jakarta Th. 1985,
hal….
[4] Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, edisi lengkap, Penerbit Aneka Ilmu Semarang, th. 1977.
[5] Ronny Hanintijo Soemitro, SH dan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Pengantar Ilmu Hukum,
Penerbit Karunika Jakarta, Univesitas Tebuka, 1985, hal.77.
Tujuan:
Suatu persyaratan untuk melaksanakan praktek bidan peroragan dalam
memberikan pelayanan kebidanan sesuai degan ketentuan 2 yang sudah
ditetapkan dalam per undang-undagan serta memberikan kejelasan batas 2
kewenangannya dalam menjalankan praktek kebidanan
Praktek Bidan:
Perijinan :
Legislasi :
Tujuan Legeslasi:
2.Memberi kewenangan
4. Meningkatkan profesionalime
Lisensi :
Adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau
yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi
yang teregestrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan Lesensi
3. Meyakinkan klien
Registrasi :
Adalah suatu proses dimana bidan harus ( wajib ) mendaftarkan diri pada kantor
wilayah Departemen Kesehatan / Dinas Kesehatan propinsi untuk mendapatkan
surat izin Bidan sebagai persyaratan menjalankan pekerjaan kebidanan dan
mempermudah nomer registrasi ( Regestrasi menurut keputusan Menteri
Kesehatan republik Indonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002)
SIB berlaku untuk masa 5 tahun dan setiap 5 tahun bidan yang bersangkutan harus
melakukan registrasi ulang.
Otonomi bidan adalah kekuasaan untuk mengatur persalinan peran dan fungsi
bidan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki seorang bidan (
suatu bentuk mandiri dalam memberikan pelayanan)
Tujuan umum :
Agar pada bidan mengetahui tugas otonomi atau mandiri independen sesuai
dengan hal kewenangan berdasarkan undang-undang kesehatan yang berlaku
Tujuan khusus :
a. Faktor kesehatan
b. Faktor skill
c. Etika/perilaku
e. Kewenangan bidan
Segi birokrasi
Perundang undangan.
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 “TENTANG REGISTRASI
DAN PRAKTIK BIDAN”
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor “369/MENKES/SK/III/2007” Tentang Standar Profesi Bidan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Iindonesia Nomor
“HK.02.02/MENKES/149/2010” Tentang Izin dan Penyelengaraan Praktik Bidan
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan Penyelengaraan
Praktek Bidan.
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatn termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan
Pasal sebagai berikut :
Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan,
asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan
maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek
kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :
a. STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan
dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir
dan keluarganya.
b. PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan
kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua
c. ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini,
pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
d. ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap
terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan
yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
e. ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
f. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif
pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
g. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif
pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
h. KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan
komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.
i. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan
gangguan sistem reproduksi.
Pasal 6
Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi
tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran
peraturan ini. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan
Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan
meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan
kepada ibu dan bayi Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa
menyusui.Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2)
meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala
III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim
dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa
pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada
dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di
luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan
pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan
modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh
sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan
Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan
Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang
dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan
kelahirana dan kematian.
2.Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau
keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar
pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.
Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari
Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu :
Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3
ayat Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan
wajibMemiliki SIKB Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki
SIPB, SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu
tempat Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5 Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada
Bab III Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala
bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi
keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama
memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan
landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin
dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil
dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam
tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting
dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-
nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis dapat mengambil rumusan masalah dengan
mengangkat masalah tentang “Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan”
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah Agar mahasiswa mampu memahami
pengantar ilmu hukum dan memahami tentang aspek hukum dalam praktek
kebidanan
D. Manfaat
Adapun manfaat penuliasan makalah ini yakni agar profesi kebidanan agar dapat
diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum kesehatan yang terkait dengan etika profesi dan pelanyanan kebidanan. Ada
keterkaitan atau daerah bersinggunan antara pelanyanan kebidanan, etika dan
hokum atau terdapat “grey area”. Sebagaimana di ketahui bahwa bidan merupakan
salah satu tenaga kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Sebelum
menginjak kehal – hal yang lebih jauh, kita perlu memahami beberapa konsep dasar
dibawah ini :
• Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang
diakui Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek
kebidanan di Negara itu. Dia harus mampu memberikan supervise, asuhan dan
memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hmil , persalinan
dan masa pasca persalinan, memimpin persalianan atas tanggung jawab sendiri
serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
• Pekerjaan itu termaksud pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi
orangtua dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, KB dan Asuhan anak,
Rumah Perawatan, dan tempat – tempat pelayanan lainnya (ICM 1990)
B. Saran
Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan
advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen,
penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Heni Puji. Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya; Yogyakarta. 2008
Marimba, Hanum. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra Cendikia
Press;Yogyakarta.2008
Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of Nursing Care,
Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
http://dinopawesambon.blogspot.com/2011/07/hukum-kesehatan-dalam-
kebidanan.html
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Kelompok berupa makalah ini sebagai
tugas mata kuliah dengan judul “Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
PENDAHULUAN
Fungsi pengetahuan etik bagi bidan adalah memberikan bantuan yang positif bagi
bidan untuk menghindarkan dari prasangka dalam melakukan pekerjaannya. Etik
memliki dimensi kode etik, yaitu : anggota profesi & klien, anggota profesi &
sistem kesehatan, anggota profesi & profesi kesehatan, sesama anggota profesi
Menjaga kerahasiaan
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh
setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya
dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-
petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan
profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam
pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik memiliki tujuan, yaitu
menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga & memelihara
kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan
meningkatkan mutu profesi
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal
dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu
profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian
profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan
disyahkan dalam kongres Nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk
pelaksanaannya disyahkan dalam rapat kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991,
sebagai pedoman dalam berprilaku. Kode etik bidan Indonesia mengandung
beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2)
Penutup (1)
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien
Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya
URAIAN MATERI
Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik
buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang
menjadi pedoman suatu tindakan.
2. Konflik 2 prinsip
A. MASALAH – MASALAH ETIK MORAL YANG MUNGKIN TERJADI
DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
• Informed Concent
• Negosiasi
• Persuasi
• Komite etik
Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu
consent atau persetujuan :
1. Sukarela (Voluntariness)
Sukarela mengandung makna pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada
unsur paksaan didasari informasi dan kompetensi
2. Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan. Dalam
berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap
dibutuhkan agar mampu keputusan yang tepat.
Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping akan membuat
klien sulit mengambil keputusan
3. Kompetensi (Competence)
4. Keputusan (decision)
1. Informed Consent
Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan, untuk
melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi
lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consent
merupakan suatu proses. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun
1981 PP No.8 tahun 1981.
Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti
jaminan informed consent telah terjadi. Merupakan dialog antara bidan dan pasien
di dasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan
formulir. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah
mendapat informasi secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga
yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang
akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Berperan dalam
mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya
adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
- Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil pemikiran
rasional
b. Syarat Sahnya Perjanjian Atau Consent (KUHP 1320)
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan
setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
2) Kecakapan
Contoh :
Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat, maka ia tidak dapat
berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh
suaminya, bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk
memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan
tersebut gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.
Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan
terinci.
Misal :
Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis
kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian yang terpenting harus
dilampirkan identitas yang membuat persetujuan
Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, tata tertib,
kesusilaan, norma dan hukum
contoh :
Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan,
serta siapa yang berhak menandatangani.
Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atauibu tidak mampu secar hukum
untuk menyatakan persetujuannya.
Dalam keadaan darurat, misal kasus perdarahan pada bumil dan kelaurga belum
bisa dihubungi, dalam keadaan begini siapa yang berhak memberikan persetujuan,
sementara pasien perlu segera ditolong.
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat menerapkan
etika dalam menjalankan praktik.
Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan
peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik
kebidanan
1. Informed Choice
Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak
informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam
asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya
Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap
diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.
a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan
dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan
dilakukan bidan
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “ pilihannya”
sendiri.
2. Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik
Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan
dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain,
sebaiknya tatap muka.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan
haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah
memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi
yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat
ditekan serendah mungkin
Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan
untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra
dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan
• Tempat melahirkan
• Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan
• Pemakaian analgesia
• Episiotomi
• Pemecahan ketuban
• Penolong persalinan
• Metode kontrasepsi
MUNIEZ.SEIYAN
Rabu, 17 Juli 2013
LANGKAH-LANGKAH
PENYELESAIAN MASALAH DILEMA DAN KONFLIK
MORAL
PEMBIMBING:
Sri Luluk, SST.
Mata Kuliah : Etika Profesi dan Hukum Kesehatan.
Nama Kelompok :
1. DYAH SHINTA DWI (11.02.017)
AKADEMI KESEHATAN
RAJEKWESI BOJONEGORO
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN AKADEMI 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Langkah-langkah penyelesaian masalah dilema dan konflik moral“.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan
Hukum Kesehatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun tercapainya
kesempurnaan makalah ini, kepada teman-teman dan pembaca khususnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan
falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat
dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau perkembangan norma
atau niali. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah
dengan lewatnya waktu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika diartikan “sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan
dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak
dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan.
Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan
manusia. Etika Merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan
penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994).
Inggris à Ethis, tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, tindakan yang harus
dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Etik adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang
sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dan konsep yang
membimbing makhluk hidup dalam berfikir dan bertidak serta menekankan nilai-
nilai mereka. (Shirley R Jones – Ethics in Midewifery)
Lawannya amoral
Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik atau benar itu lebih baik daripada
yang buruk atau salah.
Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler :
a. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini
orang tiggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral
b. Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama
dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
Bagi kita umat beragama, tentu moral keagamaan yang harus dianut dan bukannya
moral sekuler, karena etik berkaitan dengan filsafat moral maka sebagai filsafat
moral, etik mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara
tradisional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk,
yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang
menjadi pedoman bagi tidakan manusia, dan moral diartikan menganai apa yang
dinilainya seharusnya oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagai moral
yang ditunjukan kepada profesi, oleh karena itu etik profesi sebaiknya juga
berbentuk normatif.
Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau
pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan tanggung
jawab profesional,yaitu:
Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat dipisahkan.
DILEMA MORAL:
2) Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan “A”
dengan di laporkan ke lembaga yang berwenang.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik
buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang
menjadi pedoman suatu tindakan.
Bidan dihadapkan pada dilema etik membuat keputusan dan bertindak didasarkan
atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi mereflekasikan pada pengalamannya
atau pengalaman rekan kerjanya.
3.2. SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami
dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa
memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga
makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan
kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu
dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
http://endahdian.wordpress.com/2009/12/21/dilema-etik-moral-pelayanan-
kebidanan/
http://denipurnama.blogspot.com/2009/02/etika-keperawatan.html
http://www.scribd.com/doc/26952303/Issue-Etik-Pelayanan-Kebidanan