Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat – Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“PERLINDUNGAN KONSUMEN”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Hukum Bisnis di STIE Ekuitas.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang


sebesar–besarnya kepada pihak–pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Ibu Mery Maulin, SH., M.Kn yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................. 3
KASUS................................................................................................................ 3
BAB III ............................................................................................................... 5
TEORI YANG BERKAITAN DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN .. 5
3.1 Pengertian Konsumen ....................................................................................... 5
3.2 Hak dan Kewajiban Konsumen ........................................................................ 9
3.3 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen .................................................... 11
3.4 Apa sajakah perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ................................ 13
3.5 Klausula Baku dalam Perjanjian .................................................................... 17
BAB IV ............................................................................................................. 19
PEMBAHASAN KASUS DENGAN TEORI .................................................. 19
4.1 Analisa Kasus dan Teori ................................................................................. 19
BAB V............................................................................................................... 21
PENUTUP ......................................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 21
BAB VI ............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan
konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir
dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang
menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk
lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.

Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan


hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang
termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi,
importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalh ini, yaitu:

1. Apa yang dimaksud konsumen ?

2. Apa Hak dan Kewajiban konsumen ?

3. Apa Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ?

4. Apa sajakah Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha ?

5. Teori apa saja yang bertentangan dengan kasus tersebut ?

6. Apa saja klausula baku dalam perjanjian ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui pengertian konsumen dan perlindungan konsumen.

2. Mengetahui aplikasi hukum perlindungan konsumen.

3. Mengetahui karakteristik dari hokum perlindungan konsumen.

4. Mengetahui perbuatan yang dilarang pada produsen.

5. Mengetahui Prinsip Konsumsi dalam Islam.

6. Mengetahuin maksud pada Gerakan Konsumen.


BAB II

KASUS

Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang


disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan
baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging
celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan
dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.

Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan


daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama
bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung
kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.

Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual


bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang
pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di
laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung
daging babi hutan atau celeng.

Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan,


Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John,
yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang
melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.

Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui


pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai
daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada
jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.

Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek


Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak

3
menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia
melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi
dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
BAB III

TEORI YANG BERKAITAN DENGAN PERLINDUNGAN


KONSUMEN

3.1 Pengertian Konsumen


Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
konsumen setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Didalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen dan konsumen


antara. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hokum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya


dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai
variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi
dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi
dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan /atau jasa
melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.

Konsumen membutuhkan produksi barang atau jasa sesuai dengan


keperluan sehari-hari. Masyarakat yang memproduksi barang dan jasa perlu
memerhatikan kebutuhan-kebutuhan konsumen yang mengonsumsi. Sehubungan
dengan konsumsi John M Keynes berpendapat, “ He argued that proper role of a
national government is to make up for private undercomsumption by undertaking

5
its own spending on final goods and services and by reducing taxes to stimulate
increased private spending.”

Jumlah penduduk yang semakin meningkat memberikan dorongan pada


peningkatan konsusmsi. Kebutuhan konsumsi masyarakat berpenduduk banyak,
membutuhkan pelayanan yang bervariasi. Konsumsi yang bervariasi memudahkan
produsen dalam memenuhi salah satu jenis konsumsi yang dibutuhkan
masyarakat. Anggota masyarakat pedesaan maupun perkotaan mempunyai
kekhusussan prosuksi yang dibutuhkan untuk konsumsi dirinya dan konsumen.
Masyarakat yang memiliki pengetahuan ilmu konsumsi diharapkan mampu
memproduksi barang atau jasa untuk di konsumsi sendiri maupun konsumen.

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi


konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang
diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih
aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsumen.

Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan


kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen
berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk
meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan
konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran


konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh
rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindunga
Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan


kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah
mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal
mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

Konsumen menurut Undang-Undang adalah setiap pemakai dan atau


pengguna barang dan jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan pihak lain. Dalam hal ini, Undang-Undang hanya menekankan pada
sifat penggunaan dan pemakaian barang atau jasa tersebut, dengan tidak
membedakan untuk kepentingan siapa barang atau jasa tersebut dipakai atau
dipergunakan.

