PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 TUJUAN
Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan
stabilisasi otonom.3,4
2
mengrangi produksi sputum. Kebiasaan minum lakohol juga harus dicurigai akan
adanya penyakit hepar.
Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai
dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb,
leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan, radiologi, EKG).
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA) :
Kategori Kriteria Penyakit
ASA
ASA I Normal dan sehat -
3
lambung dilakukan dengan puasa: anak dan dewasa 4-6 jam, bayi 3-4 jam. Pada
pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang
pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan
memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2
(ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga perlu
dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang
apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis
(informed concent).
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat 1 - 2 jam sebelum induksi
anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia
diantaranya :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anastesi
Mengurangi sekresi saliva dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anastesik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
Gol. Hipnotik-sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital) diberikan untuk sedasi dan
mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara
oral atau IM.Dosis dewasa 100-200mg, pada bayi dan anak 3-5
mg/kgBB.Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan
4
efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang
menyebabkan mual dan muntah.
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepine.Pemberian
dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik.Dosis
premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM.
5
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan
pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu
mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) mulai dari akhir stadium I dan ditandai
dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan.Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri
dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi
yang berlebihan.
6
Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi.Apabila
saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat
kita beri rangsangan cahaya.
Prosedur :
- Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
- Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)
- Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat
penenang) efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia:
opioid, non opioid.
- Induksi
- Pemeliharaan
7
b. Intubasi Endotrakeal dengan Napas Spontan
Intubasi endotrakeal adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea
(ET= endotrakeal tube) kedalam trakea melalui oral atau nasal.
Indikasi; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian
leher dan kepala)
Prosedur :
- Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh
otot/suksinil dgn durasi singkat)
- Intubasi setelah induksi dan suksinil
- Pemeliharaan
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope
T = Tubes, pipa trakea, usia >5 tahun dengan balon(cuffed)
A= Airway, pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring
(nasofaring) yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape, plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut.
I = Introductor, stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea
mudah dimasukkan
C = Connector, penyambung pipa dan perlatan anestesia.
S = Suction, penyedot lendir dan ludah.
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 menit
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong
kepala sedikit ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskopmulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
8
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok)
atau angkat epiglotis (pada bilah lurus)
7. Cari rima glotis (dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar)
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas
(alat resusitasi)
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :
9
2.1.8 OBAT-OBAT DALAM ANESTESI UMUM1,2,3
Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau
inhalasi.
A. Anestetik intravena
Penggunaan:
Untuk induksi
Obat tunggal pada operasi singkat
Tambahan pada obat inhalasi lemah
Tambahan pada regional anestesi
Sedasi
Cara pemberian:
Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat
Suntikan berulang (intermiten)
Diteteskan perinfus
2. Propofol
Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting.
Propofol dapat menghasilkan anestesi dengan kecepatan yang sama
dengan pemberian barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang
lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.
10
3. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general
anaesthetic.Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian
jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko
tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1-2 mg/kgBB dan
pada pemberian IM 3-10 mg/kgBB.
4. Thiopentone Sodium
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air
menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi
anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi
kejang.Keuntungannya : induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan
napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
B. Anestetik inhalasi
1. N2O
Dinitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dan lebih berat daripada udara.N2O biasanya tersimpan dalam
bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu
kamar ± 50 atmosfir.N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan
inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin.Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35%.Gas ini sering
digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi
uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan
100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia.
Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan
analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan
secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain
2. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.Halotan bereaksi
11
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan
plastik.Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen
tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec.Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi
sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar
minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau
tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh
penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian
medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit
eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi otot
sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab
isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin.
Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan pemberian
propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg
fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan
volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang
dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada
pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar
labih dari 1,1 MAC (Minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan
tekanan intrakranial.
4. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai
untuk induksi inhalasi.
12
2.1.9 SKOR PEMULIHAN PASCA ANASTESI2,7
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian
terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke
ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).
A. Aldrete Score
Nilai Warna
- Merah muda, 2
- Pucat, 1
- Sianosis, 0
Pernapasan
- Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
- Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
- Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
- Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
- Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
- Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
- Sadar, siaga dan orientasi, 2
- Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
- Tidak berespons, 0
Aktivitas
- Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
- Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
- Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
13
B. Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
- Gerak bertujuan 2
- Gerak tak bertujuan 1
- Tidak bergerak 0
Pernafasan
- Batuk, menangis 2
- Pertahankan jalan nafas 1
- Perlu bantuan 0
Kesadaran
- Menangis 2
- Bereaksi terhadap rangsangan 1
- Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
14
2.2.3 ANASTESI SPINAL
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal
ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.7
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum
ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
A. Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
15
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
16
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit, PT
(Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time)
17
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalamlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3 ml)
18
biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak
sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya
ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-
Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal
pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter
19
- Keadaan fisik pasien
- Tekanan intra abdominal
20
2.2.4 ANESTESIA EPIDURAL
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum
flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior
kedalaman maksimal pada daerah lumbal.7 Obat anestetik lokal diruang epidural
bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak dilateral.Awal kerja anestesi
epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade
sensorik-motorik juga lebih lemah.
21
C. Kerugian epidural dibandingkan spinal7:
- Teknik lebih sulit
- Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
- Reaksi sistemis
22
6) Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid
ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit
punggung
7) Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam
perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat
menghambat penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana
vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah
ke jantung.
23
F. Teknik anestesia epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.7
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Tuohy)
24
resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan
uji dosis (test dose)
25
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
26
2.2.5 ANESTESIA KAUDAL7
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang
kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.7
Indikasi
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.
Kontra indikasi
Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
27
Gambar 7. Anestesi Kaudal2,7
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas lebih
disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas.Kejadian ini timbul segera
setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat
sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung
yang dapat merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini
amat penting agar pertolongan dapat segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah
jantung, infus cairan koloid 2-3L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan
pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat
28
dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin
untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.
C. Mekanisme kerja
29
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-
channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium
dan kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya,
tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin
poten.Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
30
Sistem pernafasan:
a. Relaksasi otot polos bronkus
b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
c. Paralisis interkostal
d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Sistem saraf pusat:
a. Parestesia lidah
b. Pusing
c. Tinitus
d. Pandangan kabur
e. Agitasi
f. Depresi pernafasan
g. Tidak sadar
h. Konvulsi
i. Koma
Imunologi : reaksi alergi
Sistem muskuloskeletal : miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain
31
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa
depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan
depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
32
1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan
pembedahan dapat dimulai.
e. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri
pada torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset
proksimal.
f. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukans ecara
bertahap, buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari
keracunan obat. Pada bedah sangat singkat, untuk mencegah
keracunan sistemik, torniket harus tetap dipertahankan selama 30
menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan
melekat keseluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang
dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman
seperti blok spinal, epidural, atau kaudal
33
Obat-obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa
relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi.Hanya eter yang
memiliki trias anestesia.Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat
selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam
obat.Eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam
dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat
(meskipun aman) untuk induksi.Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat
pelemas otot (muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi
tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-
obat opium seperti morfin dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan
sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa
teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan ini dan kombinasi ini
harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien2.
a. Efek Hipnotik
b. Efek Analgesia
Opioid
Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin.Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering
digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan
34
nyeri pasca pembedahan. Malahan kadang-kadang digunakan untuk anesthesia
narkotik total pada pembedahan jantung. Opium ialah getah candu. Opiate ialah
obat yang dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah tidak spesifik untuk semua
obat yang dapat menyebabkan tidur1.
Mekanisme kerja opioid yakni, reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di
seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu
di sistem limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, sistem aktivasi reticular
dan di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus
saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (met-enkefalin, beta-endorfin,
dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Opioid
digolongkan menjadi:
a. Agonis
Mengaktifkan reseptor. Contoh: morfin, papaveretum, petidin (meperidin,
demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.
b. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis
merangsang reseptor. Contoh: nalokson, naltrekson.
c. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
Klasifikasi Opioid :
Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin),
tetapi penggolongan ini kurang popular.Penggolongan lain menjadi natural
(morfin, kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik (heroin,
dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil,
sufentanil dan remifentanil).
Morfin
Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih
mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver
somniferum.Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid
lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).
35
Terhadap Sistem Saraf Pusat, mempunyai dua sifat yaitu depresi dan
stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual-
muntah, hiperaktif reflex spinal, konvulsi, dan sekresi hormone antidiuretik
(ADH).
Terhadap Sistem Jantung-Sirkulasi dosis besar merangsang vagus dan
beralkibat bradikardi, walaupun tidak mendepresi miokardium. Dosis terapetik
pada dewasa sehat normal tidur terlentang hamper tidak mengganggu sistem
jantung-sirkulasi. Morfin menyebabkan hipotensi ortostatik.
Terhadap Sistem Respirasi harus hati-hati, karena morfin dapat melepaskan
histamine, sehingga menyababkan konstriksi bronkus.Oleh sebab itu di indikasi-
kontrakan pada kasus asma dan bronchitis kronis.
Terhadap Sistem Saluran Cerna morfin mrnyababkan kejang otot usus,
sehingga terjadi konstipasi.Kejang sfingter Oddi pada empedu menyebabkan
kolik, sehingga tidak dianjurkan digunakan pada gangguan empedu.Kolik empedu
menyerupai serangan jantung, sehingga untuk membedakannya diberikan
antagonis opioid.
Terhadap Sistem Ekskresi Ginjal, morfin dapat menyebabkan kejang sfingter
buli-buli yang berakibat retensio urin.
Petidin
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang
mendekati sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut:
Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut
dalam air.Metabolism oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin,
asam meperidinat dan asam normeperidinat.Normeperidin ialah metabolit yang
masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya
sudah berkurang 50%.Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek
terhadap sfingter Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan
36
gemetaran pasca bedah yang tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis
20-25 mg iv pada dewasa.
Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin
intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam.
Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena
iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk
analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB
Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100xmorfin.Lebih
larut dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus sawar jaringan dengan
mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif
hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama
melewatinya. Dimetabolisiir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan
sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama disbanding efek analgesinya.Dosis 1-3
ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.Dosis
besar 50-15- ug/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan pemeliharaan
anesthesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik kekakuan otot
punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Sufentanil
Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat dari
fentanil.Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-0,3
mg/kgBB.
Alfentanil
Kekuatan analgesinya 1/5-1/3 fentanil.Insiden mual-muntahnya sangat
besar.Mula kerjanya cepat.Dosis analegesinya 10-20 ug/kgBB.
37
Tramadol
Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada
reseptor mu dan kelamahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol
dapat diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.
Antagonis Opioid
Nalokson
Naloksom ialah antagonis murni opioid dan bekerja oada reseptor mu, delta,
kappa, dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapat morfin
akanterlihat laju napas meningkat, kantuk menghilang, pupil mataa dilatasi,
tekanan darah kalu sebelumnya rendah akan meningkat.
Nalokson biasanya digunakan untuk melawan depresi napas pada akhir
pembedahan dengan dosis dicicil 1-2 ug/kgBB intravena dan dapat diulang tiap 3-
5 menit, sampai ventilasi dianggap baik. Dosisi lebih dari 0,2 mg jarang
digunakan. Dosis intramuscular 2x dosis intravena.pada keracunan opioid
nalokson dapat diberikan per-infus dosis 3-10ug/kgBB.
Untuk depresi napas neonates yang ibunya mendapat opioid berikan nalokson
10 ug/kgBB dan dapat diulang setelah 2 menit. Biasanya 1 ampul nalokson 0,4
mg diencerkan sampai 10 ml, sehingga tiap ml mengandung 0,04 mg.
Naltrekson
Naltrekson merupakan antagonis opioid kerja panjang yang biasanya
diberikan per oral, pada pasien dengan ketergantungan opioid.Waktu paro plasma
8-12 jam.Pemberian per oral dapat bertahan sampai 24 jam. Naltrekson per oral 5
atau 10 mg dapat mengurangi pruritus, mual muntah pada analgesia epidural saat
persalinan, tanpa menghilangkan efek analgesinya.
38
Anesthesia tidak perlu dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, analgesinya
dapat diberikan opioid dosis tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian
pelumpuh otot.Ketiga kombinasi ini dikenal sebagai trias anesthesia “the triad of
anesthesia” dan ada yang memasukkan ventilasi kendali.
Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan
sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-otot.Pelumpuh
otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.Akibat rangsang terjadi
depolarisasi pada terminal saraf.Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-
kolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat
pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka
akan terjadi depolarisasi dan lorong ion tebuka, ion natrium, dan kalsium masuk
dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh
asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin,
sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi1.
39
- Peningkatan tekanan intracranial.
- Peningkatan tekanan intragastrik.
- Peningkatan kadar kalium plasma.
- Aritmia jantung
Berupa bradikardi atau ‘ventricular premature beat’.
- Salviasi
- Alergi, anafilaksis
40
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot1
Cegukan (hiccup).
Dinding perut kaku.
Ada tahanan pada inflasi paru.
41
BAB III
KESIMPULAN
42
Anestesi regional adalah anastesi lokal dengan menyuntikan obat anastesi
didekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranastesi.Anastesi regional terbagi
atas epidural anastesi, spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2010.
2. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta:
EGC.2011
3. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta
4. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nded, Mosby year Book
Inc, 1995.
5. Soerasdi E.Satriyanto MD.Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia
Sehari-hari. Bandung.2010.
6. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Jakarta: EGC.2010.
7. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi
edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
44