Oleh
Rahmat Maulida
NIM : 11194561920060
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144). Fraktur femur adalah
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis (Long, 1985). Sedangkan fraktur kolum femur merupakan
fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang termasuk
colum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai
dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul ke
lutut dan merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang femur
dapat mencapai seperempat panjang tubuh.
Femur dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proksimal, batang, dan
ujung distal. Ujung proksimal bersendi dengan asetabulum tulang panggul dan
ujung distal bersendi dengan patella dan tibia. Ujung proksimal terdiri dari caput
femoris, fores capitis femoris, collum femoris, trochanter mayor, fossa
trochanterica, trochanter minor, trochanter tertius, linea intertrochanter, dan crista
intertrochanterica. Batang atau corpus femur merupakan tulang panjang yang
mengecil di bagian tengahnya dan berbentuk silinder halus dan bundar di
depannya. Linea aspera terdapat pada bagian posterior corpus dan memiliki dua
komponen yaitu labium lateral dan labium medial. Labium lateral menerus pada rigi
yang kasar dan lebar disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang
trochanter mayor pada bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial
menerus pada linea spirale yang seterusnya ke linea intertrochanterica yang
menghubungkan antara trochanter mayor dan trochanter minor. Pada ujung distal
terdapat bangunan-bangunan seperti condylus medialis, condylus lateralis,
epicondylus medialis, epicondylus lateralis, facies patellaris, fossa intercondylaris,
linea intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus. Condylus
memiliki permukaan sendi untuk tibia dan patella.
Caput femur merupakan masa bulat berbentuk 2/3 bola, mengarah ke medial,
kranial, dan ke depan. Caput femur memiliki permukaan yang licin dan ditutupi oleh
tulang rawan kecuali pada fovea, terdapat pula cekungan kecil yang merupakan
tempat melekatnya ligamentum yang menghubungkan caput dengan asetabulum
os coxae. Persendian yang dibentuk dengan acetabulum disebut articulation coxae.
Caput femurs tertanam di dalam acetabulum bertujuan paling utama untuk fungsi
stabilitas dan kemudian mobilitas.
Collum femur terdapat di distal caput femur dan merupakan penghubung
antara caput dan corpus femoris. Collum ini membentuk sudut dengan corpus
femur ± 125º pada laki-laki dewasa, pada anak sudut lebih besar dan pada wanita
sudut lebih kecil.
D. Patofisiologis
Caput femoris mendapat persendiaan darah dari tiga sumber pembuluh
intermedula pada colum femur pembuluh cervical asendens pada retikulum
capsular, dan pembuluh darah pada ligamentum capitis femoris. Pasokan
intramedula selalu tergantung oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat robek,
kalau terdapat banyak pergeseran. Pada manula pasokan yang tersisa dalam
ligamentum teres sangat kecil dan pada 20% kasus tidak ada. Itulah yang
menyebabkan tingginya insidensi cecrosis avaskuler pada fraktur colum femur yang
disertai dislokasi. Fraktur transcervical, menurut definisi, bersifat intracapsular.
Fraktur ini penyembuhannya buruk karena robekan pembuluh capsul, cidera itu
melenyapkan persendian darah utama pada caput, tulang intra articular hanya
mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada kontak dengan jaringan lunak yang
dapat membantu pembentukan callus, dan cairan sinovial mencegah pembentukan
hematome akibat fraktur itu. Karena itu ketetapan aposisi dan infaksi fragmen
tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi
hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam caput femoris dengan
mengurangi temponade (Harper, Barnes and Gregg, 1991).
E. Pathway
Ekstrakapsuler
I. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena
tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan
darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur
femur pelvis.
2. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk
dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin
yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan
memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan
dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu
minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi
dan pireksia.
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan
tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh
epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi,
paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh
trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
4. Nekrosis avascular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang
yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai
pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os.
Talus (Suratum, 2008).
5. Atropi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim
yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi
terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot,
aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008).
Pada fraktur collum femur yang benar-benar impacted dan stabil, penderita
masih dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada
daerah panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu
kemudian diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu.
Kalau pada x-ray foto impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted,
penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal fixation. Operasi yang
dikerjakan untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik percutaneus.
Palm heel test: tumit kaki yang cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila posisi
kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik.
Setelah reposisi berhasil dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan
teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi sampai 3
kali, dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi terbuka setelah tereposisi
dilakukan internal fiksasi. Macam-macam alat internal fiksasi diantaranya: knowless
pin, cancellous screw, dan plate.
3.1 Perencanaan
No
Tujuan & Kriteria
. Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
Dx
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan