Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
Di UPT. Bina Laras Pasuruan

Oleh :
Nadia Sekar Ningrum
201710300511032

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata (Keliat, 2014).

B. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan
ada gerakan tangan.
2) Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama
yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang
muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada objek yang dilihat.
3) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau feses
atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti
mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu,
menutup hidung.
4) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah, urine
atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti gerakan
mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
5) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan
sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang menggerayangi
tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku yang muncul adalah
mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat
menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
6) Halusinasi sinestetik Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas
permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya
sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
C. Etiologi
Menurut (Stuart dan Laraia, 2001) dalam (Pambayun, 2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalag sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Genetis
Secara genetis, skizofrenia dituunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memeiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
b. Faktor Neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamine,
serotonin, dan glutamate.
2. Faktor Persipitasi
1. Berlebihnya proses informasi pada system saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3. Kondisi kesehatan, meliputi: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat system syaraf pusat, kurangnya latihan,
hmbatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4. Lingkungan, meliputi: lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan, pola kativitas sehari-
hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain. isolasi sosial, krangnya
dukungan sosial, dan lain-lain.
5. Sikap/perilaku, meliputi: merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, perilaku agresif, dan lain-lain.
D. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran terkadang  Kelainan


 Persepsi akurat menyimpang. pikiran
 Emosi konsisten  Illusi  Halusinasi
 Perilaku sosial  Emosional  Tidak mampu
 Hubungan sosial berlebihan/denga ngatur emosi.
n pengalaman  Ketidakteratur
kurang. an
 Perilaku ganjil  Isolasi sosial
 Menarik diri
(Dalami, Ermawati dkk 2014)

Keterangan :
1) Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

2) Respon psikosial meliputi


a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain

3) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
ini meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

E.     Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya (Stuart
& Sundeen, 2006) dalam (Bagus, 2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasrkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami
ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Pasien


1 2 3
Fase 1: Comforting ansietas Klien mengalami keadaan Menyeringai atau tertawa
tingakat sedang, secara emosi seperti ansietas, yang tidak sesuai,
umum, halusinasi bersifat kesepin, rasa bersalah, dan menggerakkan bibir tanpa
menyenangkan takut serta mencoba untuk menimbulkan suara,
berfokus pada penenangan pergerakkan mata yang
pikiran untuk mengurangi cepat, respon verbal yang
ansietas. Individu lambat, diam dan dipenuhi
mengetahui bahwa pikirab oleh sesuatu yang
dan pengalaman sensori yang mengasyikkan.
dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya
bisa diatasi

(Non Psikotik)
Fase II: Condenming Pengalaman sensori bersifat Peningkatan system syaraf
ansietas tingkat berat, secara menjijikkan dan menakutkan, otonom yang menunjukkan
umum, halusinasi menjadi klien mulai lepas kendali dan ansietas, seperti peningkatan
menjijikkan. mungkin mencoba untuk nadi, pernafasan, dan
menjauhkan dirinya dengan tekanan darah: penyempitan
sumber yang dipersepsikan. kemampuan konsentrasi,
Klien mungkin merasa malu dipenuhi pengalaman sensori
karena pengalaman dan kehilangan kemampuan
sensorinya dan menarik diri membedakan antara
dari orang lain. halusinasi dengan realita

(Psikotik Ringan)
Fase III: Controlling- Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti
ansietas tingkat berat, perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
pengalaman sensori menjadi halusinasi dan menyerah halusinasinya daripada
berkuasa. pada halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan orang
dapat berupa permohonan. lain, rentang perhatian hanya
Klien mungkin mengalami beberapa detik atau menit,
kesepian jika pengalaman adanya tanda-tanda fisik
sensori tersebut berakhir. ansietas berat : berkeringat,
(Psikotik) tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering panik, Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang terror
umumnya halusinasi mengancam dan menakutkan seperti panik, berpotensi
menjadi lebih rumit, jika klien tidak mengikuti kuat melakukan bunuh diri
melebur dalam perintah. Halusinasi bisa atau membunuh orang lain,
halusinasinya. berlangsung dalam beberapa Aktivitas fisik yang
jam atau hari jika tidak ada memfleksikan isi halusinasi
intervensi terapeutik. seperti amuk, agitasi,
menarik diri, atau katatonia,
(Psikotik Berat) tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih dari
satu orang.

F. Mekanisme Koping
Menurut (Dalami, Ernawati dkk, 2014) mekanisme koping adalah perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi:
1) Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti
apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi).
3) Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

G. Penatalaksanaan
     Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
a.    Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
a. Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi
biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral
3x1,5 mg atau 3x5 mg.
b. Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila
kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja
(Yosep, 2011).
2) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3)   Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan
permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).

b.    Penatalaksanaan Keperawatan


Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu (
Keliat, 2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan,
kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi
perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak
mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya,
serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah :
musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.

POHON MASALAH
Risiko perilaku kekerasan

Sindrom deficit perawatan diri

Gangguan Sensori Perseptual :


Halusinasi

Kerusakan interaksi sosial menarik diri

Harga diri rendah

DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.
www.academia.edu diakses Oktober 2016

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika
           Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi  Pelaksanaan Tindakan  Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika.

Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan Kedua.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Ana. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga University
Press.
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan Gangguan
Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan
Widya Husada Semarang.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.

Stuart dan Landia. 2001. Principle and Practicew Of Psychiatric Nursing Edisi 6. St. Louis
Mosby Year Book

Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media

Yosep, I., 2011, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai