Anda di halaman 1dari 13

Unnes Science Education Journal

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA


MATERI SISTEM PERNAPASAN MANUSIA DENGAN MODEL BLENDED PROBLEM BASED
LEARNING

Sri Nurhayati1, Elma Nabella2


1
Dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang, Indonesia
2
Jurusan IPA Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang, Indonesia
Info Artikel Abstrak
Sejarah Artikel Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah
Diterima : peserta didik menggunakan model Blended Problem Based Learning pada materi sistem pernapasan manusia.
Subyek penelitian data pada penelitian ini adalah peserta didik kelas 8C SMP Islam Al-Azhar 29
Disetujui: Semarang. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode tes dan wawancara. Jenis
Dipublikasikan: penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi (mix methods) dan tipe desain penelitian sequential
explanatory. Instrumen yang digunakan yaitu silabus, RPP, kisi-kisi soal, soal pilihan ganda three tier multiple
choice pemahaman konsep dan soal uraian kemampuan pemecahan masalah, pedoman wawancara, rubrik
penilaian dan lembar validasi. Analisis data kuantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat
pemahaman konsep yaitu melalui tes diagnostik three tier multiple choice sedangkan, untuk kemampuan
pemecahan masalah diukur dengan tes uraian yang memuat indikator kemampuan pemecahan masalah.
Analisis data kualitatif menggunakan data hasil wawancara soal tes untuk mendeskprikan tingkat
pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa profil
pemahaman konsep peserta didik kategori paham konsep sebesar 49%, kategori miskonsepsi sebesar 48%,
dan kategori tidak paham konsep sebesar 3%. Tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik
dikelompokkan menjadi 4 kategori. Kategori sangat baik sebesar 5%, kategori baik sebesar 37%, kategori
cukup baik sebesar 42% dan kategori tidak baik sebesar 16%. Saran pada penelitian ini hendaknya guru
sebagai fasilitator seharusnya lebih ditingkatkan dan lebih tegas kepada peserta didik dalam pemanfaatan
media google classroom. Serta hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai implementasi model
blended problem based learning terkait variabel lainnya.

Keywords Abstract
Blended This study aims to analyze the understanding of concepts and problem solving abilities of students using the Blended
problem based Problem Based Learning model in human respiratory system material. The data research subjects in this study were 8C
learning, grade student of Al-Azhar 29 Islamic Middle School Semarang. The method of data collection in this study is test and
interviews. The type of research uses a combinations of research methods (mix methods) and a type of sequential
pemahaman
explanatory research design. The instruments used were syllabus, RPP, question grid, three tier multiple choice
konsep,
questions, understanding concepts and problems describing problem solving skills, interview guidelines, assessment
kemampuan rubrics and validation sheets. Quantitative data analysis was used to measure the level of understanding of the concept
pemecahan through three tier multiple choice diagnostic test,for problem solving abilities was measured by a description test that
masalah. contained indicators of problem solving abilities.Qualitative data analysis used data from interview questions about tests
to describe the level of conceptual understandng and problem solving abilities. The results of this study found that the
profile of conceptual understanding of students understood the concept of 49%, the misconception category was 48%, and
the category didn’t understand the concept by 3%. The level of problem solving abilities of students including grouped
into 4 categories. A very good category of 5%, a good category of 37%, a fairly good category of 42% and nfavorable
category of 16%. Suggestions in this study should teachers as a facilitators should be more enhanced and more assertive
to students in using google classroom media. Futher research should be carried out regarding the implementation of
blended problem based learning models related to other variables.

© 2019 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D5 Lantai 1 Kampus Sekaran Gunungpati
Telp. (024) 70805795 KodePos 50229
E-mail:elmanabellafa@gmail.com
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah .Guru sebagai agen of change memiliki
ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu peran yang penting dalam perubahan kondisi
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA pembelajaran. Teknologi dan pendidikan tidak
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan dapat dipisahkan, dimana keduanya harus
berupa fakta, konsep, atau prinsip saja melainkan sejalan. Blended learning adalah salah satu solusi
sebagai suatu proses penemuan. Permendikbud yang bisa dilaksanakan oleh guru dalam
No. 65 tentang standar proses menjelaskan pembelajaran. Menurut Sari (2013) menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada kurikulum 2013 bahwa pembelajaran blended learning merupakan
untuk semua jenjang dilaksanakan dengan jenis pembelajaran yang menggabungkan
menggunaan pendekatan saintifik yaitu pengajaran klasikal (face to face) dengan
mengamati, menanya, menalar, mencoba dan pengajaran online. Hasil penelitian yang
mengomunikasikan. dilakukan oleh Hermawanto et al., (2013) dengan
Saat ini penggunaan Teknologi, judul “Pengaruh Blended Learning terhadap
Informasi dan Komunikasi (TIK) membawa Penguasaan Konsep dan Penalaran Fisika Peserta
dampak perubahan dalam proses pembelajaran Didik Kelas X” disimpulkan bawah penguasaan
seperti dari pembelajaran di kelas menjadi konsep fisika peserta didik menggunakan blended
pembelajaran kapan saja dan dimana saja, dari learning lebih tinggi daripada tanpa menggunakan
media kertas ke media berbasis online/paperless. blended learning.
Mobilitas manusia yang semakin padat dan Sebagian besar sekolah di Indonesia
lahirnya teknologi-teknologi baru, menjadi latar telah menerapkan kurikulum 2013, salah satunya
belakang lahirnya model pembelajaran blended di SMP Islam Al-Azhar 29 Semarang. Pada
learning sebagai inovasi baru dalam menjawab kurikulum 2013 peserta didik dituntut lebih aktif
tantangan zaman. Sjukur (2012) menjelaskan dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk
bahwa blended learning menggabungkan aspek lebih memaksimalkan kesempatan belajar peserta
pembelajaran berbasis web (internet) dengan didik dengan mampu menerapkan metode atau
pembelajaran tatap muka. model pembelajaran yang beragam serta
Penerapan blended learning pada penggunaan media secara maksimal sehingga
pembelajaran online sangat mudah diterapkan dapat melibatkan peserta didik secara langsung
dengan memanfaatkan modul Learning dalam proses pembelajaran. Di SMP Islam Al-
Management System (LMS) yang mudah untuk di Azhar 29 Semarang telah menerapkan
instalasi dan dikelola. Menurut Ellis (2009) pembelajaran berbasis TIK yaitu pembelajaran
berpendapat bahwa Learning Management System dengan media gadget menggunakan Learning
(LMS) adalah aplikasi perangkat lunak untuk Management System (LMS) melalui google
administrasi, dokumentasi, pelacakan, pelaporan classroom.
dan penyampaian kursus pendidikan atau Penggunaan google classroom di SMP
program pelatihan. Adapun perangkat lunak Islam Al-Azhar sudah diterapkan sejak tahun
Learning Management System (LMS) yang bisa 2015, tetapi fakta di lapangan masih ditemukan
digunakan antara lain: ACS, Blackboard, Certpoint, beberapa masalah yang menunjukkan bahwa
Moodle, Canvas, Google Classroom, dan sebagainya. pemanfaatan google classroom belum dilakukan

2
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

secara optimal. Hal tersebut di buktikan dari profil tingkat pemahaman konsep dan
hasil observasi pengamatan langsung peneliti kemampuan pemecahan masalah yang terjadi di
ketika pembelajaran di kelas. Guru hanya lapangan.
sesekali kali memanfaatkan google classroom pada Pembelajaran dengan model Problem
saat akan diadakannya PTS (Penilaian Tengah Based Learning menyajikan masalah autentik
Semester) dan PAS (Penilaian Akhir Semester). kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat
Selain itu ketika pembelajaran berlangsung, memahami konsep secara mandiri. Problem Based
guru hanya beberapa kali memanfaatkan google Learning juga dapat membantu peserta didik
classroom untuk memberikan tugas kepada membangun pengetahuannya sendiri (Tristanti,
peserta didik saat guru berhalangan hadir di 2017)
kelas untuk mengajar. Selain itu guru juga Berdasarkan pemaparan permasalahan
kurang bervariasi dalam menerapkan model tersebut dalam menggunakan perpaduan
pembelajaran pada saat pembelajaran tatap pembelajaran blended learning dengan model
muka berlangsung dan kurangnya media pembelajaran berbasis masalah yaitu Problem
pembelajaran yang menarik untuk diterapkan di Based Learning (PBL) merupakan salah satu solusi
kelas seperti penggunaan LKPD (Lembar Kerja yang tepat untuk meningkatkan pemanfaatan
Peserta Didik) yang belum sesuai dengan media google clasroom dan untuk menegetahui
standar kurikulum 2013. Akibatnya peserta tingkat ketercapaian pemahaman konsep dan
didik menjadi bosan dan terkadang melakukan kemampuan pemecahan masalah dalam proses
aktivitas diluar pembelajaran seperti tidak pembelajaran secara tatap muka, maupun online.
memperhatikan guru ataupun bercanda dengan Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti
teman. Selain itu saat diberikan kesempatan berinovasi dengan mencetuskan istilah baru
pembelajaran online (handphone dibagikan dan sebagai model pembelajaran yaitu blended problem
dibawa peserta didik) untuk keperluan based learning. Dalam penerapannya peneliti akan
pembelajaran, peserta didik tidak memaksimalkan pemanfaatan media google
menggunakannya secara bijak dan digunakan classroom untuk mendukung blended learning yang
untuk membuka sosial media ataupun bermain diterapkan dan menggunakan LKPD (Lembar
games secara diam-diam. Kerja Peserta Didik) berbasis problem based
Berdasarkan fakta kondisi di SMP Islam learning. Untuk itu peneliti akan melakukan
Al-Azhar 29 Semarang tersebut, dapat penelitian di SMP Al-Azhar 29 Semarang
dinyatakan bahwa pelaksanaan model blended tersebut dengan judul “Analisis Pemahaman
learning yang diterapkan di SMP tersebut kurang Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah
maksimal dalam pembelajaran tatap muka pada Materi Sistem Pernapasan Manusia dengan
maupun pembelajaran online. Oleh karena itu Model Blended Problem Based Learning”.
peneliti berusaha untuk lebih memaksimalkan
pemanfaatan google classroom sebagai media METODE

pembelajaran dengan menerapkan metode Jenis penelitian yang digunakan adalah


blended problem based learning di SMP Islam Al- metode penelitian kombinasi (mix methods). Mix
Azhar 29 Semarang dan menganalisis bagaimana methods research design menurut Creswell (2015:

3
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

1088-1089) adalah penggunaan metode pengambilan sampel dengan pertimbangan


kuantitatif dan kualitatif secara gabungan, tertentu. Pertimbangan ini didapatkan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang berdasarkan rekomendasi dari guru yang
permasalahan dan pertanyaan penelitian mengampu kelas 8.
daripada dilakukan secara sendiri-sendiri. Tipe Pada saat pembelajaran peserta didik
desain penelitian mix methods dalam penelitian ini diberikan pembelajaran dengan model blended
adalah sequential explanatory, yaitu metode problem based learning menggunakan sintak
penelitian kombinasi yang menggabungkan problem based learning dengan bantuan media
metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara google classroom. Kegiatan pembelajaran
berurutan strategi dalam penelitian ini diterapkan dilaksanakan dengan 6 (enam) kali pertemuan. 3
dengan beberapa tahapan, pada tahap pertama kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 40
dengan cara mengumpulkan dan menganalisis menit dan 3 kali pertemuan dengan alokasi
data kuantitatif yang digunakan untuk waktu 2 x 40 menit. Pemahaman konsep dan
mengetahui tingkat ketercapaian pemahaman kemampuan pemecahan masalah peserta didik
konsep dan kemampuan pemecahan masalah diketahui melalui hasil posttest yang diberikan
pesrta didik, kemudian tahap kedua diikuti oleh yang diperkuat dengan hasil wawancara.
pengumpulan dan menganalisis data kualitatif
berupa hasil wawancara yang dibangun HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan hasil awal kuantitatif. Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas Analisis pemahaman konsep peserta didik

VIII C SMP Islam Al-Azhar 29 Semarang. dengan model blended problem based learning

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan Hasil pemahaman konsep peserta didik dapat

dengan teknik purposive sampling yaitu dilihat pada gambar 1.

49% 48%

3%

Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham

Gambar 1. Profil Pemahaman Konsep Peserta Didik Secara Klasikal


Data yang ditunjukkan pada gambar 1 100%. Skor maksimal didapatkan dari hasil
dapat diketahui bahwa hasil pemahaman konsep perkalian antara banyaknya peserta didik dengan
peserta didik secara keseluruhan pada kategori total soal. Miskonsepsi menempati persentase
paham konsep, miskonsepsi, dan tidak paham kategori pemahaman konsep terbesar kedua yang
konsep sebesar 49% , 48% , dan 3%. Persentase hanya memiliki selisih 0,01% pada kategori
tersebut didapatkan dengan cara menghitung tertinggi tingkat paham konsep. Hal tersebut
total kategori pemahaman konsep yakni paham disebabkan karena beberapa faktor diantaranya
konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep, ketidaksungguhan peserta didik dalam menjawab
masing-masing dibagi skor maksimal dikali jawaban tingkat tiga (three tier) dengan menjawab

4
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

semuanya yakin tanpa mempertimbangkan Hasil analisis persentase dikonsultasikan dengan


tingkat keyakinan peserta didik sesungguhnya tabel kriteria tingkat pemahaman konsep. Tabel
dalam menjawab soal, selain itu kurangnya kriteria ditunjukkan pada tabel 1. (Sari et al.,
keaktifan peserta didik untuk memperoleh 2017)
informasi dalam penggunaan google classroom
selama di luar lingkungan sekolah.
Persentase Peserta Didik Konsep (%) Kriteria

60 ≤ X ≤ 100 Tinggi
30 ≤ X ≤ 60 Sedang

0 ≤ X≤ 30 Rendah

Tabel 4.1 Persentase Kriteria Pemahaman Konsep Peserta Didik


Indikator pemahaman konsep yang di membandingkan (comparing), (7) menjelaskan
analisis dalam penelitian ini menurut (Anderson (explaining). Hasil penelitian yang diperoleh dapat
et al., 2001) meliputi: (1) menafsirkan dilihat pada gambar 2.
(interpreting), (2) mencontohkan (exemplifying), (3)
mengklasifikasikan (classifying), (4) meringkas
(summarizing), (5) menyimpulkan (inferring), (6)

84,21 81,58
60,53 55,26 57,89
Paham 52,63 49,12 49,12
44,74 42,11
Konsep 31,58 36,84
Miskon 15,79 15,79
7,89 7,89 2,63 2,63
sepsi 0 0 1,75

Tidak
Paham

Gambar 2. Persentase Pemahaman Konsep Peserta Didik Tiap Indikator


Berdasarkan data yang ditunjukkan pada 49% secara klasikal. Persentase tersebut akan
gambar 2 dapat diketahui persentase indikator dijelaskan per indikator seperti berikut:
tertinggi pemahaman konsep adalah indikator 1) Indikator membandingkan (comparing)
membandingkan (comparing) sebesar 81,58% Sebesar 81,58% sebagaimana disajikan
kemudian persentase miskonsepsi tertinggi adalah pada gambar 2. Pemahaman konsep pada indikator
indikator meringkas (summarizing) sebesar 84,21% tersebut masuk dalam kategori tinggi. Pada
dan persentase indikator tidak paham konsep paling indikator membandingkan (comparing) peserta
banyak adalah indikator menafsirkan (interpreting) didik diberikan soal untuk membandingkan suatu
dan indikator mencontohkan (exemplifying) dengan konsep mengenai penyakit asma secara benar.
tingkat persentase hanya sebesar 7,89%. Persentase Peserta didik diberikan soal berupa beberapa
kategori peserta didik yang paham konsep sebesar pernyatan dari nomor 1 sampai 6 tentang gejala

5
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

suatu penyakit, mereka diminta untuk macam volume pernapasan yakni udara pernapasan
membandingkan beberapa ciri-ciri dari gejala suatu biasa sebesar 500 ml, udara cadangan inspirasi
penyakit. Peserta didik diminta memilih nomor sebesar 1500 ml, udara cadangan ekspirasi sebesar
jawaban yang sesuai berdasarkan pertanyaan dan 1500 ml, dan udara residu sebesar 1200 ml. Dari
memilih alasan yang tepat untuk jawaban yang data tersebut peseta didik diminta menentukan
dipilih. Secara umum indikator ini merupakan berapakah volume kapasitas vital paru – paru pada
indikator dengan tingkat pemahaman konsep paling manusia dengan memperhatikan data yang
tinggi, sehingga peserta didik sudah mengetahui dan disajikan. Pada jawaban tingkat satu disajikan
dapat membandingkan antara gejala suatu penyakit pilihan jawaban berupa angka, kemudian untuk
pada sistem pernapasan. Hasil tes sesuai dengan alasan atau jawaban tingkat dua disajikan rumus
hasil wawancara yang sudah dilakukan. Peserta bagaimana cara menentukan kapasitas vital paru-
didik dengan kategori paham konsep tinggi mampu paru. Peserta didik diminta menentukan rumus yang
membandingkan antara ciri gejala suatu penyakit paling tepat mengenai jawaban tersebut dengan
yang satu dengan yang lainnya. disertai jawaban tingkat tiga yaitu yakin atau tidak
Peserta didik dengan kategori tingkat yakin.
pemahaman konsep yang rendah belum bisa secara Pada indikator meringkas peserta didik
tepat membandingkan antara gejala suatu penyakit tergolong dalam kategori dengan tingkat
yang satu dengan yang lain. Kebanyakan mereka miskonsepsi paling tinggi yaitu sebesar 84,21%. Hal
masih terkecoh dengan beberapa pernyataan yang tersebut disebabkan karena kurangnya peserta didik
diberikan dan menganggap pilihan jawaban mereka dalam memahami macam – macam volume
benar. Padahal jawaban tersebut masih belum tepat, pernapasan sesuai konsep yang diberikan. Kurang
sehingga dalam menjawab pertanyaan bertingkat pahamnya peserta didik tersebut sangat beragam
antara jawaban pertanyaan dan alasan peserta didik diantaranya tidak dipelajarinya materi yang sudah di
menjawab dengan penuh keyakinan, padahal unggah pada google classroom serta kurang
diantara pertanyaan dan alasan ada pilihan jawaban memperhatikannya peserta didik saat pembelajaran
yang mengecoh peserta didik. Apabila peserta didik tatap muka di taman sekolah untuk praktikum
tidak membaca pilihan jawaban dengan teliti maka menghitung volume pernapasan. Hal tersebut yang
peserta didik akan memilih jawaban yang salah. menyebabkan peserta didik mengalami
2) Indikator Meringkas (Smmarizing) miskonsepsi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Persentase pemahaman konsep peserta menurut Wijaya et al., (2016) bahwa faktor utama
didik kategori paham konsep secara klasikal peserta didik mengalami miskonsepsi adalah
memang tinggi tetapi hal tersebut hanya memiliki bersumber dari diri sendiri. Peserta didik cenderung
selisih sebesar 1% dengan persentase pemahaman hanya menghafal konsep - konsep yang dipelajari
konsep kategori miskonsepsi. Hal tersebut sehingga pemahaman yang bersifat sementara
disebabkan adanya indikator pemahaman konsep tersebut kurang optimal.
peserta didik yang hanya mendapatkan persentase 3) Indikator menafsirkan (interpreting)
sebesar 15,79%. Indikator yang dimaksud tersebut Pemahaman konsep yang termasuk tingkat sedang
adalah indikator meringkas (summarizing). Pada yaitu terdapat pada indikator menafsirkan
indikator tersebut peserta didik diberikan contoh (interpreting) sebesar 31,58%. Kategori tersebut
soal dengan disajikan beberapa data mengenai sesuai pada table 1 kriteria pemahaman konsep

6
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

peserta didik. Pada indikator tersebut peserta didik diantaranya terinfeksi oleh mikroorganisme atau
diberikan soal untuk menjawab pertanyaan tubuh merespon terhadap benda asing yang masuk
mengenai berapa banyak frekuensi normal manusia kedalam tubuh. Disebut apakah penyakit
secara umum. Pilihan jawaban bervariasi dari 30-40 peradangan pada lapisan pelindung pembungkus
kali/menit, 25-30 kali/menit, 20-25 kali/menit dan paru-paru. Pilihan jawaban pada tier pertama yang
15-18 kali/menit. Kebanyakan peserta didik disajikan yaitu sinisitis, laringitis, ronchitis dan
menjawab secara asal yaitu angka yang paling besar pleuritis. Pada tier kedua pilihan jawaban alasan
berkisar antara 30-40/menit. Padahal sebelum berupa ciri dari penyakit pada pilihan dari jawaban
pembelajaran materi sudah disampaikan bahwa di tier pertama. Pada soal dengan indikator
frekuensi pernapasan normal manusia adalah menyimpulkan (inferring) tersebut peserta didik
sebesar 15-18 kali/menit. Kebanyakan peserta didik kebanyakan menjawab jawaban dengan benar
tidak memanfaatkan media google classroom sehari tetapi dengan alasan yang salah. Kombinasi
sebelum pembelajaran berlangsung. Mereka jawaban benar - alasan salah - yakin termasuk
beralasan bahwa tidak ada waktu untuk membuka dalam kategori miskonsepsi. Sehingga pada
dan sulitnya akses internet di rumah mereka. indikator menyimpulkan lebih dominan peserta
Padahal mereka sudah difasilitasi gadget dari didik termasuk dalam kategori miskonsepsi yaitu
sekolah yang sudah diketahui oleh orang tua untuk dengan menjawab pertanyaan dengan jawaban
bekerjasama dan memantaunya. Pada indikator pleuritis dan alasan jawaban ditandainya penyakit
menafsirkan (interpreting) juga diberikan soal tersebut dengan gejala seperti dada terasa nyeri dan
mengenai penjabaran definisi dari respirasi. Peserta sesak napas serta jawaban ketiga yakin.
didik diberikan soal pertanyaan tentang peristiwa 5) Indikator menjelaskan (explaining)
pertukaran gas O2 dan CO2 yang terjadi pada Pemahaman konsep masih pada kategori
manusia dan diminta menentukan istilah atau sedang yaitu indikator menjelaskan (explaining).
pernyataan dari peristiwa tersebut. Pilihan jawaban Pada indikator tersebut kategori jawaban peserta
yang diberikan diantaranya adalah respirasi, didik yang paham konsep dan yang mengalami
ekspirasi, inspirasi dan ekskresi, selanjutnya untuk miskonsepsi adalah sama dan sisanya dalam
alasan mereka diminta menentukan alasan yang kategori tidak paham hanya mencapai 1,75%. Pada
paling tepat dari jawaban pada tier pertama yang indikator tersebut peserta didik di berikan soal
mereka pilih disertai tingkat keyakinan pada tier berupa tabel berupa pasangan mengenai mekanisme
ketiga. pernapasan perut dan fase yang terjadi secara tepat.
4) Indikator menyimpulkan (inferring) Pada tier kedua mengenai alasan jawaban berupa
Pemahaman konsep peserta didik yang urutan proses inspirasi pernapasan perut, peserta
masih tergolong dalam kategori sedang adalah didik diminta mimilih satu dari empat pilihan
indikator menyimpulkan (inferring). Pada indikator jawaban yang ada yang paling tepat. Berdasarkan
tersebut peserta didik diberikan salah satu contoh soal pada indikator menjelaskan (explaining)
soal untuk menyimpulkan ciri dari suatu penyakit. tersebut jawaban yang benar mengenai mekanisme
Peserta didik diminta untuk menyimpulkan penyakit pernapasan ialah ketika diafragma mendatar hal
apakah yang menunjukkan gejala tersebut. Kalimat tersebut menandakan sedang terjadi fase inspirasi.
dari soal tersebut adalah peradangan atau Tingkat/tier kedua jawaban dari alasan pertanyaan
pembengkakan terjadi karena berbagai hal yang tepat tersebut di tunjukkan dengan jawaban

7
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

saat proses inspirasi pernapasan perut otot dilepaskan, sepasang balon kecil di dalam botol
diafragma kontraksi  diafragma mendatar  akan mengempis. Hal tersebut mengambarkan
rongga dada dan paru-paru mengembang  tekanan mekanisme proses pernapasan saat inspirasi maupun
udara dalam paru-paru rendah  udara luar masuk ekspirasi.
ke paru-paru, dan apabila tingkat jawaban ketiga 6) Indikator mengklasifikasikan (classifying)
yakin peserta didik termasuk dalam kategori paham Indikator paham konsep yang tergolong
konsep pada indikator tersebut. dalam kategori sedang selanjutnya yaitu indikator
Persentase antara peserta didik yang paham mengklasifikasikan (classifying). Pada indikator
konsep dan miskonsepsi pada indikator menjelaskan tersebut peserta didik diberikan pertanyaan
(explaining) ini sama. Berdasarkan pengamatan mengenai organ pernapasan yang didalamnya
peneliti, umumnya miskonsepsi terjadi karena terdapat pita suara. Peserta didik diminta
beberapa peserta didik kurang aktif dalam mengklasifikasikan atau memilih nama organ
pembelajaran di kelas, padahal pelaksanaan pernapasan yang paling tepat diantara keempat
pembelajaran mengenai materi mekanisme jawaban. Sebagian besar peserta didik sudah benar
pernapasan pada manusia di kelas sudah dalam menjawab. Pita suara terletak pada organ
menggunakan model pembelajaran problem based pernapasan laring. Kombinasi jawaban benar alasan
learning dimana peserta didik dituntut secara aktif benar dan yakin termasuk dalam kategori paham
menggunakan alat peraga sederhana yang terbuat konsep. Sebagian lainnya peserta didik menjawab
dari botol bekas dan balon serta selang yang dengan kombinasi jawaban salah-alasan salah-yakin
digunakan sebagai alat demonstrasi mekanisme termasuk dalam kategori miskonsepsi. Pada soal
pernapasan pada manusia. tersebut apabila jawaban salah maka alasan juga
Peserta didik lainnya yang aktif dalam salah karena keduanya saling berhubungan.
proses pembelajaran menggunakan model problem Miskonsepsi yang terjadi kebanyakan disebabkan
based learning dan ikut serta dalam kegiatan karena kesulitan peserta didik dalam membedakan
demonstrasi menggunakan alat peraga pernapasan antara organ pernapasan faring dan laring. Selain
terbukti lebih paham konsep. Hal ini sesuai dengan bunyi pelafalan yang hampir sama, juga posisinya.
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardini & Faring merupakan daerah dengan percabangan
Widayati (2016) yang menunjukkan bahwa aktivitas menuju rongga hidung, esofagus dan trakea. Organ
belajar peserta didik dengan model problem based faring dilengkapi dengan epiglotis yang dapat
learning jauh lebih baik dan memberikan pengaruh membuka dan menutup. Sedangkan organ laring
positif daripada yang konvensional. Hal tersebut adalah pangkal tenggorokan yang terdiri dari
juga didasarkan atas jawaban dari hasil wawancara lempengan-lempengan tulang rawan.
yang dilakukan antara guru dengan peserta didik. 7) Indikator mencontohkan (exemplifying)
Ketika guru bertanya kepada peserta didik dengan Indikator paham konsep yang terakhir yang
paham konsep mereka juga menjawab secara tegas tergolong dalam kategori sedang ialah indikator
mengenai perumpamaan antara alat peraga dengan mencontohkan (exemplifying). Pada indikator
alat pernapasan, peserta didik juga tahu ketika balon tersebut peserta didik diberikan soal berupa gambar
yang ditarik dengan posisi ujung selang terbuka organ pernapasan. Pada tingkat pertama
maka sepasang balon kecil yang ada di dalam botol (pertanyaan) awal pserta didik diminta untuk
akan mengembang, sedangkan ketika balon besar menunjukkan bagian organ manakah dengan

8
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

menunjuk angka yang benar. Selanjutnya untuk dan terdiri atas lempengan tulang rawan dan otot
tingkat kedua (alasan) peserta didik diminta halus. Gambar nomor 3 menunjukkan percabangan
menyebutkan alasan yang tepat dari angka yang dari bronkus yang disebut bronkeolus. Sebagian
dipilihnya. Pada indikator mencontohkan soal besar peserta didik menjawab kombinasi jawaban
nomor 7 di berikan gambar disertai angka yang benar – alasan benar – yakin. Kombinasi jawaban
menunjukkan organ pernapasan dengan pertanyaan tersebut tergolong dalam kategori paham konsep.
manakah yang menunjukkan tempat pertukaran gas Sedangkan sebagian lainnya menjawab dengan
pernapasan. Pada gambar yang diberikan angka 1 kombinasi jawaban salah – alasan salah – yakin
menunjukkan gambar organ trakea, nomor 2 tergolong dalam kategori miskonsepsi.
menunjukkan gambar organ bronkus, nomor 3 Pembelajaran dengan model blended problem based
menunjukkan gambar organ bronkeolus dan nomor learning dapat meningkatkan aktivitas belajar
4 menunjukkan organ alveolus. Dari pertanyaan peserta didik. Hal tersebut dibuktikan dengan
yang diberikan jawaban yang tepat yaitu pada aktivitas peserta didik dimana mereka secara aktif
nomor 4 yang menunjukkan gambar organ alveolus. berdiskusi dalam mengerjakan LKPD (Lembar
Kemudian untuk alasan diberikan pilihan berupa Kerja Peserta Didik). Mereka juga aktif bertanya
proses atau fungsi dari organ yang ditunjuk itu kepada guru dalam menemukan data – data untuk
sendiri secara detail dan lebih lengkap. Alveolus memecahkan masalah yang ada di lembar diskusi.
merupakan organ pernapasan bertugas menyerap O2 Setelah aktif berdiskusi, peserta didik diminta
kemudian dialirkan ke darah dan sisa limbah CO2 secara individu untuk meyalin jawaban dan
dialirkan dari darah ke alveoli untuk di hembuskan menyempurnakannya melalui media google
keluar. Penjelasan lebih lengkap mengenai gambar classroom.
pada soal yang disajikan yakni nomor 1 Analisis kemampuan pemecahan masalah
menunjukkan trakea adalah saluran pernafasan peserta didik dengan model blended problem
berbentuk pipa yang terdiri dari tulang rawan dan based learning
otot serta dilapisi epitel. Trakea juga dilengkap silia Kemampuan pemecahan masalah terdiri
– silia dan selaput lendir untuk mencegah udara atas dari 3 indikator, yaitu: (1) memahami
kotor yang lolos dari saringan hidung masuk ke masalah, (2) memilih solusi dan (3)
paru – paru. Gambar nomor 2 menunjukkan mengkomunikasikan alternatif solusi menurut
percabangan dari trakea yaitu bronkus. Bronkus Redhana (2013). Hasil penelitian yang diperoleh
merupakan cabang trakea terletak di bagain dada, dapat dilihat pada gambar 3.

42%
37% Persentase Peserta Didik

16%
5%

Sangat Baik Baik Cukup Baik Tidak Baik

Gambar 3 Kategori Persentase Peserta Didik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

9
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa Menurut Arikunto (2012) kriteria


kategori persentase peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah disajikan pada
kemampuan pemecahan masalah secara berturut- tabel 2.
turut dari kategori sangat baik, baik, cukup baik
dan tidak baik adalah 5%, 37%, 42% dan 16%.

Persentase Kriteria Penilaian


81% < skor ≤ 100% Sangat baik

62,50% < skor ≤ 81,25% Baik

43,75% < skor ≤ 62,50% Cukup Baik

25% ≤ skor ≤ 43,75 % Tidak baik


Tabel.2 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik
Peserta didik dikategorikan memiliki atau membuat perencaan dari suatu
kemampuan pemecahan masalah bila memenuhi permasalahan yang diberikan. Pada poin terakhir
kriteria minimal cukup baik yaitu >40%. Kriteria yakni poin c mengkomunikasikan alternatif
tersebut berdasarkan dari nilai posttest yang solusi, peserta didik diminta menerapkan atau
memuat indikator kemampuan pemecahan melaksanakan penerapan dari studi kasus
masalah. Kemampuan pemecahan masalah terhadap permasalah yang disajikan.
peserta didik diukur dengan tes uraian berjumlah Pada soal uraian kemampuan
5 butir soal. Setiap butir soal terdapat 3 poin pemecahan masalah yang termasuk dalam
pertanyaan berdasarkan tiga indikator dari kategori sangat baik sesuai pada tabel 2 yang
kemampuan pemecahan masalah yaitu diraih dari seluruh pekerjaan peserta didik adalah
memahami masalah, memilih solusi dan soal nomor 2. Pada soal nomor 2 peserta didik
mengkomunikasikan alternatif solusi. Jenjang diberikan soal mengenai gambar ilustrasi paru-
kesulitan soal memuat pengembangan soal yang paru sehat dan gambar paru-paru yang terkena
disesuaikan dengan jenjang taksonomi Bloom. penyakit kanker. Peserta didik diminta untuk
Jenjang yang digunakan dari taksonomi Bloom menyebutkan gejala pada penderita penyakit
untuk mengidentifikasi kemampuan pemecahkan kanker paru, peserta didik diminta untuk
masalah adalah C3 (mengaplikasikan), C4 menyebutkan penyebab terjadinya kanker paru –
(menganalisis), C5 (mengevaluasi) dan C6 paru dan terakhir peserta didik diminta untuk
(mencipta). menyebutkan bagaimana cara agar seseorang
Pada soal uraian yang digunakan untuk terhindar dari penyakit kanker paru – paru.
menguji kemampuan peserta didik mula Berdasarkan pertanyaan tersebut berikut ini
diberikan ilustrasi atau suatu studi kasus, barulah jawaban peserta didik mengenai soal nomor 2
diberikan pertanyaan untuk poin a. yaitu seperti pada gambar 4 berikut ini.
pertanyaan mengenai memahami masalah. Pada
poin b selanjutnya mengenai memilih solusi, dari
pertanyaan pada poin a meningkat ke pertanyaan
pada poin b, peserta didik diminta memilih solusi

10
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

hanya mendapatkan skor 0 dan pada poin


terakhir salah satu cara menghindar dari sakit
kanker paru – paru adalah tidak merokok.
Jawaban tersebut sudah benar tetapi hanya satu
yang disebutkan sehingga skor yang diperoleh
hanya 1.
Pembelajaran menggunakan model
Gambar 4. Jawaban Peserta Didik dengan Skor
pembelajaran blended problem based learning ini
Tinggi Soal Nomor 2
membuktikan bahwa peserta didik memiliki
Pada gambar 4 peserta didik mampu
kemampuan pemecahan masalah yang baik. Hal
mendapatkan skor total untuk masing – masing
tersebut selaras dengan penelitian yang telah
indikator kemampuan pemecahan masalah
dilakukan oleh Gunantara et al., (2014)
sesuai yang diharapkan. Ketika peserta didik
membuktikan bahwa penerapan pembelajaran
mampu menjawab pertanyaan lebih dari satu dan
Problem Based Learning (PBL) dapat
dengan jawaban yang tepat, maka akan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
mendapatkan total skor maksimal yaitu 3.
siswa kelas V di SD Negeri 2 Sepang dengan
Sebagai perbandingan, untuk jawaban peserta
perolehan angka rata-rata kemampuan
didik dengan skor rendah pada soal nomor 2
pemecahan masalah secara klasikal pada siklus I
dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.
sebesar 70% (berada pada kriteria sedang).
sedangkan pada siklus II rata-rata kemampuan
pemecahan masalah sebesar 86,42% (berada pada
kriteria tinggi). Pada penelitian tersebut
memungkinkan peserta didik dapat
meningkatkan kemandirian dalam berpikir
menganalisa permasalahan. Kemampuan
menganlisa permasalahan menyebabkan peserta
didik mampu memecahkan masalah. Perbedaan
Gambar 5 jawaban peserta didik dengan skor
antara penelitian yang dilakukan dengan
rendah soal nomor 2
penelitian menurut Gunantara et al., (2014)
Pada gambar 5 diperlihatkan jawaban
adalah pada inovasi penerapan pembelajaran
peserta didik yang mendapat skor rendah. Pada
blended learning yang disisipkan ke dalam model
soal poin a hanya menjawab sangat singkat dan
problem based learning. Blended learning diterapkan
jawaban tersebut tidak tepat sehingga mendapat
dengan menggunakan media google classroom
skor 0. Seharusnya apabila peserta didik ingin
sebagai sarana bantu sedangkan pembelajaran
mendapat skor maksimal 3, peserta didik
problem based learning diterapkan di dalam kelas
minimal mampu menyebutkan 2 jawaban dengan
secara tatap muka.
tepat. Pada poin b peserta didik menjawab
Berdasarkan hasil tes soal pilihan ganda
dengan jawaban yang tidak sesuai dengan
dan soal uraian mengenai tes pemahaman konsep
pertanyaan yang diberikan sehingga peserta didik

11
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik, dapat diketahui bahwa peserta didik
dengan skor pemahaman konsep pada kategori 2. Setelah implementasi model Blended
tinggi juga memiliki kemampuan pemecahan Problem Based Learning dengan media
masalah yang tinggi hal tersebut juga didukung google classroom, kemampuan pemecahan
dengan hasil wawancara yang sudah dilakukan
masalah peserta didik kelas VIII C SMP
antara guru dengan peserta didik. Hal tersebut
29 Al-Azhar pada materi sistem
dapat ditunjukkan oleh peserta didik dengan
pernapasan manusia termasuk dalam
kode PD-01, PD-04, PD-05, dan PD-19 bahwa
hasil pemahaman konsep mereka mendapatkan
kategori cukup baik. Hal tersebut

skor tinggi hal tersebut juga sama dengan hasil diindikasikan oleh persentase peserta
kemampuan masalah peserta didiyang juga pada didik yang mendapat kategori cukup baik
kategori tinggi. Penelitian ini juga selaras dengan sebesar 42%, peserta didik dalam kategori
yang dilakukan oleh Silaban (2014) dalam baik sebanyak 37%, peserta didik dalam
penelitiannya yang berjudul hubungan antara kategori sangat baik sebanyak 5% dan
penguasaan konsep fisika dan kreativitas dengan
terakhir peserta didik yang masih
kemampuan pemecahan masalah pada materi
mendapat kategori tidak baik sebanyak
pokok listrik statis didapatkan hasil bahwa
16%.
terdapat hubungan positif dan signifikan antara
SARAN
penguasaan konsep fisika dengan kemampuan
Saran yang dapat diberikan dari hasil
memecahkan masalah pada pokok materi listrik
penelitian ini adalah :
statis siswa kelas XII IPA SMA Nasrani 1
1. Peran guru sebagai fasilitator seharusnya
Medan.
lebih ditingkatkan, dan lebih tegas kepada
KESIMPULAN
peserta didik dalam penggunaan media
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
google classroom agar lebih dioptimalkan dan
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam proses
1. Setelah implementasi model Blended Problem
pembelajaran.
Based Learning dengan media google
2. Manajemen waktu yang baik sangat
classroom, pemahaman konsep peserta didik
dibutuhkan dalam proses pembelajaran
kelas VIII C SMP 29 Islam Al-Azhar pada
blended problem based learning, sehingga setiap
materi sistem pernapasan manusia termasuk
langkah pembelajaran yang dilaksanakan
dalam kategori sedang. Hal ini
dapat terselesaikan sesuai dengan alokasi
diindikasikan oleh persentase peserta didik
waktu yang ditentukan.
yang berada pada kategori paham konsep
3. Guru seharusnya lebih mampu menguasai
(49%), peserta didik yang mengalami
kelas dan menarik perhatian peserta didik
miskonsepsi (48%), dan peserta didik yang
dalam memberikan pengajaran dan
tidak paham konsep (3%).
penerapan google classroom agar lebih
bermanfaat dalam pembelajaran.

12
Sri Nurhayati, Elma Nabella/ Unnes Science Education Jurnal 2019

DAFTAR PUSTAKA era digital. Jurnal Pendidikan Akuntansi


Indonesia, 11(2) : 32 – 43
Sari, W. P., E.Suyanto, & W.Suana. 2017.
Anderson,L.W., David R. Krathwohl, Peter
Analisis Pemahaman Konsep Vektor
W.Airasian, Kathleen A. Cruikshank,
Pada Siswa Sekolah Menengah Atas.
Richard E.Mayer, Paul R. Intrich, James
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi.
Raths & Merlin C.Wittrock. 2001. A
6(2) : 159 : 168
Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Sjukur. S. B. 2012. Pengaruh Blended Learning
Educational Objectives). Abridge Edition.
Terhadap Motivasi Belajar dan Hasil
Penerbit David McKay Company. New Belajar Siswa Tingkat SMK. Skripsi. Jurnal
York.
Pendidikan Vokasi. 2(3) : 368-378
Cresswell, J. 2015. Riset Pendidikan Perencanaaan,
Tristanti, L.B. 2017. Pengaruh Model
Pelaksanaan dan Evaluasi Riset Kualitatif & Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dan
Kuantitatif (5th ed.). Translated by Soetjipto, Problem Based Learning (PBL) terhadap
H.P., Soetjipto, S.M. 2015. Yogyakarta: Pemahaman Konsep Bangun Ruang
Pustaka Pelajar. Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP
Univ.Muhammadiyah Metro. 6(3): 338 – 349
Ellis, Ryan K. 2009. A Field Guide to Learning
Wijaya, C.P.,S. Koes, & H. Muhardjito. 2016.
Management Systems. American Society for The Diagnosis Of Senior High School
Training & Development, ASTD In Class X MIA B Students Misconceptions
Features and Opportunities.” Library Hi About Hydrostatic Pressure Concept
Tech News 32 (9):1–3. Using Three-Tier. Jurnal Pendidikan IPA
Gunantara, et al. 2014. Penerapan Model Indonesia (JPII). 5(1) : 14 – 21
Pembelajaran Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas V
SD Negeri 2 Sepang. Jurnal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
PGSD, 2(1).

Hardini, H.T. & I. Widayati. 2016. The Influence


of Problem Based Learning Model toward
Students’ Activities and Learning
Outcomes on Financial Management
Subject. Dinamika Pendidikan. 11 (2) : 123
– 129.

Hermawanto, Kusairi S & Wartono. 2013. Pengaruh


Blended learning trhadap penguasaan konsep
dan penalaran fisika peserta didik kelas X.
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 9(1) : 67-
76

Permendikbud. 2013. Salinan Lampiran


Peraturan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah.

Redhana, I. W. 2013. Model Pembelajaran


Berbasis Masalah untuk Peningkatan
Keterampilan Pemecahan Masalah dan
Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran, 46(1): 76-86.
Sari, A. R. 2013. Strategi blended learning untuk
peningkatan kemandirian belajar dan
kemampuan critical thinking mahasiswa di

13

Anda mungkin juga menyukai