Anda di halaman 1dari 52

PENDAHULUAN

1. Latar Balakang
Pemeriksaan diagnostic adalah penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun
potensial.
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960,
dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga
saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG
4D).
a. Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG
dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan
10 – 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu),
dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang
janin.
b. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan
kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak
jelas adanya kelainan tersebut.
c. Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari
kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan
pada pasien dengan gangguan haid
d. Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu
lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari
organ ginekologi dll.

Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak
8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen,
menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini
mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak
nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film
agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga
sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam
bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-
mail.
CTG dalam arti khusus adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ
pada saat kontraksi maupun tidak sedangkan dalam arti umum CTG merupakan suatu
alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam rahim, dengan merekam pola denyut
jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga
terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi.
Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi
plasenta yang sudah tidak baik.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi
kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat menjelaskan
tentang CTG
MATERI

Konsep Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengertian
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu
diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu
diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Jenis Jenis Pemeriksaan diagnostic


a. Pra instrumentasi
Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
1. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pengisian formulir dilakukan secara lengkap, hal ini penting untuk tertukarnya hasil
ataupun dapat membantu intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat
pengobatan khusus dan jangka panjang.
2. Persiapan Penderita
a) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira- kira 800 kalori akan mengakibatkan
peningkatan volume plasma.
b) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematology
misalnya : asam folat, vit B12 dll.
c) Waktu Pengambilan
Bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari terutama pada pasien
rawat inap.
d) Posisi Pengambilan
Posis berbaring kemudian berdiri dapat mengurangi volume plasma 10%.

b. Interpretasi Data
1) Menentukan aspek positif klien
Jika klien memerlukan standar kriteria kesehatan, perawat kemudian
menyimpulkan bahwa klien memiliki aspek positif tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan atau membantu memecahkan masalah klien yang dihadapi.
2) Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria maka klien tersebut mengalami
keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.
3) Menentukan masalah klien yang pernah dialami
Perawat dapat menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu untuk
melawan infeksi tersebut.
4) Menentukan keputusan
Penentuan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang ditemukan.
Tidak ditemukan masalah kesehatan tetapi perlu peningkatan status dan fungsi
kesehatan Masalah yang akan muncul Mengumpulkan data yang lengkap untuk
lebih mengidentifikasi masalah- masalah yang akan muncul.
5) Masalah kalaboratif
Berkonsuktasi dengan tenaga kesehatan lain professional yang kompeten dan
berkalaborasi untuk penyelesaian masalah tersebut.

c. Validasi Data
Perawat memvalidasi data yang telah diperoleh agar akurat dan dilakukan bersama
klien, keluarga dan masyarakat. Validasi dilakukan dengan mengerjakan pertanyaan
dan pernyataan yang reflektif kepada klien/ keluarga tentang kejelasan interpretasi
data. ( Iyer, taptid dan Bernochi – Losey dalam nursalam, 2004 ; 66 )

Diagnosis keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori ( Caipe, 2000 dalam


nurasalam, 2004 ; 69 ) :
1. Aktual
Menjelaskan masalah yang sedang terjadi saat ini dan harus sesuai dengan data- data
klinik yang diperoleh.
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakan adalah kekurangan volume cairan ubuh
berhubungan denag kehilangan cairan secara abnormal( Taylor, lilis dan Lemore,
1988 ; 283 dalam nursalam 2004; 69).
2. Risiko
Menjelaskan malasah kesehatan yang akan terjadi maka tidak dilakukan intervensi
keperawatan ( Keliat, 1990 dalam nursalam 2004 ; 69 )
3. Potensial
Data tambahan digunakan untuk memastikan masalah keperawatan yang potensial.
Perawat dituntut untuk berfikir lebih kritis dalam mengumpulkan data yang
menunjang gangguan konsep diri.
4. Sejahtera
Keputusan klinis tentang status kesehatan klien, keluarga, atau masyarakat dalam
transisi dan tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi.
5. Sindrom
Diagnosis yang terdiri beberapa diagnosis keperawatan actual dan risiko tinggi yang
diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian.

3. Persiapan untuk pemeriksaan diagnostic


A. Persiapan Pemeriksaan Diagnostik
Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa.
Karena itu perlu diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu
:
1. Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan
dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan
mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk
dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter
dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari
pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien
sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir
dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan,
umur, jenis kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau
diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk
menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil
terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.

b. Persiapan penderita
1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira2 800 kalori akan mengakibatkan
peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma
akan berkurang. Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan
susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel darah.

2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi
misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid
akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan
jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan
mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan
morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis.
Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan
hemostasis.

3) Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari
tertutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin
akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila
kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah
dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat waktu
berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan memerlukan penanganan
segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa parameter hematologi seperti
jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan variasi diurnal, hasil
yang dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih
tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-100
ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam
hari dan lebih rendah dari tengah malam sampai pagi.

4) Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10%
demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan penderita
adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai
sopan santun atau etika sehingga membuat penderita atau keluarganya
tidak merasa asing atau menjadi obyek.
a. Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan
instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan
profesional dalam bekerja.
b. Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %, karet
pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml,
penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti
koagulan atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan
yang diminta oleh dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung
kapiler polos atau mengandung antikoagulan.
c. Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering,
bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril.
Untuk urin kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan
memakai pengawet urin.
d. Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan
khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap
identitas penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan
sehingga tidak tertukar.
e. Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan
pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan
santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas
pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan
diambil bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan
mempersulit pengambilan darah karena vena akan konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi
pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut,
tidak pucat dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena :
umumnya di daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat
pergelangan tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan
adalah vena yang dipilih tidak di daerah infus yang terpasang/sepihak
harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha (arteri
femoralis) atau daerah pergelangan tangan (arteri radialis). Untuk
kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari
tengah atau jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat
diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit kaki.

4. Persiapan dan pengambilan specimen


A. Pemeriksaan Spesimen Darah
1. Pengertian
Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan dengan bahan atau spesimen darah
beberapa pemeriksaan berikut ini menggunakan spesimen darah, antara lain:
Albuminum, asam urat, gula darah, hematocrit, haemoglobin, trombosit,
kolestrol, dll.

2. Tempat pengambilan darah untuk berbagai macam pemeriksaan laboratorium


Pada pemeriksaan specimen darah, darah yang diambil yaitu darah vena, kapiler,
dan arteri.
1) Darah vena
Pemeriksaan darah vena biasanya diambil dari lipatan siku tangan dan
dilakukan untuk menentukan tes diagnostik.Pada orang dewasa biasanya
diambil dari vena median cubiti.Pada bayi, dapat digunakan vena jugularis
superficialis atau sinus sagittalis superior.Memberikan informasi sistem
hematologi dan sistem tubuh yang lain. Berupa CBC (Complete Blood Count),
elektrolit serum, dan kimia darah. Penusukan vena kadang sulit, karena
beberapa hal.Kulit pada orang muda kadang sulit ditusuk karena tebal dan
kuat.Pada pasien lansia, vena cendrung ‘lari’ saat ditusuk dengan jarum atau
adanya penebalan dan pengerasan vena oleh adanya
aterosklerosis.Pemeriksaan CBC digunakan tabung EDTA.
Cara pengambilan darah vena :
 Ikatkan torniquet pada lipatan siku atas, kemudian tangan dikepal.
 Tentukan vena yang akan diambil darahnya.
 Aseptikkan tempat pengambilan dengan povidone iodium 10%, biarkan
mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.
 Darah vena dipijat/dilonggarkan dengan tekanan ibu jari/telunjuk.
 Tusukkan jarum < 1,25 inch dengan posisi 15° dengan lengan tangan.
 Setelah tertusuk, jarum diturunkan ke posisi 30°
 Bila menggunakan syringe, sedot darah perlahan sampai pada volume
darah yang dibutuhkan.
 Bila menggunakan jarum tanpa spuit, biarkan darah langsung mengalir ke
media.(media transport/SPS 0,05%àmikrobiologi, antikoagulanàpatologi
klinik, sediaan hapus darahàparasitologi)
 Pengeluaran darah/punksià1 cc/menit.
 Lepaskan torniquet, kemudian tumpat daerah pengambilan darah
dengan kapas beralkohol 70%.
 Tarik jarum perlahan-lahan, kemudian lengan ditekuk/dilipat supaya
darah berhenti mengalir.

2) Darah kapiler
Digunakan pada pemeriksaan glukosa darah atau saat pengambilan vena
gagal.Pada orang dewasa biasanya diambil pada ujung jari tangan/ kaki atau
daun telinga bagian bawah.Pada tetesan pertama dibuang dengan
menggunakan kapas kering, agar tidak bercampur dengan alcohol.Digunakan
dalam pengambilan sampel darah dengan volume yang sedikit, biasanya
untuk screening test.

Cara pengambilan darah kapiler :


 Lakukan tindakan aseptik dengan povidone iodium 10%, biarkan sampai
mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.
 Sterilkan lanset dalam alkohol 95%
 Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari tusukkan arah
tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari dan tidak boleh sejajar bila
yang akan diambil spesimennya. Pada anak daun telinga tusukkan
pinggirnya dan jangan sampai sisinya mengeluarkan darah.
 Setelah penusukkan selesai, tempat tusukkan ditutup dengan kapas
beralkohol dan biarkan sampai darah tidak keluar.

3) Darah arteri
Dilakukan untuk pemeriksaan AGDA (Analisis Gas Darah Arteri) dan
elektrolit.AGDA dilakukan untuk mengetahui status respirasi atau status asam
basa darah klien.Area yang diambil adalah arteri radialis, brachialis atau
femoralis.Berikan penekanan dan waspadai adanya okulsi pada klien.Tanda
okulsi arteri adalah kesemutan pada tangan, tangan berwarna pucat dan tidak
adanya denyut perifer.
Karena digunakan dalam pemeriksaan AGDA, prosedurnya adalah sebagai
berikut :
 Tentukan daerah yang akan diambil darahnya
 Lakukan tindakan aseptik dengan povidone iodium 10%, biarkan sampai
mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.
 Siapkan syringe dengan spuit yang telah dilumuri antikoagulan heparin.
 Tusukkan jarum tegak lurus, darah akan mengalir ke syringe.
 Kemudian, jarum dibengkokkan dan ditusuk dalam lilin.

3. Bentuk Pemeriksaan Dengan Spesimen Darah


Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan dengan bahan atau spesimen darah.
Beberapa pemeriksaan berikut ini menggunakan spesimen darah, antara lain :
 Serum glutamik piruvik transaminase (SGPT) atau alanin amoniotransferase.
Pemeriksaan SGPT dilakukan untuk mendeteksi adanya kerusakan
hepatoseluler.
Cara :
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol
3. Hindari hemolysis
4. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:192)
 Albumin
Pemeriksaan albumin dilakukan untuk mendeteksi kemampuan albumin yang
disintesis oleh hepar.Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan adanya
gangguan hepar seperti sirosis, luka bakar, gangguan ginjal, atau kehilangan
protein dalam jumlah yang banyak.
Cara :
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:192)
 Asam Urat
Pemeriksaan asam urat dilakukan untuk mendeteksi penyakit pada ginjal,
anemia asam folat, luka bakar, dan kehamilan.Terjadi peningkatan asam urat
dapat diindikasikan penyakit seperti leukemia, kanker, eklamsia berat, gagal
ginjal, malnutrisi, dan lain-lain.

Cara:
1. Ambil darah ± 5-7 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:192)
 Bilirubin (total, direct, dan indirect)
Pemeriksaan bilirubin dilakukan untuk mendeteksi kadar bilirubin.
Pemeriksaan pada bilirubin direct, dilakukan untuk mendeteksi adanya ikterik
obstruktif oleh karena batu atau neoplasma, hepatitis, dan sirosis.Pada
bilirubin indirect, pemeriksaan dapat mendeteksi adanya anemia, malaria, dan
lain-lain.
Cara :
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Hindari hemolisis.
4. Berikan label nama dan tanggal.(Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:192)
 Estrogen
Pemeriksaan estrogen dilakukan untuk mendeteksi disfungsi ovarium, gejala
menopause dan pasca menopause, serta stres psikogenik.Peningkatan nilai
estrogen dapat menunjukkan indikasi adanya tumor ovarium, adanya
kehamilan, dan lain-lain.
Cara:
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:193)
 Gas Darah Arteri (GDA)
Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan untuk mendeteksi gangguan
keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh karena gangguan respiratorik
atau gangguan metabolik.
Cara :
1. Ambil darah ± 1-5 ml dari arteri, dengan spuit dan jarum berisikan heparin.
2. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:193)
 Gula Darah Puasa

Pemeriksaan gula darah puasa dilakukan untuk mendeteksi adanya diabetes


atau reaksi hipoglikemik.
Cara :
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Puasakan makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan. (Musrifatul
Uliyah, A.Aziz Alimul Hidayat,2008:193)
 Gula Darah Postprandial
Pemeriksaan gula darah postprandial bertujuan untuk mendeteksi
adanya diabetes atau reaksi hipoglikemik.Pemeriksaan dilakukan setelah
makan.
Cara:
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena 2 jam setelah makan pagi atau siang.
2. Masukkan ke dalam tabung atau botol. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:193)
 Gonadotropin korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin-HCG)
Pemeriksaan HCG dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan karena HCG
adalah hormon yang diproduksi oleh plasenta.

Cara:
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Hindari hemolisis.
4. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:193)
 Hematokrit
Pemeriksaan hematokrit dilakukan untuk mengukur perbandingan (dalam
persen) konsentrasi eritrosit dalam darah. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adanya anemia, kehilangan darah, gagal ginjal kronis, serta defisiensi vitamin B
dan C. Apabila terjadi peningkatan hematokrit dapat diindikasikan adanya
dehidrasi, asidosis, trauma, pembedahan, dan lain-lain.
Cara :
1. Ambil darah ± 7 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:193-194)
 Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein yang dikandung sel darah merah yang mampu
mengikat oksigen.Pemeriksaan hemoglobin dilakukan untuk mendeteksi
adanya anemia dan penyakit ginjal.Peningkatan hemoglobin dapat
menunjukkan indikasi adanya dehidrasi, penyakit paru-paru obstruksi
menahun, gagl jantung kongestif, dan lain-lain.
Cara :
1. Ambil darah ± 5-10 ml dari vena.
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Hindari hemolisis.
4. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:194)
 Trombosit
Trombosit merupakan sel yang membantu penggumpalan darah jika terjadi
pendarahan.Pemeriksaan trombosit dilakukan untuk mendeteksi adanya
trombositopenia yang berhubungan dengan perdarahan, dan trombositosis
yang menyebabkan peningkatan pembekuan.

Cara :
1. Ambil darah ± 5 ml dari vena
2. Masukkan pada tabung atau botol.
3. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:194)
 Masa Tromboplastin parsial (Partial Tromboplastin Time-PPT), masa
tromboplastin parsial teraktivasi (Activation Partial Tromboplastin Time-APTT)
Pemeriksaan PTT/APTT bertujuan untuk mendeteksi variasi trombosit,
memonitor terapi heparin, dan mendeteksi defisiensi faktor pembekuan
kecuali faktor VII dan VIII.
Cara :
1. Ambil darah ± 7-10 ml dari vena.
2. Lakukan Pengambilan 1 jam sebelum pemberian dosis heparin.
3. Masukkan pada tabung atau botol.
4. Berikan label nama dan tanggal. (Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul
Hidayat,2008:194)
5. Pemeriksaan lain yang menggunakan spesimen darah antara lain
pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah, masa protombin, progesteron,
prolaktin, serum keratinin, kortisol, kolesterol, T3, T4, dan lain-lain.
(Musrifatul Uliyah, A.Aziz Alimul Hidayat,2008:194)

4. Persiapan alat
 Lanset darah atau jarum khusus
 Kapas alcohol
 Kapas kering
 Alat pengukur Hb/kaca objek/botol pemeriksaan, tergantung macam
pemeriksaan
 Bengkok
 Hand scoon
 Perlak dan pengalas

5. Prosedur kerja
 Mendekatkan alat
 Memberitahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah prosedur
 Memasang perlak dan pengalas
 Memakai hand scoon
 Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis pemeriksaan
 Kulit dihapushamakan dengan kapas alcohol
 Bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol
 Merapikan alat
 Melepaskan hand scoon

6. Volume darah yang diambil:


 10-20 ml dewasa
 1-5 ml anak-anak
 1-3 ml bayi

B. Pemeriksaan Feses
1) Pengertian
Menyiapkan feses untuk pemeriksaan laboratorium dengan cara pengambilan
tertentu

2) Tujuan
 Menentukan darah samar karena adanya ulkus, inflamasi dan tumor.
Menggunakan kertas guaiac.
 Mengetahui adanya gangguan pada gastrointestinal. Adanya lemak pada feses
akibat kerusakan pada intestinal.
 Mendeteksi telur dan parasite.
 Mendeteksi adanya virus dan bakteri dengan kultur (pembiakan).

3) Pemeriksaan tinja untuk pasien dewasa


Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir, darah,
dan telur cacing. Tinja yang diambil adalah tinja segar

4) Persiapan alat
 Hand scoon bersih
 Vasseline
 Botol bersih dengan penutup
 Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
 Bengkok
 Perlak pengalas
 Tissue
 Tempat bahan pemeriksaan
 Sampiran

C. Pemeriksaan Sputum Tenggorokan


1) Pengertian
Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan
ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan.
2) Tujuan
Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme (seperti,
tuberkulosis pulmonal, pneumonia bakteri, bronkhitis kronis, bronkhietaksis) yang
ada dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan.
3) Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila
diperlukan).
4) Persiapan alat
 Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
 Botol bersih dengan penutup
 Hand scoon
 Formulir dan etiket
 Perlak pengalas
 Bengkok
 Tissue
5) Prosedur tindakan
 Menyiapkan alat
 Memberitahu pasien
 Mencuci tangan
 Mengatur posisi duduk
 Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok.
 Memakai hand scoon
 Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah
disiapkan (sputum pot)
 Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
 Membersihkan mulut pasien
 Merapikan pasien dan alat
 Melepas hand scoon
 Mencuci tangan
6) Cara pengambilan sputum secara umum:
 Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan
untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa
diambilsputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus dilakukan sebelum
pasien menyikat gigi.
 Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang
banyak pada malam sebelum pengambilan sputum.
 Jelaskan pada pasien apa yang dimaksud dengan sputum agar yang dibatukkan
benar-benar merupakan sputum, bukan air liur/saliva ataupun campuran
antara sputum dan saliva. Selanjutnya, jelaskan cara mengeluarkan sputum.
 Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur
dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu(bila ada).
 Sputum diambil dari batukkan pertama(first cough).

7) Cara membatukkan sputum :


 Tarik nafas dalam dan kuat(dengan pernafasan dada)batukkan kuat sputum
dari bronkus, trakea, mulut, wadah penampung.
 Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup(Screw
Cap Medium).
 Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air
liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum.
 Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus, seperti, butir
keju, darah dan unsur-unsur lain.
 Bila sputum susah keluaràlakukan perawatan mulut
 Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat(expectorant)200
mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan
sputum.

Bila sputum juga tidak bisa didahakkan, sputum dapat diambil secara :
1. Aspirasi transtracheal
2. Bronchial lavage
3. Lung biopsy

D. Pemeriksaan Cairan Vagina


Pengeluaran cairan pervagina berupa keputihan. Keputihan adalah cairan yang
keluar dari vagina. Keputihan dapat timbul dari berbagai keadaan, yaitu secara
normal atau fisiologis dan secara patologis. Keputihan fisiologis adalah keputihan
yang normal terjadi akibat perubahan hormonal, seperti saat menstruasi, stres,
kehamilan, dan pemakaian kontrasepsi. Sedangkan keputihan patologis adalah
keputihan yang timbul akibat kondisi medis tertentu dengan penyebab tersering
adalah akibat infeksi parasit, jamur, atau bakteri.
1) Persiapan alat
 Kapas lidi steril
 Objek gelas
 Bengkok
 Sarung tangan Steril
 Spekulum
 Kain kassa, kapas sublimat
 Bengkok
 Perlak
2) Prosedur tindakan
 Memberitahu dan memberi penjelasan pada klien tentang tindakan yang
akan dilakukan, dan meminta persetujuan pasien
 Mempersiapkan alat dan bahan, dan mendekatkan alat ke dekat pasien
 Memasang sampiran
 Membuka dan menganjurkan klien untuk menanggalkan pakaian bagian
bawah (jaga privacy pasien)
 Memasang pengalas dibawah bokong pasien
 Mengatur posisi pasien dengan kaki ditekuk (dorsal recumbent)
 Mencuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Membuka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak
dominan
 Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dengan tangan yang dominan
sesuai kebutuhan
 Menghapus sekret vagina pada objek gelas yang disediakan
 Membuang kapas lidi pada bengkok
 Memasukkan objek gelas ke dalam piring petri atau ke dalam tabung kimia
dan ditutup
 Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen untuk dikirim ke
laboratorium
 Membereskan alat
 Melepas sarung tangan
 Mencuci tangan
 Melakukan dokumentasi tindakan

5. Persiapan Untuk Pemeriksaan


a. Pemeriksaan USG
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960, dirintis
oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat,
sehingga saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut
sebagai USG 4D).

Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a) Pervaginam
b) Perabdominan
b. Pemeriksaan Rontgen
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya
sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad
Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar
X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran,
banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun
1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format
film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen
juga sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan
dalam bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan
teknologi e-mail.

Persiapan pemeriksaan
a. Radiografi konvensional tanpa persiapan.
Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk
pemeriksaan tulang atau toraks.
b. adiografi konvensional dengan persiapan.
Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya
untuk foto rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa
beberapa jam atau hanya makan bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan
hasil fotonya pun dapat dengan jelas memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
c. Pemeriksaan dengan kontras
Sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum,
atau dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena.

RANGKUMAN
Pemeriksaan diagnostic adalah penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun
potensial.
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960,
dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga
saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG
4D).
A. Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG
dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan
10 – 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu),
dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang
janin.
B. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan
kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak
jelas adanya kelainan tersebut.

Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari


kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan
pada pasien dengan gangguan haid Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang
dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien
dengan kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll

Jenis Jenis Pemeriksaan diagnostic


a. Pra instrumentasi
Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
3. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pengisian formulir dilakukan secara lengkap, hal ini penting untuk tertukarnya hasil
ataupun dapat membantu intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat
pengobatan khusus dan jangka panjang.
4. Persiapan Penderita
e) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira- kira 800 kalori akan mengakibatkan
peningkatan volume plasma.
f) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematology
misalnya : asam folat, vit B12 dll.
g) Waktu Pengambilan
Bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari terutama pada pasien
rawat inap.
h) Posisi Pengambilan
Posis berbaring kemudian berdiri dapat mengurangi volume plasma 10%.
b. Interpretasi Data
6) Menentukan aspek positif klien
Jika klien memerlukan standar kriteria kesehatan, perawat kemudian
menyimpulkan bahwa klien memiliki aspek positif tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan atau membantu memecahkan masalah klien yang dihadapi.
7) Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria maka klien tersebut mengalami
keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.
8) Menentukan masalah klien yang pernah dialami
Perawat dapat menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu untuk
melawan infeksi tersebut.
9) Menentukan keputusan
Penentuan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang ditemukan.
Tidak ditemukan masalah kesehatan tetapi perlu peningkatan status dan fungsi
kesehatan Masalah yang akan muncul Mengumpulkan data yang lengkap untuk
lebih mengidentifikasi masalah- masalah yang akan muncul.
10) Masalah kalaboratif
Berkonsuktasi dengan tenaga kesehatan lain professional yang kompeten dan
berkalaborasi untuk penyelesaian masalah tersebut.

c. Validasi Data
Perawat memvalidasi data yang telah diperoleh agar akurat dan dilakukan bersama
klien, keluarga dan masyarakat. Validasi dilakukan dengan mengerjakan pertanyaan
dan pernyataan yang reflektif kepada klien/ keluarga tentang kejelasan interpretasi
data. ( Iyer, taptid dan Bernochi – Losey dalam nursalam, 2004 ; 66 )

SOAL –SOAL

2. penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan komunikan terhadap suatu masalah


kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial merupakan pengertian dari :
1. pemeriksaan diagnostic
2. pemeriksaan NGT
3. USG
4. Betul semua

3. Pemeriksaan darah vena diambil dari :


a. Pembuluh darah
b. Libatan suku tangan
c. Kaki
d. Hidung
e. Mata

4. Berikut ini adalah carah pengambilan darah kapiler adalah :


a. Lakukan tindakan aseptik dengan povidone iodium 10%, biarkan sampai mengering,
lalu ulangi dengan alkohol 70%.
b. Sterilkan lanset dalam alkohol 95%
c. Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari tusukkan arah tegak lurus pada
garis-garis sidik kulit jari dan tidak boleh sejajar bila yang akan diambil spesimennya.
Pada anak daun telinga tusukkan pinggirnya dan jangan sampai sisinya mengeluarkan
darah.
d. Semua Jawaban di atas benar
5. pemeriksaan asam urat untuk mendeteksi penyakit pada :
a. ginjal
b. luka bakar
c. anemia asam folat
d. benar semua

6. Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme (seperti, tuberkulosis pulmonal,
pneumonia bakteri, bronkhitis kronis, bronkhietaksis) yang ada dalam tubuh pasien
sehingga diagnosa dapat ditegakkan, merupakan tujuan dari :
a. Pemeriksaan sputum tenggorokan
b. Indikasi tenggorokan
c. Pemeriksaan NGT
d. Salah semua

7. Salah satu tujuan pemeriksaan pemeriksaan feses adalah


a. Mendeteksi telur dan parasite
b. Mendeteksi darah
c. Mendeteksi darah
d. Mendeteksi lemah

8. Sebutkan salah satu cara pemeriksaan USG


a. Pervaginam
b. Darah
c. Tenggorokan
d. Mencuci tangan
9. Di bawah ini yang merupakan prosedur pemeriksaan cairan vagina adalah :
a. Memberitahu dan member tindakan pada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan dan meminta persetujuan pasien
b. Membersihkan alat
c. Melepas sarung tangan
d. Benar semua

10. Di bawah ini yang termasuk cara pemeriksaan gula darah adalah :
a. Masukan sarung tangan
b. Berikan label nama atau tanggal
c. Masukkan pada tabung atau botol
d. Salah semua

11. Tujuan pemeriksaan gula darah adalah :


a. Mendeteksi adanya diabetes
b. Mengetahui tekanan darah
c. Mengetahui golongan darah
d. Gas darah arteri
Kunci jawaban
1. A
2. B
3. D
4. d
5. A
6. A
7. A
8. B
9. C
10. A
MATERI

KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT

1. KONSEP DASAR OBAT


- Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau
menyembuhkan penyakit.
- Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang di maksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan
diagnosis,mencegah,mengurangi,menghilangkan,menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit,luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan
dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia
(joenoes,2001)

2. JENIS JENIS OBAT


Kaplet : bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk seperti kapsul bersalut,
sehingga mudah ditelan
Kapsul : bentuk dosis padat untuk pemberian oral; obat dalam bentuk bubuk, cairan,
atau minyak dan dibungkus oleh selongsong gelatin, kapsul diwarnai untuk membantu
identifikasi produk
Eliksir : cairan jernih berisi air dan alkohol; dirancing untuk penggunaan oral; biasanya
di tambah pemanis
Tablet enterik bersalut : tablet untuk pemberian oral,yang dilapisi bahan yang tidak
larut dalam lambung; lapisan larut di dalam usus, tempat obat diabsorbsi.
Ekstrak : bentuk obat pekat yang dibuat dengan memindahkan bagian aktif obat dari
komponen lain obat tersebut ( misalnya, ekstrak cairan adalah obat yang dibuat
menjadi larutan dari sumber sayur-sayuran )
Gliserit : larutan obat yang di kombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar, berisi
sekurang-kurangnya 50% gliserin
Cakram intraokular ( intraocular disk) : bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri dari
dua lapisan luar yang lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat dilembabkan
oleh cairan okuler (mata), cakram melepas obat sampai satu minggu
Obat gosok (liniment) : preparat biasanya mengandung alkohol, minyak atau pelembut
sabun yang dioles pada kulit
Losion : obat dalam cairan, suspense yang di oles pada kulit untik melindunginya
Salep : semisolid (agak padat), preparat yang di oles pada kulit, biasanya mengandung
satu atau lebih obat

Pasta : preparat semisolid, lebih kental dan lebih kaku dari pada salep; diabsorbsi
melalui kulit lebih lambat dari pada salep
Pil : bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat, dibentuk kedalam bentuk tetesan,
lonjong, atau bujur; pil yang sesungguhnya jarang digunakan karena telah digantikan
oleh tablet
Larutan : preparat cairan yang dapat digunakan per oral, parenteral, atau secara
eksternal; dapat juga dimasukkan ke dalam organ atau rongga tubuh (mis. Irigasi
kantong kemih); berisi air dan mengandung satu atau lebih senyawa terlarut; harus
steril untuk penggunaan parenteral
Supositoria : bentuk dosis padat yang di campur dengan gelatin dan dibentuk dalam
bentuk peluru untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (rektum atau vagina); meleleh
saat mencapai suhu tubuh, melepas obat untuk diabsorbsi
Suspense : partikel obat yang dibelah sampai halus dan larut dalam media cair, saat
dibiarkan, partikel berkumpul di bagian bawah wadah; umumnya merupakan obat oral
dan tidakdiberikan perintravena
Sirup : obat yang larut dalam larutan gula pekat, mengandung perasa yang membuat
obat terasa lebih enak
Tablet : bentuk dosis bubuk yang dikomperesi ke dalam cakram atau slinder yang keras;
selain obat utama, mengandung zat pengikat (perakat untuk membuat bubuk
menyatu), zat pemisah ( untuk meningkatkan pelarutan tablet), lubrika (supaya mudah
dibuat di pabrik), dan zat pengisi (supaya ukuran tablet cocok)
Cakram atau lempeng transdermal : obat beradadalam cakram (disks) atau patch
membrane semipermeable yang membuat obat dapat diabsorbsi perlahan-lahan
melalui kulit dalam periode waktu yang lama
Tingtura : alkohol atau larutan obat air-alkohol
Tablet isap (troche, lozenge) : bentuk dosis datar, bundar mengandung obat, citarasa,
gula, dan bahan perekat cair; larut dalam mulut untuk melepas obat

3. PRINSIP- PRINSIP PEMBERIAN OBAT


Sebelum memberikan obat pada pasien,ada beberapa persyaratan yang perlu
perhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat,diantaranya :
a. Tepat obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus memerhatikan
kebenaran obat sebanyak 3x, yakni : ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat di programkan, dan mengembalikan obat ketempat
penyimpanan.
b. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat,maka penentuan dosis
harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus
dilengkapi alat tetes,gelas ukur,spuit atau sendok khusus : alat untuk membelah
tablet; dan lain-lain. Dengan demikian,perhitungan dosis benar untuk diberikan ke
pasien.
c. Tepat pasien
Obat yang diberikan hendaknya benar pada pasien yang di programkan. Hal ini
dilakukan dengan mengidentifikasi identitas kebenaran obat,yaitu mencocokan
nama,nomor register,alamat,dan program pengobatan pada pasien.
d. Tepat Jalur Pemberian
Kesalahan rute pemberian dapat menimbulkan efek sistematik yang fatal pada
pasien. Untuk itu,cara pemberiannya adalah dengan cara melihat cara pemberian
atau jalur obat pada label yang ada sebelum memberikannya ke pasien.
e. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang
diprogamkan,karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek
terapi dari obat (A.Aziz Alimul Hidayat,2009).
f. Tepat pendokumentasi
Dokumentasi snagat penting,jadi setelah memberikan obat kita harus segera
memberikan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi dokumentasi adalah
sebagai catatan perkembangan pasien dan sebagai alat untuk bukti melakukan
tindakan.

4. OBAT-OBATAN DALAM PRAKTIK KEBIDANAN


Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang
sebagai perawatan,pengobatan,atau bahkan pencegah terhadap berbagai gangguan
yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya tenaga medis memiliki tanggung
jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien. Hal ini semata-
mata untukmemenuhi kebutuhan pasien.

a. STANDAR OBAT
Obat yang di gunakan sebaiknya memenuhi standar persyaratan obat,diantaranya
kemurnian,yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh obat karena unsur
keasliannya,tidak ada percampuran,dan standar potensi yang baik. Selain
kemurnian obat juga harusmemiliki bioavailabilitas berupa keseimbangan
obat,keamanan,dan efektivitas. Standar-standar tersebut harus dimiliki obat agar
menghasilkan efek yang baik akan obat itu sendiri

b. REAKSI OBAT
Sebuah bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh,obat akan bekerja
sesuai dengan proses kimiawi melalui suatu reaksi obat, reaksi obat dapat
dihitung dalam satuan waktu paruh,yakni suatu interval waktu yang diperlukan
dalam tubuh untuk proses eliminasi,sehingga terjadi pengurangan konsentrasi
setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

c. FAKTOR YANG MEMENGARUHI REAKSI OBAT


Beberapa faktor yang dapat memengaruhi reaksi pengobatan diantaranya
absorpsi obat,distribusi obat dalam trubuh,metabolisme (biotransformasi)
obat,dan eksresi.

1. Absorpsi obat
Absorpsi obat merupakan proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh
melalui aliran darah kecuali dari jenis topical. Hal ini dipengaruhi oleh cara dan
jalur pemberian obat,jenis obat,keadaan tempat,makanan dan keadaan pasien.

2. Distribusi obat ke dalam tubuh


Setelah obat diabsorpsi,kemudian obat di distribusikan ke dalam darah melalui
vascular dan sistem limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu.
Proses ini dapat dipengaruhi oleh keseimbangan cairan,elektrolit,dan keadaan
patologis.

3. metabolism obat
Setelah melalui sirkulasi,obat akan mengalami proses metabolism. Obat akan
ikut sirkulasi ke dalam jaringan,kemudian berinteraksi dengan sel dan
melakukan sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi lebih aktif. Obat yang
tidak bereaksi akan diekresikan.

4. eksresi sisa
Setelah obat mengalami metabolism atau pemecahan,akan terdapat sisa zat
yang tidak dapat
dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk
urin,dari intestinaldalam bentuk veses,dan dari paru-paru dalam bentuk udara.

Obat memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan efek samping. Efek terapeutik obat
memiliki kesesuaian terhadap efek yang di harapkan sesuai kandungan obatnya
seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala),kuaratif (memiliki efek
pengobatan),suportif (berefek untuk menaikkan fungsi atau nrespons
tubuh),dubtitutif (berefek sebagai pengganti),efek kemoterapi (berefek untuk
mematikan atau menghambat),dan restorative (berefek untuk memulihkan
fungsi tubuh yang sehat). Efek samping merupakan efek yang tidak diharapkan,tidak
bisa diramal,dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya
alergi,toksisitas (keracunan),penyakit iatrogenik,kegagalan dalam pengobatan,dan
lain-lain. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

5. PERHITUNGAN DOSIS OBAT


Penghitungan dengan rumus ketika menentukan dosis tidak semuanya tepat dalam
menentukan kerja dan efek dari obat tersebut. Cara yang lebih tepat adalah dengan
menentukan berdasarkan ukuran fisik atau waktu paruh dari jenis obat yang diberikan.
Kalkulasi Dosis Berdasarkan Berat Badan
Kadang-kadang dosis diucapkan sebagai : beri 1 mg?kg berat badan. Jadi berat badan
pasien harus diketahui dulu,misalnya 60 kg,maka dosisnya adalah 60 mg. bila
permintaannya adalah : berikan 1 mg/kg berat badan /hari,maka dosis tadi harus dibagi
dalam beberapa kali dosis,misalnya dibagi 3,maka menjadi 3 kali minum 20 mg.
Dosis pediatrik
Dosis tepat penting untuk pasien pediatrik. Anda dapat mengonvensi dosis
dewasa menjadi dosis pediatrik dengan sejumlah formula : dua diantaranya adalah
sebagai berikut.
Rumus Clarke
Rumus young untuk umur 1-8 tahun :
Rumus dilling untuk umur > 8 tahun :
(A.Aziz Alimul Hidayat,2009)
Perhitungan Dosis Tablet,Suntikan dan Obat Cair
Contoh Cara Perhitungan Dosis Tablet :
Berapa tablet digoxin diperlukan untuk mendapat dosis 0,125 mg² 1 tablet
mengandung 62,5 mcg digoxin.
Jawab :
0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg
Jika 1 tablet mengandung 62,5 mcg dan diperlukan X tablet untuk mencapai dosis 125
mcg,maka :
X.62,5 = 125
=2
Jadi diperlukan 2 tablet.
Jawab : pakai rumus berikut ini.
0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg
Isi rumus di atas :
Contoh cara perhitungan suntikan :
Pasien diinstrusikan untuk diberi 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisikan 100 mg
dalam 2 ml. Berapa ml yang perlu disuntikan.
Jawab :
Jika 2 ml larutan mengandung 100 mg pethidin,dan X ml larutan mengandung 75 mg
pethidin,maka
Atau memakai rumus
Contoh soal perhitungan dosis betadine :
Diperlukan larutan betadine 1 : 2.000 dan tersedia larutan 20 %. Berapa banyak
larutan betadine 20 % ini diperlukan untuk membuat 2 L betadine 1 : 2.000?
Karena konsentrasi dinyatakan sebagai rasio dan yang lain sebagai presentase,salah
satunya harus dikonversikan. 20 % = 20 bagian per seratus = 20 : 100 = 1 : 5.
Jawab : memakai rumus

(Jan Tambayong,2001)
Perhitungan Kecepatan Infus
Perhitungan obat dengan kecepatan intravena dihitung berdasarkan jumlah tetes
permililoiter larutan. Karena intruksi diberikan berupa volume yang harus diberikan
dalam waktu tertentu (misalnya,500 ml dalam 4 jam),maka diperlukan kemampuan
untuk menghitung konversi dari tetes per menit ke milliliter permenit, dan sebaliknya.
Contoh soal cara perhitungan infus :
Berapa kecepatan aliran diperlukan untuk memasukan 500 ml dekstrosa 5% dalam air
selama 8 jam? Larutan itu memberi 15 tetes/ml.
Jawab :
Langkah 1
Konversi jam ke menit
8 jam = 8 × 60 menit = 480 menit
Langkah 2
Menghitung kecepatan yang dibutuhkan dalam ml per menit. Jika 500 ml harus
diberikan dalam 480 menit,dan X ml akan diberikan dalam 1 menit,maka
Langkah 3
Konversi ketetes per menit. Kecepatan pemberian adalah 1 ml/menit (kurang lebih).
Larutan itu mengandung 15 tetes/ml,maka jumlah tetes per menit menjadi 1 × 15
tetes/menit. (Jan Tambayong,2001)

6. TEKNIK PEMBERIAN OBAT


Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya :
oral,parenteral,rektal,vaginal,kulit,mata,telinga,hidung dan lain-lain. Pemberian di
lakukan dengan menggunakan prinsip lima tepat yakni tepat nama pasien,tepat nama
obat,tepat dosis obat,tepat cara pemberian,dan tepat waktu pemberian. (A.Aziz Alimul
Hidayat,2009)

BENTUK OBAT
1. Bentuk Oral
Pemberian obat oral dilakukan melalui mulut. Dalam pemberian obat oral,ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat,yaitu adanya alergi terhadap
obat yang akan diberikan,kemampuan klien untuk menelan obat,adanya muntah
atau diare yang dapat mengganggu absorpsi obat,efek samping obat,interaksi obat
dan kebutuhan pembelajaran mengenai obat yang diberikan. Bentuk oral ini adalah
tablet,kapsul dan lozenges (obat isap).

a. Tablet
Bentuk,ukuran dan berat tablet itu bervariasi. Tablet itu dapat mengandung obat
murni,atau diencerkan dengan subtansi inert agar mencapai berat sesuai,atau
mengandung dua atau lebih obat dalam kombinasi. Tablet ini dapat berupa tablet
padat biasa,tablet sublingual (di larutkan di bawah lidah),tablet bukal (dilarutkan
antara pipi dan gusi),tablet bersalut-gula (menutupi bau atau rasa tidak
enak),tablet bersalut enteric (untuk mencegahnya larut dalam lambung dan
sampai di usus halus baru pecah),atau tablet lepas berkala (untuk melepaskan
obat selang waktu panjang).

b. Kapsul
Kapsul mengandung obat berupa bubuk,butiran bersalut dengan ketebalan
berbeda agar larut dengan kecepatan berbeda,yaitu kapsul keras,atau cairan
dalam kapsul lunak.

c. Lozenges
Obat padat ini akan larut secara berangsur dalam mulut. Mereka berguna bila
diperlukan kerja setempat di mulut atau tenggorokan.
Tujuan
a. Memberi obat yang memiliki efek lokal atau sistematik melalui saluran cerna.
b. Memberi obat tanpa harus merusak kulit dan jaringan.
c. Memberi obat tanpa menimbulkan nyeri.

BENTUK TOPIKAL
Bentuk ini dipakai untuk permukaan luar dan berfungsi melindungi atau
sebagai vehikel untuk menyampaikan obat. Bentuk penting adalah salep dan krim.
Salep di[akai untuk lesi kering dan bertahan dikulit lebih lama. Krim umumnya dipakai
untuk lesi basah.

BENTUK SUPOSITORIA
Supositoria adalah obat dalam bentuk mirip peluru dan akan mencair pada suhu
badan. Supositoria adalah cara memberi obat melalui rectum untuk lesi setempat atau
agar diserap sistemik.

BENTUK PESARRI
Serupa dengan supositoria namun bentuknya dirancanag khusus untuk vagina.

BENTUK CAIRAN
Bentuk obat cairan terdapat tiga kelompok utama yaitularutan,suspense dan emulsi.

Pemberian Obat Pada bayi dan Anak-Anak


1. Pilih sarana yang tepat untuk mengukur dan memberi obat pada bayi dan anak-
anak,seperti mangkuk plastik sekali pakai,pipet tetes,sendok,spuit plastik tanpa
jarum,atau spuit tuberkulin.
2. Larutkan obat oral dengan sedikit air.
3. Gerus obat yang berbentuk padat dan campurkan dengan zat lain yang dapat
mengubah rasa pahit,misalnya madu atau pemanis buatan.
4. Posisikan bayi setengah duduk ketika memberi obat dan berikan obat secara
perlahan
5. Jika menggunakan spuit,letakan spuit disepanjang sisi lidah bayi
6. Dapatkan informasi yang bermanfaat dari orang tua mengenai cara pemberian
obat yang terbaik bagi anak yang bersangkutan
7. Jika anak tidak kooperatif selama pemberian obat,lakukan langkah berikut :
a. Letakkan anak di atas pangkuan anda dengan tangan kanan di belakang
tubuh anda.
b. Pegang erat tangan kiri anak dengan tangan kiri anda.
c. Amankan kepala anak dengan tangan kiri dan tubuh anda.
8. Berikan anak air minum setelah obat ditelan
Lakukan hygiene oral setelah anak minum obat yang disertai pemanis. (A.Aziz
Alimul Hidayat,2009)
Rangkuman

RANGKUMAN

Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya :
sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal
yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat. Sebab ada jenis-
jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang salah.
3.2 Saran.

Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika
kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya
bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita
dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita
sendiri maupun oranglain.

Soal – soal
Petunjuk. Silanglah (X) pada jawaban yang paling benar!

1. Yang dimaksud dengan pemberian obat secara parenteral adalah


a. Tehnik steril.
b. Memasukkan obat dengan suntikan ke jaringan tubuh.
c. SK, ID, IM, IV.
d. Setiap rute perlu aspirasi.

2. Seorang laki-laki menderita diabetes militus tipe 1 sedang menjalani terapi insulin 20
unit setiap harinya. Saat ini perawat akan memberikan obat dengan spuit U-40. Berapa cc
insulin yang akan diberikan perawat ?
a. 0,1 cc
b. 0,3 cc
c. 0,5 cc
d. 0,7 cc
e. 0,9 cc

3. Dokter menginstruksikan pemberian IV Pinicilin 100 mg. Tersedia obat dalam ampul
120mg : 5ml. Berapa ml yang harus diberikan ?
a. 4,2 ml
b. 4,4 ml
c. 4,3 ml
d. 4,5 ml
e. 4,6 ml
4. Dibutuhkan Amoxilin 500 mg. Tersedia Amoxilin 1 g. Pengenceran dengan aquades 10
ml. Berapa ml yang di berikan oleh perawat ?
a. 2 ml
b. 3 ml
c. 4 ml
d. 5 ml
e. 6 ml

5. Perhitungan dosis pada anak biasanya bersarkan dosis dewasa yang dihubungkan
dengan
a. Luas permukaan tubuh anak
b. Usia anak
c. Berat badan anak
d. Tinggi badan anak

6. Mahasiswa ilmu keperawatan sedang mempelajari tentang spuit yang digunakan


untuk memberikan obat secara parenteral. Manakah yang termasuk bagian spuit ?
a. Bevel
b. Hub
c. Barrel
d. Plunger

7. Manakah dari pernyataan berikut yang salah mengenai spuit?


a. Spuit luer-lok : jarum melilit ke ujung spuit
b. Spuit non luer-lok : jarum terpasang ke ujung spuit
c. Spuit luer-lok : jarum terkunci aman
d. Spuit non luer-lok : spuit insulin dan tuberkulin
e. Spuit luer-lok : jarum terpasang ke ujung spuit

8. Dari ukuran gauge jarum d bawah ini manakah yang mempunyai diameter terbeesar?
a. 18
b. 20
c. 22
d. 24
e. 26

9. Pernyataan yang tepat tentang mempersiapkan obat parenteral dari vial bentuk bubuk

a. Mengencerkan dengan aquades minimal 5 cc


b. Mengencerkan dengan aquades maximal 5 cc
c. Putar/ kocok obat sampai larut
d. Diamkan selama 10 menit setelah diberikan aquades

Untuk soal no 10 - 13
Seorang laki-laki dirawat di RS. Bina Sehat dengan keluhan pusing dan badan terasa panas.
Sebelumnya pasien diketahui pasien menginjak paku berkarat. Dan terihat kaki pasien
berdarah. Dosen menginstruksikan pemberian antibiotik.
10. Sebelum diberikan antibiotik, perawat melakukan skin tes. Rute yang cocok dengan
skin tes adalah
a. IV
b. SC
c. IM
d. ID
e. IG

11. Sudut yang biasa digunakan adalah


a. 50 – 150
b. 450- 900
c. 900
d. 200 – 300
e. 300 – 450

12. Area yang sering dipakai dalam rute tersebut


a. Lengan bawah dalam
b. Vetrogluteal
c. Scapula
d. Dorsoglutea

13. Berapa waktu maksimal yang digunakan untuk mengetahui hasil dari skin test tersebut
a. 10-20 menit
b. 15-30 menit
c. 20-45 menit
d. 45-60 menit
e. 24 jam

Untuk soal no 14 - 17
14. Seorang laki-laki menderita diabetes militus tipe 1 sedang menjalani terapi insulin.
Rute obat apa yang sesuai dengan terapi tersebut?
a. IV
b. SC
c. IM
d. ID
e. IG

15. Sudut yang biasa digunakan adalah


a. 50 – 150
b. 450- 900
c. 900
d. 200 – 300
e. 300 – 450

16. Area yang sering dipakai dalam rute tersebut


a. Lengan atas dalam, paha anterior, abdomen antara kosta sampai krista iliaka, scapula,
Vetrogluteal., Dorsoglutea
b. Lengan atas luar, paha posterior, abdomen antara kosta sampai krista iliaka, scapula,
Vetrogluteal., Dorsoglutea
c. Lengan bawah dalam, paha anterior, abdomen antara kosta sampai krista iliaka,
scapula, Vetrogluteal., Dorsoglutea
d. Lengan atas luar, paha anterior, abdomen antara kosta sampai krista iliaka, scapula,
Vetrogluteal., Dorsoglutea
e. Lengan samping dalam, paha anterior, abdomen antara kosta sampai krista iliaka,
scapula, Vetrogluteal., Dorsoglutea

17. Efek samping yang biasa terjadi bila tidak dirotasi


a. Hipertrofi kulit
b. Atrofi jaringan
c. Lipodistrofi
d. Penebalan kulit

Untuk soal no 18 - 20
18. Dokter mengistruksikan pemberian zat besi 125 mg IM. Tersedia obat dalam ampul
500mg : 5ml. Berapa ml yang di berikan oleh perawat?
a. 1,25 ml
b.1,50 ml
c. 1,75 ml
d.2,00 ml
e. 2,25 ml

19. Sudut yang biasa digunakan adalah


a. 50 – 150
b. 450- 900
c. 900
d. 200 – 300
e. 300 – 450

20. Area yang sering dipakai dalam rute tersebut


a. Deltoid. Dorsogluteal, ventrogluteal, vastus lateralis, krista iliaka
b. Deltoid. Dorsogluteal, abdomen, vastus lateralis, rektus femoris
c. Deltoid. Dorsogluteal, ventrogluteal, vastus lateralis, rektus femoris
d. Deltoid. Dorsogluteal, ventrogluteal, lengan atas dalam, rektus femoris
e. Deltoid. scapula, ventrogluteal, vastus lateralis, rektus femoris

KUNCI JAWABAN
1. D 11. A
2. B 12. B
3. C 13. C
4. A 14. B
5. D 15. A
6. C 16. A
7. B 17. D
8. A 18. D
9. A 19. D
10. A 20. D
MATERI

Konsep Dasar Perawatan Luka Operasi

1. Konsep Dasar Perawatan Luka Dalam


Praktik Kebidanan
A. Pengertian Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,
1997). Sedangkan menurut Kozier (1995), luka adalah kerusakan kontinuitas kulit,
mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Keadaan luka dapat dilihat dari
berbagai sisi, sebagai berikut :
1) Rusak tidaknya jaringan yang ada pada permukaan
2) Sebab terjadinya luka
3) Luas permukaan luka
4) Ada atau tidaknya mikroorganisme

Sedangkan ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti :


1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel.

B. Jenis-Jenis Luka
Jenis-jenis luka digolongkan berdasarkan :

1. Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena
radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak
disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak
rusak (kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).

2. Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi :


a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)
1) Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi
akibat pembedahan
2) Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (ligasi)
3) Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja
terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh:
cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap
utuh. Pada luka tertutup, kulit terlihat memar
4) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam
5) Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam
yang memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang
disengaja dibuat oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang
tidak disengaja terjadi pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku
tersebut terinjak, luka akibat peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit
dengan diameter yang kecil
6) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini
terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh
kecelakaan akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya perineum karena kelahiran bayi
7) Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar, bagian tepi luka kehitaman.
8) Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh
terbakar
9) Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.

3. Berdasarkan tingkat kontaminasi


a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluranrespirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka
10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas

5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

C. Fase Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan, hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
menurut Taylor (1997) :

1. Fase Inflamatory
Faseinflammatory disebut juga fase peradangan, dimulai setelah
pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini
adalah Hemostasis dan Pagositosis. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi
konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan.
Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme
infeksius. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan sindrom adaptasi lokal.
Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat terjadinya
pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel
darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris.
Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit (makrofag) masuk ke
daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang
pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan
kembali dapat terjadi.

2. Fase Proliferative
Disebut juga fase fibroplasia, dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari
ke-21. Pada proses ini akan dihasilkan zat-zat yang akan
mempertautkan tepi luka bersamaan dengan terbentuknya jaringan granulasi yang
akan membuat seluruh permukaan luka tertutup oleh epitel. Mekanisme:
fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar, dua substansi
ini membentuk lapis-lapis perbaikan luka, kemudian sebuah lapisan tipis dari sel
epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada di dalamnya, sekarang
pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut
granulasi jaringan, adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah
3. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, disebut juga fase remodeling, dimulai hari ke-21
dan dapat berlanjut selama 1 – 2 tahun setelah terjadinya luka. Pada fae ini terjadi
proses pematangan, yaitu penyerapan kembali jaringan berlebih dan
pembentukan kembali jaringan yang baru terbentuk. Mekanisme: kollagen yang
ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih
mirip jaringan, kemudian kollagen baru menyatu dan menekan pembuluh darah
dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis
dan membentuk garis putih

D. Prinsip Penyembuhan Luka


Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997), yaitu :
1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.

E. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka


1. Faktor Lokal
a. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang
yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes
millitus, dan pada jahitan atau balutan yang terlalu ketat. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka
b. Hematoma
Hematoma atau seroma merupakan bekuan darah. Hematoma ini akan
menghalangi penyembuhan luka dengan menambah jarak tepi-tepi luka dan
jumlah debredimen yang diperlukan sebelum firosis dapat terbentuk.
Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk
ke dalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka. Hematoma adalah gangguan tersering ketahanan
local jaringan terhadap infeksi, sehingga pencegahan pembentukan hematoma
merupakan dari teknik operasi yang baik.
c. Infeksi
Infeksi disebabkan oleh adanya kuman/bakteri sumber penyebab infeksi pada
daerah sekitar luka. Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis
yang menghambat penyembuhan luka
d. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat.
Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah
putih), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah
(“Pus”)
e. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi
akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
f. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu
2. Factor Umum
a. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati
dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah
b. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan
mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelahpembedahan jika
mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose tidak adekuat
c. Diabetes Mellitus
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh
d. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin),
heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.
1. Steroid : akan menghalangi penyembuhan dengan menekan/menurunkan
mekanisme peradangan normal dan menambah lisis kolagen. Efeknya
sangat nyata selama 4 hari pertama. Setelah itu efeknya berkurang hanya
untuk menghambat ketahanan normal terhadap infeksi.
2. Antikoagulan : dapat mengganggu upaya tubuh untuk
melakukan penutupan pada luka. Darah, dalam hal ini trombosit akan
mengalami kesulitan dalam melakukan penggumpalan untuk menutup
luka. Selain itu antikoagulan juga dapat mengakibatkan perdarahan.
3. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
4. Obat Sitotoksik : 5-Fluorouasil, metotreksat, siklofosfamid dan mustard
nitrogen menghalangi penyembuhan luka dengan emnekan pembelahan
fibroblast dan sintesis kolagen.

F. Komplikasi Penyembuhan Luka/Masalah yang terjadi pada Luka Bedah


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi

1. Infeksi
Infeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering dari tindakan operasi dan sering
mengikuti hematoma luka. Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat
trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanyapurulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan
bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah
putih. Dua faktor penting yang jelas berperan pada pathogenesis infeksi adalah
dosis konaminasi bakteri dan ketahanan pasien
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti drain). Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang akan
mengakibatkan hipovolemia. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika
mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap
8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan luka
dan perawatan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan juga mungkin diperlukan

3. Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melaluidaerah irisan. Sejumlah factor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi
sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi
luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan
normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

G. Macam-Macam Luka dalam Praktik Kebidanan


Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik kebidanan
adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound).
Luka insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan
section caesarea, masektomi, laparotomi (pada kasus: histerektomi, tubektomi,
miomektomi, dll), dan kasus yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus luka
di jalan lahir (mukosa vagina, perineum) dan atau pada cerviks karena kelahiran
bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi pada kasus robekan uterus karena tetania
uteri.
Luka pada perineum yang disengaja untuk melebarkan jalan lahir atau disebut
episiotomi, termasuk dalam jenis luka insisi

H. Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan


Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan
perawatan luka pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga
tentang perawatan luka operasi.
Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated
wound): luka pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, yang meliputi
teknik penjahitan yang dilakukan dan perawatan luka.
Pada bahasan ini, tidak akan dijelaskan perawatan luka secara spesifik pada
kasus luka/robekan pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, karena akan
dibahas lebih terperinci pada mata kuliah Asuhan Kebidanan

I. Penjahitan Luka
1. Definisi
a. Suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka (menutup luka) dengan
benang, sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
b. Teknik yang digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan
struktur anatomi yang terpotong.
c. Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau
terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.

2. Tujuan Penjahitan
a. Penutupan ruang mati
b. Meminimalkan risiko perdarahan dan infeksi
c. Mendekatkan tepi kulit untuk hasil estetika dan fungsional
d. Mendukung dan memperkuat penyembuhan luka sampai meningkatkan
kekuatan tarik mereka

3. Prinsip Umum Penjahitan Luka


a. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan
satu sama lain dengan hati-hati.
b. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau
kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan
memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.
c. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengan
memakai traksi ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi
pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.
d. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang
dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada
waktu menjahit kulit.
e. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama
lebih disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
f. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan.
Oleh karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48
jam–5 hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus
dibiarkan selama 10 hari atau lebih.
g. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
h. Pemakaian forsep dan trauma jaringan (pincet cirugis) diusahakan
seminimal mungkin.

4. Komplikasi Penjahitan
a. Overlapping: terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi
luka sehingga luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan
yang lambat dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
b. Nekrosis: jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi
sehingga menyebabkan kematian jaringan
c. Infeksi: infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka
yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
d. Perdarahan: terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
e. Hematoma: terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan
tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus
berlangsung dan menyebabkan bengkak.
f. Dead space (ruang/rongga mati): yaitu adanya rongga pada luka
yang erjadi karena penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
g. Sinus: bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus,
biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang
bertindak sebagai benda asing.
h. Dehisensi: adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan
karena jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk
i. Abses: infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.

5. Alat dan Bahan dalam Penjahitan Luka


Bahan habis pakai yang digunakan dalam penjahitan luka diantaranya :
benang jahit (catgut, side), kassa steril, anestesi local, dan larutan antiseptic. Alat-
alat yang digunakan diantaranya: needle/ jarum jahit, needle holder/
nalpoeder, pincet anatomis, gunting jaringan/ gunting benang, bengkok, doek
lubang steril dan sarung tangan steril.
Benang dan jarum yang digunakan dalam menjahit luka, disesuaikan
dengan jenis luka dan letak luka berada.

6. Teknik Penjahitan
Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan
keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan
dibedakan menjadi :

a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)


Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada
teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak
digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat
dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah
yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain.
Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan
jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang
putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup
dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu
lebih lama untuk mengerjakannya.

Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut :


1) Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi
lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
2) Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara
tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit
sisi yang pertama
3) Dibuat simpul dan benang diikat

b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)


Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi
hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka
seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.
Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak
disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya
tidak dipakai untuk menjahit kulit.
Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut :
1) Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang
terikat tetapi tidak dipotong
2) Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa
mengikat atau memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul
3) Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan
4) Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada
simpul terakhir pada akhir garis jahitan
Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/
penempatan jahitan terakhir

c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/


Feston)
Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa,
dikenal sebagai stitch bisbol  karena penampilan akhir dari garis jahitan
berjalan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum.
Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir
dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.
Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik
jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan
mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan
berikutnya

d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)


Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan
kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat
diterapkan untuk jaringan luka dengan tegangan besar.
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan
dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak
di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.
Teknik ini dilakukan sebagai berikut :
a) Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di
daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka
b) Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang
lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain,
untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain
c) Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua
sisi secara parallel di sepanjang luka tersebut.

e. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)


Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras
horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil
akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan
eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Namun,
salah satu kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan
silang. Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan ketegangan
di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit.
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara
mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka.
Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena
didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti
simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1
cm dari tusukan pertama. keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan
yang kuat.
Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari
(sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko
jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka, dapat
meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak
dalam menanggapi edema pascaoperasi.

Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat


dan simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

Gambar 1. Teknik Penjahitan

2. persiapan dan perawatan operasi

Persiapan dan perawatan operasi sebelum, selama dan sesudah operasi


pada poin ini akan dijelaskan lebih rinci pada bahasan/ bab selanjutnya.

3. Perawatan Luka Operasi

Dalam bahasan ini, perawatan luka operasi terdiri atas tindakan ganti
balutan dan angkat jahitan.

A. GANTI BALUTAN
Perawatan luka umumnya diawali dengan tindakan penggantian
balutan. Ganti balutan/ verban merupakan suatu tindakan mengganti
verban untuk melindungi luka dengan drainase minimal terhadap
kontaminasi mikroorganisme.
Ganti balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak
hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu
dengan: kondisi klinis pasien, sifat operasi, tipe/jenis luka dan tampilan
luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena
efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya
memakai normal saline (NaCl). Citotoxic agent seperti povidine iodine,
asam asetat, sebaiknya tidak sering digunakan untuk
embersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah
reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris di permukaannya dapat
dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak
terlalu banyak manipulasi gerakan.

B. ANGKAT JAHITAN
Angkat jahitan adalah suatu tindakan melepas jahitan yang biasanya
dilakukan pada hari ke-7 atau sesuai dengan proses penyembuhan luka.
Tujuan dilakukan angkat jahitan adalah untuk mempercepat proses
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Pertimbangan
dilakukan angkat jahitan adalah tegangan pada tepi luka operasi/luka
jahitan.
Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan tindakan angkat jahitan
adalah :
1. Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan tegang
2. Luka yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit
setelah banyak bagian kulit diambil, akan menyebabkan tegangan tepi
luka yang besar  pengambilan jahitan ditunda lebih lama, sampai
dicapai kekuatan jaringan yang cukup, sehingga bekas jahitan tidak
mudah terbuka lagi
3. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama, akan memperlambat
penyembuhan luka.

C. PRINSIP PELAYANAN LUKA OPERASI


Perawatan luka dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup.
Perawatan luka terbuka diutamakan pada luka yang sederhana dan
dangkal, sedangkan pada luka operasi, dilakukan secara tertutup.
Perawatan luka tertutup bertujuan untuk :
1. Menjaga luka dari trauma mekanik
2. Menekan dan mengimobilisasi daerah luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah luka dari kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorbsi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis
7. Debridemen sel nekrotik
8. Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka
9. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.

Mengganti balutan dilakukan apabila balutan sudah kotor atau basah


akibat eksternal maupun karena rembesan eksudat; ingin mengkaji
keadaan luka dengan frekuensi tertentu; dan untuk mempercepat
debridemen (pengangkatan) jaringan nekrotik.
Tipe penggantian balutan dibagi menjadi dua, yaitu tipe tipe basah dan
kering. Balutan basah digunakan untuk luka yang basah atau banyak
drainase,
sedangkan balutan kering digunakan untuk luka kering atau drainase
minimal. Adapun cara membersihkan luka adalah :
1. Luka kering cukup diusap dengan larutan antiseptic
2. Luka berwarna kekuningan/terinfeksi dibersihkan dengan pencucian
sampai pus (nanah) terangkat
3. Luka berwarna hitam (nekrotik) harus dinekrotomi secara mekanik
atau kimia
D. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Perawatan Luka
Dalam melakukan perawatan luka, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan petugas, diantaranya :
1. Menghindari terjadinya pencemaran. Dilakukan dengan membalut
luka dengan verban steril, dan melakukan disinfeksi luka dan kulit sebelum
mengganti balutan.
2. Mengusahakan balutan tetap kering. Mikroorganisme dengan
cepat berkembangbiak dalam lingkungan yang basah.
3. Proses perkembangan aliran darah local. Dilakukan dengan cara :
tidak membalut luka terlalu kencang, memberi obat-
obatan tertentu, dan melakukan penatalaksanaan panas-dingin
sesuai anjuran dokter atau sesuai dengan anjuran kapala bagian
perawatan.
4. Mengembangkan kondisi yang baik. Kondisi pasien yang baik : status
nutrisi dan cairan yang baik.
5. Selalu berusaha agar luka bersih. Membersihkan luka dengan : NaCl
0,9%, alcohol, larutan Iodium (betadhin).
6. Penyokong yang baik untuk luka. Sokongan luka dapat dilakukan
dengan balutan plester perekat atau balutan yang member dukungan pada
luka tersebut.
7. Menghindari kondisi luka yang makin memburuk. Dilakukan
dengan observasi luka yang baik, untuk mencegah terjadinya infeksi.
8. Menghindari rasa sakit yang tidak perlu. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Mencukur rambut sebelum menempelkan perekat
b. Mengurangi pemakaian plester perekat (jika memungkinkan)
c. Tidak memakai bahan-bahan pembalut yang bersifat mengikat
d. Sedapat mungkin tidak memakai bahan-bahan yang keras,
seperti alcohol
e. Memungkinkan pasien mengambil posisi yang rileks

E. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka


Bahan yang digunakan untuk perawatan luka bisa berupa larutan antiseptic
maupun larutan yang bersifat netral. Secara lebih rinci diuraikan sebagai
berikut :

1. Sodium Klorida 0,9 %


Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida.
Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama
seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah.
Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling
sering adalah sodium klorida konsentrasi 0,9%. Konsentrasi ni adalah
konsentrasi normal dari sodium klorida, dan untuk alasan ini sodium
klorida disebut juga normal saline. Normal saline merupakan larutan
isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka
dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah
didapat dan harga relatif lebih murah

2. Larutan povodine-iodine
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam
yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non
metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau
yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara
keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide
tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung
konsentrasi dan waktu pelaksanaan. Larutan ini
akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau
selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri
gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa.
Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan
residu.
Rangkuman

Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong


untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang. Benang dan jarum yang
digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan jenis luka dan letak luka berada.
Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/
kondisi luka dan tujuan penjahitan. Salah satu teknik penjahitan luka yang tidak memiliki
kontra indikasi penjahitan adalah teknik penjahitan simple Interupted Suture
jahitan terputus ederhana/satu-satu). Teknik ini dapat dilakukan pada kulit atau bagian
tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling
menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus
dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang
putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di
tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.

Soal –soal
1. Sebutkan jenis luka berdasarkan sifat kejadian ?
2. Sebutkan dan jelaskan factor – factor yang mempengaruhi penyembuhan luka
3. Sebutkan prinsip penyembuhan luka menurut taylor (1997) ?
4. Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
Jelaskan !
5. Sebutkan tujuan penjahitan luka ?
MATERI

RESUSITASI

A.PENGERTIAN RESUSITASI
Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada
otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002)
Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung dan pernafasan
buatan.(Kamus Kedokteran, Edisi 2000).
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah
“menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

B.TUJUAN RESUSITASI
1. Memberikan ventilasi yang adekuat
2. Membatasi kerusakan serebi
3. Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada
otak, jantung dan alat – alat vital lainnya
4. Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri

C.INDIKASI RESUSITASI
D. LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI BBL
Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi :
- Bayi cukup bulan atau tidak?
- Air ketuban bercampur mekonium atau tidak?
Setelah bayi lahir, lakukan penilaian :
- Bernafas atau menangis?
- Tonus otot baik?

Bila hasil penilaian baik, yaitu bayi cukup bulan, air ketuban tidak bercampur mekonium,
bayi menangis, tnus otot baik. Maka lakukan PERAWATAN RUTIN: Beri kehangatan,
Bersihkan jalan nafas, Mengeringkan bayi
Bila hasil penilaian tidak baik, maka lakukan
1. AIRWAY (LANGKAH AWAL)
a. Jaga bayi tetap hangat.
Selimuti bayi dengan kain, pindahkan bayi ke tempat resusitasi.
b. Atur posisi bayi.
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar
kepala sedikit ekstensi. Posisi semi ekstensi yaitu hidung dan mulut dalam satu
garis lurus.
c. Isap lendir.
Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
- Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung.
- Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan).
- Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap
terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam
hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti
napas bayi.
-
2. BREATHING (VTP)
Bila FJ < 100x/menit /APNUE à VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke
dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa bernapas spontan dan teratur.
a. Pasang sungkup, perhatikan lekatan.
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
b. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi.
Ventilasi percobaan (2 kali) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air. Tiupan
awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas
dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas.
Lihat apakah dada bayi mengembang, Bila tidak mengembang
a. Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.
b. Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.
Bila dada mengembangàlakukan tahap berikutnya
a. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air
dalam 30 detik.
b. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur?
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan
auskultasi bunyi napas.
Bila bayi bernafas, FJ > 100x/menit, kemerahan àPERAWATAN LANJUT

3. CIRCULATION
Apabila setelah dilakukan VTP, FJ < 60x/menit àVTP dan kompresi dada
Kompresi Dada
 Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan
kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan
menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari
telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum.
 Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman
penekanan lebih baik.
 Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan
dengan frekuensi 90x/menit.
 Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi sehingga didapatkan 30x
ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi yang
dianjurkan adalah 3 : 1.
 Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon,
kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu
adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.
Rangkuman

Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan terhadap penderita atau korban yang
berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian. Gawat
adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit atau kondisi lainnya yang
mengancam jiwa, sedangkan darurat adalah keadaan yang terjadi tiba-tiba dan tidak
diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera atau mendesak.

Untuk mencapai keberhasilan resusitasi diperlukan kerjasama yang baik dalam satu
tim, mengingat banyaknya langkah yang harus dilaksanakan dalam tindakan tersebut.
Keberhasilan tidak semata-mata dipengaruhi keterampilan dalam tindakan resusitasi,
namun juga dipengaruhi oleh kelancaran komunikasi dan dinamika kelompok.

Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup
Lanjutan (BHL). Bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan resusitasi tanpa
menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag-mask ventilation, sedangkan
pada bantuan hidup lanjut menggunakan alat dan obat resusitasi sehingga penanganan
lebih optimal.

Resusitasi Jantung Paru segera dan efektif berhubungan dengan


kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologi. Beberapa penelitian
menunjukkan angka survival dan keluaran neurologi lebih baik bila RJP dilakukan sedini
mungkin.

Saat jantung berhenti oksigenasi akan berhenti pula dan menyebabkan gangguan
otak yang tidak dapat diperbaiki walaupun terjadi dalam beberapa menit. Kematian dapat
terjadi dalam 8 hingga 10 menit, sehingga waktu merupakan hal yang sangat penting saat
kita menolong korban yang tidak sadar dan tidak bernapas.

Tindakan ini dibedakan berdasarkan usia anak kurang dari satu tahun atau lebih dari
satu tahun, yang merupakan suatu teknik yang dipakai untuk menyelamatkan jiwa yang
sangat berguna pada keadaan emergensi, termasuk henti napas dan henti jantung.
Resusitasi Jantung Paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar
oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Penyebab
terjadinya henti napas dan henti jantung berbeda-beda tergantung usia, pada bayi baru lahir
penyebab terbanyak adalah gagal napas, sedangkan pada masa bayi penyebabnya antara
lain :

 Sindroma bayi mati mendadak (Sudden infant death syndrome -SIDS)


 Penyakit pernapasan
 Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing)
 Tenggelam
 Sepsis
 Penyakit Neurologis

Pada anak usia lebih dari 1 tahun penyebab terbanyak adalah cedera seperti kecelakaan
lalulintas, kecelakaan sepeda, terbakar, cedera senjata api dan tenggelam
Soal – soal
1. Tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan korban gawat darurat disebut
dengan :
a. Henti nafas .
b. Henti jantung
c. Henti otak
d. Henti sirkulasi darah
e. Heart Coronary Syndrom

2. Pada kasus diatas , tindakan yang harus dilakukan adalah :


a. Bantuan hidup dasar
b. Initial assesesmentc.
c. SPGD T ( Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu )
d. Therapy shocke. e. Exposure

3. Henti sirkulasi ini dapat dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen
a. Henti nafas
b. Henti jantung
c. Henti otak
d. Heart Coronary Syndrome e. Anastesi

4. Yang bukan indikasi dilakukan RJP ( resusitasi Jantung Paru ) adalah :


a. Pasien dengan sumbatan jalan nafas
b. Pasien dengan depresi pernafasan
c. Penyakit jantung
d. Trauma
e. Pingsan

5. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan ,kecuali :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi
b. Mencegah berhentinya respirasi.
c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi.
d. Ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung melalui RJP
e. Memastikan klien sudah meninggal
Modul Konsep Dasar Kebidanan

6. Pada pasen dewasa, cek denyut nadi dilakukan di:


a. Leher ( arteri karotis )
b. Lengan atas ( arteri brachialis )
c. Pergelangan tangan ( arteri radialis )
d. Pergelangan kaki ( arteri pedis )

7. Ke t ik a s aa t b ek er j a di r u ma h sa ki t an da me ne muk a n se or an g k el u arga
pasien, berusia dewasa mendadak tidak sadar. Tidak ada satupun orang lain yg bisa
membantu. Setelah anda menyatakan bahwa tempat yang aman, langkah apa yg
sebaiknya anda lakukan?
a. c e k ke s a da ra n , a pab il a k or ba n ti dak s ada r , se ge ra ak t i va s i
res pon em er ge ns i (m in ta t ol on g)
b. T e l ep on UGD ke mu d ia n tunggu perintah dari petugas UGD
c. bu ka ai rw a y de ng an bu ka d ag u d an b er si hk a n mu l u t d en ga n j
a ri apabila ada sumbatan makanan atau lainnya.
d. L ak u ka n RJ P sel a ma 1 me n i t , k e mud i a n te l ep on UGD

8. Untuk menilai Jalan nafas pada orang tidak sadar antara lain dengan :
a. Bisa bicara dengan baik.
b. Tanpa suara tambahan.
c. Tidak sesak.
d. Lihat, dengar, dan rasa.

9. P ad a RJP , Ra si o p ij a t d ad a d gn N af as b ua t an pa da pas ie n d ew as a :
a. D en ga n sa tu pe no la ng se ba n ya k 30 p ij at da da da n 2 n af as b ua
t an
b. D en ga n du a p en ol an g s eb an ya k 30 p ij a t d ad a d an 2 na fa s bu a
ta n .
c. D en ga n sa tu pe no la ng se ba n ya k 1 5 p ij at da da da n 2 v en t i la s
d. J a w a b a n a d a n b a d a l a h b e n a r

10. P ad a RJP , Ra si o p ij a t d ad a d gn N af as b ua t an pa da pas ie n a na k – a na k


:
a. D eng an sa tu pe no la ng s eba ny ak 3 0 pi ja t dad a dan 2 n af as bua tan .
b. D en ga n du a p en ol an g s eb an ya k 30 p ij a t d ad a d an 2 na fa s bu a ta n .
c. D en ga n sa tu pe no la ng se ba n ya k 1 5 p ij at da da da n 2 n af as b ua
t an
d. Ja w a b a n a d a n c a d a l a h b e n a r

11. P ad a RJP , Ra si o p ij a t d ad a d gn N af as b ua t an pa da pas ie n b a yi :


a. D eng an sa tu pe no la ng s eba ny ak 3 0 pi ja t dad a dan 2 n af as bua tan
b. D en ga n du a p en ol an g s eb an ya k 30 p ij a t d ad a d an 2 na fa s bu a
ta n .
c. D en ga n sa tu pe no la ng se ba n ya k 1 5 p ij at da da da n 2 n af as b ua
t an
d. Ja w a b a n a d a n c a d a l a h b e n a r
49
Modul Konsep Dasar Kebidanan

12. Ju ml a h p ij at da da da d a ya n g be na r p ad a p as ie n h en t i j a nt un g o
ra ng d ew as a:
a. 1 00 x pe rm en it u n tuk sa tu d an dua p en ol on g
b. 8 0 x p e r m e n i t u n t u k s a t u p e n o l o n
g
c. 6 0 x p e r m e n i t u n t u k s a t u d a n d u a p e n o l o
ng
d. 5 0 x p e r m e n i t s a t u d a n d u a p e n o l o n g

13. Ju ml a h p ij at da da da d a ya n g be na r p ad a p as ie n h en t i j a nt un g
o ra ng d ew as a :
a. 1 00 x pe rm en it u n tuk sa tu d an dua p en ol on g
b. 8 0 x p e r m e n i t u n t u k s a t u p e n o l o n g
c. 6 0 x p e r m e n i t u n t u k s a t u d a n d u a p e n o l o
ng
d. 5 0 x p e r m e n i t s a t u d a n d u a p e n o l o n g

14. Kedalaman melakukan kompresi dada untuk orang dewasa yg benar berapa?
a. 3-5 cm
b. 4 cm
c. 5cm
d. 8 cm

15. Hal – hal yang perlu dicurigai terhadap cedera servikal adalah bila , kecuali :
a. Cedera kepala disertai penurunan kesadaran.
b. Ada luka dari klavikula keatas.
c. Setiap pasien dengan multi trauma.
d. Biomekanika mendukung .
e. Pasien masih sadar

16. Bantuan pernafasan yang paling tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru –
paru pada korban gawat darurat adalah :
a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung
c. Mulut ke stoma
d. Bagging
e. RJP

17. Indikasi RJP tidak dapat dilakukan , bila :


a. Adanya multi trauma
b. Adanya penyakit jantung
c. Kecelakaan
d. Membahayakan penolong
e. Syok
18. Komplikasi yang mungkin muncul untuk penolong adalah :
a. Penularan penyakit
50
Modul Konsep Dasar Kebidanan

b. Distensi gaster
c. Kelelahan
d. Pecahnya alveoli paru
e. Pneumothorax.

19. Prinsip kerja yang pertama pada pengkajian awal kegawatdaruratan adalah :
a. Mengidentifikasi kasus.
b. Mengenali keadaan yang mengancam nyawa
c. Kenali situasi tempat kejadian
d. Lakukan primary survei
e. Lakukan secondary survey

20. Survey primer adalah penilaian awal kegawat daruratan dengan menggunakan
prioritas :
a. Airway, Breathing, Circulation
b. Circulation , breathing , airway.
c. Breathing , airway , circulation.
d. Airway , breathing , circulation, disability
e. Airway , breathing , circulation , disability , exposure.

Kunci Jawaban
1. A
2. a
3. B
4. E
5. E
6. A
7. A
8. D
9. D
10. A
11. A
12. A
13. A
14. A
15. E
16. A
17. D
18. A
19. C
20. E

51
Modul Konsep Dasar Kebidanan

DAFTAR PUSTAKA

 Saryono & Widianti, Anggriyana Tri. (2011). Catatan Kuliah: Kebutuhan Dasar
Manusia (KDM), Yogyakarta: Nuha Medika
 Uliyah, Musrifatul, dkk. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan,
Jakarta: Salemba Medika
 Husada, Dian. (2011). Persiapan dan Pengambilan Specimen (21 Maret 2016)
 Nurmaulidah, Tina Siti. (2012). Tentang Keperawatan: Spesimen (diakses pada 21
Maret 2016)
 Dewi, Ulfi. (2014). Makalah Pengambilan Spesimen Dalam (diakses pada 22 Maret
2016)

 Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan


 Medik dan Bedah. Jakarta, EGC.
 Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.
Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and
 Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

 Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih
bahasa Ester Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
 Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta, EGC.

52

Anda mungkin juga menyukai