Di samping itu, undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam


pelaksanaanya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan
menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas
pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan


merupakan awal dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen,
sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi
kepentingan konsumen, seperti :

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang barang,
menjadi undang-undang ;

2. Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene

3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1975 tentang Pokok-pokok Pemerintahan


di daerah

4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian

7
7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan

8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri

9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tenatang Kesehatan

10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Aggrement Establishing


The World Trade Organizatioan ( Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia )

11. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

12. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

13. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan

14. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-


undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1987

15. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan AtasUndang-


undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten

16. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-


undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek

17. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup

18. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran

19. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan

20. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-


undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Perlindungan Konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas


kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13
Tahun 1997 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Merek yang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.

3.2 Hak dan Kewajiban Konsumen


Pada era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, sebagai dampak
kemajuan teknologi dan informasi, memberdayakan konsumen semakin penting.
Untuk pemberdayaan itu di Negara kita telah dibuat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam hal ini
ada dua pasal yang perlu diperhatikan, yaitu yang mengatur hak-hak konsumen,
disamping kewajiban yang harus dilakukan.

1. Hak Konsumen (Pasal 4)


 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang, atau jasa
 Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan yang dijanjikan
 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jamina barang atau jasa
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang
digunakan
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelasain sengketa perlindungan konsumen secara patut
 Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian,
apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya

9
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

2. Kewajiban Konsumen (Pasal 5)


 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau
pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa
 Membayar sesuia dengan nilai tukar yang disepakati
 Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen.

Dengan terbitnya undang-undang tersebut maka diharapkan kepada para


pelaku bisnis untuk melakukan peningkatan dan pelayanan sehingga konsumen
tidak merasa dirugikan. Yang penting dalam hal ini adalah bagaimana sikap
produsen agar memberikan hak-hak konsumen yang seyogianya pantas diperoleh.
Di samping agar juga konsumen juga menyadari apa yang menjadi kewajibannya.
Di sini dimaksudkan agar kedua belah pihak saling memperhatikan hak dan
kewajibannya masing-masing. Apa yang menjadi hak konsumen merupakan
kewajiban bagi produsen.

Sebaliknya apa yang menjadi kewajiban konsumen merupakan hak bagi


produsen. Dengan saling menghormati apa yang menjadi hak maupun kewajiban
masing-masing, maka akan terjadilah keseimbangan (tawazun) sebagaimana yang
di ajarkan dalam ekonomi islam. Dengan prinsip keseimbangan akan
menyadarkan kepada setiap pelaku bisnis agar segala aktivitasnya tidak hanya
mementingkan dirinya sendiri, namun juga harus memperhatikan kepentingan
orang lain.

Salah satu wujud perlindungan pada orang lain, kepada produsen dituntut
agar setiap produk yang akan dihasilkan aman bahan bakunya, benar prosesnya
dan halal zatnya sehingga dengan demikian bisa menjawab pertanyaan Mannan
sebagaimana dikutip sebelum ini, yakni untuk siapakah barang dan jasa
dihasilkan, barang dan jasa apa yang akan dihasilkan, dan bagaimana cara
menghasilkannya ?. Mampu menjawab dan mempraktikkan pertyaan-pertayaan
ini maka berarti para pelaku bisnis (produsen) telah melindungi kepentingan
konsumen sesuai yang di inginkan dalam syariat Islam.

Hak untuk memilih barang yang didalam Islam dikenal dengan istilah khiyar,
disini dimaksudkan agar konsumen diberi kebebesan mendapatkan barang atau
jasa sesuai dengan selera (keinginannya). Selain itu juga perlu mendapat kualitas
barang sesuai dengan harga yang ditetapkan dan disepakati. Perlu dihindari
adanya penipuan oleh pelaku bisnis terhadap konsumen Karena bisa jadi barang
yang telah diperoleh tidak sesuai dengan harga yang dibayar.

3.3 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan
oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen
atau pelaku usaha.

