Anda di halaman 1dari 6

PERCOBAAN 2

KROMATOGRAFI PLANAR DAN KROMATOGRAFI PENUKAR ION


I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan dan mengidentifikasi komposisi ion logam dari larutan sampel
2. Menentukan nilai Rf hasil kromatografi planar dari sampel
3. Menentukan jumlah ion kalium yang dibutuhkan melalui titrasi penetralan

II. TEORI DASAR


Kromatografi planar merupakan metode kromatografi sederhana yang dapat
digunakan pada berbagai hal. Kromatografi planar hanya membutuhkan sebuah bejana
atau wadah tertutup berisi pelarut dan kertas sebagai media pemisahan. Prinsip dari
kromatografi planar, yaitu gaya kapiler yang mengakibatkan pelarut bergerak
sepanjang kertas pelat dengan membawa komponen-komponen zat terlarut. Pemisahan
terjadi karena tiap zat akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda. Perbandingan
jarak migrasi komponen dengan jarak migrasi eluen dinamakan sebagai Rf ( faktor
referensi).
Resin penukar ion merupakan jaringan polimer yang memiliki gugus fungsi resin
dengan gugus sulfonat akan menjadi resin penukar kation, sedangkan gugus amonium
kuarterner akan menjadi resin penukar anion. Polimer yang banyak digunakan
sebagai resin adalah polistirena yang dikalisilang dengan divinylbenzene. Gugus
fungsi ionik diikat secara kovalen pada polimer dan terionisasi dengan suatu ion yang
berlawanan muatan (kontraion). Kontraion ini menetralkan muatan gugus fungsi ionik
dan resin. Suatu kolom kromatografi yang mengandung resin penukar ion bergugus
sulfonat akan memiliki kontra ion H+ yang dapat dipertukarkan dengan kation lain.
Proses elusi pada kolom kromatografi ini terdiri dari 3 tahap, yaitu conditioning,
loading, dan elusi. Kolom kromatografi berfungsi dalam pemisahan, desalting, dan
imobilisasi analit. Pada percobaan kali ini, kolom kromatografi penukar ion akan
digunakan untuk menentukan jumlah Kalium yang dipertukarkan.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :

1. Bejana kromatografi 6. Gelas ukur


2. Pipa kapiler 7. Buret
3. Wadah penyemprot larutan 8. Pipet tetes
4. Gelas kimia 9. Labu Erlenmeyer
5. Kolom kromatografi 10. Pipet volume 10 mL, 25mL
Bahan :
1. Larutan ion standar
2. Larutan ion sampel
3. Larutan 5% KI
4. Larutan 5% K2CrO4
5. Larutan 1% difenilkarbazida
6. 1:1 etil asetat
7. Resin penukar ion
8. KCl 0,1mL
9. HCl 6 M
10. NaOH 0,1364M
11. Indikator pp

IV. CARA KERJA


Pada percobaan kromatografi planar, pertama-tama disiapkan kertas
kromatografi, lalu ditandai sesuai dengan prosedur. Diberi jarak 6 cm dari atas, 2
cm dari bawah, dan dibagi tiga bagian secara vertikal sehingga membentuk 3
kolom. Kolom pertama ditandai A, kolom kedua ditandai B, dan kolom ketiga
ditandai C. Selanjutnya, bejana yang telah disiapkan untuk kromatografi
dijenuhkan. Kemudian, Di tiap-tiap kolom ditotolkan senyawa sampel dan 3 ion
logam berbeda. Ion Hg2+ pada kolom A, ion Pb2+ pada kolom B, dan ion Ag+ pada
kolom C. Setelah itu, kertas kromatografi dimasukkan ke dalam bejana yang telah
dijenuhkan dan proses elusi mulai dilakukan. Setelah eluen mencapai batas atas,
kertas kromatografi dikeluarkan dari bejana dan dibiarkan sedikit mengering
terlebih dahulu. Setelah lebih kering, kertas kromatografi dipotong berdasarkan
kolomnya sehingga akan terbagi tiga. Dari ketiga kolom yang sudah dipotong,
disemprotkan larutan penampak noda yang berbeda untuk tiap kolom. Kolom A
disemprot dengan difenilkarbazida, kolom B disemprot dengan KI, sementara
kolom C disemprot dengan larutan Kromat. Noda yang timbul kemudian dihitung
Rfnya dan ditentukan komposisi ion logam dalam sampel.
Pada percobaan kromatografi penukar ion, disiapkan kolom resin 50 ml.
Selanjutnya, kolom resin dicuci dengan aquadm. Kemudian, diberi tanda batas
untuk menandakan batas setiap elusi. Selanjutnya, ditambahkan HCl 6 M ke dalam
kolom resin dan dilakukan elusi, eluat dari proses ini ditampung sebagai limbah.
Lalu, ditambahkan KCl 0,1 M dan elusi dilakukan dengan penambahan air, eluat
dari proses ini ditampung untuk dianalisis. Selanjutnya, eluat dari hasil elusi dititrasi
dengan NaOH 0,1 M baku. Lalu, jumlah Kalium yang dipertukarkan pada proses
kromatografi ini ditentukan.

