Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


APENDIKSITIS

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur
ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Brunner dan Sudarth, 2002).

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
Arief,dkk, 2007).

Appendiktomi merupakan pengangkatan apendiks


terinflamasi,dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan
menggunakan  pendekatan endoskopis. Adanya perlengketan multipel,
posisi reteroperitonial dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur
pembukaan (Doenges, 2000).

2. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfono di sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.

Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke


dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang
menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.

Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran


infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.

2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,


dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.Kriteria 
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.

5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang
berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang
biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.Penderita
sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.
Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.

6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks, penyakit ini jarang ditemukan,
biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut.Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.

Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa


memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal
atau hemikolektomi kanan.

3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu:

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya


obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk apendiks:


a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks(Nuzulul, 2009).

4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.


Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2007).

5. Gejala dan Tanda


a. Nyeri perut di bagian pusar dan menyebar ke bagian kanan bawah perut
b. Pembengkakan abdomen
c. Otot perut kaku
d. Diare
e. Konstipasi
f. Kehilangan nafsu makan
g. Mual dan muntah
h. Demam
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP).Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan).Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.

1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai :
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri
di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan
masalah. kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
a. Sirkulasi : Takikardia.
b. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
c. Aktivitas/istirahat : Malaise.
d. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
e. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
f. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi
kaki kanan/posisi duduk tegak.
g. Demam lebih dari 38ºC.
h. Data psikologis klien nampak gelisah.
i. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
j. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
k. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
c. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1) Nyeri akut Setelah dilakukan selama Intervensi utama 1.
2x24 jam maka tingkat a) manajemen
2.
nyeri menurun dengan nyeri 3.
Kriteria hasil : 1. Identifikasi
4. 1. Membantu
lokasi,
- Kemampuan karakteristik, mengidentifikasi
menuntaskan durasi, frekuensi, nyeri
kualita, intensitas
aktivitas meningkat 2. Untuk
nyeri
(skor 5) mengetahui
2. Identifikasi
- Keluhan nyeri tingkat nyeri
skala nyeri
menurun (skor 5) 3. Membantu
3. Identifikasi
- Meringis menurun mengetahui
faktor yang
(skor 5) faktor
memperberat
- Gelisah menurun memperbera
dan
(skor 5) t atau
- Frekuensi nadi memperingan memperinga
membaik (skor 5) nyeri n nyeri
Terapeutik 4. Membantu
4. Berikan teknik mengurangi
nonfarmakologi rasa nyeri
s untuk pada pasien
mengurangi rasa 5. Memberika
nyeri n pasien
Edukasi informasi
5. Ajarkan teknik untuk
non mengatasi
farmakologis nyeri secara
untuk mandiri
mengurangi rasa 6. Untuk
nyeri membantu
Kolaborasi mengurangi
6. Kolaborasi rasa nyeri
pemberian dengan
analgetik farmakologi
s

7. Untuk
mengetahui
7. Identifikasi skala nyeri yang
factor yang menggambarka
memperberat n kualitas
dan sensorik dari
memperingan nyeri.
nyeri
8. Monitor efek 8. Untuk
samping mengevaluasi
penggunaan keefektifan dari
analgetik terapi yang
diberikan

9. Berikan teknik 9. Menyiapkan


nonfarmakologi dan
untuk mengurangi memberikan
rasa nyeri agen
(misal: akupresur, farmakologis
kompres untuk
hangat/dingin) mengurangi
10. Identifikasi atau
riwayat alergi obat menghilangkan
rasa sakit
11. Kolaborasi 10. Alternatif
pemberian pengurangan
analgetik nyeri tanpa obat

11. Mengetahui
ada tidaknya
alergi obat
pada pasien
12. Kolaborasi
dalam
memberikan
analgetik
untuk
mengurangi
atau
menghilang
kan rasa
sakit

2. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:


Aktivitas keperawatan selama a) Manajemen Energi
2x24 jam diharapkan
toleransi aktivitas pasien 1. Identifikasi 1.untuk membantu
meningkat dengan gangguan fungsi tubuh mengelola
kriteria hasil: yang mengakibatkan penggunaan energy
kelelahan untuk mengatasi
1. Frekuensi nadi
atau mencegah
meningkat (skor 5)
kelelahan
2. kemudahan dalam
melakukan aktivitas
2. Monitor kelelahan
sehari-hari meningkat 2. membantu untuk
fisik dan emosional
(skor 5) mengoptimalkan
proses pemulihan
3. kekuatan tubuh bagian
atas meningkat (skor 5)
4. kekuatan tubuh bagian 3.Monitor lokasi dan 3.Membantu
bawah meningkat (skor ketidaknyamanan memantau pola
5) selama melakukan aktivitas pasien
aktivitas
5. keluhan lelah menurun
(skor 5)
4.Membantu
6. dispnea saat aktivitas 4.Lakukan latihan mengelola
menurun (skor 5) rentang gerak pasif dan kemampuan
atau aktif pengendalian gerak
7. perasaan lemah
aktivitas
menurun (skor 5)
5.Agar pasien dapat
8. frekuensi napas 5.Berikan aktivitas
melakukan
membaik (skor 5) distraksi yang aktivitasnya dengan
menenangkan menyenangkan dan
rileks

6.Anjurkan melakukan 6.Membantu proses


aktivitas secara pemulihan secara
bertahap bertahap

7.Kolaborasi dengan 7.Membantu


ahli gizi tentang cara peningkatan asupan
makanan pada
meningkatkan asupan pasien
makanan

b) Terapi Aktivitas
1.Identifikasi 1.Membantu
kemampuan menggunakan
berpartisipasi dalam aktivitas fisik
aktivitas tertentu tertentu untuk
memulihkan
keterlibatan
2.Koordinasikan
pemilihan aktivitas 2.Agar aktivitas yang
sesuai usia dilakukan sesuai
dengan kebutuhan
dan usia

3.fasilitasi aktivitas 3. membantu


fisik rutin memulihkan
keterlibatan dalam
melakukan aktivitas
4.fasilitasi aktivitas 4.Membantu
motorik untuk peregangan sekitar
merelaksasi otot otot
5.ajarkan cara 5.Membantu pasien
melakukan aktivitas dalam memilih
yang dipilih aktivitas yang
disenangi

6.Rujuk pada pusat 6.berkolaborasi


atau program aktivitas untuk terapi
selanjutnya
komunitas, jika perlu
3.Hipertermia Setelah dilakukan Intervensi utama:
tindakan selama 1x8 jam
a) Manajemen
diharpakan termogulasi Hipertermia
membaik dengan criteria
hasil: 1.Identifikasi penyebab 1.untuk mengetahui
hipertermia penyebab dari
1.menggigil menurun
hipertermia
(skor 5)
2.Monitor suhu tubuh 2.Mengetahui
2.Pucat menurun (skor 5)
perkembangan suhu
3.Takikardi menurun
(skor 5) tubuh pasien
4.Takipnea menurun 3.Monitor kadar 3.Untuk
(skor 5) elektrolit mengetahui cairan
masuk dan cairan
5.hipoksia menurun (skor keluar pada pasien
5) 4.longgarkan atau 4.Membantu untuk
6.Suhu tubuh membaik lepaskan pakaian evaporasi pada
(skor 5) tubuh pasien
7.Tekanan darah 5.anjurkan tirah baring 5.Agar pasien dapat
membaik (skor 5) mengelola
peningkatan suhu
tubuh

6.Kolaborasi pemberian 6.untuk


cairan dan elektrolit memberikan terapi
intravena selanjutnya

b) Regulasi Temperatur
1.Monitor tekanan 1.Untuk memantau
darah, frekuensi vital sign pasien
pernapasan dan nadi
2.Monitor dan catat 2.Membantu
tanda dan gejala mengetahui
hipotermia atau perkembangan suhu
hipertermia tubuh pasien
3.Tingkatkan asupan 3.Membantu
cairan dan nutrisi yang mengganti cairan
adekuat yang hilang
4.sesuaikan suhu 4.Membantu
lingkungan dengan menyesuaikan dan
kebutuhan pasien mempertahankan
suhu tubuh pasien

5.Kolaborasi pemberian 5.Koloborasi dalam


antipiretik, jika perlu pemberian terapi
C. REFERENSI

Price.S. A, Wilson, L. M.(2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses -Proses


Penyakit.Edisi6.Volume1. Alih BahasaBrahmU, Pendit, editorHuriawati
Hartanto, Jakarta:EGC.

Sjamsuhidajat, d. J. (2004).Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Smeltzer,  C.  S.  (2002).  Buku   Ajar  Keperawatan   Medikal-Bedah


Brunner   & Suddarth. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
definisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi

Anda mungkin juga menyukai