Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
T.A 2017/2018

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Materi : Penyakit diare


Pokok bahasan : Pencegahan dan penanggulangan penyakit diare
Hari/Tanggal : Kamis, 21 November 2019
Waktu pertemuan : 08.00 – 08.30 / 30 menit
Tempat : Puskesmas Simpang Tiga
Sasaran : Klien dan keluarga klien yang berkunjung di Puskesmas
Simpang Tiga

A. Latar belakang
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja encer atau cair (Suriadi dan Rita, 2010).Diare yaitu penyakit yang terjadi
ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita
diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari
tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu
24 jam (Dinkes, 2016).
Diare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan perubahan
konsistensi tinja menjadi lebih cair, dengan/tanpa darah dan dengan/tanpa
lendir.7 Diare menjadi penyebab kematian terbanyak nomor dua pada anak
berusia di bawah lima tahun dengan 1,5 juta anak meninggal tiap tahunnya.
Diare juga merupakan penyebab utama kejadian malnutrisi pada anak berusia
di bawah lima tahun. Prevalensi diare pada kelompok umur 1 - 4 tahun di
Indonesia sebanyak 16,7% dan merupakan prevalensi terbanyak
dibandingkan kelompok umur lainnya. Data yang dilaporkan dalam

1
Riskesdas 2007 menunjukkan diare sudah menjadi penyebab kematian
terbanyak pada balita di Indonesia dengan persentase 25,2%.9
Prevalensi diare di Indonesia sebanyak 9% dan Sumatera Barat
termasuk dalam salah satu provinsi dengan prevalensi diare klinis di atas rata-
rata yaitu 9,2%.9 Di Kota Padang, diare masih termasuk ke dalam 10
penyakit terbanyak yang diderita masyarakat. Kelompok umur terbanyak
adalah anak berusia di bawah lima tahun (45,8%).10 Berdasarkan data diare
Kota Padang Tahun 2011, terdapat 11.653 kasus diare dengan jumlah kasus
pada balita sebanyak 4755 kasus (40,8%).11 Penelitian yang dilakukan oleh
Scrimshaw, Taylor, dan Gordon (1968) memperlihatkan bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara diare dan malnutrisi. Diare dapat menimbulkan
terjadinya malnutrisi dan sebaliknya, malnutrisi juga bisa menjadi penyebab
timbulnya diare. 12 Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2011
menunjukkan bahwa kasus diare tertinggi di Kota Padang terdapat di
Puskesmas Lubuk Buaya (12,3%). Jumlah kasus diare pada balita di
Puskesmas Lubuk Buaya sebanyak 493 kasus (34,3%). Berdasarkan data
kasus diare perkelurahan tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas Lubuk
Buaya, kasus diare terbanyak ditemukan di Kelurahan Lubuk Buaya dengan
470 kasus (31,5%).
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan klien dan keluarga klien dapat
mengetahuipengertian diare, penyebab diare, tanda dan gejala diare,
pencegahan diare, serta penatalaksanaan diare.
2. Tujuan khusus :
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, klien dan keluarga klien
diharapkan:
a. Klien dan keluargaklien dapat mengetahui tentang pengertiandiare.
b. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui tentangpenyebab diare.
c. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui tanda dan gejala dari
diare.

2
d. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui pencegahanpenyakit
diare.
e. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui penatalaksanaanpenyakit
diare.

C. Metoda
1. Ceramah
2. Tanya jawab
D. Media
1. Leaflet
E. Waktu dan Tempat
Waktu : Jam 08.00 – 08.30 / 30 menit
Tempat : Puskesmas Simpang Tiga
F. Pengorganisasian
1. Leader : Nadia Pertiwi
2. Fasilitator : Shanti Lesmana Sari
3. Observer : Desvi Fitriawan
G. UraianTugas
1. Leader
a) Mengatur jalannya selama acara berlangsung
b) Membuka acara
c) Memperkenalkan mahasiswa
d) Menjelaskan tujuan dan topik yang disampaikan
e) Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
f) Mengatur jalannya diskusi
g) Menyajikan isi materi yang sudah disiapkan
h) Menjawab pertanyaan audience
2. Fasilitator
a) Memberikan motivasi kepada audience untuk aktif
b) Memfasilitasi audience untuk berinteraksi/ bertanya
c) Memfasilitasi selama kegiatan berlangsung

3
3. Observer
a) Mencatat jalannya acara dan hasil acara audience
b) Mengobservasi jalannya penyuluhan
c) Mengamati penyuluhan kesehatan
d) Mencatat hasil pelaksanaan penyuluhan kesehatan
e) Membuat laporan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan.