V. DATA PENGAMATAN
A. Kromatografi Planar
Tabel 5.1 : Pengamatan Jarak Noda larutan ion standar dan larutan sampel
Larutan
+
Ag Pb2+ Hg2+
Standar Sampel Standar Sampel Standar Sampel
Jarak migrasi
10,4 10,5 12,6 12,1 11,7 11,4
(cm)
Jarak eluen
13,0 13,3 13,3
(cm)

Gambar 5.1 : Noda produk pada kromatografi planar

B. Kromatografi Penukar Ion


Volume KCl 0,1 M = 25 mL
[NaOH] = 0,1364 M
Tabel 5.2 : Volume NaOH dalam proses titrasi

Titrasi
Parameter (dengan NaOH)
1 2
vol. awal (mL) 0,0 12,1
vol. akhir (mL) 10,6 23,1
vol total (mL) 10,6 11,0
vol rata-rata (mL) 10,8

VI. PENGOLAHAN DATA


A. Kromatografi Planar
10,4 10,5
Rf Ag+ = 13,0 = 0,800 Rf sampel Ag+ = 13,0 = 0,807

12,6 12,1
Rf Pb2+ = 13,3 = 0,947 Rf sampel Pb2+= 13,3 = 0,910

11,7 11,4
Rf Hg2+ = 13,3 = 0,880 Rf sampel Hg2+= 13,3 = 0,857

|𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝑅𝑓 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙| |0,800−0,807|


%galat RfAg+ = 𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 100% = 0,800
× 100% =
0,875%
|𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝑅𝑓 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙| |0,947−0,910|
%galat RfPb2+= × 100% = × 100% =
𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 0,947
3,907%
|𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝑅𝑓 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙| |0,880−0,857|
%galat RfHg2+ = × 100% = × 100% =
𝑅𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 0,880
2,614%

B. Kromatografi Penukar Ion


nHCl = nNaOH = MNaOH × VNaOH = 0,1364 M × 10,8.10-3 L = 1,47312 x 10-3 mol
Jumlah K+ yang dipertukarkan = Jumlah H+ = nHCl × NA = 1,47312 x 10-3 mol
× 6,02.1023 ion = 8,86818 x 1020 ion

Jumlah K+ (teoritis) = MKCl × VKCl × NA = 0,1 M × 25.10-3 L × 6,02.2023 ion =


1,505.1021 ion

%pertukaran ion K+ = (8,86818 x 1020 /1,505.1021) × 100% = 58,92%

VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan dua metode kromatografi, yaitu kromatografi
planar dan kromatografi penukar ion. Pada kromatografi planar digunakan bejana
tertutup berisi cairan dan kertas sebagai media pemisahan. Bejana diisikan etil asetat
yang akan berperan sebagai fasa gerak. Fasa diam dari kromatografi planar terdapat
pada kertas yang digunakan, yaitu air yang terikat pada selulosa dalam kertas.
Perbedaan kepolaran antara fasa etil asetat dan fasa air akan menyebabkan
pemisahan, kepolaran etil asetat lebih kecil dari air.
Sampel dan larutan standar ditotolkan pada kertas kromatografi kemudian
diletakkan di dalam bejana berisi etil asetat : air (1:1) dan ditunggu hingga eluen
naik. Larutan eluen juga dapat membentuk kompleks dengan logam, sehingga ion-
ion logam dapat tertarik ke atas bersama dengan eluen sesuai dengan kapilaritas.
Untuk mengetahui jarak noda dari sampel dan larutan standar, perlu disemprotkan
larutan penampak noda karena larutan ion Ag+, Pb2+, dan Hg2+ tidak berwarna.
Sampel Ag+ disemprotkan larutan K2CrO4, sampel Pb2+ disemprotkan larutan KI,
dan sampel Hg2+ disemprotkan larutan difenilkarbazida. Tiap ion memerlukan
larutan penampak noda yang berbeda, hal ini dikarenakan ion logam yang digunakan
dapat membentuk kompleks dengan larutan penampak noda yang diberikan,
sehingga akan timbul warna yang dapat menunjukkan jarak noda pada kertas
kromatografi. Persamaan reaksi yang terjadi ketika penambahan zat kimia penampak
noda sebagai berikut :
2Ag+(aq) + CrO42-(aq) ⇌ Ag2CrO4(aq)
Pb2+(aq) + 2I-(aq) ⇌ PbI2(aq)
Hg2+(aq) + diphenycarbazide(aq) ⇌ [Hg(diphenylcarbazide]2)2+(aq)
Kompleks Ag2CrO4 memberikan warna noda berwarna jingga kecoklatan, noda PbI2
berwarna kuning, dan noda kompleks Hg2+ berwarna ungu.
Dari hasil pengamatan, terdapat ketiga ion logam pada sampel karena terdapat
ketiga warna noda yang sama dengan larutan ion standar, yang menunjukkan
terbentuknya kompleks logam. . Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan,
diperoleh nilai Rf dari masing-masing noda sebagai berikut : Rf Ag+ standar = 0,800
, Rf Ag+ sampel = 0,807, Rf Pb2+ standar = 0,947 , Rf Pb2+ sampel =0,910 , Rf Hg2+
standar =0,880 , Rf Hg2+ sampel = 0,857. Dari nilai Rf, dapat ditentukan kepolaran
dari ion-ion logam. Urutan logam dari yang paling polar, yaitu ion logam Ag+,Pb2+,
dan Hg2+. Tetapi, adanya perbedaan Rf dengan larutan ion standar menunjukkan
ketidakmurnian dari logam yang terdapat dalam sampel, sehingga kapilaritasnya
berbeda
Selain kromatografi planar terdapat metode kromatografi lain, seperti
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi preparatif, dan kromatografi HPLC.
Perbedaan dari masing-masing metode kromatografi ini terdapat pada peralatan yang
digunakan. Pada kromatografi lapis tipis, digunakan plat tipis yang permukaannya
dilapisi silica gel (SiO2) atau aluminium oksida (Al2O3) yang diletakkan dalam
bejana kecil dan diisikan eluen. Lapisan silika pada permukaan plat berperan sebagai
fasa diam, sedangkan fasa geraknya merupakan larutan eluen. Permukaan silika
sangat polar, sehingga senyawa-senyawa yang kepolarannya tinggi akan lebih terikat
kuat pada permukaan silika dan senyawa yang kurang polar akan bergerak lebih jauh
terbawa oleh eluen yang kurang polar. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk
menguji kemurnian suatu senyawa organik. Kromatografi preparatif dapat
digunakan untuk memisahkan zat dalam jumlah yang cukup besar, dalam jumlah
gram. Digunakan plat kaca yang cukup tebal dengan adsorben silika gel atau
alumina. Fasa diamnya berupa lapisan silika atau alumina dan fasa geraknya adalah
larutan eluen. Setelah selesai dielusi, pita pada plat dikerok dan diekstraksi dengan
pelarutnya dan disaring. Kelebihan dari kromatografi preparatif, yaitu dapat
memisahkan zat dalam jumlah besar dan biayanya murah karena digunakan
peralatan standar. Tetapi, hasil yang diperoleh bisa tidak akurat, terdapat zat
pengotor, waktu yang dibutuhkan lama, dan rendemen yang diperoleh sedikit.
HPLC (High Performance Liquie Chromatograph) atau kromatografi cair kinerja
tinggi merupakan suatu metode kromatografi yang didorong dengan tekanan tinggi
untuk mempercepat proses pemisahan zat berdasarkan afinitasnya. Digunakan
kolom yang berisi fasa diam (silica gel), fasa geraknya berupa campuran pelarut.
Pada rangkaian alatnya, eluen akan dipompa dan meleati pipa yang akan membawa
larutan sampel yang diinjeksi, kemudian larutan sampel akan melewati kolom berisi
fasa diam dan melewati detektor untuk membaca ion yang lewat, hasilnya kemudian
akan terproses data yang diperoleh. Dengan diberikannya tekanan tinggi, dapat
meningkatkan laju senyawa melewati fasa diam dan meningkatkan efisiensi
pemisahan.
Pada kromatografi penukar ion, dilakukan untuk menukarkan ion H+ dengan
ion K+. Digunakan benzena sulfonat yang berperan sebagai resin penukar ion juga
sebagai fasa diam. Larutan eluen yang digunakan adalah air, sebagai fasa gerak yang
akan membawa analit.
Kromatografi penukar ion yang dilakukan pada percobaan ini merupakan
kromatografi penukar kation karena digunakannya resin benzena sulfonat.
Digunakannnya resin penukar kation benzena sulfonat mengandung gugus fungsi
asam yang teradisi akibat adanya cicin aromatik (benzena), sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran antara H+ dengan kation lainnya. Reaksi penukaran kation
dapat ditunjukkan dengan persamaan reaksi berikut :
RSO3—H+(aq) + K+(aq) ⇌ (RSO3)K(aq) + H+(aq)
Kromatografi penukar anion menggunakan resin ammonium quartenat yang dapat
mengikat basa kuat. Kromatografi penukar anion dapat menukarkan anion hidroksil
dengan anion lain yang prosesnya terjadi pada resin penukar anion. Reaksi
pertukaran anion berlangsung sebagai berikut :
RNH3+(aq)-OH-(aq) + A-(aq) ⇌ (RNH3)A(aq) + OH-(aq)
Pada proses penukaran ion H+ dan ion K+, dilakukan beberapa tahap. Tahap
pertama merupakan proses aktivasi, dengan dimasukkannya larutan HCl ke dalam
kolom berisi resin benzena sulfonat, untuk mengisi kolom dengan ion-ion H+ yang
akan dipertukarkan. Tahap berikutnya merupakan conditioning, dimasukkannya air
ke dalam kolom. Dilanjutkan dengan loading sample, dengan dimasukkannya
larutan KCl ke dalam kolom. Terakhir, dilakukan tahap elusi dengan
ditambahkannya air untuk mendorong eluat keluar dari resin.
Eluat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1364M dan
indikator fenolftalein untuk ditentukan jumlah ion yang dipertukarkan. Reaksi yang
terjadi ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:
(RSO3)K(aq) + H+(aq) + OH-(aq) ⇌ (RSO3)K(aq) + H2O(l)
Setelah dilakukan titrasi, dibutuhkan volume NaOH sebanyak 10,6 mL untuk
mencapai titik akhir titrasi. Jumlah ion K+ akan sama dengan jumlah ion H+, mol H+
akan sama dengan jumlah mol OH- yang digunakan dalam titrasi. Dari hasil
perhitungan diperoleh jumlah ion K+ yang dipertukarkan sebanyak 8,86818 x 1020
ion, 58,92% dari total ion K+ yang ada dalam larutan.
Pada percobaan kromatografi penukar ion terdapat beberapa faktor yang dapat
memberikan kesalahan perhitungan. Penambahan volume larutan-larutan yang
digunakan tidak tepat sama, sehingga jumlah ion H+ dan ion K+ berbeda. Dengan
dilakukannya titrasi asam-basa dengan indikator pp, titik yang diperoleh merupakan
titik akhir titrasi bukan titik ekuivalen. Tidak diperolehnya data volume penambahan
titran pada titik ekuivalen menyebabkan jumlah ion H+ dan jumlah OH- akan
berbeda.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan kromatografi planar, terdapat ion Ag+, Pb2+, dan
Hg2+ dalam sampel yang membentuk kompleks, ditunjukkan dengan adanya noda
warna ketika disemprotkan penampak noda. Nilai Rf yang diperoleh pada
kromatografi planar : Rf Ag+ = 0,800, Rf sampel Ag+ = 0,807, Rf Pb2+ = 0,947, Rf
sampel Pb2+= 0,910, Rf Hg2+ = 0,880, dan Rf sampel Hg2+= 0,857. Pada
kromatografi penukar ion, ditukarkan ion Kalium sebanyak 1,505.1021 dengan
presentase 58,92% yang ditentukan dengan metode titrasi.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J. (1996) Fundamental of Analytical
Chemistry, 9th Ed. Saunders College Publishing, p.857-860, 940-942
2. Harvey D. (2000) Modern Analytical Chemistry, 1st Ed. McGraw-Hill, New
York, p.590-593
3. Walton, F. H. (1980)Ion exchange and liquid column chromatography,
Analytical Chemistry 1980 52 (5), 15-2,

Anda mungkin juga menyukai