Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN AKAD PEMBIAYAAN RAHN TASJILY

PADA BMT UGT SIDOGIRI CABANG MALANG KOTA

ESSAY

Oleh :

MOHAMAD JAFAR SODIK ( 16540049 )

2020
BAB I

( PENDAHULUAN )

1.1. Latar Belakang

Praktek jasa keuangan syariah akhir-akhir ini mulai berkembang dan diminati
masyarakat. Salah satunya adalah koperasi syariah. Beredasarkan pada laporan tahunan
kementerian koperasi dan usaha kecil dan menengah, di tahun 2019 jumlah total koperasi
yang aktif di Indonesia tercatat sejumlah 123.048 unit (depkop, 2020). Perkembangan
yang pesat juga dialami oleh BMT UGT Sidogiri. BMT Sidogiri merupakan salah satu
koperasi syariah di Indonesia yang telah memiliki banyak cabang di lingkup wilayah
Jawa Timur.

BMT UGT Sidogiri dalam rangka untuk mensejahterakan anggotanya memiliki


beberapa produk. Salah satunya adalah produk pembiyaan. Produk pembiayaan ini secara
umum diklasifikasikan berdasarkan kategori, yaitu : 1) Prinsip bagi hasil (Syirkah), 2)
Prinsip jual beli, 3) Prinsip sewa, 4) Prinsip jasa. Salah satu produk jasa BMT UGT
sidogiri adalah produk pembiayaan yang menggunakan akad Rahn Tasjily.
Pembiayaan dengan akad Rahn Tasjily merupakan akad yang paling diminati
masyarakat. Berdasarkan penuturan dari bapak Zainullah (Kepala Account Officer
pembiayaan) menyatakan sebagai berikut:
“ rata-tata kalau produk pembiayaan para anggota di BMT sini (BMT UGT
Sidogiri) itu pembiayaan rahn tasjily yang paling banyak di pilih”.

Teknis pelaksanaan akad Rahn Tasjily yaitu para anggota yang membutuhkan
pembiayaan menjaminkan barang / harta yang tidak bergerak seperti tanah dan rumah
yang di sertai dengan bukti kepemilikannya kepada BMT, akan tetapi harta tersebut tetap
menjadi kuasa anggota sedangkan pihak BMT hanya memegang bukti kepemilikan. Pihak
BMT memberikan sejumlah dana, dan menjaga bukti kepemilikan harta yang dijaminkan
/ digadaikan sampai waktu yang telah disepakati pada waktu akad.

Akad rahn tasjily menurut Bapak Junaidi (pimpinan BMT) merupakan salah satu
produk inovasi dari Dewan Syariah Nasional Pondok Pesantren Sidogiri. Hal ini menarik
bagi saya selaku penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai akad Rahn Tasjily serta
apakah yang membedakan dengan akad-akad rahn yang lain. Akad rahn tasjily bisa
menjadikan solusi atau sarana bagi para anggota yang sedang membutuhkan pembiayaan.
Saya rasa penting untuk mengakat tema ini, karena masyarakat pada umumnya hanya tau
pegadaian secara konvensional dan perlu pemahaman bagi masyarakat untuk tahu
mengenai akad rahn tasjily.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan rumusaan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses akad Rahn Tasjily di BMT UGT Sidogiri ?
2. Apakah akad Rahn Tasjily yang diterapkan oleh BMT UGT Sidogiri telah sesuai
dengan Fatwa DSN MUI, mengenai gadai syariah?
3. Apakah ada perbedaan akad Rahn Tasjily dengan Akad Rahn yang lain.?

1.3. Tujuan Penulisan


Untuk menjawab pertanyaan tersebut tujuan penulisan essay ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses akad Rahn Tasjily di BMT UGT Sidogiri
2. Untuk mengetahui apakah akad Rahn Tasjily yang diterapkan oleh BMT UGT
Sidogiri telah sesuai dengan Fatwa DSN MUI, mengenai gadai syariah
3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan akad Rahn Tasjily dengan Akad Rahn
yang lain.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENERAPAN AKAD RAHN TASJILY


A. DEFINISI AKAD RAHN TASJILY
Rahn tasjily pada dasarnya berangkat atau mengacu dari akad rahn secara
umum yang ditinjau dari segi bahasa (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yang
berarti penetapan atau penahanan (Suhendi,2013). Sedangkan istilah rahn ini di
masyarakat pada umumnya lebih mengenalnya dengan sistem gadai. Secara
terminologi menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut ajaran islam sebagai jaminan utang, hingga orang
yang bersangkutan tersebut dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian
manfaat barang itu (Wangsawidjaja,2012). Dari hal-hal di atas dapat kita tarik
garis besar mengenai rahn secara teknis yaitu menahan salah satu harta pemilik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.

Pengertian di atas merupakan pengertian rahn secara global atau umum.


Sedangkan pengertian rahn tasjily itu sendiri dapat diartikan sebagaimana seperti
yang tertera dalam fatwa (DSN- MUI,2014) bahwa rahn tasjily adalah jaminan
dalam bentuk barang atas uang tetapi barang jaminan tersebut (marhum) tetap
dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikan diserahkan kepada
Murtahin.

Pada prakteknya di BMT UGT Sidogiri, menurut Bapak Junaidi (Pimpinan


BMT) mengenai harta yang digadaikan menggunakan akad rahn tasjily
merupakan harta yang sifatnya tidak bergerak, seperti tanah, rumah dan lainnya.
Besarnya pinjaman akan disesuaikan dengan harta yang dimiliki dengan
diadakanya survey terlebih dahulu pada anggota yang sedang melakukan
pinjaman tersebut.
B. RUKUN RAHN TASJILY
Dalam pelaksanaanya akad rahn memiliki rukun-rukun antara lain :
1. Akad ; Ijab dan Qabul
2. Pihak-pihak yang berakad ; Rahin (pihak yang menggadaikan) dan
Penerima gadai (murtahin)
3. Marhum (jaminan/barang gadai)
4. Marhum bih (utang)

Skema akad rahn tasjily

1. permohonan pembiayaan

BMT 2. akad ANGGOTA


(MURTAHIN) 3. barang gadai (RAHIN)

4. Marhum bih (hutang)

5. ujrah penitipan barang

Dalam pelaksanaannya apabila terjadi wanprestasi atau anggota tidak mampu


mengembalikan dana pinjamannya maka pihak BMT akan menyelesaikannya
secara kekeluargaan dan mencarikan solusi yang terbaik, apabila pada akhirnya
anggota benar-benar tidak mampu untuk melunasinya maka jalan yang terakhir
adalah mengeksekusi barang yang telah di titipkan pada BMT. Sedangkan biaya
penitipan tidak tergantung pada besar kecilnya jumlah pinjaman namun
disesuaikan dengan kemampuan anggota dan tanpa adanya paksaan di waktu akad.

Kebanyakan para anggota juga senang dengan pelayanan BMT UGT Sidogiri.
Seperti penuturan yang diungkapkan oleh Ibu Nia (anggota BMT yang pernah
melakukan pembiayaan) bahwa menurutnya BMT mengerti dengan kodisi para
Nasabahnya. Dengan adanya petugas dari BMT yang keliling ke rumah-rumah
anggota setiap harinya sangat membantu para anggota seperti Ibu Nia ini untuk
menabung ataupun mengangsur pembiayaan.
2. KETENTUAN FATWA MUI TENTANG RAHN TASJILY
Ketentuan Fatwa DEWAN SYARIAH NASIONAL MUI No:68/DSN-
MUI/III2008, memberikan putusan yang terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan
khusus sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum
Bahwa Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi
barang jaminan tersebut (marhum) teteap berada dalam penguasaan
(pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada
Murtahin.

Kedua : Ketentuan Khusus

bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam


bentuk rahn tasjily dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Rahn menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada murtahin.


b. Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti yang sah kepemilikan
atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke
murtahin. Dan apabila terjafi wanprestasi atau tidak dapat melunasi
hutangnya, marhun dapat dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui
lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah.
c. Rahin memberikan wewenang kepada murtahin untuk mengeksekusi
barang tersebut apabila terjadi terjadi wanprestasi atau tidak dapat
melunasi utangnya.
d. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas kewajaran
sesuai kesepakatan.
e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan
barang marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang
ditanggung oleh rahin.
f. Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun tidak
boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan.
g. Besaran biaya sebagaimana yang dimaksud huruf e tersebut didasarkan
pada pengeluaran yang rill dan beban lainya berdasarkan akad ijarah.
h. Biaya asuransi pembiayaan rahn tasjily ditanggung oleh rahin.
Berdasarkan ketentuan fatwa MUI diatas terdapat kesesuaian dengan apa
yang telah dijabarkan pada awal pembahasan. Pada prakteknya BMT UGT Sidogiri
menjalankan akad rahn tasjily sesuai dengan ketntuan fatwa DSN MUI. Kesesuaian
tersebut ditunjukan pada:

1. BMT UGT Sidogiri hanya menahan bukti kepemilikan harta anggota sebagai
jaminan atas pembiayaan anggota sebagaimana yang dijelaskan pada fatwa MUI
poin pertama yaitu ketentuan umum.
2. Besarnya biaya penitipan atau pemeliharaan barang (bukti kepemilikan) tidak
berdasrkan jumlah/besar kecilnya pinjaman akan tetapi melihat kemapuan dan
kesepakatan pada awal terjadinya akad. Hal ini sesuai dengan fatwa DSN MUI
pada poin f.
3. Apabila terjadi wanprestasi (nasabah tidak bisa melunasi hutang) maka pihak
BMT akan mencarikan solusi bagi anggota untuk melunasi hutangnya, apabila
dirasa tidak mampu pihak BMT akan mengeksekusi harta anggota untuk di jual
atau dilelang. Hal ini sesuai pada fatwa DSN MUI pada poin b.

3. PERBEDAAN RAHN TASJILY DENGAN RAHN YANG LAIN

Pada dasarnya terdapat perbedaan dan kesamaan akad Rahan tasjily dengan
rahn biasaya ataupun rahn emas. Kesamaan pada teknisnya yaitu sama-sama
bersistem gadai. Sedangkan pada perbedaanya terletak pada barang yang ditahan oleh
murtahin.

Perbedaan pada rahn tasjily dengan akad rahn biasa bisa diketahui dari barang
yang ditahan. Jika rahn tasjily menahan bukti kepemilikan harta yang sifatnya tidak
bergerak, seperti tanah, rumah dan lainya, dan anggota (rahin) masih bisa
memanfaatkanya, sedangakan akad rahn biasa menahan barang anggotanya dalam
artian anggota tidak dapat memanfaatkan barang yang digadaikan sampai anggota
tersebut melunasi kewajibannya. Begitu juga dengan rahn emas/gadai emas yang
berarti BMT selaku Murtahin menahan emas milik anggotanya sebagi jaminan akan
tetapi kepemilikannya tetap milik anggota BMT selaku rahin.
BAB III

KESIMPULAN

Akad Rahn Tasjily adalah akad gadai yang mana jaminan dalam bentuk
barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhum) teteap berada dalam
penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada
Murtahin. Sedangkan besaran biaya penitipan tidak dikaitkan pada besarnya
pinjaman. Apabila terjadi wanprestasi pada anggota (rahin) maka BMT (Murtahin)
berwenang untuk mengeksekusi harta tersebut.

Pada dasarnya BMT UGT Sidogiri telah menjalankan akad Rahn Tasjily
sesuai prinsip syariah dan Fatwa DSN MUI sebagai mana yang diuraikan di atas,
dengan tetap berlandaskan prinsip syariah dan azaz kekeluargaan.

Perbedaan Akad Rahn Tasjily dengan akad Rahn Biasa terletak pada status
kepemilikan setelah harta itu digadaikan. Rahn tasjily apabila telah terjadi akad
maka anggota (rahin) menyerahkan bukti kepemilikan hartanya pada BMT
(murtahin) dan anggota masih dapat memanfaatkan harta yang di gadaikan.
Sedangkan akad Rahn apabila sudah terjadi akad maka anggota (rahin)
meyerahkan barang yang digadaikan sebagai jaminan pada BMT (murtahin) akan
tetapi status kepemilikan barang tetap berada pada anggota (rahin) barang tersebut
dapat dikuasai anggota kembali apabila telah menyelesaikan kewajibannya.

Anda mungkin juga menyukai