4
H. Setting Tempat

= Peserta

= Fasilitator

= Leader

= Observer

5
I. KegiatanPenyuluhan
No. Waktu Kegitan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 5 Menit Persiapan : Ruangan, alat-alat,
a. Menyiapkan ruangan. dan peserta sudah
b. Menyiapkan alat. siap.
c. Menyiapkan peserta.
2. 5 Menit Pembukaan :
a. Moderator memberikan salam a. Klien dan
b. Moderator/ co-leader keluarga klien
memperkenalkan anggota penyuluh menjawab
c. Moderator menjelaskan topik salam
penyuluhan b. Klien dan
d. Moderator menjelaskan tujuan keluarga klien
penyuluhan mendengarkan
e. Moderator membuat kontrak waktu dan
memperhatika
n
c. Kliendan
keluarga klien
mendengarkan
dan
memperhatika
n
d. Kliendan
keluarga klien
mendengar
dan
memperhatika
n
e. Klien dan

6
keluarga klien
mendengarkan
dan
memperhatika
n
3. 20Menit Kegiatan :
a. Leader menggali pengetahuan a. Klien dan
peserta tentangpengertian, penyebab, keluarga klien
tanda dan gejala, pencegahan, serta mengemukaka
penatalaksanaanpenyakit difteri n pendapat
b. Leader memberi `reinforcement b. Klien dan
positif keluarga klien
c. Leader menjelaskan materi antara terlihat
lain pengertian, penyebab, tanda dan bersemangat
gejala, pencegahan, serta c. Kliendan
penatalaksanaanpenyakit difteri. keluarga klien
d. Leader mempersilahkan peserta mendengarkan
untuk bertanya dan
e. Leader menjawab pertanyaan peserta memperhatika
f. Leader mengevaluasi pengetahuan n
peserta mengenai materi yang telah d. Kliendan
disampaikan. keluarga klien
g. Leader memberikan reinforcement mengajukan
positif pertanyaan
e. Klien dan
keluarga klien
mendengarkan
dan
memperhatika
n
f. Kliendan

7
keluarga klien
mengemukaka
n pendapat
g. Kliendan
keluarga klien
terlihat
bersemangat

4. 5 Menit Penutup :
a. Leader menyimpulkan hasil diskusi a. Kliendan
b. Leadermengucapkansalam. keluarga klien
mendengarka
n dan
c. Merapikanalatdantempatpenyuluhan. memperhatika
n
b. Klien dan
keluarga klien
menjawab
salam.
c. Alat dan
tempat
penyuluhan
sudah rapi

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan
memungkin kan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Posisi tempat di tunggu Puskesmas Simpang Tiga
c. Peserta sepakat mengikuti kegiatan
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.

8
e. Leader, Co-Leader, Fasilitator, Observer berperan sebagaimana
mestinya.

2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga
akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinir seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam mengantisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsisebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dariawal hingga akhir.

3. Evaluasi Hasil
a. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui pengertian dari diare.
b. Kliendan keluarga klien dapat mengetahui penyebab dari diare.
c. Klien dan keluarga klien mengetahui tanda dan gejala dari diare.
d. Klien dan keluarga klien mengetahui pencegahan diare.
e. Klien dan keluarga klien mengetahui penatalaksanaan diare.

9
K. Materi Penyuluhan
1. Definisi
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja encer
atau cair (Suriadi dan Rita, 2010).Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat
perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih
berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

2. Etiologi/Faktor Risiko/Faktor Predisposisi


Penyebab diare pada anak menurut Ngastiyah (2014) disebabkan oleh
berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Penyebab diare dibagi
menjadi beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Infeksi
a. Infeksi Enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
1) Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)
Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus
3) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans)
b. Infeksi Parenteral, yaitu infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun

10
2) Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa)
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan yaitu, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4) Faktor psikologis yaitu, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar)

3. Patofisiologi
MenurutHidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat
disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
1) Faktor infeksi
a. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus.
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh
bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya
sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan
usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru
yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga
fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus
halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan
dengan baik.Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan
sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi
yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

11
b. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam
mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.Enterotoksin
ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti
demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.Selain itu, mukosa usus
yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah berl 14 hari tanpa
pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang
baru (Wijoyo, 2013).
2) Faktor Malabsorpsi
a. Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus
dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan
osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam
lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan
dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus
dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
(Nursalam, 2008).
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang
dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang,
terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik
dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).

12
3) Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik.Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan diare (Hidayat, 2008).Diare akut berulang dapat menjurus ke
malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami
perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim
yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare berulang
yang kronik.Anak dengan PEM terjadi perubahan respons imun, menyebabkan
reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan
jumlah sel T yang beredar.
Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami
malabsorpsi.Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi,
keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus
yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan
protein.Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono,
2008).
4) Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan
diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).

4. Manifestasi Klinis
Ciri-ciri anak yang menderita diare adalah sebagai berikut:
1) Buang air besar lebih dari 3 kali
2) Badan lemas
3) Tidak nafsu makan
4) Turgor kulit jelek
5) Membran mukosa
6) Bibir kering

13
7) Didalam feses bisa terdapat darah maupun lendir
8) Mata terlihat cekung
9) Mual dan muntah juga dapat ditemui
10) Demam
11) Nyeri pada abdomen

5. Klasifikasi Diare pada Anak


Menurut Wong (2009) diare pada anak dibagi atas 2 macam, yaitu sebagai
berikut:
1) Diare Akut
Diare akut adalah penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita.Diare
akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba
frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
gastrointestinal.Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atau saluran
kemih, terapi antibiotik, atau pemberian obat pencahar (laktasif). Diare akut
biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda
tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
2) Diare Kronis
Diare kronis yaitu keadaan dimana meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali
diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi,
penyakit inflasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi laktosa
atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari pelaksanaan diare
akut yang memadai.

14
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Emmanuel (2014), adapun pemeriksaan penunjang diare pada anak
adalah sebagai berikut:
1) Endoskopi
- Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami
mual dan muntah
- Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum
- Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker
2) Radiologi
- CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
- Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit
bilier atau prankeas
3) Pemeriksaan lanjutan
- Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare
- Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi
4) Pemeriksaan laboratrium
- Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya
penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
- Pemeriksaan urin Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin
yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya
ketosis
- Pemeriksaan tinja Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat

15
- Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi
peningkatan kadar protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik,
pH menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan basa
- Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik

7. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat terjadi
dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1) Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena:
- Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja
- Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna,
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh
- Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
- Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria)
- Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler
Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam nonvolatil,
maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan
pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul)
(Suharyono, 2008).
2) Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori
protein (KKP), karena:
- Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu
- Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi. Gejala
hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40%

16
pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis,
peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma
3) Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi
penurunan berat badan. Hal ini disebabkan, karena:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering
memberikan air teh saja
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam
waktu yang terlalu lama
- Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik
4) Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah,
maka dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia,
asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam
otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat
meninggal.
5) Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis pada diare yang dialami oleh anak-anak menurut
Ngastiyah (2014) adalah sebagai berikut:
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan:
a. Jenis cairan

17
- Oral: pedialyte atau oralit, Ricelyte
- Parenteral: NaCl, Isotonic, infus
b. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan
c. Jalan masuk atau cara pemberian:
- Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3,
KCL dan glukosa
- Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu
tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak
cairan yang diberikan tergantung dari berat Poltekkes Kemenkes
Padang 22 ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya
d. Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan
- Identifikasi penyebab diare
- Terapi sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas
dan sekresi usus, antiemetik
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan:
- Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya)
- Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak
tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh

18
9. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien
defekasi.Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit. Bila tidak ada
oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1 gelas air matang yang agak
dingindilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan
melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas
persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan
berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk
segera mengatasi dehidrasi
2) Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan
sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat
dihitung dengan cara:
- Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya
- Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu
- Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya
- Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaput lendir mulut kering
- Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak
atau secara realimentasi.

19
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai
berikut:
1) Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan
perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
a) Jelaskan pada ibu, untuk:
- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
- Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan
- Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah
b) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan
kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus diberikan setiap
kali anak berak:
- Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak
- Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali berak
c) Katakan kepada ibu
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti
b. Beri tablet Zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.
2) Rencana terapi B

20
Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik
sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam

a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama:


- Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas
- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
juga 100-200 ml air matang selama periode ini
b. Tunjukkan cara memberikan larutan oralit:
- Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat
- Lanjutkan ASI selama anak mau
c. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
- Umur < 6 bulan = 10 mg/hari
- Umur > 6 bulan = 20 mg/hari
d. Setelah 3 jam
- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
- Mulailah memberi makan anak
e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
- Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
- Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan
- Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi

21
- Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
3) Rencana Terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer
Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi sebagai
berikut:
Pemberian Cairan

b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit)
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalan
menuju klinik
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau
mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)

22
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
- Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih
lambat
- Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena
- Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.
4) Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai
dosis dan waktu yang telah ditentukan
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10 hari:
- Umur < 6 bulan = ½ tablet
- Umur ≥ 6 bulan = 1 tablet
c. Cara pemberian tablet Zinc
- Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak
- Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh
- Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari
penuh, meskipun diare sudah berhent, karena Zinc selain memberi
pengobatan juga dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama
2-3 bulan ke depan
- Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan
5) Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai
suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada
penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan
terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna.

23
Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga
meningkatkan respons imun alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan
ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare
akut.Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga keseimbangan flora usus
normal yang mendasari terjadinya diare.Probiotik aman dan efektif dalam
mencegah dan mengobati diare akut pada anak.
6) Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga
masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan
bertambah jika, pasien juga mengalami muntah-muntah atau diare lama,
keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga
penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi. Pada
pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang
menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan.Pemberian makanan harus
mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan anak
menerimanya.Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan
biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum
teh. Hari esoknya jika defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging
yang tidak berlemak

24
DAFTAR PUSTAKA

Emmanuel, anton. & Inns, stephen. (2014). Gastroenterologi dan Hepatologi.


Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Aziz Alimul A. (2008).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I.,& Mulyani, N.S.
(2010). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Ngastiyah.(2014). Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi.(2013). Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Nursalam, Susilaningrum, R.,& Utami, R. (2008).Asuhan keperawatan bayi dan
anak.Jakarta: Salemba Medika.
Suharyono.(2008). Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta
Suriadi, Yuliani, Rita.(2010). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV. Sagung Seto.
Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwart, P.
(2008).Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai