Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

15 Februari 2018, Tanah Laut

Ini pertama kalinya aku nulis di buku Caltech’s Diary. Oke,


aku tahu kalo ini udah late write banget, yah, kan masa SMA udah
kelewat satu semester satu bulan, ketahuan banget ngaretnya nulis
nie cerita. Astagfirullah.

Sebenarnya, udah lumayan lama aku ngerencanain, cuma


yang namanya males, ya gitu deh. Awal kepikirannya itu pas bulan
Januari semester 2, waktu masak-masak di dapur bareng anak kelas
MIA 1. Pas aku masak, ada beberapa anak yang motret sana-sini
gara-gara gak ada kerjaan. Katanya sih, “Dokumentasi bro.”

Sejak saat itu aku mulai kepikiran.

Masa SMA itu sebenarnya jejak dan perjalanan menuju pada


kedewasaan. Rasanya, sangat tidak etis kalau kita mengabaikan
momen-momen seperti ini begitu saja. Ini jejak, catatan kehidupan,
dan segala kenangan yang aku rasa berarti untuk disimpan. Dan,
salah satu cara merealisasikannya adalah menciptakan tulisan
tentang masa ini, agar masing-masing dari kita bisa mengingat
kembali saat-saat manis itu.

Buku ini mulai bernapas sejak hari ini hingga hari di mana
kita saling bercengkrama di atas podium, bernyanyi dan menangis

1
bersama dalam proses perpisahan kelas 12. Terus bernapas, selama
kita mengingat momen itu.

Lebay, ya?

Udah ah, bodo. Yang penting happy.

Hmmm, kira-kira apa yang harus aku ceritain duluan? Ah,


aku tahu, mulai dari sini aja.

Apa itu Caltech?

Caltech adalah sebuah singkatan nama dari California


Institute of Technology, yang kasualnya diciptakan oleh anak-anak
X MIA 1. Nama kelas sendiri mungkin sudah dijadikan tradisi di IC,
demi merekatkan rasa solidaritas antar sesama, sehingga inisiatif
menyabet nama Universitas-universitas terkenal sebagai identitas

2
kelas menjadi budaya yang wajar. Selain itu juga menanamkan
mimpi dan harapan agar kelak kita benar-benar bisa menimba ilmu
ke tempat yang kita inginkan. Karena ilmu layaknya cahaya,
menerangi dan menuntun pemiliknya bila dimanfaatkan dengan
baik dan benar.

Jadi, Caltech itu adalah tanda doa, usaha, sekaligus cerminan


harapan kami. Lambangnya adalah kedua tangan yang terangkat,
salah satunya memegang obor sebagai ungkapan semangat dan
pantang menyerah, tangan lainnya bergestur meminta, mengartikan
bahwa selain usaha dan kerja keras, kita tetap memegang doa
sebagai dasarnya. Ini adalah filosofi Caltech, simbol serta arti jati
diri yang kami dambakan.

Murid di kelas Caltech berjumlah 25 orang. Artinya ada 25


karakter dan pola pikir yang berbeda dalam satu tempat. Ada 25
orang yang hadir untuk saling melengkapi juga mengisi, dan
bertujuan merealisasikan sebuah integrasi dalam tatanan kelas.

3
Ahmad Nawfil

Siapa sih Ahmad Nawfil itu?

Mungkin ada sebagian orang yang belum mengenal cowok


beken yang satu ini, ya udah, kita kenalan aja yuk.

Nawfil itu adalah salah seorang cowok yang pindah dari


kelas IIS, simpelnya, dia itu kejutan sekaligus hadiah untuk kami.
Karena tanpa Nawfil, Caltech tidak akan seperti Caltech yang
sekarang.

Kesan awal kami waktu pertama kali lihat Nawfil adalah


‘Dia sehat gak sih?’. Ya begitulah, namanya juga teman, wajarkan
kalo kami khawatir melihat kondisi Nawfil yang terlihat seperti
kurang gizi. Nawfil itu lucu sih, tau gak dia pernah bilang kaya gini
ke kami “Jadi saya memperkenalkan diri sebagai Nawfil...”.
4
What?! Jadi sebenarnya kamu siapa? Begitulah Nawfil, kami
mengenalnya dengan kesan cowok polos yang gak kenal dosa.

By the way Nawfil itu tipe pekerja keras, jujur aja deh, dia
itu cowok terajin di kelas (soal belajar aja sih). Kalo diperhatikan,
dia itu orang yang optimis pada suatu hal dan tidak peduli pada
komentar orang-orang di sekitar yang kerap menindasnya secara
mental. Buktinya, Nawfil tetap kukuh azan setiap waktu salat tanpa
peduli pada orang yang tertawa di belakangnya.

Kadang ada hal kecil yang bisa kita tiru dari seseorang yang
kerap dianggap remeh oleh orang. Karena kita bukan orang yang
sempurna, bukan orang tanpa cela, maka atas dasar apa kita
menjelekkan kekurangan orang lain? Meskipun masa sekolah
memanglah saat-saat paling rentan pembullyan, dimana moral dan
rasa hormat antar sesama kerap dikesampingkan.

Mungkin hal ini bisa kita jadikan pelajaran, terutama untuk


teman-teman serta diriku sendiri. Bahwa kita harus belajar untuk
lebih menghargai orang lain, bahwa kita tak seharusnya melukai
perasaan seseorang hanya karena candaan receh kita, bahwa...
Orang yang kita tidak sukai pun pantas untuk merasa bahagia.

Kadang ada loh, orang yang senang melihat penderitaan


orang lain dan kesal melihat kebahagiaannya. Entah dari segi apa,
pokoknya orang itu selalu terlihat salah di mata kita, bahkan di saat

5
dia mungkin berniat baik pada kita. Aneh, ya? Tapi sayangnya itu
nyata.

Ya, udah deh, stop aja ya? Habisnya topik ini terlalu berat.
Anggap aja ini sebuah pelajaran yang harus kita ambil untuk waktu
kedepan.

Oh, ya.

Nawfil itu juga jago matematika, dan kalo gak salah cita-
citanya mau jadi ‘DEKAN di Fakultas Matematika’, brand-nya itu
loh ‘anak matematika’. Selain itu Nawfil juga tau banyak boyband
dan girlband Korea loh, kaya Twice, Bts, Exo, sampai Sistar juga
dia tau. Kaget? Sama aku juga, ckckckck.

Sebenarnya Nawfil bisa dibilang bagus dalam semua mata


pelajaran, sayangnya mungkin dia memiliki kesulitan saat
presentasi, entah karena faktor lidahnya yang agak kelu untuk bicara
atau karena masih belum terlatihnya cara berkomunikasi yang baik.
Untuk aku sendiri sih punya saran agar Nawfil lebih banyak
membuat komunikasi dan melatih cara berbicaranya. Mungkin ini
sedikit tidak sopan, tapi anggap saja sebagai saran dari teman.
Okay?

Selain itu kuharap Nawfil tetap gigih dalam belajar dan


mencapai cita-citanya. Jadilah seperti apa yang kau inginkan tanpa
menghiraukan perkataan orang lain, karena kalau apa yang kau

6
inginkan memang baik, maka Allah bisa menjadikannya dengan
segala cara yang tak terkira.

Eh, ngomong-ngomong. Dulu, waktu ngerjain pr


matematika aku pernah gak sengaja denger Nawfil bilang “Aku
kada katuju membaca, kadada manfaatnya jua.” What? Bicara apa
sih? Gak boleh loh bilang kaya gitu. Ingat! Buku itu jendela dunia,
bahkan dari buku cerita seperti novel pun, pasti ada secuil manfaat
yang dapat kita ambil. Makanya, rajin-rajin lah membaca, selain
membuka wawasan hal ini juga bisa membuat kosa kata kita
bertambah. See?

Apa yang bisa aku ucapkan mungkin Cuma hal ini.

“Nawfil yang saat ini sudah menjadi Nawfil yang sangat


baik, dan mungkin dengan seiring berjalannya waktu kamu akan
menjadi lebih baik lagi. Aku yakin bila Nawfil mempertahankan
kerja kerasnya, ha”

7
Alroy Rasyid Resan

Waktu pertama kali liat yang namanya Roy ini sih, kesannya
kalem, baik, dan sopan. Yah, meski lama-lama keliatan juga sikap
berharga diri tinggi dan otoriternya. Roy itu ketua kelas Caltech,
seingatku sih dia hepi-hepi aja waktu kepilih, kaya senyum tipis gitu
deh. By the way, menurut kami sendiri Roy itu punya karakter yang
bertanggung jawab dan bukan tipe ketua kelas yang malas alias
‘Numpang gelar’ aja.
8
Dia juga punya brand yang sama dengan Nawfil, yaitu ‘Anak
Matematika’ Kalo cita-cita Roy sih aku gak ingat, entah apa, tapi
kalau kepo silakan tanya aja sendiri.

By the way, Roy itu punya kesan anak pembersih, entah


karena penampilannya yang memang selalu rapi atau karena dia
pernah masuk kategori Dipan Terbersih, Wow. Yah, pokoknya
kesannya gitu deh.

Oh, ya. Ada satu hal yang paling berkesan dan entah kenapa
menjadi ciri khas untuk seorang Roy, yaitu cara dia menjawab
panggilan orang dengan menyahut “Pun,”Kesannya sih, sopan
banget. Bahkan ada beberapa anak cewek yang meleleh karena hal
ini, mereka terkesan pada Roy dengan cuma-cuma. Bahkan Caca
sempet mikir buat niru cara Roy menyahut panggilan, pakai
“Pun,”saking terkesannya, mungkin ini bisa jadi budaya baru di
Caltech, ‘kan enak tuh di denger. Hehehe.

Yah, tapi, meskipun benar cara bicaranya halus, tapi kadang


Roy bisa juga bicara nyelekit dan nyakitin. Dengernya itu loh ‘nyes’
banget di hati.

Ngomong-ngomong, kayanya Roy punya daya tahan tubuh


yang sedikit kurang deh, habisnya, untuk beberapa kali dia harus
absen dari kegiatan kelas. Selain itu aku ingat banget waktu lagi
pergi nambal gigi sama Ibu Rida, tiba-tiba aja ada telepon yang
masuk. Katanya ada anak OSK sakit, akhirnya dengan sangat
9
terpaksa aku ikut dengan Ibu Rida ke tempat dokter praktik yang
dipesankan langsung oleh salah seorang guru. Padahal itu sudah
masuk jam larut, aku sih, nurut-nurut aja, emang bisa apa lagi?

Waktu sampai ke sana. Aku liat ada tiga orang laki-laki yang
sakit. Pak Ade, Iqbal, dan Roy. Ah, intinya aku harus nungguin
mereka cek kesehatan dulu, jadi gitu deh. Intinya satu, bosen!

Tapi kayanya itu wajar sih. Karena kalau aku gak salah Roy
itu selain ketua kelas, dia juga anggota Osis Divisi Ilmu
Pengetahuan & Teknologi atau biasa disebut IPTEK. Dan, sudah
jadi hal yang lumrah bahwa setiap anggota osis hampir selalu rapat
jika ada waktu luang, jadi menurut aku sih cukup menguras tenaga
dan pikiran.

Aku kan udah cerita kalo Roy itu bisa dibilang jago untuk
mata pelajaran matematika, sebagai bukti adalah keberadaanya yang
saat ini dipandang sebagai Anak OSK Matematika. Jadi gimana tuh,
udah ketua kelas, anak osis, anak Olimpiade lagi. Gak capek apa?

Untuk aku sendiri sih, aku yakin bahwa sebenarnya dia juga
kecapekan dan penat. Lelah badan dan pikiran, mungkin itu juga
alasan yang membuat Roy sering jatuh sakit. Terkadang, ada
bermacam-macam deadline yang harus diselesaikan, dan umumnya
seorang murid mau tidak mau harus selalu siap-siaga
mengerjakannya, tanpa memperhatikan situasi dan kondisi tubuh
yang sedang tidak mendukung.
10
Jadi, saranku sebagai sesama anak asrama sih, cuma harapan
agar setiap orang menjaga kesehatan dirinya. ‘kan kalau sakit susah,
susah sendiri dan juga nyusahin orang lain. Gak mau ‘kan? Paling-
paling kitanya aja yang kurang bisa manage waktu. Mengatur antara
yang mana waktu istirahat dan beraktivitas.

Aku sendiri akui soal itu. Contohnya saja, biasanya habis


belajar malam aku langsung ke kamar hanya untuk menaruh buku,
lalu kembali keluar untuk ke kamar teman. Padahal gak ada tujuan
apa pun ngelakuin itu, cuma gara-gara bosen. Akhirnya, di kamar
orang malah asik ceritaan sampai tengah malam, dan besoknya
bangun telat gara-gara kecapekan.

Tapi semua hasil sesuai kok dengan usaha. Sebagai bukti


adalah kemenangan Roy di OSK, Roy mendapat juara 2 untuk
bidang Matematika. Hebat kan? Gak sia-sia dia belajar sampai
kecapekan dan sakit, toh hasilnya juga memuaskan.

Amalia Azzahra

Amalia atau yang akrab dipanggil ‘Amal’ ini merupakan


tetangga kamar di asrama. Kata salah satu teman, arti dari Amalia
Azzahra adalah “Bunga Harapanku.”Amal ini punya pribadi yang
ceria. Buktinya, waktu pertama kali masuk di kelas, di saat semua
orang masih canggung satu sama lain. Amal malah sudah merasa
akrab dengan semua orang, mungkin ini memang pembawaannya
sejak MTs.
11
Selain ceria, Amal juga punya sifat terbuka. Gak terlalu suka
main rahasia-rahasiaan, meski secara dia tetap punya privasi yang
dijaga. Kesan inilah yang membuatnya terlihat mudah bergaul dan
beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Amal terkadang bisa rajin, bukannya bilang dia pemalas loh,


dia rajin kok tapi kadang bisa ngaret kalo lagi nggak mood. Akhir-
akhir ini Amal sudah semakin rajin, dia jadi lebih serius belajar. Eh,
atau mungkin memang dia selama ini rajin, mungkin hanya orang
lain yang melihatnya santai-santai saja. Padahal di balik sikap itu,
bisa jadi dia lebih rajin dari kita. Ini adalah sebuah pelajaran untuk
tidak melihat buku dari sampulnya. Kita terlalu sering berasumsi
pada suatu hal yang belum tentu kita ketahui kebenarannya.

Amal ini sebenarnya punya cita-cita untuk menjadi seorang


Psikolog, katanya dia suka dengerin cerita-cerita orang, memberi
saran dan memotivasinya. Jadi, waktu awal masuk MIA 1, Amal
sempat ngomong. “Apa sebaiknya aku pindah ke IIS aja ya?
Habisnya, aku mau jadi Psikolog.”

Itu kebimbangan Amal, tapi aku juga nggak tau, entah


kenapa Amal tetap memilih di MIA 1. Yang jelas, aku bersyukur
atas pilihan itu, karena tanpa Amal, Caltech tidak akan menjadi
Caltech yang selama ini kukenal.

Berhubungan soal Psikolog. Kan kita tau nih, Psikolog ini


berhubungan sekali dengan perasaan seseorang alias psikis. Jadi,
12
kata Amal dia suka memahami perasaan orang lain dan berempati
pada orang itu. Namun ada hal yang menurutku lucu, karena kadang,
saat kita ingin memahami perasaan orang lain, kita justru tidak bisa
memahami perasaan kita sendiri. See?

Amal ini termasuk pecinta Korea. Kadang jadi teman


ceritaku mengenai segala hal seputar K-pop, apalagi kalau
membahas Taehyung, Beh, gak ada habisnya. Fangirling garis
keras. By the way, Amal bisa menulis hangul loh, dari bakat ini dia
menulis di diary-nya dengan tulisan Korea itu, jadi gak ada yang
bisa baca deh.

Soal Amal, ada satu cerita menarik nih. Tenang aja, aku udah
konfirmasi sama orangnya mengenai cerita ini.

Ehem...

Seperti yang kita tahu, masa SMA itu rentan banget ama
yang namanya cinta-cintaan. Rasa suka itu wajar ‘kan? Hanya
pengaplikasiannya yang kadang salah cara.

Amal sendiri adalah tipe cewek yang gampang bergaul dan


ramah. Kira-kira, siapa sih yang gak suka sama orang yang kaya
gini? Tapi kita kesampingkan saja soal itu.

Di sini...

Amal yang ingin bercerita.

13
Waktu aku pertama dengar Amal bilang, “Aku gak pernah
pacaran.”

Aku sempat gak percaya dan mikir. Masa sih?

Padahal kesannya itu Amal bisa aja pacaran sama orang


yang dia mau. Jadi karena aku penasaran aku tanya aja. “Ah, masa?
Gak muka banget loh,” ucapku meragukan.

Amal sih ketawa dengernya, habis itu bilang kaya gini.


“Emangnya aku keliatan kaya orang yang bisa pacaran, ya?”

“Iya banget,” sahutku cepat. Eh, Amal malah makin ketawa.

“Enggak kok, jangankan pacaran, orang yang aku suka aja


aku tolak.”

What? Sumpah itu aku kaget banget dengernya. Ah, masa?


‘kan hebat banget tuh. Nolak orang yang disuka loh!

“Serius?”

“Buat apa bohong?” Balas Amal yakin.

Jujur aja, waktu itu seandainya aku gak jaga image di depan
Amal. Aku mungkin sudah standing applause buat dia. Secara gitu
loh, nolak orang yang kita suka itu bukan hal gampang. Gimana bisa
dia ngelakuain hal kaya gini?

“Tapi kok bisa? Gak nyesel?”


14
Amal tersenyum sejenak. “Buat apa nyesel? Kan hal yang
aku lakuin emang bener.”

Wah...

“Tapi kan...”

“Kalau bicara pakai perasaan sih, maunya juga nerima,”


potong Amal sebelum aku sempat membantah. “Tapi kalau bicara
soal agama dan aturan, gak pernah ada alasan buat aku nerima dia.”

Amal...

Caramu memutuskan itu sungguh bijak. Kuharap kamu tetap


teguh dan tidak tergoyahkan karena si DIA. Jangan mau diajak
berbuat dosa, lagi pula dengan ini kamu bukan hanya menjaga
dirimu. Tapi juga menjaga dirinya untuk menyukaimu dengan cara
yang benar. Tanpa pacaran, tanpa ikatan yang dilarang, tanpa setan
yang membenarkan segala tindakan. Melainkan cukup menyukaimu
dalam diam dan kesetiaan. Kamu cukup melihatnya. Apakah rasa
sukanya itu hanya main-main atau memang tulus. Karena
sungguh...

“Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya.”

Annisa Rusyda

Rusyda, ya?
15
Hmmm... Aku harus bilang apa ya buat orang ini?

Rusyda itu tipe yang cerewet alias banyak omong. Pokoknya


ada aja yang dia ocehin, entah itu penting apa enggak, yang jelas itu
pasti. Rusyda itu punya teman sekelas dari Mts-nya dulu. Ada Caca,
Aldi, dan Krisna. Jadi mereka berempat itu dari satu sekolah yang
sama.

Awal masuk, Rusyda sering bilang dia gak nyangka bisa


masuk MIA 1, eh, ralat! Maksudnya gak nyangka bisa masuk MAN
IC. Untuk aku sendiri punya cerita lain waktu awal mau masuk IC.

Di suatu hari, di bulan Juli

Aku baru lulus SMP. Dan, seperti yang kalian semua tahu, kalo
kalian juga sama. By the way, we have different activities, all know
this. Tapi yang aku maksud di sini bukan itu, tepatnya, hal yang
sama-sama kita khawatirkan.

Ini menyangkut pemberitahuan siswa yang lulus seleksi


sebuah MAN di kota Pelaihari. Ada berita duka dan bahagia secara
bersamaan. Pertama, kita senang mengetahui bahwa diri kita telah
diterima di sebuah sekolah bergengsi atau tepatnya ‘sekolah yang
kita kira bergengsi’. Eh, aku bercanda, maksudnya emang beneran
bergengsi kok. Kedua, yaitu kenyataan pahit bahwa kita harus

16
mengepak koper dan bersiap angkat kaki dari rumah. Bukan diusir
loh, maksud aku siap-siap masuk asrama gitu.

Kalo aku pribadi mungkin masuk kategori was-was


sendiri—meski seharusnya aku lebih enjoy—kan aku mondok tiga
tahun. Sayangnya, aku gak kaya gitu. Aku sama kaya orang-orang,
aku takut, juga ketar-ketir sendiri mikirinnya. Secara gitu loh, kita
tuh keluar dari zona nyaman, dari teman-teman yang udah familiar,
bergabung dengan pribadi-pribadi asing yang gak kita kenal.
Awalnya, itu terasa gak banget.

Ini sih aku, gak tau yang lain.

Yang jelas, gak pernah sekalipun aku ngerasa tenang.


Apalagi pas detik-detik keberangkatan, rasanya pengen loncat aja
dari mobil, masuk ke rumah, tutup pintu terus nangis kejer di pojok
kamar. Tapi... Gak mungkin ‘kan?

Selama perjalanan dari Banjarmasin ke Pelaihari, sepanjang


matahari yang terus beranjak naik, dan aku yang masih termenung
menatap layar ponsel—gak bisa mikir apa pun. Dan, tiba-tiba Papah
ngucap di depan.

“A, nanti kalo udah sekolah di sana, belajarnya harus serius.”

Aku nyahut. “Kenapa?”

“Ya, harus dong, ‘kan di sana anaknya pintar-pintar.”

17
Awalnya aku mangut-mangut aja tuh dengernya, sambil
mikir gini, “Yah, Papah kemakan artikel google deh.”

Yah, meskipun aku ngomong kaya gitu. Faktanya aku juga


percaya kalo di sana anaknya pintar-pintar. Sampai aku mikir, “Apa
jadinya seandainya aku jadi orang terbego di sana?”

Aku serius khawatir. Dan, pemikiran itu justru membuat


mentalku tertindas, aku ciut dan merasa rendah sendiri. Yah,
mungkin kisah pendek ini aja yang bisa aku bagi. Sisanya? Mungkin
nanti.

Bicara soal Rusyda lagi, dia ini kayaknya suka pelajaran


Matematika. Gara-gara kerjaannya bawa buku itu aja terus. Oh, dia
juga anak asuh ibu Hermei, salah seorang guru yang mengajar
Matematika di IC.

Rusyda sekamar dengan Amal, tapi dia sendiri mengakui


bahwa dia tidak dekat dengan Amal. Katanya dia dekat dengan
udara dan oksigen di sekitarnya. Butuh banget sama oksigen, cinta
banget malah. Bercita-cita untuk menemukan cita-cita, mau manjat
pohon cabe, dan mengukir namanya di bulan. Yah, gitulah si
Rusyda. Aku juga heran sama dia.

Rusyda adalah juara Olimpiade Matematika tingakat


Provinsi, tapi bohong. Hehehe.

18
Rusyda tinggi, putih, mancung, dan mirip kaya Indah
Permata Sari. Percaya?

Rusyda rangking 1 di Caltech. Dari 2 orang murid. Bhaks!

Arva Suwardana

Buat ukuran anak cowok Arva ini bisa dikategorikan bore


dan cerewet. Yah, kan umumnya cowok itu banyak yang kalem, eh,
gak juga sih, mungkin ini buat orang tertentu aja. Pokoknya si Arva
ini bener-bener gak bisa diam. Dari segi mulut sampai tindakan,
pasti deh, ada aja yang dikerjain. Terkecuali dia tidur, ya udah,
selesai cerita.

Rambut Arva itu lumayan panjang, dan tuh anak kayanya


emang suka manjangin rambutnya. Sampai akhirnya rambutnya
kena razia salah seorang guru dan dipotong habis di bagian poni.
Pokoknya hasilnya jelek-jelek gimana gitu. Dan sejak kejadian razia
rambut itu, Arva terpaksa selalu memakai peci, berkedok menutupi
rambut aibnya itu. Lucu juga sih.

Akhirnya tau gak, gimana nasib rambutnya?

Ujung-ujungnya Arva malah botakin rambutnya. Hehehe...


Lucu tuh, sampai anak-anak pada manggil dia Tuyul atau kadang
Avatar. Salah siapa juga coba? Kan Arva sering beri gelar juga ke
orang. Rasain tuh!

19
Selain blak-blakkan, bore, dan cerewet. Ada lagi ciri khas
dari si Arva ini, yaitu sikap optimis dan pekerja kerasnya yang gak
tanggung-tanggung. Jujur aja loh, Arva ini kalo soal rajinnya, gak
ada tandingan. Eh, tapi kalo ditanding sama anak cowok sih, kalo
sama cewek, Arva tetap kalah. “Kan cewek gak pernah salah.”
Wkwkwkwk...

Entah ini hobi atau apa, tapi Arva punya segudang kegiatan
dan bermacam rencana. Dia kadang bisa bersikap obsesif, tapi
dalam konteks yang positif. Selain itu, soal percaya diri dan berani
bicara Arva patut diberi applause. Jarang ada yang bisa bersikap
seperti ini lantaran takut dengan pandangan orang. Kalo Arva? Dia
mah keliatan masa bodo aja, tau sih aslinya gimana, yang jelas ini
pendapatku aja sebagai teman. Bagi Arva, tak peduli apa kata orang
kita tetap orang terbaik karena inilah diri kita, bila bukan kita yang
menghargai diri sendiri, maka siapa lagi?

Arva mencolok di pelajaran seni, tapi dia bukan anak tari


atau musik loh. Soal tari, Arva mah.... Gitu deh, gak bisa dijelasin.
Suara? Beh, merdu banget, sampai ketawa dengernya. Tapi jangan
salah kaprah loh. Arva bakat di seninya itu jatuh ke theater. Pada
seni akting dan bersandiwara. Pada cara menutupi perasaan yang
sebenarnya dalam seulas ekspresi buatan.

Hmmm...

Terkadang...
20
Karena keahlian itu aku mikir. Apa kira-kira sikap Arva
yang blak-blakkan dan suka ketawa-ketawa ngakak di depan kami
semua itu memang benar adanya? Apa dia tidak sedang
bersandiwara dan menutupi kesedihannya?

Aku berpikir seperti itu karena aku sadar bahwa kami bukan
cenayang dan kami bukan orang yang peka. Jadi bagaimana kami
bisa tahu seandainya ada salah seorang teman kami yang tengah
berselimut kesedihan. Kami bisa apa?

Bukan hanya soal Arva.

Terkadang teman-teman yang lain pun suka menutupi


kesedihan mereka. Berpura-pura mereka baik-baik saja dengan
tertawa. Padahal mungkin ada kekecewaan dan kekalutan yang
mereka sembunyikan.

Sedih itu dipendam, ditutupi, dan diresapi sendiri. Tanpa niat


dibagi agar yang lain bisa memahami. Menjaga rasa sakit rapat-
rapat. Mungkin itu diawali ketakutan dan ketidakpercayaan. Bahwa
teman kita sebenarnya tidak benar-benar peduli, berpikir bahwa
mereka hanya ingin tahu masalah kita tanpa niat memahami.
Sekedar rasa penasaran, bukan rasa ingin membantu.

Mungkin itulah pikiran sebagian orang. Aku tahu dan


mungkin aku juga seperti itu.

21
Di sini kita harus belajar untuk memercayai orang lain dan
tidak memendam suatu hal sendiri. Teman akan selalu ada untuk
kita, kita percaya dan mereka akan selalu bersedia membantu.

Di sisi lain ini juga merupakan suatu pelajaran agar kita bisa
memegang kepercayaan orang lain. Jangan mengkhianatinya,
jangan menyakiti perasaannya, dan jangan kecewakan dia. Jadilah
seorang yang memang layak dipanggil teman.

Daffa Maulana Muhammad Maheswara

Daffa ini namanya panjang banget, ya? Kalo disingkat


gimana? Daffa M. M. M.?

Kok lucu,

Daffa ini adalah kakaknya Surya, kalau urusan otak mereka


sebelas dua belas lah. Sama-sama hebat Matematika, bahkan Surya
baru aja menyabet juara pertama Olimpiade Matematika tingkat
Kabupaten. Doain aja deh, semoga tahun depan Daffa yang
mewakili OSK, gantiin Surya. Ckckckck.

Daffa ini kalau bicara sopan banget, iya, sopan. Sebelum


membuka pintu dia pasti ngetok dulu, terus masuknya pakai salam,
pintunya dibuka perlahan, pokoknya sopan deh, gak ada tandingan,
Roy aja kalah sopan sama Daffa.

22
Daffa suka anime, entah itu komik ataupun movie, dia suka
dua-duanya. Jadi bagi yang suka anime bisa nih sharing sama Daffa.
Lumayan buat nambah temen ngobrol.

Daffa ini adalah salah satu aset Caltech, baru aja diangkat,
kalau gak salah itu terjadi sejak tanggal 21 Maret 2018. Cieee....
Aset baru.

Kalau Atin asetnya anak cowok, kalau Daffa asetnya anak


cewek. Akayah....

Ihhhh.... Kok ilfil, ya?

Ah, enggak kok. Gak ilfil, mana bisa orang ilfil sama Daffa.
Iya kan, Daf?

Kata seorang teman, hidup Daffa itu sesulit namanya. Loh,


kenapa?

Karena Daffa itu nggak suka bicara panjang lebar, kata-


katanya singkat, padat, dan jelas. Kaya unsur bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Daffa sering berceletuk hal yang anti-mainstream
dan mampu meledakkan tawa di sekelilingnya. He always
fascinated.

Dan ternyata Daffa juga seorang perompak golden egg di


permainan Angry Bird (fakta ini didapatkan 23 Oktober 2018, XI
MIA 1).

23
Selain itu mengingat kepribadian Daffa yang supel dan
bebas bicara sesukanya membuat banyak orang senang. Daffa itu
kaya orang gratisan yang tugasnya ngehiburin temen-temen.
Cerewet, bawel, dan banyak omong.

Di kelas juga mereka pasti paling seneng kalau ngejekin


Daffa, katanya sih saling bully aja nih. Saling ejek deh. ^_^

Elma Amalina

Elma ini adalah sosok yang berbeda dari yang lain.

Dia cewek terajin dari yang paling rajin, jadi sosok pekerja
keras yang patut disegani.

Dari mana aku tahu ini?

Yah, dulu aku pernah sekamar dengan Elma. Dan aku adalah
saksi betapa rajinnya si Elma. Padahal aku heran tuh liatnya, kan
aku mantan anak pondok, jadi kebawa deh budaya ngaretnya.
Pemalas gitu. By the way, Elma itu bisa baca buku lebih dari 3 kali
dalam sehari, wih, lebih dari waktu makan dong. Ckckck.

Mungkin Elma ini bisa jadi contoh buat kita. Dia gak pernah
mengeluh untuk belajar, dia gak pernah menyerah sebelum berusaha
sampai batasnya. Lalu, kenapa kita harus mengeluh akan suatu
pembelajaran? Sedangkan kita tahu bahwa itu memang bermanfaat
bagi kita. Kita mengeluh tidak ada waktu untuk mengerjakan tugas,

24
capek, ngantuk, ingin istirahat, butuh laptop untuk belajar dan
beragam alasan lainnya.

Kita tidak mau menerima keputusan guru dan sekolah,


terkadang sikap inilah yang membuat ilmu itu sulit kita terima.
Kalau kita mau membuka mata, kita bisa melihat bahwa orang-
orang yang pintar itu sangat penurut pada kata-kata guru, mereka
tidak membantah.

Selain itu, ini juga berkat ketekunan dan sikap pantang


menyerah. Elma juga tidak pernah pelit ilmu, meski kadang kita saja
yang tidak tahu waktu saat bertanya dengannya. Inilah kesadaran
yang harus kita miliki. Masa, orang mau makan malah ditanyain
Fisika? Masa waktu Elma mau belajar SID malah ada yang minta
ajarin Matematika? Masa kalau udah jam 12 malam, kita mau
datang ke kamar Elma terus minta ajarin Biologi?

Ya, Allah.

Itu mah namanya gak etis. Itu namanya kita gak bisa
menghargai teman kita. Kita egois atas kepentingan kita sendiri.
Dan malah ada sebagian yang gak tahu diri, marah-marah dan
menganggap Elma pelit ilmu.

25
Tau gak, Elma pernah bilang. “Aku bukannya gak mau
ngajarin kalian, aku mau kok, kenapa juga aku gak mau?”

Elma bicara. “Tapi waktunya aja yang sering gak keatur, kan
bukan cuma kalian yang ulangan, aku juga.”

Tuh, dengarkan.

Kita tuh kadang suka seenaknya sama teman. Mungkin ini


juga hal kecil yang harus kita perbaiki. Karena tanpa sadar kita
sudah melukai perasaan orang itu. Kan biasa aja loh, dia ketawa-
ketawa aja waktu bicara di depan kita. Tau-tau di belakang dia
malah nangis.

Perasaan orang itu kadang gak sejalan sama apa yang dia
tunjukkin. Itulah manusia, kita emang gak pernah jujur dengan
perasaan kita.

Elma memperoleh balasan atas kerajinannya, yaitu menjadi


juara 2 OSK Fisika. Selamat El, kamu berhasil

Fayza Eka Zhafirah

Ingat! Jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya


saja.

Contohnya adalah sosok yang satu ini, yaitu Fayza atau lebih
suka dipanggil Ira. Sekali lagi, dia adalah seorang Fangirl garis
keras. Seorang bertubuh elastis dan mengaku sebagai anggota
26
Invertebrata, jelmaan dari Aurelia aurita, hidup di laut dengan
bentuk tubuh mangkuk dan melayang-layang di air. Dasar Ira!

Ira adalah cewek yang punya ketertarikan berlebihan pada


topik Poligami dan merasa bahwa itu adalah masalah yang patut
diusut secara tuntas dan jelas. Dan dia punya rencana membuat
LKTI bersama seorang teman dengan mengangkat tema Poligami.

Bicara soal poligami. Amal pernah berceloteh menanyai satu


persatu siswi di kelas.

“Ey, kalian ada yang mau dipoligami gak?”

Waktu itu dia nanya satu-satu. Dan semuanya pada jawab


enggak mau. Akhirnya Ira angkat suara mengenai hal ini. “Kalau
bicara soal Poligami, sudah pasti gak ada yang mau diduain.”

Terus Ira bicara lagi. “Tapi kalau suaminya mau nikah lagi,
kita gak ada hak buat melarang. Hak kita adalah menuruti perkataan
suami, karena surga istri ada pada suami.”

Yah, anak cewek mah pada diam aja sambil ngangguk-


ngangguk. Eh, tau-tau si Amal ngucap lagi. “Eh, anak cowok! Nanti
kalau udah nikah apa kalian mau memoligami?”

Bhaks!

Apaan sih Mal! Kok nanyanya suka gak mikir.

27
Lah, anak cowok malah pada jawab enggak. “Ya, enggak
lah. Gak mungkin tau.”

Diam-diam di gerombolan anak cewek ngomong. “Alah,


ketauan banget bohongnya.”

Yah, pokoknya iyain aja deh kata mereka. Kita kan gak tau
kedepannya, Ira aja nyahut tuh. “Jangan bilang gak mungkin, kita
gak tau apa yang bisa terjadi. Kan bisa aja nanti si Nawfil
memoligami dan bisa jadi nanti Amal dipoligami. Gak ada yang tau
loh.”

Eh, rupanya Roy nyahut. “Gak boleh.” Maksudnya pasti


Amal gak boleh dipoligami.

Ya, elah. Baper.

Udah lah, bicaranya kejauhan. Skip aja deh ceritanya.

By the way, Ira baru aja ulang tahun loh, Happy Birthday Ira!
Semoga makin montok. Hehehe. Dan juga tetap optimis menyukai
si DIA. Peace, Ra.

Ira ini pernah menjadi hot trending karena tindakan


sensasionalnya pada acara krispi pertama yang dipanitiai oleh
Stanford. Kebetulan Caltech menjadi penampil terakhir, jadi
kesannya cukup menegangkan karena menjadi penutup. Apalagi

28
konsep yang kami usung ini sebenarnya tidak memiliki kejelasan.
Just for fun!

Kami hanya berinisiatif manggabungkan semua saran dan


kami hanya ingin menampilkan sesuatu yang bisa menyertakan
seluruh anggota. Entah sih, kenapa juga mereka bela-bela supaya
semua tampil. Katanya sih, cuma ini kebersamaan yang bisa kita
buat. Bagi mereka, buat apa suatu penampilan bila tidak semua
orang yang turut adil di dalamnya.

Ira adalah suprise di penampilan kami. Part dia khusus


banget. Dan, Ira-nya juga udah bela-bela buang malu. Itu benar-
benar menjadi momen yang gak bisa didekskripsikan. Tapi ingat ya
teman, dalam suatu hadist pernah dikatakan.

“Sesungguhnya iman itu memiliki 60 cabang dan malu


adalah salah satu cabang darinya.”

Gusti Muhammad Imam Hidayat

Menurut kalian sendiri, Imam itu gimana sih?

Sosok yang satu ini adalah seorang gamer sejati yang aku
sendiri gak terlalu mengenal dekat. Bawel yang hampir setingkat
cerewetnya dengan Arva. Suka balas-balasan pantun dengan Atin.

Pernah ikut kompetisi Cover National Song, sebagai Rapper


yang cuma ngomong “YEAH,YEAH” di atas panggung. Malu-

29
maluin. Juga sering menarikan Orange Justice dengan muka cengo
khas Imam.

Imam pernah masuk kelas dengan gaya uringan dan kaya


orang habis ngeronda semalaman. Suntuk habis. Waktu ditanya dia
malah curhat. “Laptopku dipinjam Ustaz selama sebulan.” Tersirat
maksudnya disita.

Imam adalah cowok super suka senyum. Meski itu juga


artinya senyum-senyum sendiri. Gosh! Imam juga bukan tipe yang
males ngomong, jadi siap-siap aja tuh dengerin ocehan sepanjang
keretanya.

Tapi banyak juga sih yang bilang Imam tipe teman yang
baik. Entah dia menilai dari segi apa, tapi aku sendiri yakin pada
ucapannya. Imam emang baikkan, guys?

Oh, ya. Imam dulu pernah demam Shopiee dan ketagihan


belanja. Setiap ada uang kerjaannya pasti mesen di aplikasi itu.

Helda Eriyati

Wah, Helda, guys!

Ini nih, orang yang patut banget ditiru. Asal tau aja, dari
sekian banyak murid, Helda itu yang paling sering dipuji guru. Loh,
kenapa? Ya, iyalah, gimana enggak, catatannya aja super lengkap.
30
Tulisannya rapi, lengkap, mudah dibaca, apalagi yang kurang? Pasti
aja betah baca catatan Helda.

Kira-kira, apa sih fungsi catatan itu?

Banyak loh, murid-murid yang menganggap hal ini tidak


penting dan kerap mengabaikannya. Kenapa coba?

Padahal catatan itu bisa mempermudah kita belajar, selain


karena proses mencatat itu yang membuat kita membaca dan
mencoba memahami suatu teks. Itu melatih kita pada kesabaran dan
bersikap ketelatenan.

Orang yang catatannya lengkap dan rapi bisa dipastikan


memiliki kepribadian ulet dan bisa mengatur waktu dengan baik.
Yah, simpelnya ini kaya bentuk melatih diri melalui cara sederhana.

Helda ini kalau sudah rajin, rajinnya itu kebangetan loh.

Dia itu suka nempelin sticky note di laptopnya yang rata-rata


berisi kata-kata motivasi atau sekedar catatan tentang tugas yang
harus dikumpul. Rajinkan?

Kemarin aja dia dapat nilau Ulangan Harian Fisika tertinggi.


Habis itu ada juga nilai Quiz Kimianya 97, ngeri banget kan?
Sebenarnya aku sakit hati gara-gara ini, tapi gak apa-apa deh, ini
namanya pelajaran sekaligus teguran supaya aku belajar lebih giat.
Mungkin aku aja yang kurang berusaha, ya kan?

31
Kalau gak salah.

Waktu Penilaian Akhir Semester 1, Helda pernah mengalami


peristiwa yang benar-benar membuat mentalnya jatuh. Tapi hal ini
tidak membuat Helda menyerah, melainkan dia mencoba lebih
keras, menunjukan seberapa besar keinginannya untuk berubah.

Saat liburan semester 1, waktu di mana orang lain memilih


untuk bersenang-senang dan menghabiskan waktu untuk bersantai.
Helda memilih untuk mengambil private di rumah. Insiatifnya ini
sungguh membuatku terinspirasi, karena perbuatan Helda aku sadar.
Buat apa aku membuang-buang waktu saat liburan hanya dengan
kesenangan dan hiburan? Kenapa aku tidak belajar saja, harusnya
aku sadar diri. Bahwa aku bukan orang yang pintar, lalu, bila tidak
dengan kerja keras. Maka hal apa yang bisa kuraih?

Helda ini adalah seorang Exo-L.

Kira-kira, sudah berapa orang yang aku ceritakan bahwa dia


adalah seorang penggemar artis Korea?

Banyak.

Aku juga gak pernah ngitungin jumlah mereka, bahkan aku


juga termasuk dengan orang-orang itu.

Naif?

32
Iya, aku naif. Tapi mau bagaimana pun aku harus tetap
mengatakan ini.

“Al-mar’u ma’a man ahabba.”

Seseorang itu akan bersama dengan apa yang


dicintainya.

Loh? Terus, maksudnya apa?

Seseorang bersama dengan yang dia cintai! Kalau kita cinta


sama artis-artis Korea itu, bisa banget kita dikumpulin sama mereka
di akhirat. Kita disatuin dalam kelompok fans mereka, mereka yang
jangankan menjalankan aturan agama islam, islam saja tidak!
Sungguh mengerikan membayangkan hal itu.

Nauzubillah.

Harusnya kita berkumpul dengan Baginda Rasul, harusnya


kita berada di sisi beliau. Namun betapa celakanya seandainya kita
terseret hanya karena idola-idola yang menyesatkan itu.

Aku tahu, bahwa aku ini juga bisa saja termasuk dalam
golongan orang-orang itu. Namun apa salahnya aku memberitahu
apa yang aku punya? Kali aja ada di antara kalian yang gak tau
tentang hal ini. Aku cuma mau, supaya kita membersihkan lagi hati
dari segala hal yang merusak keimanan dan status islam kita. Gak
mau ‘kan dibilang Islam KTP?

33
Ceramahnya tutup aja deh,

Helda itu anggota Paskibra, wajarlah, dia kan tinggi.


Sejujurnya apa sih faktor kamu jadi tinggi, Hel? Iri aku.

Eh, Astagfirullah, ngucap ji.

Enggak kok, Hel. Aku gak iri. Buat apa juga iri? Toh aku
sangat bersyukur akan kondisi fisikku yang sudah diciptakan oleh
Allah dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah.

Helda, pesanku buat kamu sih simpel.

“Tetaplah jadi Helda yang seperti ini, berubahlah bila itu


menjadikanmu seseorang yang lebih baik. Jangan pernah menyerah
pada suatu hal yang kamu impikan, impian itu adalah awal, awal
dari suatu keberhasilan. Okay?”

Hijjatin Mardhatina

Nama lengkapnya seperti yang tertera di atas, tapi kami sih


manggilnya Atin. Namun ada juga sebagian pembelot yang justru
menamainya Aset. Why? Katanya sih karena dia merupakan
seseorang yang berharga dan patut dijaga. Ya elah, kok alay?

Soal Atin ini aku punya pendapat yang sangat melekat


tentang dia.

34
Sepanjang yang aku lihat, Atin itu sibuk terus. Kalau di
kelas, misalnya jam kosong Atin pasti sibuk mengutak-atik laptop,
yang dia kerjakan pasti tugas IMTAQ. Kadang sih, aku kasian
dengan Atin. Capek banget kan?

Pernah suatu hari, saat ada rapat kelas, Atin datang


terlambat. Dia langsung duduk terus nunduk, yang lain sibuk rapat
jadi gak liat ekspresi Atin. Aku nanya, “Tin, kenapa?”

Atin nunduk, dia geleng-geleng. Aku makin panik. Ini Atin


kenapa, kok tiba-tiba kaya gini.

“Atin.”

Aku manggil namanya pelan sambil terus memperhatikan


Atin, tau-tau beberapa detik kemudian aku lihat mata Atin yang
berkaca. Kaget loh, sumpah.

Atin mengarahkan telunjuknya ke bibir, kode menyuruh aku


diam. Tuh, matanya itu loh, aku kan panik tau.

Sambil berbisik aku bertanya, “Kenapa? Kalau ada masalah


cerita aja.”

Atin menghela napasnya sejenak, wajahnya jelas terlihat


frustasi.Yah, kalau aku mah beda, wajah simpel tanpa beban ini mah
apa coba. Gak bisa disamain sama orang sibuk.

“Gak apa-apa, cuma capek.” Jawab Atin pelan.


35
Aduh Atin, kamu ini kenapa sih? Capek jiwa dan batin gitu.
Bikin khawatir aja.

“Udah, udah. Sekarang masih capek?”

Atin diam sejenak lalu tertawa kecil. “Kalau aku bilang iya,
percaya?”

Yah, kok ditanya. Ya iyalah enggak.

“Aku capek,” ucap Atin akhirnya, dia mengusap air


matanya. “Rasanya tugas itu banyak banget, bikin stress.”

Aku ngangguk. Oh, Atin kan anak osis, pasti sibuk. “Di kelas
kalau aku perhatikan, kamu sering ngutak-atik laptop ngurusin tugas
IMTAQ.”

“Pasti capek.”

“Banget,” sahut Atin cepat. Binar matanya berubah kesal,


entah karena apa. “Waktu yang lain ngerjakan tugas atau belajar
untuk ulangan, aku harus membagi waktu dengan urusan OSIS.
Kalau gak kelar nanti kena marah ketua, deadline harus dikejar
terus. Apalagi program kerja IMTAQ yang bejibun.”

Kesekian kalinya aku ngangguk. Iya juga sih, coba pikir.


IMTAQ itu yang diurus banyak. Absen salat, Kahfi Amal, Tadarus
Malam, Piket Mushala, Pembacaan Hadits & Mahfuzat, dan
beragam acara keagamaan lain yang menjadi tanggung jawab
36
IMTAQ. Dan bukan sekedar maengatur program kerjanya, kadang
segala laporan tetek bengeknya juga harus dibuat. Repot kan? Siapa
yang gak tepar coba.

Atin juga merupakan anggota bagian keserkretariatan di


Harlah, jadi kerjanya juga sebelas dua belas lah sama anak
Telletubies. Atin berjuanglah, kamu bisa kok.

“Sabar Tin, capek itu juga pasti ada manfaatnya,” aku


berucap, “Lagian kamu pasti dapat pahala, asal niatnya ikhlas.”

Atin mengangguk. “Iya, aku ikhlas.”

“Lagian yang aku capekin itu bukan sekedar tugas,” Atin


menambahkan. “Dibanding fisik, mungkin aku lebih lelah
perasaan.”

Yah, Atin. Bapernya kan.

Ibnu Ahmad Dzakir

Satu hal yang terlintas ketika ingat Ibnu. Bahasa Arab.

Loh, kenapa?

Ibnu itu dulu sekolah di SMP jadi dia gak pernah ketemu pelajaran
Bahasa Arab, mungkin kareana didasari hal itu juga dia jadi begitu
menyukai pelajaran yang satu ini.

Kamila Nur Faiza


37
Kamila ini merupaka icon yang setiap namanya disebut pasti
membuatku teringat pada Ira, entah, mungkin karena mereka berdua yang
nempel terus. Makanya kaya gitu.

Kamila ini juara 3 di Caltech, Proud of you friend.

Kalau sepengamatanku sih, Kamila ini rajin. Dulu dia sama Helda
bisa dibilang bersaing dalam urusan catat-mencatat, lucu kan? Terus
catatannya itu suka dihias dan dibuat lucu-lucu gitu. Yah, Kamila kan
emang gitu. Sering ngaku imut juga.

BAB 2

Sebenarnya tulisan ini terlampau sangat jauh dari bab


sebelumnya. Setidaknya hampir setengah tahun aku memutus cerita
ini tanpa akhir, menggantung begitu saja. Alasannya tak lain tak
bukan karena segenap kesibukan yang harus dikerjakan. Bertumpuk
dan menyita semua waktuku untuk hal lain.

Tapi, hei! Meski begitu kisah kami sama sekali belum


berakhir. Tulisanku boleh saja menjedanya. Namun semua tahu
bahwa semua cerita masih terus berjalan tanpa ada yang
menghentikan.

Banyak cerita yang berubah setelah berlalunya hari. Semua


orang

38
Kira-kira kisah apa saja yang selama ini menggantung di
ujung jariku dan gemas ingin ditumpahkan dalam Diary of Caltech?
Banyak. Sekarang, biar kupaparkan apa yang kuingat.

Apa yang berlalu sepanjang setengah tahun

KRISPI

Paling pertama dan mungkin yang paling tak terlupa.


Terlewat dengan beragam kenangan. Pahit, asam, maupun manis
yang berpadu begitu saja. Lebay? Tidak juga. Bagiku sendiri
KRISPI itu sulit. Sulit dalam artian tak bisa sempurna aku
deskripsikan secara rinci. Mungkin akan ada kesan dan perasaan
kalian yang aku luput menulisnya, jadi kita berelaan saja.

39
Gambar sederhana yang hati kami ikut tertinggal
bersamanya.

Btw, aku ingat kalau di situ ada sepraiku ^_^

Apa saja yang perlu diingat? KRISPI kita adalah yang paling
sederhana, sebisa mungkin dibuat dari benda-benda yang mudah
didapat. Namun, justru kesederhanaan itulah yang menekan kita ke
sebuah tantangan. Bagaimana cara menjadikan KRISPI, acara yang
otentik mewah menjadi meriah dalam kesederhanaan?

Aku ingat jelas.

Hari ketika keputusan itu jatuh digiliran KRISPI Caltech.


Sebagian jatuh dalam kekecewaan, sebagian lain juga jatuh dalam
kebingungan. Seakan kita merasa sakit tanpa wujud luka aslinya.
Bingung karena uang dan usaha minggu-minggu sebelumnya
terkesan sia-sia hanya dalam hitungan detik, hanya karena
keputusan semata.

Aku juga ingat.

Pertikaian terlihat jelas satu sama lain. Bahkan tangisan juga


tidak dapat dihindari. Hari ketika semua sama-sama menyerah, Caca
yang tertekan merasa diabaikan, matanya berkaca dibalik tatapan
itu.

40
Sepersekian detik kemudian komentar Alroy
menghancurkannya. Caca terdiam, begitupun semua yang di kelas.
Sampai akhirnya Aldi memukul meja keras. Marah. Lalu begitu saja
Caca keluar dan menangis.

Hei, kenapa peristiwa itu terlihat begitu jelas di kepalaku?

Semua terlihat seperti video singkat yang diputar ulang.

Begitu juga ketika Lisa mengambil keputusan tidak ikut


kegiatan PMR demi KRISPI. Wajahnya kusut, merasa bersalah di
satu waktu. Berkali-kali Lisa menguatkan pilihannya. Ini tidak
salah, tak apa, masih ada kesempatan lain. Sekarang, semua hanya
demi KRISPI.

Begitu juga mereka yang garis matanya menghitam karena


lelah.

Biar aku ulangi sedikit. Kita adalah kelas yang tampil


terakhir di KRISPI Stanford, penampil pertama di KRISPI Kaust,
dan penampil ketiga di KRISPI Princetown.

Kita merupakan panitia terakhir dalam penyelenggaraan


KRISPI.

41
Ini KRISPI pertama di mana kita menjadi penampil terakhir.
Tema yang diambil adalah Frozen. Atin jadi Elsa dan Mahrina jadi
Anna. Cerita dongeng di mana menggabungkan kisah Frozen,
Cinderella, Mission Imposible, Pirattes of The Carabian, dan juga
Minions. Dipadu menjadi sebuah drama musik yaang bergenre
komedi.

42
Lisa rasanya kaya tampil solo deh, dan entah kenapa, emang
foto Lisa yang paling bagus di-take. Aneh! Bakajian loko.

Di sini suka-duka bercampur bersama kekecewaan.


Mungkin ini memang kelalaian kami dalam menentukan
penampilan. Namun siapa sih yang nggak sakit ketika usaha yang
mati-matian kita juangkan hanya dinilai sebelah mata? Iya, konsep
kami memang payah dan pasaran. Kami tahu dan itu juga titik yang
menyadarkan kami.

Ini bukan sekedar penampilan. Akhirnya ini adalah ajang


menaruh harga diri.

43
Belajar dari penampilan sebelumnya. Kami memutuskan
untuk mengangkat hal yang berbau unik dan belum pernah
ditampilkan. Cukup. Kami akhirnya memilih penampilan wayang.

Tak semudah itu. Penampilan kami yang satu ini juga cukup
menguras energi, terutama menuntut kekreatifan yang lebih. Tau
nggak gimana rasanya tekanan itu? Kalau kata fisika sih, semakin
besar tekanan maka semakin kecil volume, lalu sebaliknya juga
berlaku. Jadi, apa boleh aku bilang jika semakin besar tekanan maka
semakin sempit juga ide yang muncul? Bolehkah?

I am tired of this pressure that sue me inside out.

Terakhir...

44
Ira sedang melihat masa depan berdua ya? ^_^

Jejak-jejak yang selalu membekas.

45
Aduh, Lisa lagi.

Kita bersama, rasanya itu adalah masa terindah. Bisakah memori


ini abadi?

46
Memory of VESTRA

Ceritaku mungkin dimulai sedikit acak, dan karena


VESTRA adalah yang jejaknya paling segar di ingatan aku
memutuskan untuk mengetiknya lebih dulu dari yang lain.

Siapa yang tidak tahu VESTRA?

Ah, sangat panjang jika harus membahas soal sejarah acara


yang sakral itu, tapi mau bagaimana lagi. Sebenarnya cerita tentang
VESTRA akan berasa sedikit dingin kalau ingin diingat. Yah,
dibandingkan hal baikknya. Aku yakin lebih banyak kenagan pahit
di awal.

Benarkan?

Dari yang aku lihat setelah berlalunya harlah MAN IC ada


banyak perubahan perspektif—menurutku hal itu sedikit
menyakitkan.

47
Saat VESTRA, kita semua mengingat jelas betapa keras
usaha yang dicurahkan demi kesuksesan acara ini. Terkadang kita
pun harus menelan celaan dan hinaan. Sakit. Bahkan semua itu
hampir memecah kita.

Jujur saja.

VESTRA memang dibentuk sejak tahun pertama berdirinya


MAN IC. Namun semua juga tahu kalau baru di kepanitiaan ke-2
lah acara harlah dapat berlangsung sesuai harapan.

Sakitnya.

Usaha kita dianggap sebelah mata oleh sebagian pihak. Kita


kecewa. Padahal satu tahun penuh kita abdikan demi keberhasilan
acara. Namun apa balasannya?

Kakak kelas benci pada kita.

Adik kelas tidak menaruh nilai hormat pada kita.

Temanku sendiri pernah bicara. “Mereka ini (para calon


ketua VESTRA ke-3) membesarkan jasa kakak kelas pertama
karena pembentuk harlah. Namun kita yang menjadi pelaksana,
yang menghabiskan setahun penuh demi acara malah dipandang
sebelah mata.”

48
Benar VESTRA menyatukan dan merekatkan kita. Namun
rasa iri dari pihak lain justru menekan dan perlahan menghancurkan
kita. Baca kisah di bagian : Kita dan Kakak Kelas

Huft...

Maaf karena sepertinya aku hanya bicara hal buruk di sini.


Tidak. Aku tidak bermaksud begitu, hanya saja kebetulan saat
tulisan ini diketik diriku tengah merasa tekanan besar dari pihak
bersangkutan. Tak perlu disebut, aku yakin kalian bisa menerkanya.

Sekedar Kisah

Aku cerita random aja ya?

Hmmm... rasanya kali ini yang ingin aku kisahkan terdengar


lebih klise. Benar-benar diary.

Untuk jujur, menulis Caltech’s Diary adalah sebuah


tantangan bagiku. Terkadang rasanya menyenangkan. Namun
kadang ada pula rasa tak nyamana karena tulisan ini terasa sangat
sepihak dalam pembuatannya. Kurasa sedikit tidak adil ketika
peristiwa itu hanya dicatan dari satu perspektif. Jadi, setidaknya aku
minta kerelaannya dalam penulisan Caltech’s Diary, entah itu isinya
yang tidak sesuai pandangan kalian ataupun kesalahan penulisan
cerita yang tidak sesuai peristiwa.

49
Kita dan Kakak Kelas

Kurasa tanggal 13 Desember 2018 bukanlah waktu yang


mudah untuk dilupakan oleh kita. Bukan sebagai anggota kelas,

50
bukan sebagai bagian Caltech saja, tetapi sebagai angkatan.
Gensanium.

Angkatan kita dibubarkan dan hanya boleh dibentuk kembali


ketika selesai UN.

Oke. Itu keputusan final-nya. Kita terima.

Namun untuk jujur, aku yakin masih banyak hal tak


tersampaikan pada malam itu. Marah, sedih, terlebih kecewa yang
meliputi. Begitu banyak luka yang harus disimpan, entah apakah
suatu hari luka itu akan terkelupas kembali atau justru terobati oleh
waktu.

Terkadang kita merasa harga diri kita dijatuhkan, hak kita


diabaikan, terlebih perasaan kita dikoyak oleh mereka. Sepatutnya
kita tak terima. Menuntut keadilan ditengah rasa putus asa.

Dan tepat di hari Rabu, 12 Desember 2018. Semua amarah


terluapkan, lepas kendali, masing-masing menuntut haknya
dipenuhi.

“AKU MERASA KADA DIHARGAI LAWAN


BUHANNYA!”

“JANGAN LAGI KITA BIARKAN KAWAN KITA


DISIDANG SEORANGAN! JANGAN ULAH INYA MERASA
SENDIRI!”

51
“JANGAN TAKUTAN LAWAN KAKAK KELAS!
CUKUP SUDAH HARGA DIRI KITA DIINJAK BUHANNYA.”

Kalimat sejenis itu memenuhi aula.

Maaf...

Aku sendiri pun masih tidak sanggup menjelaskan betapa


terlukanya perasaan kalian. Untuk kalian yang disidang, dimarahi,
diancam, dan bersitegang dengan kakak kelas, aku minta maaf
karena tidak mampu menjelaskan lebih detail. Namun aku cukup
tahu satu hal. Selama ini kalian telah menyimpan luka yang cukup
dalam.

Pasti sulit menanggung semuanya tanpa mampu membagi.


Kadang rasa sakit itu akan lebih terasa ketika kita hanya
menyimpannya sendiri. Serasa segalanya tak lagi berarti.

Berkaca dari hari itu. Aku yakin pasti banyak keputusan


yang tak sesuai harapan. Solusi yang tak sesuai ekspektasi. Aku tahu
karena aku pun juga merasa begitu.

Namun tak apa.

Ikhlas, sabar, dan percaya.

Bukan demi mereka, bukan demi memenuhi perintah guru,


apalagi demi pencitraan, tetapi demi diri kita sendiri. Kesabaran dan
apa yang kita pendam akan bernilai pahala di hadapan Allah.
52
Juga hal yang paling sulit dikatakan dengan tulus. Mari kita
memaafkan, bahkan tanpa perlu melalui pernyataan lisan dari
mereka, mari kita maafkan saja semua.

Aku yakin suatu saat akan ada balasan atas kesabaran itu.
Percayalah bahwa Allah tidak membebani seseorang melebihi
kemampuannya, hanya saja terkadang kita sebagai manusia saja
yang menilai batas kita. Bila terus seperti itu, maka tak ada

M. Aldi

Karena aku menulis ini pada tanggal 14 Desember 2018,


maka sekalian saja aku ucapkan terimakasih atas nama Caltech pada
Aldi dan tim lari lainnya (Imam, Mahrina, Helda, Lisa,).

Dan juga maaf karena pada waktu bersangkutan aku tidak


hadir untuk melihat perjuangan kalian tim lari marathon beserta Aldi
demi memperebutkan gelar juara. Yah, aku tahu kalau semua itu
terdorong oleh kepasrahan. Iya, classmeet hari itu kita banyak
melalui kekalahan.

Aku hanya menjadi saksi ketika Pak Rofi’i mengeja lambat-


lambat rekor waktu yang kalian pecahkan. 9 menit 1 detik, selisih
tiga detik dengan Harvard. Bersamaan itu pula tepuk tangan riuh
penonton memenuhi jalanan aspal.

53
Juga aku menyaksikan ketika Aldi harus digotong dengan
tandu karena asmanya kambuh (hari itu aku dengar Aldi sedang
sakit), tetapi tetap kukuh ikut pertandingan.

Seperti Aldi yang selalu kita kenal. Pekerja keras dan


pantang menyerah.

Hmmm, sebenarnya aku kurang mengenal banyak tentang


Aldi. Sebagian hanya hal umum yang bisa dinilai oleh siapa pun.
Mengingat walaupun sekelas, tetap saja ada banyak hal yang tak
diketahui.

Sebagai teman juga sebagai orang yang berkewajiban


menuliskan cerita secara detail aku merasa harus meminta maaf bagi
mereka yang merasa kisahnya tidak sesuai fakta. Beribu maaf.

Mahrina
(Aja, tanpa embel-embel Kadap di belakangnya)

Hei, Mah. Menurut ikam hal seperti apa yang patut aku tulis
di sini?

Aku rasa kita banyak melewati waktu dengan tidak


mengenakkan. Entah apa itu hanya perasaanku saja atau memang
benar. Namun aku sendiri tidak tahu harus menulis apa tentangmu.

Bila itu menyangkut Mahrina, mood-ku pasti berubah-ubah,


naik-turun tidak jelas. Aku takut justru saat mengetik tentangmu aku
54
malah kalap berkomentar. Bagaimana jika aku mengatakan sesuatu
yang melampaui batas?

Karena itu aku mati-matian mencari waktu yang tepat.


Menulis bukan sekedar menumpah kata-kata berdiksi yang
menawan. Bagiku harus ada perasaan yang nyata untuk tulisanku.
Aku tidak mau menulis sesuatu karena marah, apalagi terhadap
seorang teman.

Maaf, aku tahu sikapku sering menjengkelkan. Mungkin dari


sekian banyak orang ikam dan Ira adalah orang terbanyak yang ku-
kacangi, benar?

Aku mungkin juga sering bercanda (dari yang aku tangkap


kam pasti mengiranya hinaan) kemudian kam menerapkan hal yang
sama padaku. Entah, ini sekedar penilaianku saja. Bisa jadi benar,
bisa jadi salah.

Jujur, aku pernah merasa sangat sakit hati karena ucapanmu.


Sekali lagi maaf, harusnya ini menjadi diary kelas, bukan diary
pribadi, tapi aku punya alasan menyampaikannya. Entah karena apa,
namun hanya sambatan ikam yang meolahku merasa...

Ah, soal itu lupakan saja untuk sekarang. Kuharap dengan


pernyataan ini pertemanan kita bisa berjalan lebih baik. Setidaknya
aku mencoba jujur pada perasaanku. Semoga kita bisa sama-sama
memperbaiki diri. Amin.

55
56

Anda mungkin juga menyukai