Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep terdiri dua kata pemahaman dan konsep. Dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Pemahaman
merupakan proses seseorang yang menangkap dan memahami informasi yang
diperoleh dari pembelajaran yang didapatkan melalui perhatian. Sedangkan
konsep sendiri menurut Arends (2012) menjelaskan bahwa konsep menjadi
fondasi bagi jaringan ide yang menuntun pemikiran seseorang.
Menurut Sutadi (2014) pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap
dan menguasai lebih dari sejumlah fakta yang mempunyai keterkaitan dengan
makna tertentu. Sedangkan menurut Riyadi et al. (2015) menjelaskan bahwa
pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik berupa
penguasaan suatu abstraksi yang meliputi konsep secara ilmiah baik secara teori
maupun penerapannya dalam kehidupan sehari – hari.
Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu tersebut diketahui dan di ingat, dengan kata
lain memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang
kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Pemahaman konsep peserta didik yang rendah akan menyebabkan peserta didik
tersebut kesulitan dalam mencapai kemampuan kognitif pada tingkat yang lebih
tinggi. Permasalahan IPA berisi tentang kompleksitas hubungan antar konsep,
sehingga diperlukan pemahaman konsep yang baik dalam pemecahan masalah
IPA.

10
11

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat


pemahaman konsep peserta didik dengan mengacu pada kriteria yang telah
ditetapkan oleh Abraham et al. (1992) telah menyusun kriteria untuk
menelompokkan pemahaman konsep. Kriteria pengelompokan tingkat
pemahaman konsep peserta didik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria Pengelompokan Tingkat Pemahaman Konsep Peserta Didik.
No Kriteria Derajat Pemahaman Kategori
1 Tidak ada jawaban, kosong Tidak ada respon Tidak
memahami
2 Mengulang pertanyaan, Tidak memahami
menjawab tetapi tidak ada
hubungan dengan
pertanyaan atau memilih
jawaban salah
3 Menjawab dengan Miskonsepsi Miskonsepsi
penjelasan tidak logis
4 Jawaban tidak menunjukkan Memahami sebagian
miskonsepsi tetapi ada dengan miskonsepsi
pernyataan dalam jawaban
yang menunjukkan
miskonsepsi
5 Jawaban menunjukkan Memahami sebagian Memahami
hanya sebagian
6 Konsep dikuasai tanpa ada Memahami konsep
miskonsepsi. Jawaban
menunjukkan dipahami
dengan semua penjelasan
benar atau memilih jawaban
benar

Berdasarkan Tabel 2.1, pemahaman konsep dibagi menjadi tiga yaitu


paham konsep, miskonsepsi dan tidak memahami konsep. Peserta didik yang
paham konsep memiliki konsepsi benar ataupun sebagaian benar tanpa ada
miskonsepsi serta dapat menjawab pertanyaan benar. Peserta didik miskonsepsi
merupakan peserta didik yang memiliki konsep tetapi dalam konsepnya tersebut
ada konsep yang tidak benar yaitu dilihat ketika peserta didik tersebut
menjelaskan dengan bahasa sendiri terlihat ketidakcocokkan dengan konsep yang
benar sedang peserta didik yang tidak memahami konsep merupakan peserta didik
yang sama sekali tidak tahu konsep.
12

Menurut Anderson et al. (2001) ada 7 indikator yang dapat dikembangkan


dalam tingkatan proses kognitif pemahaman (understand). Katagori proses
kognitif, indikator dan definisinya ditunjukan seperti pada tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Katagori dan Proses kognitif Pemahaman Konsep IPA
Katagori dan Proses Indikator Definisi
kognitif
1. Menafsirkan Klarifikasi Mengubah dari bentuk
(Interpreting) Paraphrasing yang satu ke bentuk yang
Mewakilkan lain.
Menerjemahkan
2. Mencontohkan Menggambarkan Menemukan contoh khusus
(Exemplifying) atau ilustrasi dari suatu
konsep atau prinsip

