DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................... iv
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Diskripsi Singkat .........................................................................................3
1.3 Manfaat Modul Bagi Peserta......................................................................3
1.4 Tujuan Pembelajaran .................................................................................3
1.5 Kompetensi Dasar ......................................................................................4
1.6 Indikator Keberhasilan ...............................................................................4
1.7 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .........................................................5
KEGIATAN BELAJAR 1 .....................................................................................................7
MANAJEMEN LERENG TERHADAP BENCANA LONGSOR................................................7
2.1 Umum ............................................................................................................7
2.2 Program Kerja dalam Manajemen Lereng terhadap Bahaya Longsor ...........7
Rangkuman ..............................................................................................................18
Latihan......................................................................................................................18
KEGIATAN BELAJAR 2 ...................................................................................................19
TINJAUAN DETAIL LERENG DAN SISTEM PERINGATAN DINI........................................19
3.1 Tinjauan Lereng Skala Makro .......................................................................19
3.1.1 Dasar Pemikiran ...................................................................................19
3.2 Tinjauan Lereng Skala Mikro........................................................................28
Rangkuman ..............................................................................................................30
Latihan......................................................................................................................30
KEGIATAN BELAJAR 3 ...................................................................................................31
KLASIFIKASI LERENG, IDENTIFIKASI KERUNTUHAN LERENG DAN PROSEDUR
PERENCANAAN LERENG JALAN....................................................................................31
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tingkat resiko longsor dengan Elemen Resiko (G. J. Hearn, 2011) ..................9
Tabel 2. Tingkat resiko longsor dengan Elaman Resiko (G. J. Hearn, 2011) ................26
Tabel 3. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng galian
tanah yang mengalami keruntuhan skala besar/longsoran ........................................36
Tabel 4. Klasifikasi Jenis Longsorandan tingkat riskannya ...........................................37
Tabel 5. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng galian
tanah yang mengalami keruntuhan skala besar/longsoran ........................................38
Tabel 6. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng buatan
(galian dan Timbunan) Tanah dan Batuan...................................................................39
Tabel 7. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng jalan
yang mengalami keruntuhan skala dangkal sd dalam .................................................40
Tabel 8. Kecepatan Longsoran .....................................................................................43
Tabel 9. Bentuk dan tipe keruntuhan lereng (longsor) berdasarkan jenis material
penyusun tanah/batuan ..............................................................................................44
Tabel 10. Hubungan Tipe Keruntuhan Lereng dengan Kecepatan Keruntuhan Lereng,
Derajat kerusakan dan Dampak terhadap Jalan ..........................................................45
Tabel 11 Hubungan data Geoteknik dengan Peruntukannya......................................63
Tabel 12. Penerapan Metode Analisa Stabilitas Lereng ..............................................64
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Investigasi terhadap kaitannya dengan curah hujan yang tinggi dan pengaruh
perubahan cuaca akibat pemanasan global juga perlu disertakan dalam kajian
yang terintegrasi, sehingga.dengan demikian maka terjadinya longsoran dapat
diatasi: Beberapa langkah yang dilakukan dalam mengkaji kondisi lereng
dilakukan pengamatan melalui survai dan investigasi sebagai berikut:
Investigasi terhadap jenis tanah dan batuan serta keberadaannya yang
merupakan bagian yang terintegrasi terhadap kajian beberapa kondisi sebagai
berikut:
2 KEGIATAN BELAJAR 1
MANAJEMEN LERENG TERHADAP
BENCANA LONGSOR
Indikator Keberhasilan :
2.1 Umum
Setiap kali musim hujan, banyak daerah terlanda bencana longsor sehingga
timbul kecemasan terhadap ancaman bahaya longsor yang mungkin terjadi
sewaktu-waktu. Dengan banyaknya bencana, bertambah pula pengalaman kita
dalam menghadapi bencana longsor dan menyikapi ancaman ini perlu
dikembangkan manajemen untuk pengurangan bencana longsor secara tepat
dan peminimalan resiko akibat longsor. Program kerja dan strategi disusun
untuk menetapkan langkah-langkah teknis yang dimulai sejak awal musim
kemarau (fase aman) atau segera setelah musim hujan selesai.
longsor dapat dikelompokkan yang bersifat darurat dan yang bersifat permanen
ke dalam program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Tabel 1. Tingkat resiko longsor dengan Elemen Resiko (G. J. Hearn, 2011)
1) Pengendalian Air
Pembuatan sumur pantau dengan pipa paralon atau bambu yang dipasang
baik di permukaan lereng maupun di kaki lereng untuk memonitor
ketinggian muka air tanah di daerah lereng dapat dilakukan untuk tanda
peringatan dini.
2.2.2.1 Pembuatan Peta Zonasi Daerah Potensi Longsor dan Peta Resiko
berdampak Bencana Longsor
Pembuatan peta zonasi daerah potensi tanah longsor dan peta resiko
berdampak bencana tanah longsor yang dibuat berdasarkan penginderaan
jauh (citra satelit dan foto udara), analisis peta topografi, peta geologi dan
pengukuran lapangan yang dievaluasi dan dianalisa berdasarakan prinsip
penginderaan jauh (“Terrain Evaluation”) dan dapat dilakukan dengan
metode Sistem Informasi Geografis (SIG) yang di bidang pemetaan dikenal
dengan Geographical Information Syatem (GIS). Pada Modul 2 dijelaskan
prinsip dalam melakukan analisa daerah tingkat potensi longsor
menggunakan Sistem Informasi Geografis menggunakan program ArcGIS.
ArcGIS adalah software evaluasi terrain yang telah tersedia dengan teknik-
teknik akurat bagi para perencana untuk memetakkan daerah-daerah
rawan longsor ini. Teknik-teknik itu bersandar proses overlay antara
beberapa peta dengan format yang sama seperti lokasi kelongsoran di
masa lalu, peta-peta topografis (yang memuat contour ketinggian
permukaan bumi) data litologi batuan (lapisan batu) yang dikombinasikan
dengan foto-foto udara atau citra satelit yang dapat menampilkan
berbagai informasi peta. Selanjutnya bialaman data lapangan dari SSI
(Slope Stability Inventory) atau database lereng telah dipunyai, maka peta
tampilan hasil overlay ini dapat disisipi, termasuk data tambahan misalnya
tentang jarak lokasi dari zona- zona gempa, Sistem pola aliran alam
termasuk bila ada ciri sungai bawah tanah atau saluran air permukaan
seperti sungai dansebagainya.
Diklat Penanganan Longor pada Struktur Jalan
11
Modul 4 - Prinsip – Prinsip Penanganan Lereng Dan Pemilihan Metode Penanganan
Rangkuman
Yang dimaksud program jangka pendek dalam manajemen bencana longsor adalah
langkah- langkah atau rencana kerja yang dianggap dapat dilaksanakan dengan
segera sesuai dengan kebutuhan waktu pelaksanaan masing-masing subprogram,
yang dimaksud program jangka menengah dan panjang dalam manajemen
bencana longsor adalah program kerja yang belum dapat dilaksanakan dan
direalisasikan dalam program jangka pendek.
Latihan
Berikan contoh program jangka pendek dan jangka menengah / jangka panjang
KEGIATAN BELAJAR 2
3 TINJAUAN DETAIL LERENG DAN SISTEM
PERINGATAN DINI
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami tentang Kegiatan Belajar
2. Tinjauan Detail Lereng dan Sistem Peringatan Dini peserta mendapatkan informasi
dalam melakukan kajian berdasarkan tinjauan baik makro maupun mikro juga klasifikasi
lereng dan prosedur perencanaan dan penaganan longsor.
Dalam tinjauan lereng skala makro, data yang digunakan adalah peta-peta
kerentanan, peta tematik topografi dan morfologi, peta geologi dan data ruas
jalan serta data lereng hasil survey Slope Stability Inventory (SSI) D
menggunakan analisa terrain memanfaatkan software ArcGIS maka akan
diperoleh informasi seperti diperlihatkan pada Gambar 2.
Informasi yang diperoleh dari hasil analisa terrain ini dapat mempresentasikan
database lereng secara ringkas sehingga dapat digunakan untuk mengtahui
tingkat kerawanan terhadap bahaya longsor yang dipengaruhi oleh jenis
tanah/batuan, potensi terjadinya bahaya longsor dengan melihat bentuk
morfologi dan pola aliran permukaan serta pola struktur geologi yang
berkembang.
Pada Gambar 2 diperlihatkan potensi longsoran dalam suatu panjang ruas jalan
yang dapat digunakan sebagai informasi awal kondisi jalan apakah memenuhi
standard pelayanan minimum terutama terhadap stabilitas lereng dengan tetap
berpedoman terhadap ketentuan undang-undang jalan yaitu persyaratan
alinyemen dalam mewujudkan standar keselamatan dan kenyamanan jalan.
Keuntungan yang diperoleh dengan kajian lereng terhadap skala makro ini
akan diperoleh informasi adanya longsoran dan mengetahui faktor penyebabnya
baik utama maupun pemicu.
Npix1
-----------------
Npix1 + Npix2
…………(1)
Wi * = log e --------------------
Npix3
--------------------
Npix2
-------------------
Npix4
Npix1 + Npix4
Dimana:
Dalam membuat model prediksi keruntuhan lereng skala mikro, digunakan dua
analisis, yaitu analisis diskriminan dan analisis stabilitas dengan pendekatan
regangan – tegangan.
Dengan pengertian:
Y = Variabel dependen, dalam hal ini lereng stabil dan tak Stabil.
X = variable independent
Konsep dasar dari metode elemen hingga adalah idealisasi dari suatu
kontinuum sebagai gabungan dari sejumlah elemen-elemen yang terpisah
(mekanika continuum). Elemen-elemen ini terhubung pada titik-titik
nodal. Perilaku dari kontinuumkemudian didekati dengan perilaku
elemen-elemen.
Untuk prediksi kasus yang kompleks seperti keruntuhan lereng, mekanika
continuum dapat sesuai untuk digunakan. Akan tetapi, metode ini
membutuhkan stratigrafi dan properties yang teliti. Progressive failure,
sebagai contoh, hanya dapat diakomodasi apabila data sifat tanahnya
lengkap.
Atau
3) Input Data Lereng; Data Input Analisa Risiko dalam menganalisis risiko
longsoran, yang menjadi pertimbangan tidak hanya data kejadian
longsoran dan parameter lingkungan, tetapi membutuhkan data input
yaitu factor pemicu serta elemen yang berisiko (Cees Van Westen, ITC
2005). Data input tersebut disajikan pada Tabel 2 dibawahini:
Tabel 2. Tingkat resiko longsor dengan Elaman Resiko (G. J. Hearn, 2011)
Parameter Lingkungan
2. Pemetaan terrain Deskripsi satuan yang Survei SSI
digunakan (derajat atau %)
Bilamana:
R (prop) : nilai ini akan mempengaruhi property dan melibatkan
perhitungan jarak Pergerakan dan untuk kendaraan dan
sebagai contoh, peluang temporal dipengaruhi oleh:
V (Prop : S) : Kerentanan property terhadap dampak spasial (proporsi
Kerugian nilai property).
E : Elemen berisiko (contoh nilai atau nilai bersih) property
Sekarang.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai risiko tertinggi dan terendah yang
kemudian diklasifikasikan ke dalam rentang, misalnya Risiko Tinggi,Risiko
menengah, Risiko Rendah / Tak Berisiko. Selanjutnya hasil Analisis risiko
ini dapat ditampilkan pula dalam bentuk peta yang Memperlihatkan area
bencana dan obyek yang terkena dampakbencana.
dantimbunan.
3) Identifikasi area yang mungkin terkena dampak longsoran
4) Trasformasi process map menjadi peta bencana yang
menggambarkan dampak spasial dan peluang terjadinya bencana
longsoran.
5) Peta yang dihasilkan harus disertai dengan penjelasan klasifikasi
bencanan longsoran, misal ; High Susceptibility, Moderate
Susceptibility dan Low Susceptibility.
Bila dalam suatu ruas jalan telah diketahui dari tinjauan skala makro lokasi
yang berdampak terhadap timbulnya bahaya longsor maka untuk mengtahui
secara detail dilakukan kajian terhadap skala Skala Mikro yang secara secara
spesifik mengevaluasi dan menganalisa longsoran detail baik mencakup
kondisi tanah dan batuan serta mekanisme longsoran yang terjadi.
Kegiatan skala mikro ini biasanya ditujukan untuk disain lereng dan tebing
jalan atau untuk menangani longsoran dengan mempertimbangkan kondisi
geologi, sifat geoteknik, kondisi geohidrologi dan jenis tanah dan batuan.
Dalam kajian skala mikro ini diperlukan suatu tahapan kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan stabilitas lerengh dari bahaya longsor dan
mewujudkan jalan yang berwawasan lingkungan dan dan memenuhi undang-
undang jalan mencakup keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan.
1) Kajian terhadap penyebaran geologi dan morforlogi serta pola aliran dan
tata guna lahan
2) Kajian terhadap tingkat kemantapan lereng melalui investigasi detail
mencakup:
a. Determinasi terhadap pola dan tipe longsoran
b. Identifikasi dan evaluasi / analisa stabilitas lereng
c. Pengamatan terhadap geologi struktur yang berkembang
d. Pengamatan terhadap morforlogi lereng dan geologi
pembentukannya
e. Faktor penyebab menurunnya tingkat kemantapan lereng:
f. Faktor geologi : struktur dan jenis serta tingkat dekomposisi
tanah/batuan
g. Faktor geo-hidrologi dan daerah tangkapan air
3) Kajian terhadap investigasi yang perlu dilakukan sebagai aktifitas untuk
mendapatkan data geoteknik untuk analisa stabilitas lereng dan
pemilihan tipe penanganan yang sesuai. agar memenuhi kriteria
standar pelayanan minimum dalam skala mikro (Skala Lokal), untuk
keperluan:
a. Pada pekerjaan pembangunan jalan baru, maka dilakukan
pekerjaan galian dan timbunan untuk mewujudkan konstruksi se-
ekonnomis mungkin sehingga pekerjaan galian dan timbunan
diusahakan sama volumenya (dengan pemanfaatan material galian
sebagai timbunan) diusahakan sedekat mungkin atau maksimum
jaraknya tidak boleh lebih dari 2 (dua) kilometer (Spesifikasi Umum
Bina Marga, 2010).
b. Pemilihan konstruksi penanggulangan longsoran untuk
meningkatkan stabilitas Lereng sehingga diperoleh yang efektif.
c. Pedoman Monitoring Stabilitas Lereng (lereng tak jenuh untuk
Rangkuman
Latihan
Gambarkan bagan alir peta potensi longsoran aktifitas dalam manajemen lereng
skala makro dan skala mikro terhadap luaran yang diperoleh!
KEGIATAN BELAJAR 3
4 KLASIFIKASI LERENG, IDENTIFIKASI
KERUNTUHAN LERENG DAN PROSEDUR
PERENCANAAN LERENG JALAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami tentang Kegiatan
Belajar 3 Klasifikasi Lereng, Identifikasi Keruntuhan Lereng dan Prosedur
Perencanaan Lereng Jalan peserta mendapatkan informasi dalam melakukan kajian
klasifikasi lereng dan identifikasi longsoran dan lainnya sampai perumusan hasil
perencanaan.
Seperti telah dibahas pada modul sebelumnya bahwa klasifikasi lereng dapat
dikelompokkan menjadi lereng alam dan lereng buatan atau lereng yang
dibuat dalam rangka memenuhi standar pelayanan minimum sebagai
ketentuan yang diwajibkan untuk melaksanakan undang- undang jalan.
Pelayanan minimum yang dimaksud adalah mencakup kenyamaman dan
keamanan berlalulintas serta terwujudnya kualitas jalan yang memenuhi
standar kualitas sehingga dapat mencapai umur layannya sesuai dengan disain
perencanaannya.
lereng:
1) Karakteristik properties tanah dan batuan
2) Adanya perubahan yang diakibatkan oleh geologi struktur yang
berkembang
3) Perubahan geometric lereng
4) Perubahan lingkungan
5) Curah hujan
6) Proses pelapukan
7) Oksidasi
8) Penjenuhan material
9) Penambahan beban pendorong (surcharge load) dan pengurangan beban
penahan (release load)
10) Gempa bumi
11) Dsb
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka keruntuhan lereng yang terjadi
dikarenakan mengalami pergerakan dapat dikelompokkan seperti
diperlihatkan pada Gambar 5. Bila dihubungkan dengan implementasi
manajemen lereng maka pada saat melaksanakan survai SSI (Slope Stability
Inventory) maka formulir isian yang digunakan (modul 2) dapat merangkum
kondisi pergerakan lereng seccara menyeluruh.
Inventarisasi dari hasil survey SSI (Slope Stability Inventory) pada ruas-ruas
jalan, khususnya jalan nasional didapat data-data primer mencakup data
lereng dan digunakan untuk pengkinian kondisi dalam database lereng.
Selanjutnya, disamping untuk membangun database, hasil inventarisasi
tersebut dapat mengidentifikasi lereng yang mengalami keruntuhan. Sebagai
contoh yang dilakukan pada beberapa ruas jalan Nasional, diperoleh kondisi
keruntuhan lereng yang terjadi pada:
1) Ruas jalan Nasional di Trans Kalimantan: Kaltim, Kalsel dan Kalsel
2) Ruas jalan Nasional di Trans Sulawesi: Sulteng
Hasil yang diinventarisasi yang dibahas ini hanya beberapa (4) walaupun
sesungguhnya dengan inventarisasi menggunakan formulir SSI yang terdiri dari
4 fomulir isian, maka untuk inventarisasi kondisi keruntuhan jalan dapat
digunakan formulir yang terakhir yaitu formulir yang berisi invormasi detail
keruntuhan yang terjadi.
Sebagai penyegaran tentang implementasi SSI (Slope Stability Inventory)
digunakan 3 (empat) kelompok formulir yaitu (lihat Modul 2): Pada pengisian
formulir SSI sedapat mungkin diisi dengan informasi yang lengkap termasuk
sketsa dan denah lokasi serta pencatatan koordinat GPS nya.
1) Formulir untuk isian Kondisi Bentang Lereng Alam yang Mencakup Definisi
Lokasi Regional (Link Jalan). Tinjauan berdasakan dalam 1 (satu) propinsi
ada berapa bentang lereng alam dan didefinisikan sebagai lokasi dengan
nomor linkjalannya.
2) Formulir untuk isian Kondisi Lereng Jalan Per Segmen, Mencakup Kondisi
Lereng Jalan Per Segmen (Ruas) yang ditinjau. Dalam 1 (satu) bentang
lereng alam ada beberapa segmen jalan yang didefinisikan sebagai segmen
jalan atau ruas jalan dengan nomor link yang masih berkaitan dengan
butir 1.