1. Azas Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :


“Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Azas Perlindungan Konsumen:

 Asas Manfaat

Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan


ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan,

 Asas keadilan

11
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil,

 Asas keseimbangan

Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan


pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

 Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen


dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan,

 Asas kepastian hukum

Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh


keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :

 meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri;
 mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
 meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
 menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
 menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
 meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

3.4 Apa sajakah perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha


Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan
dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan /
mempromosikan / mengiklankan, larangan penjualan secara obral/lelang, dan
larangan dalam ketentuan periklanan.

1. Larangan dalam Memproduksi/Memperdagangkan

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan dan/atau jasa


yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan


dan ketentuan perundang-undangan
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam lebel atau etiket barang
tersebut.
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan dalam menurut ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut.

13
e. Tidak seusai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolaan, gaya,
mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan jasa tersebut.
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
dinyatakan “Halal” yang dicantumkan dalam label
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan prundang-undangan yang
berlaku.

Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat,
atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atasa barang
yang dimaksud.

Sementara itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan diatas,
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.

2. Larangan dalam Menawarkan / Mempromosikan / Mengiklankan.

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatau


barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

a. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga


khusus, standart mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karajteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu
b. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru
c. Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesoris tertentu.
d. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi
e. Barang atau jasa tersebut tersedia
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan jasa lain
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap.
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan,
misalnya:

1. Harga atau tarif suatau barang atau jasa


2. Kegunaan suatu barang atau jasa
3. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa
4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
5. Bahaya penggunaan barang atau jasa

Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa, dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang daoat menimbulkan gangguan, baik fisik
maupun psikis terhadap konsumen.

Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui
pesanan dilarang, misalnya :

15
a. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengan yang dijanjikan
b. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi

3. Larangan dalam Penjualan Secara Obral/Lelang

Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen, antara lain:

a. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standart


mutu tertentu
b. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi
c. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud
menjual barang lain
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup
dengan maksud menjual barang lain
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
ddengan maksud menjual jasa yang lain
f. Menaikan harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.

4. Larangan dalam Periklanan

Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan


harga barang atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang atau
jasa.
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang atau jasa tersebut
c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang
atau jasa
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan atau jasa
e. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan
f. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan

3.5 Klausula Baku dalam Perjanjian


Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha
dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau
perjanjian antara lain:

1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha


2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindak
sepihak yang berkaitan dengan barang yang diberi konsumen secara
angsuran
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya

17
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen seara anggsuran.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klasula baku yang letak atau


bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klasula baku yang telah ditetapkan oleh
pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memeuhi ketentuan
sebagaimana telah dinayatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha
wajib menyesuaikan klasula baku yang bertentangan dengan undang-undang.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS DENGAN TEORI

4.1 Analisa Kasus dan Teori


Dapat kita lihat di kasus ini terjadi dimana penjual daging ini tidak
mengatakan kepada konsumennya bahwa daging yang dia buat menjadi bakso itu
adalah daging celeng. Kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Dan konsumen akan sangat dirugikan sekali bila mereka mengetahui bahwa
daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging
sapi.

Dan sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan


informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang dijualnya.
Pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana
ketidaksesuaiaannya isi barang dengan label kemasannya yang dituliskan daging
sapi padahal didalamnya daging celeng.

Seperti yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasa ini berisikan
bahwa :

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat
(1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

19
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat
tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
konsumen setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
 Asas Manfaat, memberikan kesempatan kepada konsumen dalam
memperoleh hakya. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen. Asas Keamanan Dan Keselamatan
Konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, Asas Kepastian Hukum, yaknik
pelaku dan maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan.
 Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999, yang
tertulis dalam pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi
administratif dan sanksi pidana.

21
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-8-1999PerlindunganKonsumen.pdf.

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/05/064575558/Jual-Bakso-Daging-
Celeng-Pria-Ini-Dipidanakan
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-
march-masuk-pengadilan
http://putrifebriwulandariblog.wordpress.com/2013/05/20/perlindungan-
konsumen-dan-contoh-kasus

Djakfar, Muhammad. (2009). Hukum Bisnis, Malang: UIN-Malang Press.

Nasution, A.Z, Konsumen dan Hukum, cet.I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995.

Kotler, Philip. (2000). Principles Of Marketing. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai