Anda di halaman 1dari 10

Apa Saja Jenis Tes HIV yang

Mungkin Dianjurkan Dokter?


Oleh Andisa ShabrinaInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Damar Upahita - Dokter
Umum.

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)

Tes HIV dilakukan untuk mendiagnosis orang yang baru terinfeksi virus. Selain itu, tes HIV
dilakukan juga untuk mendeteksi infeksi yang sebelumnya tidak diketahui dan sekaligus
untuk memastikan status HIV pada orang yang berisiko HIV. Pasangan yang ingin
menikah juga sebaiknya mempertimbangkan untuk melakukan tes HIV. Hal ini dilakukan
untuk memberi tahu bagaimana mencegah HIV. Lalu apa saja jenis tes HIV yang bisa
dilakukan? Berikut penjelasannya.

Siapa saja yang perlu tes HIV?


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, ada beberapa indikasi tes HIV, yaitu:

 Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga terjadi
infeksi HIV. Terutama dengan riwayat tuberkulosis (TB) dan penyakit kelamin.
 Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin.
 Laki-laki dewasa yang meminta sunat sebagai tindakan pencegahan HIV.

Bayi dan anak dengan kondisi di bawah ini juga memerlukan tes HIV. Kondisi tersebut
antara lain:

 Anak memiliki penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau
mendapat obat anti tuberkulosis (OAT) berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan
diare kronis atau berulang.
 Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan tindakan
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
 Anak yang riwayat keluarganya tidak diketahui.
 Terpajan atau berpotensi memiliki infeksi HIV melalui jarum suntik yang
terkontaminasi, menerima transfusi berulang, dan sebab lainnya.
 Anak yang mengalami kekerasan seksual.

Selain itu, tes HIV juga harus ditawarkan secara rutin kepada:

 Pekerja seks, pengguna NAPZA suntik (penasun), laki-laki hubungan seksual


dengan laki-laki (LSL), dan waria. Tes harus diulang minimal setiap 6 bulan sekali.
 Pasangan ODHA.
 Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi terkonsentrasi.
 Pasien TB.
 Semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan di daerah epidemi
HIV meluas.
 Pasien penyakit kelamin.
 Pasien hepatitis.
 Warga binaan permasyarakatan.
Jenis tes HIV
1. Tes serologi

Tes serologi terdiri atas:

Tes cepat

Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh instusi yang ditunjuk Kementerian
Kesehatan dapat mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2.
Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu tunggu untuk
mengetahui hasil kurang dari 20 menit, tergantung pada jenis tesnya dan harus dilakukan
oleh tenaga medis yang terlatih.

Tes ELISA

Tes HIV ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2 yang dilakukan dengan ELISA
(enzyme-linked immunisorbent assay) atau dikenal juga dengan EIA (enzyme
immunoassay). 

Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respon
terhadap kehadiran zat asing, seperti virus. Jika tes HIV Anda pada ELISA positif, dokter
akan menyarankan tes lanjutan dengan Western bolt untuk memastikan infeksi HIV.

Sampel darah diambil dari permukaan kulit Anda, dengan prosedur pengambilan darah pada
umumnya. Kemudian sampel darah dimasukkan ke dalam tabung khusus. Sampel darah
dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Untuk tes ELISA, sampel darah dimasukkan ke
cawan petri yang berisi antigen HIV. Antigen adalah zat asing, seperti virus, yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh merespon.

Jika darah Anda mengandung antibodi terhadap HIV, darah akan mengikat antigen.
Kemudian ini akan diperiksa dengan menambahkan enzim ke cawan petri tersebut, untuk
membantu mempercepat reaksi kimia.

Setelah itu, akan terlihat bagaimana reaksi darah dan antigen Anda. Jika isi cawan petri
berubah warna, Anda mungkin terinfeksi HIV.

Hasil dari tes HIV dengan ELISA biasanya memakan waktu satu sampai tiga hari, tapi ini
bervariasi tergantung pada tes, laboratorium, dan apakah itu tes kesehatan di rumah.

Karena ada kemungkinan kecil bahwa antibodi seseorang akan salah menempel pada
protein non-HIV selama tes berlangsung, maka diperlukan tes kedua yang lebih spesifik.
Namun, tes kedua ini dilakukan jika tes yang awalnya positif. Tes ini disebut Western blot.

Tes Western blot

Tes HIV ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit. Dalam tes ini,
protein HIV dipisahkan oleh ukuran dan muatan listrik, serta serum yang dilapisi pada strip
tes.

Jika tes ini menunjukkan hasil positif, serangkaian pita (band) terdeteksi yang menandakan
adanya pengikatan spesifik antibodi seseorang terhadap protein virus HIV tertentu. Tes ini
hanya dilakukan untuk menindaklanjuti tes skrining yang awalnya positif. Hal ini tidak
membantu bila dilakukan sendiri.

Jika tes HIV menujukkan positif pada tes ELISA, Anda mungkin terkena HIV. Namun,
terkadang ada false positivedengan layar ELISA. Ini berarti bahwa hasil tes menunjukkan
bahwa Anda memiliki HIV, padahal sebenarnya tidak.

Oleh karena itu, diperlukan tes lanjutan yaitu tes Western blot untuk memastikan apakah
Anda benar terinfeksi virus HIV. Biasanya ini terjadi jika Anda memiliki kondisi
seperti penyakit Lyme, sifilis, atau lupus.
Tes Western blot hanya membutuhkan satu hari untuk dilakukan, namun beberapa
laboratorium mungkin tidak melakukan tes setiap hari.

Terkadang, HIV tidak muncul dalam tes ELISA meskipun Anda terinfeksi. Hal ini dapat
terjadi jika seseorang berada pada tahap awal infeksi, dan tubuh mereka belum
menghasilkan cukup antibodi untuk tes yang dideteksi.

Tahap awal infeksi HIV ini, di mana seseorang yang terinfeksi HIV, tapi hasil tes
menunjukkan negatif, ini dikenal sebagai “periode jendela”.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), periode jendela seseorang


biasanya antara 3 dan 12 minggu. Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, beberapa orang
bisa memakan waktu selama enam bulan untuk mengembangkan antibodi.

2. Tes virologis dengan PCR

Tes virologis dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Tes virologis


penting dilakukan untuk pemeriksaan ibu hamil HIV-positif yang baru melahirkan atau bayi
baru lahir. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk periksa dengasn tes
virologis paling awal pada usia enam minggu.

Selain itu, tes HIV ini direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18
bulan.

Tes ini mungkin juga membantu dalam mendeteksi infeksi HIV dalam empat minggu
pertama setelah terpapar, sebelum antibodi memiliki waktu untuk berkembang.

Jika bayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka


terapi antiretroviral (ART) harus segera dimulai, pada saat yang sama dilakukan
pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis kedua.

Tes virologis yang dianjurkan yaitu:

HIV DNA kualitatif (EID)

Tes HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS). Tes HIV ini
mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi HIV. Tes ini
digunakan untuk diagnosis pada bayi.

HIV RNA kuantitatif

Tes HIV RNA kuantitatif dengan menggunakan plasma darah. Tes HIV ini dilakukan untuk
memeriksa jumlah virus di dalam darah (viral load) dan dapat digunakan untuk pemantauan
terapi ART pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.

Terapi ART dilakukan untuk membuat viral load berkurang, idealnya sampai pada tingkat
yang tidak terdeteksi.

Metode tes HIV dengan PCR ini dilakukan dengan bantuan enzim untuk menggandakan
virus HIV dalam darah. Kemudian reaksi kimia akan menandai virus. Penanda ini berbentuk
pita (band) yang diukur dan digunakan untuk menghitung jumlah virus. Hasil pengujian RNA
biasanya memakan waktu beberapa hari sampai seminggu.
Pada umumnya, viral load Anda akan dinyatakan “tak terdeteksi” jika berada di bawah 40
sampai 75 kopi dalam sampel darah Anda. Angkat tepatnya akan tergantung pada lab yang
menganalisa tes Anda. Ketika viral load Anda tinggi, Anda memiliki lebih banyak HIV dalam
tubuh Anda, dan itu berarti sistem kekebalan tubuh Anda gagal melawan HIV dengan baik.

Meskipun tes ini dapat dikatakan paling akurat, tapi tes ini tidak dilakukan sesering tes HIV
lainnya karena harga yang cukup mahal.

3. Tes HIV antibodi-antigen

Tes HIV Ab-Ag mendeteksi antibodi yang ditujukan terhadap HIV-1 atau HIV-2, serta protein
yang disebut p24, yang merupakan bagian dari inti virus (antigen dari virus). Hal ini penting
karena memerlukan waktu berminggu-minggu agar antibodi terbentuk setelah infeksi awal,
walaupun virus (dan protein p24) ada dalam darah. Dengan demikian, pengujian Ab-Ag
memungkinkan deteksi dini infeksi HIV.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa diagnosis dapat dilakukan rata-rata satu minggu
sebelumnya dengan menggunakan uji Ab-Ag, dibandingkan dengan pengujian antibodi saja.
Tes menggunakan reaksi yang dikenal sebagai “chemiluminescence” untuk mendeteksi
antibodi dan p24 protein antigen. Dengan kata lain, jika ada antibodi atau antigen, reaksi uji
memancarkan cahaya yang tampil pada detektor. Hanya ada satu tes antibodi-antigen yang
disetujui saat ini, tes Arsitek HIV Ag / Ab Combo. Jika tes ini positif, maka dokter akan
menyarankan untuk melakukan tes kedua dengan Western blot.

IV/AIDS adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan
bersama yang cepat, komprehensif dan holistik, dimana jumlah kasusnya di Indonesia
mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, termasuk
laboratorium sebagai salah satu penyedia layanan tes HIV yang bertujuan untuk diagnosis
dan monitoring pengobatan.

Jenis pemeriksaan laboratorium HIV dapat berupa:

1. Uji Serologis
 Rapid test: reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk Kementerian
Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2.
 Enzyme immunoassay (EIA): untuk mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2
 Western Blot: konfirmasi pada kasus yang sulit
Salah satu
contoh rapid test HIV
2. Uji Virologis dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
 HIV DNA kualitatif: untuk diagnosis pada bayi.
 HIV RNA kuantitatif : untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah dan dapat
digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV
DNA tidak tersedia.
3. CD4: untuk mengukur status imunodefisiensi sebagai petunjuk dini progresivitas penyakit
karena jumlah CD4 menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis pasien. Pemantauan
CD4 dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat.
Pemeriksaaan untuk diagnosis HIV dilakukan dengan tes antibodi menggunakan strategi III
(pemeriksaan dengan menggunakan 3 jenis tes antibodi yang berbeda sensitivitas dan
spesivisitasnya). Kombinasi 3 reagen rapid testHIV dapat digunakan untuk tujuan diagnosis.
Reagen yang dipilih didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas tiap jenis reagen. Untuk
diagnosis pasien tanpa gejala harus menggunakan strategi III dengan persyaratan reagen
sebagai berikut :
 Sensitvitas reagen pertama ≥ 99%
 Spesifisitas reagen kedua ≥98% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen pertama
 Spesifisitas reagen ketiga ≥99% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen pertama dan
kedua
 Asal antigen atau prinsip tes dari reagen 1,2,dan 3 tidak sama
 Kombinasi reagen dengan hasil indeterminate ≤ 5%.
Berikut alur pemeriksaan antibodi HIV strategi III:
Alur Pemeriksaan Diagnosis HIV (Strategi III)
Interpretasi hasil dan tindak lanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Positif: A1, A2, dan A3 reaktif
>>>Dirujuk untuk pengobatan HIV

2. Negatif:
 A1 non reaktif
 A1 reaktif, pengulangan A1 dan A2 non reaktif
 Salah satu reaktif, tapi tidak ada risiko
>>>Bila berisiko, dianjurkan pemeriksaan ulang minimum 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari
pemeriksaan pertama sampai satu tahun.

3. Indeterminate:
 dua tes reaktif
 1 tes reaktif dengan risiko atau pasangan berisiko
>>>Tes diulang 2 minggu lagi dengan sampel berbeda, jika tetap  indeterminate, lanjutkan
dengan PCR
>>>Jika tidak ada PCR, rapid test diulang 3, 6, dan 12 bulan dari pemeriksaan yang pertama.
Jika sampai satu tahun hasil tetap indeterminate dan faktor risiko rendah, hasil dapat
dinyatakan sebagai negatif
Semoga bermanfaat

Sumber:

PMK No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral

PMK No. 15 tahun 2015 tentang Laboratorium HIV dan Infeksi Oportunistik

Anda mungkin juga menyukai