4) Formulir untuk isian kondisi detail longsoran, mencakup definisi per lokasi
longsor (per kondisi pada lereng jalan). dalam suatu lereng (baik at-grade,
at-fill maupun at-cut) pada suatu segmen jalan yang ditinjau terdapat
beberapa macam tipe longsoran (baik longsoran alam maupun buatan
No Propinsi Penyebab Jalur Ruas segmen Jalan Masalah dan Rekomendasi Penanganan
yang ditinjau Upaya
Penanganan
1 Sulawesi Erosipermuk Trans Karosa- batas Tidak ada PemasanganDPT, turap, tiang
Barat dan material Sulawesi Sulbar pancang, borpile
yangmengalami
pelapukan Pembuatan system drainase,
Sulawesi Erosi permuk Trans Pantoloan- Tidak ada Pembuatan DPT, pembuatan
Tengah pada material Sulawesi Tompe system drainase, penanaman
yang mengalami Sulteng kembali, penggalian dengan
pelapukan kemiringanlebih landai
Sulawesi Erosi permuk Trans Sabang- Tidak ada Pembuatan DPT, turap,
Tengah pada material Sulawesi ogoamas tiang pancang/borpile
yang mengalami Sulteng
pelapukan Pembuatan system drainase,
Ogoamas-
toli toil - Pemasangan perkuatan
Sulteng dengangeotekstildan geogrid,
a) Tabel 4. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada
Lereng buatan (galian dan Timbunan) Tanah dan Batuan.
b) Tabel 3. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada
Lereng galian tanah yang mengalami keruntuhan skala besar/longsoran
c) Tabel 5. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada
Lereng jalan yang mengalami keruntuhan skala dangkal.
Untuk menentukan tingkat resiko terhadap bahaya longsor yang terjadi
perlu dilakukan pembobotan seperti yang dijelaskan pada Modul 2,
sehingga dapat diketahui tingkat kategori terhadap potensi kejadian
longsoran.
Sebagai contoh dari hasil pembobotan terhadap tingkat potensi bahaya
longsor yang dampaknya sangat terasa secara langsung oleh pengguna jalan
dan perlu segera ditindaklanjuti dengan menerapkan teknologi penanganan
diperlihatkan pada Tabel 4.
Tingkat riskan
Tingkat Bahaya pengguna jalan baik dan potensi
Skor Penanganan yang
No tanah maupun batuan terhadap longsor terhadap
Bobot disarankan
keberadaan infrastuktur kelancaran lalu
lintas
permanen sementara
Klasifikasi bahaya 1, lalulintas tidak 5 Sangat Tinggi BNPB/BNBD Temporary
1 dapat lewat semuanya dan road
pemeliharaan
Tabel 5. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng galian tanah yang
mengalami keruntuhan skala besar/longsoran
No Propinsi Penyebab Jalur Ruas segmen Jalan Masalah dan Rekomendasi Penanganan
yang ditinjau Upaya
Penanganan
1 Sulawesi Erosipermuk Trans Karosa- batas Tidak ada PemasanganDPT, turap, tiang
Barat dan material Sulawesi Sulbar pancang, borpile
yangmengalami
pelapukan Pembuatan system drainase,
Sulawesi Erosi permuk Trans Pantoloan- Tidak ada Pembuatan DPT, pembuatan
Tengah pada material Sulawesi Tompe system drainase, penanaman
yang mengalami Sulteng kembali, penggalian dengan
pelapukan kemiringanlebih landai
Sulawesi Erosi permuk Trans Sabang- Tidak ada Pembuatan DPT, turap,
Tengah pada material Sulawesi ogoamas tiang pancang/borpile
yang mengalami Sulteng
pelapukan Pembuatan system drainase,
Ogoamas-
toli toil - Pemasangan perkuatan
Sulteng dengangeotekstildan geogrid,
Tabel 6. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng buatan (galian
dan Timbunan) Tanah dan Batuan
No Propinsi Penyebab Jalur Ruas segmen Jalan Masalah dan Rekomendasi Penanganan
yang ditinjau Upaya
Penanganan
1 Kalimantan pelapukan Trans Penopa- Longsoran galian Penggalian dengan
Tengah lerengbatuan Kalimantan Kujan, dan belum ada kemiringanyangberbeda
Kalteng penanganan
2 Kalimantan Pelapukan Trans Bontang- Longsoran galian Penyemprotankisi beton dan
Timur lerengbatuan Kalimantan Sangata, dan Konstruksi penanaman
Kaltim bronjong
3 Kalimantan Erosi Trans Kuaro– Longsoran galian Pembuatansystem
Timur permukaan Selatan, Batuaji, dan pnnganan drainase,pemasangan
akibatair Kalimantan Kaltim dengan Dinding DPTsesuaispesifikasi
penahantanah
Tabel 7. Contoh hasil survai dari SSI (Slope Syability Inventory) pada Lereng jalan yang
mengalami keruntuhan skala dangkal sd dalam
No Propinsi Penyebab Jalur / Ruas Segmen jalan Masalah dan Upaya Rekomendasi
Jalan yang ditinjau enanganan Penanganan
1 Kalimantan Erosi oleh air, Trans samarinda- Reinforced concrete Pemasangan
Timur abrasi pantai, Kalimantan bontang wall tidak efektif borepile/tiang
pelapukan material, Kaltim pancang,
kurangnya
pemadatan Pembuatan
system drainase
dengan geotekstil
2 Kalimantan Erosi oleh air, Trans Balikpapan- Dinding penahan dan geogride bore
Pemasangan
Timur abrasi pantai, Kalimantan samarinda, beton mulai rusak pile,
pelapukan material, Kaltim
kurangnya Pemasangan kisi-
pemadatan kisi beton
semprot,
Pembuatan
system drainase
dengan geotekstill
dan geogrid
3 Pantura Erosi oleh air, Pantura, Jawa Tuban-buku Dinding penahan Pemasangan DPT
abrasi pantai, jatim Pasangan batu mulai Pembuatan
pelapukan material, rusak system drainase
kurangnya
pemadatan
Konstruksi dinding
penahan tanah
dengan beton rusak
5 Kalimantan Erosi oleh air, Trans selatan Batu kajang- Longsoran timbunan Pemasangan
abrasi pantai, kalimantan kuaro (dangkal) bronjong
pelapukan material, Penanaman ,
kurangnya pembuatan system
pemadatan drainase
6 Sulawesi Erosi oleh air, Trans barat Bodi-paleleh, Dinding penahan Pemasangaan DPT
tengah abrasi pantai, sulawesi sulteng beton, tetapi pecah sesuai spesifikasi,
pelapukan material, (dangkal)
kurangnya Pembuatan
pemadatan system drainase
dengan geotekstil
7 Sulawesi Erosi oleh air, Trans barat bOgoamas-toli Tidak ada dan geogride,
Pemasangan DPT
Barat abrasi pantai, Sulawesi atoil, sulteng penanaman
dan atau bronjong
pelapukan material, r(dalam) sesuai spesifikasi,
kurangnya a penanaman,
pemadatan t pembuatan
system drainase
8 Sulawesi Erosi oleh air, Trans sulawesi bTopyo – Tidak ada Pemasangan DPT
Barat abrasi pantai, abarakang, dan atau bronjong
pelapukan material, rsulbar (dalam) sesuai spesifikasi,
kurangnya a penanaman,
pemadatan t pembuatan
system drainase
9 Sulawesi Erosi oleh air, Trans sulawesi bTolinggula- Pemasangan Pemasangan sesu
Barat abrasi pantai, aboluntia, geotekstil
pelapukan material, rgorontalo timbunan
kurangnya a(dalam)
pemadatan t
Beberapa jenis pergerakan dapat diidentifikasi melalui kadar air dan kecepatan
pergerakan seperti ditunjukkan pada Gambar 7 dan Tabel 4- 5.
Pergerakan Lambat 0.3 m/5 tahun – Tanah, rangkak/rayapan dan Ditandai dengan adanya miring
1.5 m/tahun solifluction (debris dalam pohon dan vegetasi lainnya
kondisi jenuh)
Pergrakan Sedang 1.5 m/tahun – 0.3 Tanah: terjadi aliran terjadi pada tanah colluvial atau
m/menit tanah/lumpur residual yang
Pergerakan Cepat > 0.3 m/menit Debris avalanche yaitu: rembesan air tanah yang besar,
Perpindahan tanah/batuan curah hujan tinggi, gempa bumi
yang sangat cepat yang atau rayapan yang berkembang.
diawali hancuran pada
di permukaan
tanah residual
lereng di daerah
pegunungan yang berlereng curam
Jatuh bebas batuan (rock
falls) dan terbentuknya Jenis pergerakan dapat
akumulasi batuan pada diidentifikasi melalui kadar air dan
dasar lereng bawah kecepatan pergerakan
Tabel 10. Hubungan Tipe Keruntuhan Lereng dengan Kecepatan Keruntuhan Lereng,
Derajat kerusakan dan Dampak terhadap Jalan
Tinggi lereng rencana < tinggi lereng kritis (Hcr), dengan tinggi lereng
kritis adalah :
4 sinβ. cos ϕ
Hcr =
1 − cos( − ϕ)
dimana :
Dataran
Perbukitan
Pegunungan
3) Kondisi Geologi
Air Tanah
Potensi kegempaan
Pelapukan
4) Kondisi Geoteknik
karakteristik tanah
o kuat geser tanah
o berat isi tanah
o permeabilitas tanah
o tekanan air pori
o Letak permukaan tanah keras
5) Kondisi Geohidrologi
7) Kondisi Lingkungan
Aspek kondisi lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan lereng jalan mencakup antara lain :
Karakteristik Peruntukan (Permukiman, Pendidikan, Fasilitas
Umum,dll)
Karakteristik kawasan (urban atau rural)
Kawasan sensitif (cagar/situs budaya, tempat ibadah, suaka
margasatwa)
Keberadaan bangunan
Aksesibilitas kawasan
Ketersediaan lahan
Estetika kawasan
Pelaksanaan fisik konstruksi
Keselamatan
tahap perencanan ini harus sudah ditentukan jenis bahan dan peralatan
pendukung yang terjamin ketersediannya pada tahap pelaksanaan konstruksi.
tanah untuk keperluan perencanaan lereng jalan yang mencakup antara lain :
3) Spesifikasi Umum
Persyaratan Umum
Persyaratan Bahan
Persyaratan Jaminan Mutu (Quality Assurance)
Persyaratan Pengujian Mutu dan Standar Rujukannnya
Persyaratan Pelaksanaan
Cara pembayaran dan item pembayaran
4) Gambar Rencana
Bentuk struktur
Dimensi struktur
Detail struktur
Spesifikasi bahan
Volume item pekerjaan
Catatan lain
6) Spesifikasi Khusus
Spesifikasi khusus merupakan salah satu perumusan hasil perencanaan yang
memuat rincian persyaratan-persyaratan teknis pelaksanaan konstruksi yang
belum terakomodasikan di dalam spesifikasi umum. Spesifikasi khusus
selanjutnya dijadikan sebagai salah satu bagian dari dokumen kontrak.
Kerangka isi dokumen spesifikasi khusus pada umumnya sama dengan
spesifikasi umum mencakup persyaratan persyaratan teknis antara lain :
Persyaratan Bahan
Persyaratan Jaminan Mutu (Quality Assurance)
Persyaratan Pengujian Mutu dan Standar Rujukannnya
Persyaratan Pelaksanaan
Cara pembayaran dan item pembayaran
Rangkuman
Data data tersebut dimaksudkan sebagai bahan kajian data sekunder guna
mengetahui gambaran umum kondisi eksisting di sekitar kawasan obyek lokasi
penyelidikan tanah, dan dapat juga difungsikan sebagai data pembanding pada
penyelidikan terinci.Penyelidikan terinci terhadap kondisi, sifat fisik dan sifat teknis
tanah dimaksudkan untuk mendapatkan rincian data kuantitatif dari lapangan dan
laboratorium, sebagai bahan masukan dan parameter perencanaan (engineering
properties) lereng jalan.
Latihan
KEGIATAN BELAJAR 4
5 PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH
PADA DAERAH POTENSI LONGSOR
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami tentang Kegiatan
Belajar 5 Penanggulangan Gerakan Tanah Pada Daerah Potensi Longsor peserta
mendapatkan informasi dalam melakukan kajian terhadap penanganan sementara dan
penanganan permanen.
5.3 Pencegahan
MACAM TANAH
BATUAN APLIKASI
PENGUJIAN Berkohesi Tak Berkohesi
FI SI K
Kadar Air o O o Klasifikasi dan Konsistensi
Pemadatan o O - KontrolPemadatan,AnalisisKemantapanLereng.
SIFAT -
longsoran.
(2) Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang
terbuka.
b) Menutup retakan-retakan dengan slurry semen (cement Slurry) karena
dengan adanya retakan maka air akan masuk melalui celah-celah rekahan
tersebut.
c) Membuat konstruksi penanganan sementara yang sifatnya dapat tetap
menjaga fungsi jalan sesuai dengan ketentuan undang-undang jalan
bahwa infrastruktur jalan dan jembatan harus dapat berfungsi sebagi
saran untuk pengguna jalan secara nyaman, aman dan memenuhi standar
kualitas sesuai dengan umur disainya.
(1) Membuat pasangan bronjong atau membuat bangunan penahan dari
karung diisi tanah dan cerucuk sementara dari bamboo pada kaki
longsoran.
(a) Bronjong dimaksudkan agar air dapat tetap mengalir bilamana
longsoran berupa aliran debris atau runtuhan
(b) Karung diisi tanah untuk menahan material longsoran dengan
meningkatkan nilai kuat geser yang diwujudkan oleh gesekan
antar karung tersebut dan dapat menahan aliran air sehingga
tidak berdampak rembesan, umunya digunakan untuk menahan
saluran air yang dapat mengganggu stabilitas jalan.
(c) Cerucuk bamboo diamaksudkan selain untuk menahan material
longsoran debris terutama yang terdiri dari material tanah
(utamanya pada longsoran alam) dimaksudkan untuk membuat
sistim vegetasi bamboo karena sifat akarnya yang menyimpan air.
(2)Memasang cerucuk pada daerah longsoran.
(3)Penimbunan kembali bagian yang rusak akibat longsoran.dapat
dilakukan bilamana tidak menjadikan pemicu beban tambahan pemicu
longsoran.
(4)Pelebaran kearah tebing bila bagian lereng jalan mengalami longsoran
Rangkuman
Latihan
6 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. AASHTO (1988), Manual on Subsurface Investigations, American Association
of State Highway and Transportation Officials, Washington, DC, USA.
2. AASHTO (1993) Guide for design of pavement structures
3. AASHTO T 258-81 Standard method of test for determining expansivesoils
4. Asmaranto, Runi. 2013; Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk
Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Fungsi Lahan Daerah Aliran Sungai
Sampean (Tidak Diterbitkan). Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.
5. ASTM D 1452-80 Standard practice for soil investigation and sampling by auger
borings
6. ASTM D 2113-83 (1993) Standard practice for diamond core drilling for site
investigation
7. ASTM D 4452-85 (1995) e1 Standard methods for X-Ray radiography of soil
samples
8. ASTM D 4546-90 Standard test methods for one-dimensional swell or
settlement potential of cohesive soils
9. ASTM Standards (1994), Section 4, Construction : Volumes 04.08 and 04.09,
Soils and Rock, American Society for Testing and Materials, Philadelphia,USA.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum (1999), Daftar
IstilahStandar Bidang ke-PU-an, Tahun Anggaran 1998/1999, Departemen
PekerjaanUmum, Jakarta, Indonesia.
11. BS 1377 (1990), Methods of Test for Soils for Civil Engineering Purposes,
Parts 1-9, British Standards Institution, London, UK.
12. BS 5930 (1981), Code of Practice for Site Investigation, British Standards
Institution, London, UK.
13. BS 8006 (1995), Code of Practice for Strengthened/Reinforced Soils and
OtherFills, British Standards Institution, London, UK.
14. BSN Pedoman No.8-2000 (Mei 2000), Penulisan Standar Nasional Indonesia,
Badan Standardisasi Naional.
Diklat Penanganan Longor pada Struktur Jalan
71
Modul 4 - Prinsip – Prinsip Penanganan Lereng Dan Pemilihan Metode Penanganan
15. Cees van Westen, Introduction to landslides Part 1: Types and causes,
International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC),
Enschede, The Netherlands, E- mail: westen@itc.nl
16. Direktorat Jenderal Bina Marga (1983), Manual Penyelidikan Geoteknik
untukPerencanaan Fondasi Jembatan, Badan Penerbit Departemen
Pekerjaan Umum,Jakarta,Indonesia.
17. Direktorat Jenderal Bina Marga (1992), Manual Desain Jembatan (Draf),
Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.
18. Direktorat Jenderal Bina Marga (1994), Perencanaan Geometrik Jalan
antarKota, Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.
19. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [DVMBG], 2005;
Manajemen Bencana Tanah Longsor, Bandung.
20. ISO/IEC (1999), International Standard ISO/IEC 17025: 1999 (E),
GeneralRequirements for the Competence of Testing and Calibration
Laboratories, TheInternational Organization for Standardization and the
International Electrotechnical Commission, Geneva, Switzerland.
21. ISSMFE (1981), International Manual for the Sampling of Soft Cohesive Soils,
The Sub- Committee on Soil Sampling (ed), International Society for Soil
Mechanics and Foundation Engineering, Tokai University Press, Tokyo, Japan.
22. Japanese Standards Association (1960), Method of Test for Consolidation of
Soils, Japanese Industrial Standard JIS A 1217-1960.
23. Japanese Standards Association (1977), Method of Unconfined Compression
Testof Soil, Japanese Industrial Standard JIS A 1216-1958 (revised1977).
24. Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000
(Evaluasi dan Rekomendasi)’ Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
25. Lynn M. Highland, United States Geological Survey, and Peter Bobrowsky
(2008), The Landslide Handbook—A Guide to Understanding Landslides,
sirculer 1325,Geological Survey of CanadaU.S. Department of the Interior and
U.S. GeologicalSurvey
26. Media Teknik No. 2 Tahun XVII (1995), Tata Istilah Teknik Indonesia, No. ISSN
0216-3012.
27. Muhammad Noorwantoro, Runi Asmaranto dan Donny Harisusenon (2014);
ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DAS UPPER
BRANTAS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI , Jurusan Teknik
Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang
28. Muhammad Noorwantoro, Runi Asmaranto, Donny Harisuseno (2013);
ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DAS UPPER
BRANTAS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI, Jurusan Teknik
Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167,
Malang 65145,Indonesia
29. NAVFAC (1971), Design Manual: Soil Mechanics, Foundations and
EarthStructures, Dept of Navy, USA.
30. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana
Longsor KLASIFIKASI DAN FAKTOR PENYEBAB BENCANA LONGSOR
31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2007. Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Longsor, Jakarta.
32. Pt M-01-2002-B, Panduan geoteknik 3, timbunan jalan pada tanah lunak :
Penyelidikan tanah lunak, pengujian laboratorium
33. Pt T-08-2002-B, Panduan geoteknik 1, timbunan jalan pada tanah lunak :
Proses pembentukan dan sifat-sifat dasar tanah lunak
34. Pt T-09-2002-B, Panduan geoteknik 2, timbunan jalan pada tanah lunak :
Penyelidikan tanah lunak, desain dan pekerjaan lapangan
35. Pt T-10-2002-B, Panduan geoteknik 4, timbunan jalan pada tanah lunak :
Desain dan konstruksi
36. Pusat Litbang Prasarana Transportasi Bandung, Guideline RoadConstruction
over Peat and Organic Soil, Draft Version 4.0/4.1, Ministry ofSettlement and
Public Infrastructure of the Republic of Indonesia in co-operation with The
Ministry of Transport, Public Works and Water Management (Netherlands),
January 2001.