Disusun oleh;
1. Giopani
2. Irgi Tia Fauzi
3. Ilham Nurfahmi
4. Joko purnama
5. Shandi
6. Jejen Maryana
7. Fatan Firazulah Alpian
8. Kiki Tohanurdi
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………... 2
D. Sistematika Penulisan…………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan……………………………………….. 4
B. Klasifikasi Pembunuhan……………………………………….. 5
C. Akibat dari Pembunuhan………………………………………. 19
D. Pembunuhan Menurut Hukum Positif…………………………. 24
E. Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat.. 27
BAB III PENUTUP…………………………………………………… 28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, Allah menciptakan manusia sebagai sebaik-
baiknya makhluk. Allah menjamin segala macam hak-hak yang dibutuhkan manusia, mulai dari hak
hidup, hak kepemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntit
ilmu pengetahuan, dan hak-hak yang lain.
Hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup. Sebab hal itu merupakan hak yang
suci dan tidak seorang pun yang dibenarkan secara hukum untuk melanggar hak ini, dengan alasan
apapun yang tidak dibenarkan. Allah SWT berfirman:
ِّ ۗ س الَّتِى َح َّر َم هللاُ اال بِ ْال َح
ق َ َوالتَ ْقتُلُوْ االنَّ ْف...
”dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
alasan yang dibenarkan.”(Q.S. Al-Isra: 33)
Dalam makalah ini, akan diuraikan mengenai masalah pembunuhan, hukumannya, baik dilihat dari
perspektif hukum Islam dan juga dilihat dari perspektif hukum positif yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa itu pengertian pembunuhan?
2. Apa saja klasifikasi pembunuhan itu?
3. Apa saja akibat dari pembunuhan menurut hukum Islam?
4. Apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum qishash?
5. Apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat?
6. Bagaimana akibat pembunuhan menurut hukum positif?
7. Apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan pembayaran diyat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujan penulisan makalh ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian pembunuhan.
2. Mengetahui apa saja klasifikasi pembunuhan itu.
3. Mengetahui apa saja akibat dari pembunuhan.
4. Mengetahui apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum qishash.
5. Mengetahui apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat.
6. Mengetahui bagaimana hukum pembunuhan menurut hukum positif.
7. Mengetahui apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan pembayaran diyat.
8. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat.
D. Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar قتال, dari fi’il madhi قتلyang artinya membunuh.
[1] Adapun secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan
didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan; atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan
bangunan kemanusiaan.[2] Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, pembunuhan didefinisikan sebagai
suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa; menghilangkan ruh atau jiwa orang lain.[3]Secara
sederhana menurut Wojowasito pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang.[4]
Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.
[5] Dari definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik
tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-undang.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang atau peniadaan
nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan
disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat(tindakan pidana yang
bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan dengan penerapanqishash dan diyat masyarkat akan bersih
dari tindakan pidan yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas masyarakat.
B. Klasifikasi Pembunuhan
Tidak semua tindakan pembunuhan terhadap jiwa membawa konsekuensi untuk dijatuhi
hukum qishash. Sebab, di antara tindakan itu ada yang sengaja, ada yang menyerupai kesengajaan, ada
yang tidak disengaja sama sekali. Dilihat dari segi motivasi terjadinya pembunuhan, ulama Malikiyyah
membagi pembunuhan menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak disengaja. Ini
didasarkan pada ayat Al-Qur’an surat An-Nissa: 92 dan 93.[7] Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah,
Safi’iyyah, dan Hanabilah, membaginya menjadi tiga bentuk, yang apabila diteliti merupakan hasil
kompromistis dari kedua bentuk pembunuhan sebelumnya. Adapun ketiga klasifikasi pembunuhan itu
adlah sebagai berikut:[8]
1. Pembunuhan dengan disengaja (qathlul amdi), yaitu pembunuhan yang yang dilakukan oleh
seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya dilindungi, dengan memakai alat yang pada
kebiasaan alat tersebut dapat membuat orang mati. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan
dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi jiwanya, dianggap sebagai suatu jarimah dan juga
dosa besar (akbarul kaba’ir). Hukuman jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur
adalah dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:
a. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup, maksudnya ketika seseorang membunuh, si terbunuh
dalam keadaan hidup. Kerelaan orang yang dibunuh, misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh
dan menyebabkan keputusasaan (mercy killing atau euthanasia), tidak mengurangi hukuman bagi si
pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh bukan termasuk kebolehan untuk melakukan pembunuhan, dan
bukan hal yang dibenarkan oleh syara’. Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan sanksi dari perbuatan
ini adalah qishash.
ِ َّفَ ْليُ ْعتِ ْق َرقَبةً يَ ْف ِدي هللا بِك ِّل ُغضْ ٍو ِم ْنهَا ُغضْ ًوا ِم ْنهُ ِمنَ الن
)ار (رواه احمد
Artinya: “hendaknya ia memerdekakan maka kelak Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan
setiap anggota tubuh budak tersebut, sehingga ia selamat dari neraka.”(H.R Ahmad)
Adapun bila wali si korban menuntut qishash, maka pembunuh tidak diwajibkan atasnya
membayar kifarat, karena qishash itu sendiri sebagai kifaratnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Nua’aim dalam kitab Al-Ma’rifah bahwa Nabi SAW, bersabda
ُْالقَ ْت ُل َكفَّا َرة
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, manusia memilki hak yang paling utama
dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup, yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. Dan
pembunuhan merupakan suatu jalan untuk melanggar hak tersebut.Pembunuhan adalah perampasan hak
hidup seseorang atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak
berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah
qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat)..Pembunuhan menurut Islam
dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Pembunuhan disengaja (qathlul amdi), yang dihukumi qishash, dan apabila diampuni oleh wali
korban hendaklah membayar diyat dan kifarat.
b. Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), pembunuhan ini dihukumdiyat ringan atau
kifarat.
c. Pembunuhan semi disengaja (qathlul syighrul amdi), pembunuhan ini dihukumidiyat berat.
Adapun hikmah dibalik penerapan qishash dan diyat ini agar ada efek jera dantercipta kehidupan
yang tenang, dan dengan sendirinya masyarakat akan terpelihara dari penganiayaan dan permusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Chidir. 1985. Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidan.Bandung: Armico.
Al-Maraghi , Ahmad Mustafa, 1984. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi. Semarang; Toha Putra. Juz II.
‘Audah, Abdul Qadir. at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi. t.t. Jilid II.
Az-Zuhaili, Wahbah. 1989. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid: II. Cet. 3.
Bassar, M. Sudradjat. 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Cet. 2.
Hakim, Rahmat. 2010. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia. Cet. 2.
Lamintang, P.A.F. 1986. Delik-Delik Khusus. Bandung: Bina Cipta. Cet.1.
Marpaung, Leiden. 1991. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum. Jakarta: Grafika.
Moeljatno. KUHP.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cet. 41.
Sabiq , Sayyid, Ter. H. A. Ali. 1997. Fikih Sunnah. Bandung: Al-Maarif. Jilid 10. Cet. ke-8.
Sabiq, Sayyid. Ter. Nor Hasanuddin, dkk. 2006. Fiqhus Sunnah. Jakarta: Pena Budi Aksara. Jilid. III. Cet.
1.
Tirtaatmadja. 1955. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.
Warson, Ahmad. 1992. Al-Munawwir. Yogyakarta; Pustaka Progresif. Cet. 1.
[20] Ibid., hlm. 36. Lihat juga Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak
Pidana, (Bandung: Armico, 1985), hlm.9.
[21] Moeljatno, KUHP., hlm. 147.
[22] Leden Marpaung, op.cit, hlm.31.
[23] Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1955)
[24] Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung: Armico,
1985), hlm. 74.
[25] P.A.F. Lamintang, op.cit., hlm. 44.
[26] Moeljatno, op.citP., hlm.147.
[27] Chidir Ali, op.cit., hlm. 76.
[28] Moeljatno,op.cit, hlm.147-148.
[29] Ibid.
[30] Ibid.
[31] Chidir Ali, Responsi., hlm. 76.
[32] Leden Marpaung, op.cit., hlm.46.
[33] Ibid, hlm.47.
[34] Molejatno,op.cit, hlm. 148.
[35] Ibid.
[36] Ibid., hlm. 149.
[37] Sayyid Sabiq, op.cit, hlm.417.
[38] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,Cet. ke-41, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), hlm. 431.
[39] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1984), Juz II,
hlm. 112.
[40] Sayyid Sabiq, Ter. H. A. Ali, Fikih Sunnah,, Cet. ke-8, (Bandung: Al-Maarif, 1997), Jilid 10, hlm.
93.