3. Mengklasifikasikan Mengkatagorisasikan Menentukan sesuatu yang


(Classifying) dimiliki oleh suatu katagori
4. Meringkas Mengabstraksikan Pengabstrakan tema-tema
(summarizing) Menggeneralisasikan umum atau poin-poin
Merangkum utama
5. Menyimpulkan Menyimpulkan Penggambaran kesimpulan
(inferring) Mengektrapolasikan logis dari informasi yang
Menginterpolasikan disajikan
Memprediksikan
6. Membandingkan Mengontraskan Mencari hubungan antara
(comparing) Memetakan dua ide, objek atau hal hal
Menjodohkan serupa.
7. Menjelaskan mengkontruksi model Mengkontruksi model
(explaining) sebab akibat dari suatu
sistem.

Pada pengukuran tingkat pemahaman konsep ini menggunakan tes


diagnostik three tier multiple choice. Menurut Hadi et al. (2015) tes diagnostik
adalah tes yang dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat dan memastikan
kelemahan dan kekuatan peserta didik pada pelajaran tertentu.
2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan
yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai. Menurut
Ruseffendi (2006:326) suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika
13

(1) persoalan itu tidak dikenalnya, maksudnya ialah peserta didik belum memiliki
prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya, (2) peserta didik harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuannya,
terlepas dari apakah ia sampai atau tidak pada jawabannya, dan (3) sesuatu
merupakan permasalahan baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya.
Kemampuan pemecahan masalah menurut Sujarwanto et al. (2014) adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu proses untuk
mencari solusi. Pengumpulan dan pengolahan informasi juga diperlukan dalam
proses tersebut guna membantu dan mempermudah menemukan solusi. Widowati
et al. (2017) mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan sebuah
keterampilan sosial yang penting dalam pembelajaran sains. Keterampilan
pemecahan masalah sains mengacu pada kemampuan peserta didik untuk
memecahkan masalah berdasarkan konsep-konsep sains yang telah dipelajari.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kemampuan pemecahan
masalah adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tepat
setelah menerapkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilanya dalam
memecahkan suatu masalah.
Dalam memecahkan masalah, hampir sebagian besar peserta didik
menuliskan langkah-langkah sistematis, yaitu diawali dengan menuliskan yang
diketahui dan ditanyakan dan selanjutnya menyelesaikan masalah. Meskipun
menunjukkan kesamaan dalam menuliskan langkah-langkah pemecahan masalah
yang sistematis, namun perbedaan terlihat dalam hal mengidentifikasi hal yang
diketahui dan ditanyakan dari sebuah soal pemecahan masalah yang berimplikasi
pada perbedaan dalam menyelesaikan masalah. Fakta ini menunjukkan adanya
faktor-faktor kognitif yang berbeda diantara peserta didik tersebut yang
mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. (Ngilawajan, 2013). Pernyataan
tersebut dengan kata lain bila seorang peserta didik dilatih untuk menyelesaikan
masalah peserta didik itu mampu mengambil keputusan sebab peserta didik itu
menjadi terampil untuk mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis
informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah
diperoleh.
14

Indikator pada setiap tahapan pemecahan masalah menurut Polya (1985)


yaitu ada 4, yaitu: (1) memahami masalah, (2) menentukan rencana strategi
pemecahan masalah, (3) menyelesaikan strategi penyelesaian masalah, dan (4)
memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Setiap peserta didik dinyatakan
memiliki kemampuan pemecahan masalah apabila indikator setiap pada
kemampuan pemecahan masalah telah dilakukan. Indikator kemampuan
pemecahan masalah lainnya menurut Ikhsanudin (2014) disajikan dalam bentuk
tabel 2.3 seperti berikut.
Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
No Tahap Pemecahan Masalah Indikator
1 Mengenali/Memahami Peserta didik dapat menyebutkan
Masalah pertanyaan berdasarkan informasi

2 Merencanakan/Menyusun Peserta didik dapat membuat rencana


Strategi penyelesaian
Peserta didik dapat membuat pola/model
Peserta didik menentukan rumus yang akan
digunakan

3 Menerapkan/Melaksanakan Peserta didik melakukan langkah-langka


Strategi penyelesaian sesuai rencana dengan benar

4 Mengevaluasi Solusi Peserta didik memeriksa kembali hasil


pekerjaannya dengan kesesuaian konsep

Pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah di definisikan melalui


kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan yang terdapat dalam
posttest yang diperkuat dengan jawaban peserta didik melalui metode wawancara.
Indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah indikator menurut Redhana (2013) terdiri atas dari 3 indikator, yaitu: (1)
memahami masalah, (2) memilih solusi dan (3) mengkomunikasikan alternatif
solusi.
2.1.3 Model Blended Problem Based Learning
Blended learning merupakan gabungan 2 istilah Bahasa Inggris, yaitu
blended dan learning. Kata blend artinya campuran, sedangkan learn yang artinya
belajar. Makna dasar sebenarnya mengandung belajar campuran, sehingga dapat
15

dikatakan pembelajaran yang mengunakan berbagai macam cara. Para ahli


sepakat bahwa istilah blended learning merupakan perpaduan pembelajaran
secara konvensional dan daring. Pengertian blended learning menurut Wardani et
al. (2018) adalah penggabungan pembelajaran e-learning dengan pembelajaran
tatap muka (face-to-face) yang menggunakan media pembelajaran serta teori-teori
pembelajaran dalam proses pembelajaran. Blended learning adalah salah satu
solusi yang bisa dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran. Menurut
Husamah (2014), blended learning merupakan pembelajaran yang
menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, serta berbagai
media berbagai teknologi yang beragam. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan
menjadi pembelajar yang aktif dan tentunya perhatian peserta didik akan tertuju
pada materi. Blended learning adalah suatu model yang fleksibel untuk
merancang program yang mendukung campuran dari berbagai waktu dan
tempat untuk belajar. Lewat model blended learning, proses pembelajaran akan
lebih efektif karena proses belajar mengajar yang biasa dilakukan (conventional)
akan dibantu dengan pembelajaran secara e-learning yang dalam hal ini berdiri
di atas infrastruktur teknologi informasi dan bisa dilakukan kapanpun dan
dimanapun.
Blended problem based learning adalah suatu model perpaduan antara
penerapkan pembelajaran secara online dan tatap muka di dalam kelas
menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pemanfaatkan teknologi.
Pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat dipahami sebagai suatu model
pembelajaran yang menyajikan masalah nyata bagi peserta didik sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Dalam PBL diharapkan peserta
didik dapat membentuk pengetahuan atau konsep baru dari informasi yang
didapatnya, sehingga kemampuan dalam mengembangkan keterampilan diri untuk
memecahkan masalah benar-benar terlatih. Guru dalam model ini berperan
sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan
masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan
dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan rasa ingin tahu dan intelektual
16

peserta didik . Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan
lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Penerapan
model blended learning dengan memanfaatkan media google classroom tersebut
sejalan dengan penelitian Mujiyanto (2012) yang menyatakan bahwa blended
learning memiliki kelebihan yaitu peserta didik memiliki banyak waktu belajar
dibawah bimbingan oleh guru.
Problem Based Learning merupakan proses pembelajaran yang
melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik
dituntut untuk mengumpulkan informasi dan data untuk memecahkan masalah
yang mereka hadapi. (Sari et al., 2018). Sedangkan menurut Nuswowati et al.
(2017) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang didasarkan masalah pada situasi nyata. Pembelajaran dengan
model Problem Based Learning menyajikan masalah autentik kepada peserta
didik sehingga peserta didik dapat memahami konsep secara mandiri. Problem
Based Learning juga dapat membantu peserta didik membangun pengetahuannya
sendiri. (Tristanti, 2017). Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari
5 tahap proses. Kelima tahap dalam pembelajaran tersebut diringkas dalam bentuk
tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru

Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan


pembelajaran, menjelaskan logistik
Orientasi peserta didik
yang diperlukan, mengajukan
pada masalah fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah,
memotivasi peserta didik untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah.
Tahap 2 Guru membagi peserta didik ke dalam
kelompok, membantu siswa
Mengorganisasi peserta
mendefinisikan dan mengorganisasikan
Didik tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah.
17

Lanjutan Tabel 2.4


Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang
Membimbing penyelidikan individu
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen
maupun kelompok
dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 Guru membantu peserta didik dalam


merencanakan dan menyiapkan
Mengembangkan dan
laporan, dokumentasi, atau model, dan
Menyajikan hasil membantu mereka berbagi tugas
dengan sesama
(Trianto, 2009:98)

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mempunyai banyak


keunggulan atau kelebihan seperti yang dikemukakan oleh Kurniasih dan Sani
(2015:49) yaitu:
a) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif peserta didik.
b) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah peserta didik dengan
sendirinya.
c) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar.
d) Membantu peserta didik belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi
yang serba baru.
e) Dapat mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri.
f) Mendorong kreativitas peserta didik dalam pengungkapan penyelidikan
masalah yang telah ia lakukan.
Meskipun model pembelajaran ini terlihat begitu baik dan sempurna dalam
meningkatkan kemampuan serta kreativitas peserta didik, tetapi tetap saja
memiliki kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Kurniasih dan Sani (2015:50)
diantaranya:
18

a) Model ini butuh pembiasaan, karena model ini cukup rumit dalam teknisnya,
serta peserta didik harus dituntut untuk konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi.
b) Dengan menggunakan model ini, berarti proses pembelajaran harus
dipersiapkan dalam waktu yang cukup panjang. Karena sedapat mungkin setiap
persoalan yang akan dipecahkan harus tuntas, agar maknanya tidak terpotong.
c) Peserta didik tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi
mereka untuk belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
d) Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan
dalam menjadi fasilitator dan mendorong peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan merek solusi.
2.1.4 Sistem Pernapasan Manusia
Materi yang akan dibahas pada penelitian ini adalah materi sistem
pernapasan manusia. Materi tentang sistem pernapasan manusia ini diambil dari
Kompetensi Dasar yaitu (3.9) Menganalisis sistem pernapasan pada manusia,dan
memahami gangguan sistem pernapasan serta upaya menjaga kesehatan sistem
pernapasan. Pada materi ini ada 6 kali pertemuan dengan pembagian alokasi
waktu sebanyak 10 JP untuk pembelajaran dan 4 JP untuk tes. Model
pembelajaran nantinya yang digunakan pada saat penelitian yaitu menggunakan
model pembelajaran Blended Problem Based Learning. Pembelajaran tersebut
menggunakan sintak PBL yang didalamnya dimodifikasi atau di lengkapi dengan
blended learning berupa media google classroom.
2.1.6 Google Classroom
Google classroom adalah platform pembelajaran campuran yang
dikembangkan oleh google untuk sekolah yang bertujuan menyederhanakan
pembuatan, pendistribusian dan penetapan tugas dengan cara tanpa kertas.
Menurut Pardeshi & Alliwadi (2015) Google Classroom adalah salah satu aplikasi
berbasis cloud yang menggabungkan penggunaan teknologi dengan pengembangan
berbasis internet.
Melalui pembelajaran dengan blended learning dan google classroom
sebagai medianya, peserta didik akan merasa nyaman dan aktif dalam
19

mengkonstruksi pengetahuannya. Al-Maroof (2018) berpendapat bahwa Google


classroom dipilih sebagai salah satu alat belajar mandiri, dan ditemukan bahwa
kepuasan diri atas peserta didik dengan bukti ketika google classroom diterapkan
peserta didik merasa mudah dalam penggunaannya dan praktis dalam
menyelesaikan tugas, oleh karena itu google classroom dapat digunakan sebagai
alat yang efektif dalam pembelajaran.
Wicaksono & Rachmadyanti (2017) Guru dapat memanfaatkan berbagai
fitur yang terdapat pada Google Classroom seperti assignments, grading,
communication, time-cost, archive course, mobile application, dan privacy.
Penggunaan google classroom dapat memberikan akses terhadap peserta didik
dalam melakukan pembelajaran secara daring. Guru dapat memberikan
pembelajaran meskipun tidak di dalam kelas. Izenstark dan Leahy (2015) desain
dari google classroom sudah tidak asing lagi bagi peserta didik karena mereka
sudah menggunakan beberapa produk dari google via akun google apps.
Google classroom dapat membantu lembaga pendidikan menuju sistem
paperless. Pembuatan tugas belajar dan distribusi materi dilakukan melalui
Google Drive sementara Gmail digunakan untuk menyediakan komunikasi
kelas. Setiap kelas yang dibuat dengan Google class menciptakan folder
terpisah di produk Google masing-masing di mana peserta didik dapat
mengirimkan pekerjaan yang harus dinilai oleh guru. (Kurniawan, 2016).
Malalina & Yenni (2018) berpendapat bahwa seorang tenaga pendidik dapat
membuat suatu kelas dalam google classroom, membagikan tugas, mengirimkan
saran, dan melihat kegiatan proses pembelajaran di satu tempat dengan cepat,
mudah dan tanpa kertas dan dilengkapi dengan teknologi keamanan terbaik tanpa
biaya tambahan. Google classroom dapat diakses oleh guru dan tidak
membutuhkan waktu yang lama. Adapun kelebihan google classroom menurut
Janzen, sebagaimana dikutip oleh Iftakhar (2016) yakni mudah digunakan,
menghemat waktu, berbasis cloud, fleksibel, dan gratis. Hal ini yang menjadi
pertimbangan bahawa google classroom tepat digunakan sebagai media
pembelajaran di sekolah.
20

2.2 Kerangka Berpikir


Pembelajaran IPA Terpadu

Teori Harapan Fakta di lapangan


1. Peserta didik mampu melaksanakan pembelajaran 1. Pemanfaatan media google
berbasis internet dengan menerapkan Learning classroom oleh guru kurang
Management System (LMS) yang tersedia. maksimal.
2. Peserta didik memiliki pemahaman konsep dan 2. Guru kurang bervariasi dalam
kemampuan pemecahan masalah dengan menerapkan pembelajaran di kelas.
memberikan jawaban tes diagnostik dan tes soal 3. Peserta didik kurang bijak dalam
uraian lengkap serta mampu menjawab pertanyaan penggunaan gadget sebagai media
melalui wawancara sesuai dengan indikator yang pembelajaran dan digunakan untuk
diinginkan. membuka aplikasi lain seperti
3. Guru mendapatkan data dari peserta didik yang games ,musik atau sosial media.
selanjutnya akan dianalisis mengenai pemahaman 4. 13 dari 24 peserta didik masih
konsep dan kemampuan pemecahan masalah yang memiliki nilai ulangan harian yang
dimiliki perserta didik. rendah kurang dari standar KKM
yaitu 75.
5. Belum pernah dilakukannya
Kajian Relevan analisis mengenai pemahaman
konsep dan kemampuan pemecahan
Husamah (2014), blended learning merupakan
masalah peserta didik.
pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara
penyampaian, model pengajaran. Nuswowati et al.,
(2017) menyatakan bahwa Problem Based Learning Potensi
adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan Pengoptimalisasi
masalah pada situasi nyata. Pembelajaran dengan penggunaan media google classroom
model Problem Based Learning menyajikan masalah dengan melibatkan peserta didik
autentik kepada peserta didik sehingga peserta didik secara aktif dan mandiri
dapat memahami konsep secara mandiri. Apabila Materi yang diteliti
penerapan Blended Problem Based Lerning diterapkan
akan menjadi suatu inovasi baru dalam model Sistem Pernapasan Manusia Kelas
pembelajaran. VIII SMP Semester 2

Hasil
Solusi

Analisis Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penerapan pembelajaran model


Pemecahan Masalah pada materi Sistem blended problem based learning
Pernapasan Manusia dengan Model Blended dengan media google classroom
Problem Based Learning
Eksperimen

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Anda mungkin juga menyukai