Anda di halaman 1dari 22

Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Pada Pasien Dengan Bantuan Hidup Dasar


“Fraktur Muskuloskeletal”

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Niswatun Hasanah P27820716001
2. Silvia Handayani P27820716002
3. Is Inatun Hasanah P27820716003
4. Della Afrianti P27820716004
5. Putri Alvianita P27820716005
6. Cindy Aprilia P. P27820716006
7. Elita Rezi Safira P27820716007
8. Lilis Indah Sari P27820716008
9. Fitri Sholichah P27820716009
10. Lela Andika Sari P27820716010
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D4 KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
TAHUN AJARAN 2019-2020

KATA PENGANTAR

i
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan
Bantuan Hidup Dasar dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada dosen


pembimbing mata kuliah asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan
bantuan hidup dasar, untuk rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan makalah ini, tugas yang kami laksanakan dapat tercatat dengan rapi
dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan
proses belajar, terutama pada mata kuliah asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien dengan bantuan hidup dasar.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat
belajar bersama demi kemajuan bersama.

Surabaya, 23 Juli 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Konsep Teoritis Fraktur..............................................................................3
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi........................................................................3
2.1.2. Definisi...............................................................................................4
2.1.3. Klasifikasi..........................................................................................5
2.1.4. Etiologi...............................................................................................7
2.1.5. Patofisiologi.......................................................................................7
2.1.6. WOC..................................................................................................10
2.1.7. Manifestasi Klinis..............................................................................10
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................10
2.1.9. Penatalaksanaan.................................................................................11
2.1.10. Komplikasi.......................................................................................15
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis Fraktur .......................................................16
2.2.1. Pengkajian..........................................................................................16
2.2.2. Diagnosa Keperawatan......................................................................18
2.2.3 Intervensi Keperawatan......................................................................18
BAB III PENUTUP.........................................................................................21
3.1 Kesimpulan.................................................................................................21
3.2 Saran...........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam
taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi
peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat
otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan
bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga
menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur
dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut
fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Berdasarkan data dari rekam
medik RS Soegiri di ruang Orthopedi periode Juli 2011 s/d Desember 2012
berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang
mengalami fraktur panggul atau pelvis presentase sebesar 5% dan fraktur
femur sebesar 20%. Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya
fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode
mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 :
2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan dan infeksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi tulang?
2. Apa yang dimaksud dengan definisi fraktur?
3. Bagaimana klasifikasi fraktur?
4. Apa saja etiologi fraktur?
5. Bagaimana patofisiologi fraktur?
6. Bagaimana WOC fraktur?
7. Bagaimana manifestasi klinis dari fraktur?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk fraktur?
9. Bagaimana penatalaksanaan untuk fraktur?
10. Bagaimana komplikasi dari fraktur?
11. Bagaimana pengkajian pada pasien fraktur?
12. Bagaimana diagnosa keperawatan pada pasien fraktur?
13. Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien fraktur?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi tulang
2. Untuk mengetahui definisi fraktur.
3. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur.
4. Untuk mengetahui etiologi fraktur
5. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur.
6. Untuk mengetahui WOC fraktur.
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada fraktur.
10. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur.
11. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien fraktur.
12. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien fraktur.
13. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien fraktur.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teoritis Fraktur


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan, dan otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi
system muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang laun.
Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak,
jantung, paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan

2
tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium, fosfot, magnesium
dan fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh tubuh total terdapat dalam tulang.
Sumsum tulang merah yang terletak hematopoesis. Kontrakssi ototo
menghasilkan suatu udaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas
untuk mempertahankan temperature tubuh. (Brunner&Suddart, 2002).
Tulang terbagi dalam empat kategori: tulany panjan (mis: femur), tulang
pendek (mis, vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus
(trabekular/spongius) atau kortikel (kompak), yulang panjang(mis femur
berbentuk sebagai tungkai/ batang panjang dengan ujung yang membalut)
ujung tulang panjang ditutupi kartilago artikular pada senfi sendinya.
Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan.
Tulang pendek (mis metakarpal) terdiri dari tulang konselus
ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis sternum) merupakan
tempat penting untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungN
bagi organ vital. Tulang tak teratur (mis vertebra) mempunyai bentuk yang
unik sesuai dengan fungsinya. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mengekskresikan matrik tulang dan terletak dalam osteon
(unit matrik tulang). Osteoklas aealah sel multi nuklea atau berinti banyak
yang berperan dalam penghancuran dan reabsprbsi tulang panjang dan
rongga rongg dalam tulang konselus (Rasjad, 1999)
Tibia atau tulang kering merupakan kernagka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dan fibula/ tilang betis. Tibia adalah
tulang pipa dengan batang dam dua ujung.
a. Ujung atas memperlihhatkan adanya kondil medial dan kondil
lateral,kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk
persendian dengan kepala fibula pada sendi fibio-fibular superior,
tuberkal dan fibia ada di sebelah depan dengan tpat ibawah kondil
kondil ini, bagian depan member kaitan kepada tendon dari insersi
otot ekstensor kwardrisep.
b. Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya
paling menjulang dan sepertiga sebelah tangan. Terlrtak subkutan
bagian ini membentuk krista tibia.
c. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki,
tulangnya sedikit dan kebawah sebelah medial menjulung menjadi

3
maleoulus media/ maleoulis tibia. Fibula/tullang betis adalah tulang
sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung.
d. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang
luar dari tibia tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
e. Batangnya ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan memberi
banyak kaitan.
f. Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleous
lateralis/ maleolus fibula (Evelyn Paecce, 2002).
2.1.2 Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktir tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutanvatau
primpilan korteks biasanya pataham lenglap dan fragmen tulang bergeser.
Kalau kulit diatasnya masih utus, keadaan ini disebut fraktir tertutup (atau
sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan
ini diisebut fraktur terbuka (atai compound) yang cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi (A, Graham, A & Louis, S 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulanh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2000).
Fraktur aralah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut. Keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitarnya tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson,
2006). Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawam yang disebabkan oleh kekerasan (Oswardi, 2000).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut (Brunner & Suddart, 2005), jenis-jenis fraktur adalah :
a. Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seuruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.

4
c. Open fracture (compound fraktur/ komplikata/ kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulag
menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
Grade III : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif
d. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
g. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi, fraktur dengan fragen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah)
j. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
k. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor)
l. Epifisial, fraktur melalui epifisis
m. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke framen tulang
lainnya
Menurut, (Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
a. Patah tulang tertutup
b. Patah tulang terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk
kedalam luka sampai ke tulang yang patah. Pata tulang dibagi menjadi
tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannyapatah tulang.
Tabel Derajat patah tulang terbuka

5
2. Patah tulang menurut garis fraktur

a. Fisura
tulang

disebabkan oleh cedra tilang hebat atau oleh cedera terus menerus yang
cukup lama seperti juga ditemukan pada retak stress pada struktur logam
b. Patah tulang serong
c. Patah tulang lintang
d. Patah tulang kumnutif oleh cedera hebat
e. Patah tuang segmental akrena cedera hebat
f. Patah tulang dahan hijau, periost tetap utuh
g. Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau
epifisis tulang pipa
h. Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
i. Patah tulang impresi
j. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain.
2.1.4 Etiologi
Menurut Oswari E, 2000, penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung, menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering berakibat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung, menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh di tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot, kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) fraktur yang dapat disebabkan
oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fratur atau akibat fragmen tulang.
2.1.5 Patofisiologi

6
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik
yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma kana mengeksudasi
palsma dan polifersai menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang memungkinkan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang
terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya ada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh. (Sylvia, 2006: 1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang apat menyebabkan terjadinya
perdarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
viseral. Karena adanya cedera, respon terhadap berkurangnya volume
darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk
menjaga output jantung, pelepasan ketokolamin endogen meningkatkan
tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetap hanya sedikit
membantu meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang
bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya
syok, termasuk histamin, bradikinin beta endorphin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar paa mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang

7
masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah
dengan cara kontraksi volume darah dalam sistem vena sistemik. Cara
yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel
dengan perfusi dan oksigenasi tiak adekuat tidak mendapat substrat
esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
roduksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dnegan berpindah
ke metabolisme anaerobik, hal ini mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya
berkepangjangan dan penyampainan substrat untun pembentukan ATP
tidak memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan
retikulum endoplasmik merupakan tanda ultra struktural pertama dari
hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedra mitokondrial.
Lisososm pecah dan melepaskan enzim yang mencerna struktur intra
seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga
terjadi penumpukan kalsium intra seluler.bila proses ini berjalan terus
menerus, terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema
jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan
darah dan hipoperfusi. (Purwadinata, 2000).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jarinagn lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi dan
mengakibatkan oengingkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah tersebut fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan
aktiftas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel – sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

8
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jarinagn otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddart, 2005).
2.1.6 WOC
Terlampir
2.1.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner dan Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan garakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas ada dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doengoes, 2000) pemeriksaan diagnostic fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
b. Skan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

9
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma,
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaan fraktur meliputi reduksi, mobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Brunner
dan Suddarth, 2002). Reduksi fraktur berarti mengenbalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada
sifat frakturnya .
Pada kebnayakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya , traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka , dengan pendekatan bedah , fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid
terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imibilisasi dapar
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan , gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,

10
latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemandirian dan harga diri (Brunner dan Suddarth, 2005)
Prinsip penangan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dan kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur
dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Prince,
2006)
Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003) , adalah sebagai
berikut :
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan , syok dan
penururnan kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara
dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera
adalah :
1. Meraba lokasi apakah masih hangat
2. Observasi warna
3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler.
4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera.
5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f.Meningkatkan gizi , makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150-300 gr/hari
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.

11
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) :
1. Inflamasi , tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
2. Proliferasi sel , terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi.
3. Pembentukan kalus , jaringan fibrus yang menghubungkan efek
tulang.
4. Opfikasi , merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan
tulang yang baru
5. Remodeling , perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisasi

a. Fase Hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka
pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system
Havers mengalami robekan dan akan membembentuk hematoma di
kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar akan diliputi periosteum.
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat
tekanan hematoma sehingga terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak. Osteosit di daerah fraktur akan kehilangan darah
dan mati, sehingga menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur setelah trauma.
b. Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal dan Endosteal
Proses penyembuhan fraktur karena sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna dan
dari endosteum membentuk kalus sinterna sebagai aktivitas seluler
dalam kanalis medularis. Robekan yang hebat dari periosteum akan
menyebabkan penyembuhan sel dari deferensiasi sel-sel
masenkimal yang tidak berdiferensiasi kedalam jaringan lunak.

12
Pada tahap awal penyembuhan terjadi pertambahan sel-sel
osteogenik. Setelah beberapa minggu, kalis dari fraktur membentuk
suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik ( belum
mengandung tulang, sehingga apabila di foto rontgen akan tampak
radiolusen).
c. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik
dan osteogenik yang apabila berada dalam keadaan yang tepat akan
membentuk tulang sejati dan kadang tulang kartilago. Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks intraseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
imatur yang disebut waven bone.
d. Fase Konsolidasi
Waven bone akan membentuk kalus primer dan secara
perlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas
osteoblast yang menjadi struktur lamerlar dan kelebihan kalus akan
diresopsi secara bertahap.
e. Fase Remodeling
Terjadi resipsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L.Wilson, 2006) :
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah belah
sembuh dalam posisi yang tidak ada pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndrome, adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
massif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan peningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

13
f. Fat embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Factor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 fraktur tahun.
g. Tromboembolik complication, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena rauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ektremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedi.
h. Infeksi, system pertahanan tubuh rusak bila ada trauma jaringan. Pada
trauma ortopedik infeksi dimuali pada kulit (superfisial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptic atau
nekrosis iskemia.
j. Reflex symphatethik dystrophy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
system syaraf simpatik abnormal syndrome ini belum banyak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropic dan vasomotor
instability.

2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah Kx, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. (Nasrul
Effendy, 1995 : 2-3).
2.2.1 Pengkajian
a. Identidas Klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl MRS, diagnose medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bias akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :
Provoking incident: apakah peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.
Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut/menusuk.

14
Region radiation, relief: apakah rasa sakit bias reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (scale of pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
bias berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan
jaringan sekirat yang menyebabkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat/perubahan warna kulit dan kecemasan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau pernah
punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberculosis / penyakit lain yang sifatnya menular dan menular.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan / gangguan pada personal
hygine, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengaalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feseswarna kuning dan konsistensi defekasi
pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / ganguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh keluarga /
perawat.

6. Pola persepsi dan konsep diri

15
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan
pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup / tidak dapat bekerja
lagi.
7. Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
8. Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
9. Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apakaah membuat pasien menjadi stress dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga
10. Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga
pasien tidak akan mengalami gangguan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan / mendekatkan diri dengan Allah SWT.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan ketidak tahuan
pasien tentang penyakitnya.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang mungkin akan dilakukan yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang dengan skala nyeri 1-3
 Tidak ada perilaku distraksi
 Klien tampak rileks
 TTV dalam batas normal : TD : 110-120/80-90 mmHg ; Nadi : 60-
100 x/mnt ; RR : 16-24 x/mnt ; S : 36,5-37,5 0C.
Rencana Tindakan :

16
(1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
nyeri.
R/ Dengan memberikan penjelasan pasien tidak merasa cemas dan
dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi nyeri.
(2) Ajarkan pada pasien tentang teknik mengurangi rasa nyeri.
R/ Diperolehnya pengetahua tentang nyeri akan memudahkan
kerjasama dengan asuhan keperawatan untuk memecahkan
masalah.
(3) Beri posisi senyaman mungkin.
R/ Memperlancar sirkulasi pada daerah luka atau nyeri.
(4) Observaasi TTV
R/ Observasi TTV dapat diketahui keadaan umum pasien.
(5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
R/Obat analgesic diharapkan dapat mengurangi nyeri.
2) Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan ketidak tahuan
pasien tentang penyakitnya
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
cemas berkurang.
Kriteria hasil :
 Pasien tampak tenang (rileks)
 Pasien istirahat dengan nyaman
 Pasien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal

Rencana Tindakan :
(1) Jelaskan pada klien mengenai prosedur tindakan pengobatan
R/ Pasien kooperatif mengenai prosedur tindakan pengobatan
(2) Kaji tingkat kecemasan klien
R/ dengan diberikan informasi bisa menurunkan cemas.
(3) Observasi TTV
3) Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilitas
Tujuan :
Setelah dilakukan intervemsi keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas sebatas kemampuan.
Kriteria Hasil :
 Pasien mengerti pentingnya melakukan aktivitas
 Pasien bisa duduk, makan, dan minum tanpa dibantu
 Pasien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal.
Rencana Tindakan :

17
(1)Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas
sebatas kemapuan.
R/ Dengan pendekatan yang baik diharapkan pasien akan lebih
kooperatif dalam melakukan aktivitas
(2)Observasi sejauh mana pasien belum melakukan aktivitas
R/ Dengan observasi diharapkan pasien sudah bisa melakukan
aktivitas
(3)Beri motivasi pada pasien dalam melakukan aktivitas
R/ Dengan adanya motivasi diharapkan pasien bisa lebih
bersemangat dalam melatih aktivitas.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001)
atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G &
Lockhart R, 2001).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri
banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian
korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak
terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan
fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang
tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena
kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat,
mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.

18
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca
dapat memahami tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat
membuat kita lebih hati-hati dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas
sehari-hari serta dapat membantu pasien fraktur

DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi & Yessie Mariza. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book.

19

Anda mungkin juga menyukai